Agus Ridwiyanto Fah
Agus Ridwiyanto Fah
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai
Gelar Sarjana (S1), atau Sarjana Humaniora (S. Hum)
pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam
Disusun Oleh:
AGUS RIDWIYANTO
NIM : 107022001138
JAKARTA
1432/ 2011 M
LEMBAR PENGESAIIAN
Olph
AGUS RIDWIYANTO
NIMI 107022001138
Dosen Pembimbi
lnaSlEua!!a,14. Hum.
NIP : 192302081998032001
JAKARTA
' t432t 201r M
'4_ \"
;.
1'::
,, t,.
l
Hidayatullah Jakafia, pada tanggal 2 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Sidang Munaqosyah
n
Sekretaris Merangkap Ahggota
wiw*^
Drs. H; M. Ma'ruf Misbah. MA
NIP. 19s91222 199103 I 003 l7 200501 2007
Anggota
reffi\ing
r\1,
/W
Imas Emalia. M. Hum
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri. Yang diajukan untuk
syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Humaniora dalam jenjang strata satu
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam kesatuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya,
atau merupakan dari jiplakan karya orang lain. Maka saya bersedia menerima
Penulis
ABSRAKSI
Pelayaran dan perdagangan di kawasan Laut Jawa telah membawa angin segar
bagi pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Pantai Utara Jawa. Namun dari kegiatan
ekonomi-perdagangan yang telah berpengaruh terhadap penyebaran agama Islam di Jawa,
semisal Banten, Demak, Tuban dan lain sebagainya.
Kondisi ini, yang dialami oleh para pedagang di sekitar Laut Jawa. Mereka
berasal dari Arab, Cina, India, Persia, Turki atau dari Asia. Hal ini, disertai penyebaran
agama Islam dan adanya penguasa lokal. Hal ini, didorong dari simpati lalu-lintas
Muslim dan hingga menjadi persekutuan dalam menghadapi pedagang-pedagang asing
maupun dari Jawa di bidang perdagangan dan sarana transportasi. Akan tetapi, wilayah
Batavia tetaplah masih eksis sejak beberapa abad yang lalu sebagai wilayah perdagangan.
Pada masa awal pimpinan Jan Pierterszoon Coen, ia mencetuskan ide perluasan
perdagangan, awal abad XVII. Ternyata perluasan ini membawa dampak positif dan
negatif. Dampak positifnya adalah menciptakan perluasan perdagangan di Asia Tenggara
dengan ibu kota Batavia. Hal ini merupakan detik kemajuan bagi VOC (Belanda), Coen
berupaya ingin merencanakan dan membangun imperium yang mempunyai nilai
komersil di Asia Tenggara dengan ibu kota Batavia. Bagi Belanda sikap seperti itulah
adalah upaya untuk mengontrol perdagangan atas laut.
Besar kemungkinan, Batavia dianggap sebagai salah satu yang memiliki potensi
besar, dan dibantu dari kekuatan Belanda. Ini merupakan detik positif. Selain dari
dampak positif, juga membawa dampak negatif dalam bentuk memonopoli perdagangan,
karena adanya pembatasan ruang gerak perdagangan di Asia Tenggara khususnya; di
Batavia. Ditambah lagi munculnya krisis ekonomi yang berkelanjutan yang dialami oleh
Cina sehingga memunculkan pemberontakan yang dilakukan oleh Cina pada tahun 1740
di sekitar Batavia (Muara Angke-Jakarta Utara). Selain, monopoli yang dilakukan
Belanda menimbulkan prilaku buruk diaspek lini kehidupan. Sampai akhirnya pada
tanggal 1799 VOC mengalami collapse, karena hutang-hutang Belanda mencapai 134
gulden, sampai akhirnya VOC bangkrut oleh pemerintah Belanda dan akhirnya kongsi
dagang ini dibubarkan.
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis panjatkan doa dan syukur kepada Allah SWT, karena
Dialah satu-satunya pencipta yang berhak untuk mendapat pujian, dan Dia pula yang
selalu memberi nikmat atas semua hamba-hamba-Nya dan Dia pula sumber
kebahagiaan dan keselamatan, dan Dia pula sumber pemberi rezeki, sehingga kita
diberikan kekuatan untuk melakukan segala aktivitas untuk mendapatkan ridho dan
berkah dari-Nya.
maritim ini dilatar belakangi upaya Coen ingin merencanakan dan membangun
imperium yang lebih luas dan mempunyai nilai komersial di Asia Tenggara dengan
ibu kota Batavia. Dan dipandang Batavia sebagai salah satu dunia perdagangan tidak
semata-mata, sebagai salah satu letak Batavia yang strategis dan selalu terbuka untuk
1. Ayahanda Bapak Sukino dan Ibunda Sutartini tercinta, Insya Allah dengan
segenap jiwa raga, penulis akan membuatmu bahagia dan bangga walaupun
ii
2. Ridwan Sudiro, S.IP Adalah sebagai kakak yang telah membatu biaya kuliah,
3. Lismawarni Dewi, S. IP adalah istri dari Ridwan Sudiro yang telah membatu
Utama
4. Bapak Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Adab dan
5. Bapak Drs H. M. Ma’ruf Misbah, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam yang telah membantu dalam proses terlaksananya skripsi ini.
7. Ibu Imas Emalia, M.Hum, selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah
iii
Universitas Indonesia Depok, Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan
10. H. Romli Sian Mair, Lc, Ustadz Rojalih Hasan, S.Pd dan selaku pimpinan
Cordova dan sekaligus inspirasi bagi penulis dan memberikan informasi serta
mereka di balas oleh Allah SWT dengan pahala berlipat ganda. Terakhir semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi almamater dan bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ....................................................................................................i
BAB I : PENDAHULUAN
Jawa .......................................................................................................18
di Pulau Jawa..........................................................................................28
v
BAB III: PROFIL BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG
Dunia Luar……………………………………………….......................64
vi
A. 5. Batavia sebagai Pusat Perdagangan Internasional ....................... 114
BAB V: PENUTUP
vii
BAB I
PENDAHULUAN
perdagangan Nusantara. Posisi Laut Jawa dikelilingi oleh Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik. Menurut Houben, Laut Jawa tidak saja sebagai laut utama bagi
Indonesia, tetapi juga merupakan laut inti bagi Asia Tenggara.1 Di kawasan Laut
Jawa telah ada jalinan hubungan dagang sebelum datangnya bangsa Barat. Laut
Jawa ditempatkan sebagai salah satu aktivitas berlayar dan berdagang dengan
Hal ini memberi sinyal positif bagi peranan yang amat penting di Pantai
Utara Jawa dan aktivitas perdagangan di sekitar Laut Jawa. Seringkali masih
dapat dilihat aktivitas berlayar dan berdagang hingga sampai saat ini. Jadi dapat
terlihat jelas mengenai peranan penting bagi kawasan Laut Jawa dan mempunyai
pada umumnya. Tentu saja Laut Jawa merupakan jembatan yang menghubungkan
berbagai daerah-daerah, yang berada di sepanjang Pantai Utara Jawa. Baik dalam
1
V.J.H. Houben, H.M.J. Maier and W. van der Molen, (ed), Looking in Odd Mirrors: The
Java Sea (Leiden: Vakgroep Talen en Culturen van Zuidoost-Asië en Oceanië Leiden Universiteit,
1992), hlm. viii. Kajian Asia Tenggara sebagai suatu entitas dapat dilihat pada Anthony Reid, Asia
Tenggara Kurun Niaga 1450-1650, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hal.3-4
2
Anthony Reid, op. cit., hal. 3
1
2
pelayaran dan perdagangan di kawasan Laut Jawa. Situasi ini yang memunculkan
Banten, Sunda Kalapa, Demak dan sebagainya. Selain itu juga para pedagang
yang berasal dari Arab, Cina, India, Persia, Turki atau dari Asia lainnya.
Selanjutnya, dengan datangnya orang Eropa melalui jalur laut yang diawali
oleh Vasco da Gama (Portugis), pada tahun 1497-1498 yang telah berhasil
berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung Harapan (Cape Town) di ujung
yang melewati Afrika ke India; yang dilanjutkan ke Asia Tenggara, Cina, dan
hubungan antara Timur dengan Barat. Ketika saatnya, orang Eropa datang ke
Nusantara seperti Portugis, yang kemudian disusul oleh bangsa Spanyol, dan
sebagai petualang, ekonomi, dan agama. Berbeda dengan bangsa Belanda yang
3
Hans-Dieter Evers, “Tradisional trading networks of Southeast Asia”, dalam Archipel
35 (1988) 92. Karya yang sama dapat juga dilihat pada Hans-Dieter Evers, “Traditional trading
networks of Southeast Asia” [Working Paper No. 67] (Bieleveld: University of Bielevel, 1985),
hlm. 5-6. dalam Singgih Tri Sulistiyono, Konsep Batas Negara Di Nusantara Kajian Historis‟‟
(Yogyakarta; Hasil penelitian yang dibiayai oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro,
2009), hal. 225
4
Singgih Tri Sulistiyono, op. cit., hal. 225
3
de Hautman bersaudara tahun 1596 pertama kali tiba di Banten, mereka disambut
kemudian Belanda merebut Jayakarta pada tahun (1619).7 Menurut data sejarah,
di bawah pimpinan Jan Piterszoon Coen, para pedagang (Arab, Cina, Persia,
cukai hingga jumlah barang dagangan dapat diketahui dan dicatat di dalam negeri
5
Onghokham, „‟Kelas Penguasa Menerima Kolonialisme‟‟ dalam Prisma, No. 11, 1984
tahun XIII
6
Prof. Dr. Adrian. B Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17
(Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hal. 90
7
Bernard H. M. Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2008),
hal. 37-40
8
Susan Abeyasekere, Jakarta A History, (Oxford Newyork: Oxford University, 1987),
hal. 8
4
dagang dengan pihak asing agar dapat menjalin akses perdagangan maritim
maritim, dan hal ini bukanlah sekedar perkara baru bagi masyarakat dalam negeri
merupakan warisan dan penerus ekonomi orang Pribumi dan Melayu yang telah
dan pantai yang berdekatan dengan Selat Sunda yang mempunyai nilai lebih dan
jumlah barang dagangan yang diangkut oleh kapal dagang dan perahu dagang
yang merapat di Pelabuhan Batavia. Hal ini kemudian yang menjadi karakter yang
kuat dalam dunia perdagangan. Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat
simpati dari dunia luar. Selain itu, juga sebagai unsur yang penting dalam
kawasan niaga di Pasar Ikan yang menjadi besar di Indonesia. Semenjak itu
dari Pulau Jawa ataupun yang di tuju ke Pelabuhan Batavia. Hal tersebut sebagai
negeri maupun luar negeri. Perhimpunan dagang Belanda atau VOC telah
berpengaruh di tubuh VOC. Hal ini telihat jelas bahwa perdagangan maritim akan
Pelabuhan Batavia.
Indonesia. Bagi para pedagang kota ini memiliki arti khusus, terutama dalam
perdagangan maritim.
bahkan mendapatkan julukan Koningin van het Oosten (Ratu dari Timur)10 hal ini
disebabkan karena, memiliki letak yang strategis, baik geografis ataupun lalu-
lintas persilangan dunia perdagangan yang bercorak maritim dan memiliki arti
9
Lihat ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en
Raden van Indie (Hoge Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 37
10
Lihat Mona Lohanda, The Kapitan of Batavia 1837-1942, (Jakarta: Djambatan, 1996),
hal. 7
6
faktor itulah yang menjadi salah satu unsur yang memiliki potensi besar dalam
pegawai Belanda, yang dianggap lebih piawai dalam menjalankan roda ekonomi
dan berani tampil menjalankan perdagangan maritim. Hal ini didasari oleh
pendapat Coen yang ingin mensejahterakan bangsa Belanda dan orang Belanda
yang mempunyai hak legal untuk meneruskan perdagangan ini dan bahkan
kendala yang dihadapi oleh pedagang dalam negeri maupun luar negeri. Tetapi
tidak berjalan dengan optimal, dan persoalan ini juga yang menjadi collepse
dalam dunia perdagangan. faktor lain adalah kurangnya tindakan dari pihak
11
Bernard H. M. Vlekke, Nusantara : Sejarah Indonesia, seri terj., (Jakarta: PT
Gramedia, 2008), hal. 149
12
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 231-232
13
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 231-234
7
Kekacauan dalam dunia perdagangan di tubuh VOC juga akibat dari adanya
citra Belanda. Saat itulah, dapat dikatakan Cina punya keinginan untuk
menaklukan Batavia secara mendadak.14 Karena pada 1740 Cina dibatasi dari
salah satu letak Batavia yang strategis dan selalu terbuka untuk umum dalam
Batavia berada pada posisi persilangan yang menjalin hubungan dagang di Asia
Tenggara.
Sesuai dengan fokus bahasan dalam skripsi ini, yaitu ekonomi dengan
menggambarkan Batavia sebagai kota dagang. Maka hal pokok yang harus
dijadikan pijakan adalah bahwa Batavia haruslah yang dipandang sebagai tempat
berdagang. Sehingga nampak fungsi Batavia sebagai kota dagang dan kota
14
Lihat Mona Lohanda, op. cit., hal. 20
8
berdiri sendiri. Hal itu menjadi alasan utama agar dapat di fokuskan, pada hal-hal
Untuk itu agar pembatasan tidak melebar, maka penulis batasi pada
lingkup masalah, mengenai Batavia sebagai kota dagang. Adapun masalah waktu
yang dibatasi pada abad XVII sampai XVIII. Dari uraian pembatasan tersebut
perdagangan ?
pelabuhan di Batavia ?
1. Tujuan Penelitian
1. Penelitian mengenai Batavia sebagai kota dagang pada awal pertumbuhan dan
3. Untuk mengetahui keadaan etnis Cina di Batavia yang menjadi pesaing dalam
ekonomi perdagangan.
9
2. Manfaat Penelitian
Sarjana Humaniora (S. Hum) pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
Pulau Jawa.
D. Tinjauan Pustaka
Coen adalah salah satu pendiri dari Kerajaan Belanda di Hindia Timur. Menurut
rencana, dia ingin menjadikan Batavia sebagai salah satu pusat perdagangan besar
dunia yang didasarkan pada penguasaan sepenuhnya atas laut. Dia belum
menghadapi perluasan kekuasaan teritorial yang luas manapun dan tidak tertarik
ingin menguasai pulau-pulau di Maluku. Bagian lain yang didominasi terdiri dari
Asia dengan ibukotanya Batavia, dia tidak tertarik sama dengan perkembangan
beberapa posisi Belanda yang ingin dia bangun dan mengontrol total atas laut.
15
D. G. E Hall, Sejarah Asia Tenggara, seri terj., (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), hal.
273
10
Tapi masih banyak yang kurang jelas dalam rancangannya. Dia tidak bisa
menjelaskan bagian mana dari perniagaan besar di Asia itu, yang akan
pemukiman.16
Dalam bukunya Van Leur Indonesia Trade and Society, dijelaskan bahwa
migrasi ke Laut Jawa sangat beragam. Hal ini timbul karena selain karena
bertambahnya imigran dari daerah lain yang seringkali menduduki daerah pesisir
Batavia. Sehingga, hal inilah yang memiliki orietasi dagang yang telah berperan
dominan.17
E. Kerangka Teori
dan berdagang, seperti para pedagang dari Arab, Gujarat dan Cina melalui jalur
laut sekitar abad XV, namun H.J De Graaf dan TH. Pigeaud dalam bukunya
XV & XVI yang disinyalir besar kemungkinan pada abad XV & XVI.
Di Jawa sudah ada orang Islam yang menetap memakai jalur pelayaran dan
Utara Jawa yang sudah dilakukan sejak zaman dahulu, sehingga mereka sempat
singgah di sepanjang Pantai Utara Jawa, karena di sepanjang Pantai Utara Jawa
16
Lihat Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 152
17
Lihat J. C. Van Leur, Indonesia Trade and Society Lessay in Asian Social and
Economic History, (Bandung: Sumur Bandung, 1960), hal. 403-405
11
sangat baik sebagai pusat penyebaran Islam, hubungan politik, dan ekonomi-
perdagangan.18
pelayaran dan perdagangan di pesisir Laut Merah, menuju Ceylon (Sri Langka)
Pertama: Jalur pelayaran Laut Merah terus menuju perairan terdekat sampai ujung
Malaka.
Kedua: Jalur pelayaran dari Ceylon (Sri Langka) melalui perairan laut menuju
ujung Sumatra, lalu kemudian menyusuri selat Malaka, dan berlabuh ke Batavia.
Ketiga: Jalur pelayaran dari Ceylon (Sri Langka) yang melewati Laut Hindia, lalu
kemudian menyusuri pesisir Barat Sumatra, dan berlabuh di Pulau Nias, dengan
Selat Sunda.20
dari tingkat dalam negeri hingga ke luar negeri. Di samping itu, perdagangan
maritim antar-Asia dan Eropa masih memiliki hubungan yang sangat erat dalam
serangkaian pembukaan jalan perdagangan yaitu jalur sutera melalui jalan laut.
Hal ini berarti, telah digunakan pelayaran dan perdagangan di jalan laut,
18
Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa:
Peralihan dari Majapahit ke Mataram, seri terjemahan . (Jakarta: Grafite Pers, 1986), hal. 13
19
Armando Cortesao (ed), The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the east
from the Red Sea to Japan; Written in Malacca and Indiain 1512-1515. 2 jilid, (London: Hakluyt
Society, 1967), hal. 229
20
Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 229
12
sebagaimana telah ada jalan menuju ke selat Malaka yang di tuju ke selat Sunda,
F. Metode Penelitian
yang terkait „‟ Batavia Sebagai Kota Dagang pada abad XVII Sampai XVIII‟‟.
Pada tahap awal: penulis menuangkan ide dan gagasan yang terdapat di dalam
karya ilmiah ini. Kemudian penulis melakukan tahapan heuristik, yaitu suatu
data-data informasi.
Hal ini yang mendukung dari tahapan awal, kemudian penulis melanjutkan
21
Lihat Fernand Brundel, Cilivilization and Capitalism: 15 – 18 Century, Volume II: The
Wheels of Commerce, (Collins/Fontana Press, London, 1998), hal 392
22
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dan Metode Sejarah, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1992). Hal 87
13
dan mereview buku dengan cara membedah isi buku yang terkait dengan karya
ilmiah ini.
Selain itu, penulis melakukan penelitian dengan cara mencari atau melacak
pemerintah yang berupa Arsip Nasional RI tentang Surat kepada para direktur
Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden van Indie (Hoge
Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, juga mendatangi Arsip Nasional RI, dan
Februari 2008, dari Departemen Arkeologi dan Program Arkeologi, Fakultas Ilmu
Bahan Perkuliahan Etnografi Indonesia pada FIB UI Depok, juga membaca Tesis
Kekuataan Politik dan Ekonomi di Nusa Tenggara Timur: Sejarah Kawasan Laut
Sawu Pada Abad Ke XIII-XIX‟‟(2007). Juga saya dapati buku Prof. Dr. Adrian. B
Lapian, berjudul „‟Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad XVI dan XVII
„‟(2009).
Terkait dalam buku-buku ilmiah yang ada, selain itu penulis juga
yang akan diangkat. Data utama yang kemudian dianalisa kembali oleh penulis
sesuai data-data yang berhubungan dengan sejarah Batavia sebagai kota dagang.
Perdagangan dianggap lebih dominan dan memiliki potensi besar bagi kemajuan
berhubungan dari mulai fakta yang satu dengan fakta yang lainnya, sehingga
salah satu cara untuk mengurutkan secara sistematik yang diatur sesuai
tahapan historiografi ini, penulis berusaha menyusun cerita kembali dalam bentuk
terkait.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis
yaitu,25 suatu cara untuk mencari akar permasalahan dan mencari jalan keluar dari
melanjutkan proses analisa data-data yang telah diperoleh. Hal ini yang kemudian
23
Lihat Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: Yayasan Universitas Indonesia,
1975), hal. 58-59
24
Lihat Hamid Nasuhi. dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi). Jakarta : CeQDA (Center for Quality Development and Assurance ) Universitas Islam
Negreri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007
25
Lihat Louis Gottschalk, op. cit., hal. 30
16
G. Sistematika Penulisan
Penulis akan membagi penulisan skripsi ini dalam lima bab, dan masing-
Bab pertama dalam skripsi ini adalah bab pendahuluan yang berisikan
uraian latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
sistematika penulisan.
agama Islam di Pulau Jawa, berisikan tentang peranan perdagangan dengan tujuan
menyebarkan agama Islam terkait adanya tokoh Islam baik ulama maupun
Politik yang dibicarakan disini, terkait dengan ulama dan bangsawan yang
menjalin hubungan politik pada masa kekuasan Demak yang telah menjelma
Bab tiga, mengenai profil Batavia sebagai kota dagang membahas tentang
Jayakarta yang dilanjutkan masa pimpinan Jan Piterszoon Coen seorang Gubernur
Jenderal VOC, kemudian Batavia menjadi bandar niaga yang strategis bagi Asia
dan Gubernur Jenderal Belanda yang berperan dari pemungutan Bea dan Cukai di
darat hingga laut, kemudian jejak- jejak sejarah Sungai Ciliwung, perdagangan
Jawa.
Pada tahun 30 Hijriah atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun
delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri.
Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman
Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi
abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.1
secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah
yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam
bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak
orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah,
1
http://www.rinduallah.com/dawah/sejarah (Dikunjungi tanggal 17 Desember 2011).
18
19
pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H /
Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya
makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan
Nusantara yang pada masa ini mengalami masa kejayaan dalam dunia pelayaran
dan perdagangan antara lain Kerajaan Hindu Tarumanegara di Jawa Barat pada
abad V M yang sudah menjalin hubungan perdagangan sangat baik dengan bangsa
India dan Cina dan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra pada abad VII M dengan
XVI Masehi, pelabuhan Sunda Kalapa. Boleh dikatakan, bahkan Sunda Kalapa
banyak didatangi kapal-kapal yang berlayar sangat jauh dari penjuru negeri.
2
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur-Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
& XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007).
hal. 3 dan 4
3
Taufik Ahmad, Jakarta Berawal dari Pelayaran dan Pelabuhan, (Jakarta, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Museum Bahari, 2008), hal. 6
20
Bandar terpenting dari Kerajaan Pakuan Pajajaran, tidak dipastikan dengan ilmu
pelayaran dan perdagangan yang memadai. Bahkan tidak hanya dari berbagai
macam daerah yang telah mengekalkan kawasan Asia Tenggara, hal inilah yang
Selatan), Maluku, Gowa (Makasar), dan Madura tetapi juga berbagai kapal
saja, melainkan sebagai salah satu yang memiliki menyebarkan agama Islam.
Negara-negara Asia seperti Cina dan India telah banyak mengirimkan pendetanya
dari dan ke Nusantara yang ikut serta dalam pelayaran di Nusantara. Negara-
negara Timur-tengah seperti; Arab, Persia, dan Turki pada abad XIII M, dalam
menyebarkan agama Islam.4 Hal ini karena, jalan pelayaran dan perdagangan di
jalur laut yang menyusuri Pantai Timur Sumatra melalui Laut Jawa ke Nusantara
bagian Timur Jauh sudah ditempuh sejak zaman dahulu. Para pedagang yang telah
Salah seorang yang terkenal dan tertua di antara para penyebar agama
Islam di Pulau Jawa adalah Raden Rahmat dari Ngampel Delta. Ia diberi nama
sesuai kampung halamannya yaitu Sunan Ampel. Sejak dahulu dalam hal
4
Lihat Anwar Ibrahim, dkk, Islam Di Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 78-79
21
dagang dengan tokoh dari Negeri Campa.5 Setelah Raden Rahmat bersama putera
istana Majapahit, hingga kemudian tersebar luas. Raden Rahmat memegang peran
penting dalam aspek perniagaan besar yang sangat penting dalam menyebarkan
agama Islam di Pulau Jawa dan dipandang sebagai pemimpin wali sanga dengan
hikayat tersebut, bahwa Kerajaan Campa (Kamboja) sudah ditaklukan oleh „‟Raja
Koci‟‟ Campa, akibat adanya serangan Cina terhadap Vietnam pada tahun 1471.
melalui jalan laut sebagai jalan utamanya guna menyusuri selat Sunda dan
pedagang Muslim dan masyarakat Pribumi, Melayu, Cina mereka akan bertambah
dan berkumpul di tempat tinggal Raden Rahmat yang berpusat di daerah Ngampel
Delta.6 Raden Rahmat bersama saudaranya, Raja Panjita, berangkat berlayar dan
berdagang melewati rute perjalanan dari Negeri Campa ke arah Jawa Timur pada
Karena itu, sekali lagi kita dapatkan bagian Timur Pulau Jawa menjadi
Bahkan Sunan Giri pada masa mudanya adalah anak angkat Nyai Gede
Pinatih, seorang isteri pedagang asing yang sudah berusia lanjut yang telah
Selatan) dan Lawe (Kalimantan Selatan). Ki Gede Pandan Arang yang bekerja
benar Ki Gede Pandan Arang. Semenjak itu, telah ada dugaan bahwa di dalam
pedalaman yang hendak menyusuri Sungai Brantas. Ini merupakan bukti yang
pada abad XIV dan awal abad XV, yang banyak terlibat bukan hanya orang-orang
Jawa yang berpengaruh besar terhadap pedagang Muslim dengan hadirnya jalan
lintas menuju pedalaman. Mereka ialah yang berasal dari keluarga pedagang Cina
diungkapkan ada seorang adi pati, bawahan raja di Terung (Sungai Brantas) telah
memiliki darah keluarga Cina, yang melantik menjadi Imam pertama di Masjid
tua di Ngampel Delta. Di sini terlihat jelas, bahwasannya telah ada hubungan
7
Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, op. cit., hal. 23
23
beragama Islam, yang telah memilih jalan laut sebagai jalan utamanya. Seringkali
diikutsertakan pedagang Cina guna menyusuri Laut Cina Selatan hingga yang di
tuju ke arah Laut Jawa dan singgah secara menetap di Jawa Timur.
Lain halnya dengan Tome Pires adalah seorang apoteker Lisabon yang
bekerja kurang lebih setahun di Cannanoree dan di Cochin di Pantai Barat India
selama beberapa bulan. Dalam perjalanan Tome Pires ke Jawa Tengah, wilayah
Demak menjadi wilayah yang strategis, besar kemungkinan telah ada hubungan
dagang dengan pedagang Muslim yang berlayar dan berdagang dari Semarang
hingga yang di tuju ke arah Rembang, dengan membawa misi berdagang dan
sepanjang Pantai Utara Jawa pada abad XVI, telah ada kakek tua di Gresik, yang
dimaksudkan adalah Raja Demak yaitu Raden Patah yang berangkat berlayar
mengelilingi Pantai Jawa Barat yang di tuju ke arah Cirebon, untuk melawan
orang-orang kafir yang ada di sana. Setelah di Cirebon, ia diberi gelar pate yang
bukunya „‟The Suma Oriental of Tome Pires‟‟, pada tahun 1513 telah ada bentuk
hubungan dagang dengan pedagang Muslim yang berpusat di Pantai Utara Jawa.
Uca atau yang bernama Husain jadi patih dari Demak. Nama tersebut
dimaksudkan adalah Raden Patah). Selain itu Tome Pires, melukiskan di dalam
bukunya tentang Gresik elle veio teer a Dema, Tome Pires sendiri telah
menjelaskan secara utuh telah ada bentuk hubungan dagang di Nusantara dan
keislaman di Gresik, yang menjadi pusat tertua agama Islam di Jawa Timur.9
Dalam cerita Aria Damang, yaitu cerita yang berasal dari Palembang,
disebutkan bahwa yang menjadi raja Demak pertama adalah Raden Patah.
Sementara dalam naskah cerita babad dari Jawa Timur dan Jawa Tengah,
8
Lihat Armando Cortesao (ed), The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the
east from the Red Sea to Japan; Written in Malacca and Indiain 1512-1515. Jilid 2, (London:
Hakluyt Society, 1967), hal. 195-200
9
Tome Pires adalah seorang apoteker Lisabon yang dikirim ke India sebagai agen obat-
obatan‟ ketika ia berusia 40 tahun. Sesudah bekerja kurang lebih setahun di Cannanoree dan di
Cochin di Pantai Barat India Selatan, ia naik pangkat setelah dikirim ke Malaka oleh Alfonso d‟
Albuqurque. Sewaktu ditempatkan di Malaka, ia melakukan perjalanan ke Pantai Utara Jawa
selama beberapa bulan. Pada tahun 1515, ia kembali ke Cochin, untuk menyelesaikan bukunya, „‟
The Suma Oriental of Tome Pires‟‟, yang sebagaimana dikatakan pada halaman judul dari
terjemahan Inggris: suatu laporan dari negeri-negeri Timur dari Laut Merah hingga ke Jepang.
Lihat Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 424
25
armada sebanyak 40 kapal jung yang kesemuanya itu, berasal dari kekuatan
Selain itu dalam babad Jawa Tengah Raden Patah disebut juga Pate Rodim
keturunan pedagang Cina Muslim. Kerajaan Demak tidak bisa dilepaskan dari
Malah, Raden Patah adalah penguasa pertama Demak yang bergelar „‟Jin Bun‟‟. 11
besar kemungkinannya adalah Raden Patah dan ayahnya ikut serta dalam
dikenal dengan ibukota Demak, yang didirikan pada pertengahan abad XV.12
Yang kemudian menjadi pusat ibadah bagi masyarakat Muslim dan berdakwah
agama Islam.
tentang Jepara di dalam bukunya „‟The Suma Oriental of Tome Pires‟‟ yang
dimaksudkan adalah Pate Unus sebagai tuannya, yang telah berkuasa penuh atas
wilayah Jepara. Pati Unus telah berperan di dalam negeri Jepara serta pemegang
kota Pelabuhan Jepara. Ketika Tome Pires meyakini, bahwa Pate Unus sangat
10
Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, op. cit., hal. 23 dan lihat Donald
Maacintyre, Sea Pasifis: A History from the Sixteenth Century to the Present Day (London:Arthur
Baker Limeted, 1972), hal. 35-38
11
Tulisan Munawir Aziz yang berjudul Jejak Cheng Ho, Antitesis Benturan Peradaban
dalam harian Kompas, Minggu, 17-10-2010, hal 22.
12
Lihat Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 195-200
26
membentuk budaya keislaman antara wilayah Jepara dengan Demak. Pate Unus
telah mendapatkan kekuasaan yang sangat penting, baik ke Islaman atas wilayah
Jepara dan hubungan dakwah sampai ke seberang lautan Jepara yaitu Demak. Pate
Unus juga memiliki tempat terbuka untuk umum dan bagi orang-orang Muslim di
Jepara, sampai menyusuri ke Pantai Utara Jawa Tengah. Ini merupakan route
dan pada awal abad XVI. Yang agaknya telah ada hubungan dagang jarak dekat
dan hubungan dagang jarak jauh dalam berlayar untuk membentuk ke Islaman di
Demak, Jepara, Cirebon, Banten, Tuban, Surabaya, Aros Baya, Wiraba dan
Pasuruan.
Islam „atau‟ penyebaran agama Islam yang dilakukan di seluruh wilayah Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat meliputi; Cirebon, Sunda Kelapa (Jakarta),
dan Banten.14 Semenjak tahun 1542, atas bantuan kekuasaan Sultan Trenggana,
Nurullah atau yang lebih dikenal Sunan Gunung Jati yang merupakan saudara dari
Sultan Trenggana yang telah berangkat berlayar ke arah Demak guna menyusuri
Pantai Jawa Barat yang di tuju Banten. Hal tersebut mempunyai misi mendirikan
penguasa agama Islam Banten yang baru, dalam tahun 1546, telah membidani
„atau‟ membantu Kerajaan Demak atas serangan ke Panarukan (di ujung Timur
13
Lihat Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 169-170
14
Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, op.cit., hal. 23-79
27
dunia.
sudah sejak lama yang telah dikuasai Demak kepada salah satu puteranya.15
Banten dan menetap di Cirebon. Sementara itu di Banten tinggal salah seorang
puteranya yang lain, yaitu Hasanuddin yang kemudian menjadi raja. Selama di
Cirebon, Nurullah dan Sunan Gunung Jati telah mengabdikan dirinya untuk
koneksi langsung lebih jauh lagi, melewati Laut Asia ke arah Timur-tengah,
Makkah, dan sekaligus untuk mendapatkan gelar sultan sebagai penguasa. Hal ini,
dengan tujuan untuk mempererat tali persaudaraan atas penguasa Mataram yaitu
15
lihat Supratikno Raharjo, Diskusi Ilmiah Bandar Jalur Sutra: Kumpulan Makalah
Diskusi), (Jakarta: Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1998), hal.
26-27
16
Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur-Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia, edisi ke-3( Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2007), hal 47
28
kepada Pangeran Rangsang sejak Sultan Agung berkuasa penuh atas wilayah
Mataram.
pesisir Jawa dan memberikan suatu laporan di dalam bukunya yang berjudul Ying-
Jawa.17 Berita Ma Huan tersebut dalam tahun 1416, ia mengungkapkan telah ada
hubungan politik kepada pelaut dan pedagang Muslim yang berlayar dan
Jawa dan daerah-daerah di sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa. Situasi ini yang
1500- 1550), Kerajaan Islam Banten, Kerajaan Pajang (1546- 1580), Kerajaan
sendiri atas negara, maka penyebaran agama Islam, melewati jalan trayek
Utara Jawa, tetapi kemudian dipengaruhi adanya proses pedagang Muslim hingga
daerah-daerah pedalaman Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat di samping
adanya kerajaan yang bercorak Islam ke arah nuansa politik di Demak dan daerah-
daerah di Pantai Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, sampai daerah Jawa Barat. Saat
itu Tome Pires meyakini dan memberikan informasi mengenai Raja Daha
(Kediri), sebagai Vigiaya dan kapten-utama.20 Mungkin saja yang jadi patihnya
adalah Patih Gusti Pate atau Raden Patah, sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahannya.
perniagaan besar dan kekuasaan kesultanan dari Pate Rodim atau Raden Patah,
diikuti oleh Pate Unus, kemudian dilanjutkan oleh Sultan Trenggana yang sudah
Jawa Barat. Pada waktu itu, Demak merupakan kota perniagaan besar di
19
Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 19 dan
lihat Makalah Hasan Muarif Ambary, Dinamika Sejarah dan Sosialisasi Islam Asia Tenggara
Abaf XI-XVII M, (Jakarta: Kongres Nasional Sejarah, 1996), hal. 6-7
20
Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 19
30
Nusantara dan kiprah Pate Rodim dalam berpolitik di Jawa, hal ini terkait dengan
uraian di atas. Maka Panarukan merupakan wilayah yang pernah dijajah dan
tunduk kepada kekuasaan Demak yang di pimpin Sultan Trenggana pada tahun
1546.
mendapat dukungan dari persaingan politik tersebut. Hal ini terkait dengan kota-
yang terdapat di sepanjang Pantai Utara Jawa.21 Semenjak itu pula Sultan
secara besar-besaran.
Raja ke-III adalah Sultan Trenggana, yang secara khusus telah berperan
secara aktif dalam berpolitik, untuk melakukan kegiatan berlayar dan berdagang
di Pantai Utara Jawa. Hal tersebut, untuk mendapatkan perhatian dan menarik
simpati di dalam negeri hingga ke luar negeri. Dalam menjaga jalannya lalu-lintas
21
Lihat Supraktikno Rahardjo dan Wiwik Djuwita Ramelan, Demak Sebagai Kota
Bandar Dagang Di Jalur Sutra ( Jakarta: Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah
Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1998), hal. 18 dan 19
31
berlayar disertai politik dan semakin berkembang dengan pesat, dengan adanya
kedatangan orang-orang besar dari kalangan pedagang dari Arab, Melayu, Persia,
Turki Cina, yang baru saja tiba di Pulau Jawa. Pada abad XVI, Demak menjadi
politik Islam, dengan tujuan untuk mencapai tahta tertinggi diikuti motifnya
bertambah jumlah pedagang Muslim dan mereka di antaranya terdiri dari orang
Pribumi, Melayu, dan Cina, mereka menyusuri Pantai Utara Jawa. Maka semenjak
itu Demak yang di pimpin oleh Sultan Trenggana (1504-1546) menjadi pusat
perniagaan besar, politik dan kekuasaan Islam dan semuanya dalam pengawasan
Sultan Trenggana dalam berpolitik di sepanjang Pantai Utara Jawa. Hal tersebut,
seperti dalam Denys Lombard,23 maka berita tersebut berkesan dengan adanya
orang-orang Muslim meliputi; Pribumi, India, Turki Melayu, dan Cina. Dengan
Kondisi ini yang dialami dalam nuansa perpolitikkan, sejak masa sultan
22
Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Terpadu Bagian II: Jaringan
Asia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 52
23
Denys Lombard, op. cit., hal. 52
24
Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia
, (Kudus: Menara Kudus, 2000), hal. 20-30 dan lihat Supratikno Raharjo, Diskusi Ilmiah Bandar
Jalur Sutra: Kumpulan Makalah Diskusi, op. cit., hal. 26-27
32
sepanjang Pantai Utara Jawa meliputi; Banten, Cirebon, Demak, dan Jepara. Besar
politik ekspansi Mataram. Pada tahun 1619 terjadi perubahan mendasar dalam
Gresik diduduki tahun 1623 namun Surabaya tetap bertahan sampai 1625. Meski
begitu, dapat dikatakan bahwa pesisir sudah berada di tangan Sultan Agung
(Mataram).26
mewah terbesar di Nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit, sekitar abad
XIV. Barang mewah tersebut yang dipenuhi sutera dan porselin dari Cina. Bahkan
dikirim utusan khusus dengan gelar Arya atau Patih untuk melakukan
lebih pesat lagi ketika ada misi perjalanan Cina yang dipimpin Zheng He (Cheng
Ho) yang diutus oleh Kaisar Yongle dari Dinasti Ming untuk memperluas
25
Supratikno Raharjo dkk, Demak Sebagai Kota Bandar Dagang Di Jalur Sutra, op. cit.,
35 dan lihat Tulisan Munawir Aziz, op. cit., hal 22
26
Prof. Dr. Adrian. B Lapian, op. cit., hal. 52
33
pengaruh Ming di luar perbatasan Cina yang berlangsung antara tahun 1405 -
1433 M.27
abad XV. Sejak berdirinya Demak,28 dan merupakan emporium pada abad XV
penghubung dari aktivitas berlayar dan berdagang „atau‟ transito antara daerah-
pusat perdagangan dalam negeri hingga ke luar negeri. Untuk mencapai tujuannya
itu terlebih dahulu mengusir bangsa Portugis yang berkuasa penuh di sana sejak
tahun 1511. Pada tahun 1513, Demak mengerahkan armada dagangnya untuk
pada masa kekuasaan Sultan Trenggana dan selalu diramaikan dalam kegiatan
27
Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, (Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia, 2004), hal. 83-86 dan lihat Tulisan Munawir Aziz, op. cit., hal 22
28
Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 35 dan
lihat Makalah Hasan Muarif Ambary, op. cit., hal. 6
34
negeri sampai ke luar negeri. Hal ini didukung dari penghasilan utamanya adalah
berbagai macam jenis tumbuhan, seperti; beras, jagung, gula, terutama lada dan
ditukar kembali dengan kain belacu yang berasal dari India. Pertukaran barang
dengan masyarakat yang datang dari Pulau Jawa. Perdagangan antara Malaka
dengan Pulau Jawa yang dibantu melalui pelabuhan Sunda Kalapa semakin erat
situasi persaingan dagang yang semakin hebat dan selalu diramaikan dengan
Pegu, (Birma atau Myanmar), Keling, Portugis dan lain sebagainya, yang
dipusatkan di Pulau Jawa. Demikian juga para pedagang seperti; Patih Adam,
Patih Kadir, Patih Yusoff, Pati Unus dan Utimutiraja ikut berdatangan melalui
dilihat dalam tradisi sastra budaya di dalam Sejarah Melayu dan Hikayat Hang
29
Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 35
30
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900; Dari Emporium
Sampai Imperium, (Jakarta, Gramedia, 1988), hal. 3-4
35
Tuah.31 Dahulu rempah-rempah diangkut dari Maluku Utara ke Hitu dan Banda
serta Pelabuhan Gresik yang dijalankan oleh Sultan Giri semenjak menjalin
hubungan dagang dengan dua hulu ini agar membentuk suatu persekutuan dagang
di Pulau Jawa.32
Semenjak itu, pesatnya kedatangan para pedagang dari luar negeri yang
dagangan semakin banyak terdapat di Pulau Jawa. Hal itu, membawa dampak
para pedagang dari dan ke arah Malaka yang kemudian mereka kembali ke Pulau
Jawa.33
rempah, yaitu Maluku. Dari Maluku Utara ke Hitu kemudian ke Banda mereka
menempuh jalan secara bertahap dan memakan waktu lama. Dalam perjalanannya
tersebut mereka setelah itu dari tempat ini mereka membawa rempah-rempah
ada di Pantai Utara Jawa.34 Pada abad XV, Demak dan Malaka merupakan mata
rantai yang tidak dapat dipisahkan antara dua hulu ini, Demak dan Malaka telah
31
Teks klasik Melayu yang dianggap oleh R.O.Winstedt sebagai,‟‟…Malayo-Javanese,
Kuala Lumpur,1969, hlm 62 dan Lihat Anthony Reid, op. cit., hal. 218-223
32
Lihat Prof. Dr. Adrian. B Lapian, op. cit., hal. 41
33
Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 184-186
34
Lihat Prof. Dr. Adrian. B Lapian, op. cit., hal. 41
36
rempah sampai para pedagang dapat menukarkan barang dagangan yang dibeli
Hal ini, diperjelas dalam buku Anthony Reid Asia Tenggara Dalam Kurun
Niaga 1450-1680:
sepanjang Utara Pulau Jawa pada penghujung abad XVI, termasuk Demak,
sekitarnya.
35
Wilayah Maluku meliputi; (Ternate, Tidore, Bacan, Hitu, ditambahkan lagi Kepulaun
Banda). Saya membacanya di dalam Museum Bahari pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil
penelitian selama 2 hari di Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang
merupakan staff Museum Bahari.
36
Anthony Reid, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid I: Tanah di Bawah
Angin, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hal. 27
37
Pada tahun 1519, Jepara telah menjalin hubungan langsung dengan Jambi. Saat itu,
Jepara sebagai pemasok beras dan garam dengan lada ke Jambi. Ini yang telah membuat pedagang
Cina datang ke Jepara, untuk menukarkan lada dengan Sutera, Porselin, Belanga, besi dari Cina.
saya mendapatkan informasi ini, dari hasil penelitian di Museum Bahari pada tanggal 8-9 Juni
2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di Museum Bahari dan dibantu oleh Bapak M. Isa
Ansyari, S.S, selaku staff Museum Bahari.
37
pada saat itu telah tumbuh dan berkembang setiap harinya dalam melakukan
wilayah Jawa Barat (Banten, Jayakarta, Cirebon), Jawa Tengah, dan Jawa
Timur.39
masyarakatnya menganut agama Islam, tetapi masa kejayaan Cirebon ini dari
beberapa catatan selalu dihubungkan dengan Sunan Gunung Jati (wafat 1570).
Sunan Gunung Jati pun telah berhasil menguasai Banten sebagai penguasa
lokal. Sunan Gunung Jati berhasil merebut pelabuhan utama Pajajaran, yaitu
Sunda Kalapa. Setelah menaklukkan wilayah Jawa Barat yang dipimpin oleh
Sunan Gunung Jati (yang mereka beri nama Fatahillah atau Tagaril) yang
Kerajaan Banten, pada abad XVI,40 yang nantinya memegang peranan penting
38
Rembang berperan sebagai pemasok kapal yang telah menggantikan Pelabuhan Lasem,
pada awal perkembangan Kerajaan Demak, sekitar abad XV, saat rembang menghasilkan kapal-
kapal besar, di antaranya yang diutus Pati Unus dari Demak menyerang ke Malaka pada abad XVI.
Rembang menghasilkan kayu jati yang melimpah sebagai bahan dasar pembuatan kapal. Saya
mendapatkan informasi ini di dalam Museum Bahari pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil
penelitian selama 2 hari di Museum Bahari.
39
Denys Lombard, op. cit., hal. 52
40
M.C. Ricklefs, Sejarah Modern Indonesia, terj., (Yogyakarta: Gajah Mada Universitas
Press, 1995), hal. 56 dan 57
38
perdagangan terpenting dan makin pesat dari penjualan barang dagangan, seperti;
Jati atau Fatahillah. Banten menjadi berkembang sebagai bandar perdagangan dan
penting dan menjadi pemilik kapal dagang dan barang dagangan, sekaligus
pemegang uang „atau‟ harta yang melimpah. Pedagang Arab, Persia, maupun
41
Lihat Nina H Lubis, Banten dalam Pergemulan Sejarah: Sultan, Ulama, Jawara,
(Jakarta: LP3ES, 2003), hal. 26-27
42
Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 183-195 dan M.C. Ricklefs, Sejarah Modern
Indonesia, op. cit., hal. 56 dan 57
39
India ikut berdatangan yang besar kemugkinan menambah jumlah pedagang yang
meramaikan bentuk pertukaran barang dagangan. Hal ini, disebabkan faktor jual-
beli kain sutra, pala, rempah-rempah atau hasil agraris, dan hasil lainnya.43
dan Jawa Timur, lebih banyak ditentukan pada masa Sultan Trenggana. Setelah
daratan dan lautan, sehingga sangat erat hubungannya dengan para pedagang di
Jawa Barat.
Sunda Kalapa pada abad XVI, telah ada pelayaran Eropa yang pertama kali
menyusuri laut Asia. Hal ini, didukung oleh Portugis semenjak keberadaannya di
Dalam catatan Tome Pires yang menjadi salah satu bentuk berlayar dan
berdagang tersebut, adalah karena Banten dan Sunda Kelapa telah memainkan
peranan penting yang didukung sebuah bandar Pelabuhan dan dibantu beberapa
43
Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia
, (Jakarta: Penerbit Menara Kudus), hal. 13-19
44
Daerah Jawa Barat telah ditaklukan oleh Demak, terbukti dengan keterangan Urdaneta
yang dalam perjalanannya pulang ke tanah Maluku singgah di Panarukan pada tahun 1535, ia
melaporkan bahwa raja Demak yang Moor (Islam) adalah raja yang paling berkuasa di Jawa, atas
lada dari Sunda., Lihat Hoesein Djajadiningrat, lokal study or Indonesian History‟‟, dalam
Soedjamoko (ed), An Introduction to Indonesia Historiografy, (New York: Coenell University
Press), hal. 74-86
45
Adolf Heuken SJ, Dokumen-dokemen Sejarah Jakarta sampai dengan akhir abad ke-
16, (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1999), 74
40
Sunda Kelapa dijadikan oleh Fatahillah sebagai bandar pelabuhan yang pesat dan
Jawa tersebut banyak dilukiskan di dalam bukunya, „‟The Suma Oriental of Tome
Pires‟‟‟. Buku ini bercerita tentang gambaran adanya hubungan berlayar dan
disebelah Barat Sri Langka atau Ceylon. Selain itu, Sunda Kelapa merupakan
sebuah bandar penting terutama dalam negeri, bahkan berhasil menjalin kerjasama
46
Armando Cortesao (ed), The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the east from
the Red Sea to Japan, hal. 184-185
47
Tome Pires adalah seorang apoteker Lisabon yang dikirim ke India sebagai agen obat-
obatan‟ ketika ia berusia 40 tahun. Sesudah bekerja kurang lebih setahun di Cannanoree dan di
Cochin di Pantai Barat India Selatan, ia naik pangkat setelah dikirim ke Malaka oleh Alfonso d‟
Albuqurque. Sewaktu ditempatkan di Malaka, ia melakukan perjalanan ke Pantai Utara Jawa
selama beberapa bulan. Pada tahun 1515, ia kembali ke Cochin, untuk menyelesaikan bukunya, „‟
The Suma Oriental of Tome Pires‟‟, yang sebagaimana dikatakan pada halaman judul dari
terjemahan Inggris: suatu laporan dari negeri-negeri Timur dari Laut Merah hingga ke Jepang.
Lihat Armando Cortesao (ed), op. cit., Jilid 2, 184
BAB III
Kota Jayakarta yang didirikan di tepi Sungai Ciliwung ini memiliki pola tata
Dari struktur fisik contohnya, dapat dibedakan konstruksi tata ruang dan
fungsi-fungsi bangunannya yang berada di dalam dan di luar sektor benteng kota.
pengangkutan darat, sungai, selat, teluk atau pantai laut bebas yang sangat
dagangan dan jasa. Kota Jayakarta juga berfungsi sebagai salah satu pusat
pemerintahan dan pusat perdagangan baik dalam negeri hingga ke luar negeri,
rempah-rempah bukan lagi komoditas penting dalam perdagangan dunia saat itu,
kayu yang banyak dihasilkan di Pulau Jawa, bahkan menjadi primadona baru
1
Lihat Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: PT Gramedia, 2009),
143 dan Lihat Max Weber, The City, (New York: The Free Press, 1966), hal. 67
41
42
dengan Ratu Pembayun, pada saat itu Jayakarta masih tetap berada di bawah
naungan Banten dan semenjak Tubagus Angke yang telah memegang peranan
penting di bidang perdagangan.2 Daerah ini merupakan kota dagang pada abad
XVI, yang dikelola secara penuh oleh Tubagus Angke, namun setelah Jayakarta
Tubagus Angke, sebagai Syahbandar terkuat pada saat itu. Setelah Cornelis
ke negerinya dengan membawa 240 karung lada, 45 ton pala, serta 30 bal bunga
pala, sebagian lagi hasil rampasan.4 Semenjak kedatangan armada dagang Belanda
Verhoeven pada tahun 1609, maka tahun 1610, Jacquas l'Hermit, kepala pos
2
Menurut cerita orang-orang Belanda yang datang ke Teluk Jayakarta di bawah pimpinan
Cornelis de Hautman di kapal Hollanda tanggal 13-16 November 1596, Kota ini dikelilingi pagar
kayu. Waktu itu mungkin masih berada pemerintahan Tubagus Angke, karena berdasarkan berita
pada abad XVII. pada masa pemerintahan Pangeran Jayakarta Wijayakrama, pagar kota tersebut
diganti oleh Belanda, pertama-pertama juga telah diceritakan mempunyai pagar tembok terutama
di pantai sebagai tirai Laut (zee gordijn)., lihat Uka Tjandrasasmita, Sejarah Perkembangan Kota
Jakarta, (Jakarta: Pemda DKI, Dinas Museum Dan Pemugaran, April 2000), hal. 13 dan lihat
Armando Cortesao (ed), op. cit., . Jilid 2, hal. 169
3
Sutrisno Kutoyo, dkk, Sejarah Ekspedisi Pasukan Sultan Agung Ke Batavia, (Jakarta:
Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986), hal.
43
4
Lihat Fe de Haan, Oud Batavia, (Bandung: A.C. Nix & Co., 1935), hal 15-30
5
Lihat Fe de Haan, op. cit., hal 15-30
43
dagangan.
telah membuka luas pintu perdagangan maritim, bagi berbagai bangsa seperti;
Negeri Keling, Bombay, Cina, Belanda, Inggris, Gujarat, Abesina, Persia, Arab,
sendiri, Bandar Jayakarta telah ramai didatangi pedagang Aceh, Tidore, Ternate,
Hitu, Kepulauan Maluku, Tuban, Demak, Cirebon, Banten, dan lain sebagainya.
Jayakarta.
6
Menurut naskah Purwaraka Caruban Nagari Hidayatullah wafat tahun 1568 Masehi
atas penguasaan atas daerah pemerintahan Jayakarta diserahkan kepada putranya yaitu Pangeran
Jakarta Wijayakrama inilah yang terkenal sebagai; Regent atau koning ven Jakarta‟‟di kalangan
orang-orang asing, Belanda, Inggris, dan Sebagainya. Ia terkenal dalam percaturan politik karena
menentang VOC terutama pada masa Jan Pieterszoon., Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th.
Pigueaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram, seri
terjemahan , (Jakarta: Grafite Pers), hal. 137
7
Taufik Ahmad, Jakarta Berawal dari Pelayaran dan Pelabuhan, (Jakarta, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Museum Bahari, 2008), hal. 9
44
orang Belanda secara ketat dalam berdagang, dan akhirnya orang-orang Belanda
merasa terancam hingga kematian maka lantas bersekutu dengan Inggris pada
tahun 1615.8
Hal ini sebagai bentuk dan upaya untuk membangun pos dagang di sebelah
Barat Sungai Ciliwung yang terdapat gudang Belanda, Nasau dibangun pada
tahun 1610 dan Mauritius dibangun 1617. Sementara pos dagang Inggris di
sebelah Barat yang berhadapan dengan gudang Belanda. dibangun pada tahun
yang saling berdekatan, namun dengan adanya pembayaran denda sebanyak 1.200
sebetulnya mengetahui apa yang terjadi dan memprotes, sambil meminta bantuan
ke pihak Inggris. Oleh karena itu Coen berencana ingin memindahkan pos
ditaklukan, dalam peristiwa itu pos dagang Inggris dibakar habis. Sebelah armada
8
Lihat Benny G. Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, (Jakarta: Transmedia
Pustaka, 2008), hal. 79
9
Uka Tjadrasasmita, Pengeran Jayakarta Wijayakrama, (Jakarta: Dinas Museum dan
Sejarah DKI, 1977), hal. 3-4 dan lihat A. Willard Hanna, Hikayat Jakarta, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1998), hal. 4
10
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 155
45
armada dagang Inggris kembali di Teluk Jayakarta itu, akan tetapi tidak mampu,
benteng VOC di Jayakarta diserahkan kepada Pieter van den Broeck. Penghuni
Inggris dengan Pangeran Jayakarta tentang benteng VOC, dan sesudah itu benteng
dikepung dan diambil alih dengan paksa oleh Pangeran Jayakarta dan Inggris,
sehingga peti-peti kemas yang berisi dokumen dan barang dagangan milik Jan
pengepungan benteng tersebut diketahui pula oleh pihak Banten dan mengirim
Pada tanggal 1 Februari 1619 Admiral Th. Dale yang melihat armada
11
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Jakarta Zaman Pra Sejarah Sampai Batavia Tahun ±
1755, (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah DKI, 1977), hal. 65 dan 67 dan lihat Sutrisno Kutoyo,
dkk, op. cit., hal. 56
46
Mangkubumi Banten.12
Pada pertengahan bulan Mei 1619 Jan Piterszoon Coen masuk ke Pelabuhan
Jayakarta dari Maluku dengan 16 buah armada dagangnya. Daerah benteng dan
sekitarnya diserbu oleh Jan Pieterszoon Coen dengan kekuatan 1000 orang.
Wijayakrama telah tersingkir dari Banten dan tentara Banten saat itu sudah
pulang.13
pangkalan militer dan administrasi yang relatif aman bagi pergudangan dan
12
M.C. Ricklefs, op. cit., hal. 70 dan lihat Taufik Ahmad, op. cit., hal. 10
13
Uka Tjandrasasmita, op. cit., hal. 65 dan 67
14
Adolf Heuken SJ, Historical Sites in Jakarta, (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1989), hal
13-16
47
Coen, seorang pegawai Belanda yang telah mempunyai wewenang atas basis
Batavia bermula dari sebuah bandar kecil, bandar kecil ini awalnya terdiri
dari endapan lumpur di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam.
Ciliwung yang terletak di Teluk Batavia yang terlindung oleh beberapa pulau.17
orang Melayu, Jepang, dan Cina, di samping itu juga kapal-kapal dari pulau
sebelah Timur. Sementara itu, kapal-kapal Portugis dari tipe kecil yang memiliki
15
Sutrisno Kutoyo, dkk, op. cit., hal. 56
16
Adolf Heuken SJ, op. cit., hal. 9
17
Adolf Heuken SJ, op. cit., hal. 18 dan 22
48
kapasitas 500 ton, harus berlabuh di depan pantai.18 Tome Pires juga
diangkut dengan lanchara, yaitu jenis kapal dagang yang memuat sebanyak 150
ton.19
Batavia sebagai kota dagang dan melengkapi benteng Jacatra (sebagai tempat
lagi nama tersebut, sudah melekat dengan sebutan Kasteel Batavia20 (saat ini
Menurut Adolf Heuken SJ, bahwa hampir semua aktivitas Kasteel Batavia
aktivitas perdagangan maritim. Antara Jl. Pakin (di bagian Utara), di sepanjang Jl.
dagang dan jenis-jenis badan usaha yang terdapat di daerah tersebut yaitu
18
A. Willard Hanna, Hikayat Jakarta, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1988), hal. 4
19
Lihat Armando Cortesao (ed), op. cit., Jilid 2, hal. 167
20
Adolf Heuken SJ, op. cit., hal. 13-16
49
Pagi (di bagian Selatan) dan Jl. Sumut-Penjaringan (di bagian Barat) merupakan
salah satu tempat niaga dan sebagai kegiatan pemerintahan Kota Batavia yang
menjadi pusat pemerintahan dan menjadi pusat perdagangan Batavia. Sekarang ini
lebih dikenal dengan sebutan kota tua lama atau disebut juga Oud Batavia, yang
memiliki jarak 500 meter ke arah Utara-dan ke arah Barat dan kita dapat melihat
Museum Jakarta sampai saat ini. Setelah diperluas menjadi tempat aktivitas
merupakan hubungan timbal balik yang dilakukan paling tidak antara dua pihak
Suatu transaksi akan terjadi jika di suatu tempat membutuhkan bahan baku
atau barang yang tidak dapat diperoleh atau diproduksi oleh tempat tersebut
sementara di tempat lain terjadi surplus akan barang atau bahan baku yang
diperoleh. Bandar niaga terpadu adalah suatu kawasan yang meliputi seleruh
kegiatan perniagaan yang menjadi basis ekonomi. Idealnya tempat tersebut berada
21
A. B Lapian, (ed.), Four Centuries Trade Relations Between Indonesia and Netherland
1595 – 1995, hal 15
22
Adolf Heuken SJ, op. cit., hal. 16 dan 17
50
berkembang dan tumbuh menjadi salah satu tempat niaga yang pesat dalam
maritim yang umum yang dilakukan oleh Bangsa Eropa, yaitu mendirikan bursa
besar di suatu tempat yang sepanjang tahun menampung aneka barang dagangan
yang diinginkan.
Barat, dan dijadikan sebagai tempat niaga (Museum Bahari sampai sekarang ini
mengindikasikan bahwa sekitar abad XVII dan abad XVIII kota Batavia menjadi
kawasan niaga yang telah difungsikan dan Pasar Ikan menjadi bandar niaga yang
baik asing maupun domestik. Setiap jam 07.00 pagi sampai jam 15.00 sore dan
dilajutkan sampai malam, pasar masih tetap dibuka untuk umum dalam
Di Pasar Ikan ini nampaknya telah berkumpul ribuan orang dari penjuru
23
R Z Leirissa, (et.al), Sejarah Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1996), hal 1 dan 2 dalam http://
Jakartalama.wordpress.com/2010/11/03/situs-pasar-ikan-kawasan-niaga-terpadu-pada-masa-
kolonial/dikunjungi pada tanggal 13 Juli 2011
24
Lihat Fe de Haan, op. cit., hal 30-40 dan Lihat KN. Chaudury, Trade and Civilization
in The Indian Ocean : Economic History from The Rise of Islam to 1750, (Cambrige: Cambrige
University Press, 1989), hal. 49
25
Hayu Adi Darmarastri “Keberadaan Nyai di Batavia, 1870-1928”, dalam Lembaran
Sejarah, vol.4, No.2, 2002.
51
Di beberapa tempat di Pasar ikan tersebut dibangun tempat khusus untuk kios
yang biasanya terbuat dari bambu yang beratap ilalang dan fungsinya hanya
sementara. Terkadang pasar ini hanya digelar di bawah pohon besar yang cukup
kerajinan-kerajinan dari bangsa Cina, India, Eropa dan lain sebagainya. Jenis
makanan matang dan berbagai jenis buah-buahan serta sayur-mayur dijual di sini
perdagangan maritim dapat timbul jika terjadi pertemuan antara penawaran dan
perdagangan maritim di Pasar Ikan yang menjadi sibuk setiap harinya untuk
bahan makanan seperti beras, sayuran, buah-buahan, gula, ikan dan daging, hewan
Namun demikian, Pasar Ikan ini nampaknya diatur oleh Syahbandar yang
26
Menurut Van Leur, Syahbandar berkewajiban mengatur administrasi dan memantau
langsung jalannya aktivitas pelayaran dan perdagangan dan sebagai pemegang jabatan kalangan
istana kekaisaran niaga dipegang oleh VOC. Cina dan India ikut berperan dalam posisi yang
strategis (Jabatan), selain itu dalam pandangannya Meilink-Roelofz, bahkan mengungkapkan
Syahbandar yang dipilih dengan cara persetujuan Pemerintah Agung/Pusat, untuk mewakili
saudagar-saudagar antar-bangsa. Selain mengurusi permasalahan baik kecil hingga besar dalam
hal, pedagang, pasar, pergudangan termasuk tenaga kerjanya, dan lain sebagainya. Lihat pula J. C.
Van Leur, Indonesian Trade And Society ; Essay in Asian and Economic History, (Bandung:
Sumur Bandung, 1960), hal. 113 dan lihat juga M. A. P Meilink-Roelofz, Asian Trade And
Eroupean Influence: In The Indonesian Archipolego Between 1500 and about 1630, (Universitiet
van Amsterdam s‟Gravengade: Martinus Nijhoff,1962), 62
52
itu awalnya terbatas diperdagangkan di Pasar Ikan. Pada saat itu, dapat dikatakan
komoditas itulah, tidak hanya berasal dari tempat niaga, melainkan dari berbagai
para pedagang luar negeri yang banyak berdatangan ke Batavia maupun dari
Hal ini yang kemudian Batavia menjadi kawasan niaga sebagai tempat
dari Sungai Ciliwung, yang mengalir dari pedalaman ke kawasan niaga. Dari
dagangan ke arah kawasan niaga sehingga, Batavia sebagai bandar niaga dan
berhasil tumbuh menjadi kekuatan yang lebih besar lagi dalam jalur perdagangan
Dua jalur tersebut, antara Malaka dan Maluku mampu menyuplai barang
dari hasil agraris dan hasil laut. Kemudian VOC melengkapi Batavia dengan
27
Uka Tjandrasasmita, op. cit., hal. 39
28
Armando Cortesao (ed), op. cit., Jilid 2, 176
53
barang-barang dagangan.29
dengan kompleks gudang rempah di sebelah Barat yang lebih dikenal dengan
nama Gudang Rempah Barat (Westzijdsche Pakhuizen) yang dibangun pada tahun
1652. Sebelas tahun kemudian pada zaman Gubernur Jenderal Johan van Hoorn,
tepatnya tahun 1663 dibangunlah Gudang VOC. Gudang Rempah Barat yang kini
masih tegak berdiri pada saat itu berfungsi untuk menyimpan barang-barang
dikunjungi oleh berbagai bangsa, seperti India, Cina, dan Eropa. Batavia memiliki
lokasi geografis sangat strategis, yaitu terletak di dekat selat Sunda, yang
merupakan satu diantara dua jalur penghubung, yang lainnya adalah Selat Malaka
utama antara Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan.31 Dengan posisi tersebut
Batavia sangat sesuai untuk dijadikan pusat kegiatan VOC di Asia. Abad XVII
M,32 Batavia menjadi salah satu tempat transit yang ramai didatangi oleh para
29
Lihat Geofano Dharmanaputra dalam Sunda Kelapa sebagai Bandar Jalan Sutera
:kumpulan diskusi ilmiah, (Jakarta: CV Dwi Jaya Karya), hal 2 dan lihat http: //
www.forumbudaya.org/index.php?option=com_content&task=view&id=864&Itemid=34
(Dikunjungi tanggal 17 Maret 2011)
30
Adolf Heukeun dan Grace Pamungkas, Galangan Kapal Batavia Selama Tiga Ratus
Tahun , hal. 12 dan 13
31
Batavia dalam jaringan perdagangan Asia Pada Abad 17 dan 18 dalam http://kns-
ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan %20 Kanumoyoso,%20 M.Hum.pdf
(dikunjungi tanggal 13 Juli 2011).
32
Tulisan Hendriyo Widi yang berjudul Bukan Belanda Kalau Tidak Berdagang dalam
harian Kompas, Jum‟at, 25-08-1995, hal 17
54
antara Barat dan Timur. Para pedagang Muslim, menyebarkan agama Islam dari
negeri Arab, Cina, India, Perlak, pernah pula datang dan singgah di Batavia.33
Semenjak pertengahan abad XVI dan menjelang awal abad XVII seringkali
jenis kapal dagang dan perahu dagang berdatangan ke kawasan niaga ini. Para
dan lain sebagainya. Ikut berdatangan juga ke tempat ini untuk menjual hasil
Selain itu di kawasan ini pula banyak ditemui dari para saudagar dari
berbagai bangsa seperti Portugis, Arab, Turki, Cina, Keling, Pegu, Melayu,
Benggala, Gujarat, Malabar, Abessinia dan juga dari setiap daerah di Hindia
dijadikan sebagai tempat aktivitas perdagangan maritim di sekitar kali besar yang
menjadi wilayah Central Bussiness and Industry District Batavia, dan aktivitas
perkapalan, para pemilik kapal, dan para pembuat kapal. Bandar Batavia
Pantai Utara Jawa. Ini semua memerlukan modal yang cukup besar, sehingga
33
Jurnal Taufik Ahmad, Jakarta Berawal dari Pelayaran dan Pelabuhan, (Jakarta,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Museum Bahari, 2008),
hal. 6
34
Lihat Uka Tjandrasasmita, op. cit., hal. 143
35
Lihat Uka Tjandrasasmita, op. cit., hal. 143
55
pedagang dan tidak jarang para nakhoda kapal beserta muatannya selalu disiapkan
di bandar Batavia. Oleh karena itu, kadang-kadang yang memimpin adalah para
bangsawan. Awak kapal diambil dari pemerintah Batavia yang tidak terikat pada
tuan-tuan besar Belanda. Orang luar, para pedagang kecil, dan orang asing,
syarat tertentu.
Di antara penumpang kapal dagang, sering terdapat asal dan bahasa yang
aktivitas dagang inilah mengalami pertumbuhan dan berkembang yang lebih pesat
lagi, dan menjadi salah satu pusat perdagangan bercorak maritim pada masa VOC.
Sejumlah etnis berdatangan, seperti etnis Jawa, Bali, Banda, Banjar, dan Bugis.
saudagar yang telah berhubungan dagang hingga ke luar negeri seperti Cina,
36
Lihat Uka Tjandrasasmita, op. cit., hal. 143
56
Dalam buku Edi Sedyawati, dkk, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980, wilayah
Batavia terletak di bagian Pantai Utara Jawa Barat. Wilayah Pelabuhan Batavia
terletak pada 6º-8º Lintang Selatan dan 106º-118 º Bujur Timur. Dengan luas
Batavia (Tanjung Priok/Jakarta Utara) sampai saat ini, berada di wilayah Ibukota
Batavia (Teluk Jakarta). Letak Pelabuhan Batavia juga dikelilingi oleh Pulau-
pulau kecil di Kepulauan Seribu, yang terdiri dari Pulau Damar Besar, Pulau air,
Letak pelabuhan yang berfungsi sebagai salah satu tempat pelindung bagi
kapal dagang dan perahu dagang yang ingin melakukan transaksi perdagangan di
geografisnya pada saat itu, kapal dagang dan perahu dagang dari penjuru
Nusantara dan dunia ingin berlabuh dan berdagang ke arah Batavia (Jakarta).38
37
Edi Sedyawati, dkk, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980, (Jakarta: Proyek Penelitian
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986//87), hal. 20
38
Verstaven, Djakarta Bay: A Geomorphological Study on Soreline Deveploment,
(Utrech: State University of Hawai Press, 1954), hal. 79
57
terdapat Pulau Onrust yang merupakan tempat galangan kapal dan bengkel
perbaikan kapal pada abad XVII. Letak dan geografisnya Pelabuhan Batavia,
berada pada daerah yang strategis yang menjadi padat dari jalannya lalu-lintas
orang berlayar dan berdagang antar-pulau, antar-Asia dan lain sebagainya. Sejak
itu Pelabuhan Batavia, ditempatkan sebagai transito bagi kapal-kapal dagang dan
Barat ke Malaka dan ke arah Timur ke Maluku untuk sampai Pelabuhan Batavia.39
kapal layar motor disebabkan adanya kebutuhan yang mendasar seperti jasa
di luar negeri.
39
Verstaven, op. cit., hal. 79
58
untuk menuju ke Pelabuhan Batavia melalui jalan laut. Hal tersebut, guna
pelabuhan.
pembantunya yang sudah memberikan suatu pelayanan terhadap kapal dagang dan
Pelabuhan di Batavia menjadi pusat yang paling baik kualitasnya dan ramai
kaitan ini gudang sangat berperan sebagai tempat penyimpanan dari pemasok
barang dagangan ke pelabuhan baik yang datang dari dalam negeri maupun luar
menjadi pusat pelabuhan pada masa kekuasan VOC. Semenjak itu, di Pelabuhan
dibangun sejak 1652 (Kompleks Westy Dyshe Pakhuizen) yang sekarang ini
galangan kapal Belanda). Pada tahun 1632, di tepi Barat Kali Besar, banyak
terdapat Saudagar, Nahkoda, Perwira, Sultan, Raja, Pejabat Belanda dan duta
kerajaan dari seluruh Asia mendarat dan berangkat dari tempat ini. Pengawasan
tahun 1640, (Uitkijk, Menara Syahbandar, dari sini kapal dapat terlihat jelas dari
40
Taufik Ahmad, op. cit., hal. 11
60
jarak jauh, dan kapal dapat memberikan sinyal, ini pertanda bahwa kapal baru saja
bagi kelangsungan hidupnya. Di antara langkah dan usaha yang dilakukan orang-
orang Belanda termasuk Coen, adalah dengan adanya Bongkar muat barang-
dipengaruhi banyaknya atau sedikitnya perahu dan kapal dagang yang datang dan
menetap dari kalangan pedagang yang berbeda suku bangsa baik Asia maupun
Eropa. Jumlah perahu dan kapal dagang tersebut semakin bertambah dengan
kedatangan para pedagang Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu, Birma atau
Myanmar, dari Keling. Selain itu, berdatangan juga para pedagang dari Demak,
Jepara, Cirebon, Banten, Tuban, Surabaya, Aros Baya, Wiraba dan Pasuruan
41
Taufik Ahmad, op. cit., hal. 11
61
Agung/Pusat).42
penyusunan barang dagangan yang baru saja tiba di Batavia, haruslah melalui
daftar barang dagangan dan dana keuangan Belanda di Batavia serta harus ada
muat barang dagangan harus memeriksa kembali apakah daftar barang dagangan
sudah memenuhi syarat atau belum sesuai pesanan kiriman dan keputusan atas
kemudian dicatat atas muatan yang kurang maupun kelebihan barang dagangan.
Pemeriksaan ini sebagai bentuk usaha yang dapat memberikan kontribusi bagi
pembangunan Pelabuhan Batavia pada saat itu. Hal ini membawa konsekuensi
42
Menurut Nia seorang pegawai Arsip Nasioanal Republik Indonesia, yang telah
membantu menerjemahkan Arsip Beviendingen op de eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap)
dalam arsip Kamer Zeeland Archief, VOC 13472-13508
43
Menurut Nia seorang pegawai Arsip Nasioanal Republik Indonesia, yang telah
membantu menerjemahkan Arsip Beviendingen op de eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap)
dalam arsip Kamer Zeeland Archief, VOC 13472-13508
44
Menurut Nia seorang pegawai Arsip Nasioanal Republik Indonesia, yang telah
membantu menerjemahkan Arsip Beviendingen op de eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap)
dalam arsip Kamer Zeeland Archief, VOC 13472-13508
62
pelayanan pelabuhan menjadi lancar, aman, dan cepat dengan biaya yang lebih
melayani kapal, muatan barang dagangan, dan penumpangnya secara tepat dan
maksimal, terlebih atas kapal-kapal asing dunia luar yang pernah singgah. Hal ini,
seperti perahu dagang dan kapal dagang, dan selain itu memfungsikan pelabuhan
Dengan demikian barang dagangan yang diangkut dengan kapal dagang dan
tempat lain dengan cara diangkut dengan perahu dagang. Barang yang diangkut
Oleh karena itu, Pelabuhan Batavia pada saat itu menunjuk pegawai
kendali Belanda, bea dan cukai (ekspor dan impor), penempatan barang-barang di
45
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 150-152 dan Menurut Nia seorang pegawai Arsip
Nasioanal Republik Indonesia, yang telah membantu menerjemahkan Arsip Beviendingen op de
eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap) dalam arsip Kamer Zeeland Archief, VOC 13472-
13508
63
Atas dasar itu, dapat dikatakan bahwa aktivitas pelabuhan adalah sebagai salah
karena merupakan bagian dari mata rantai transportasi perahu dagang dan kapal
Bea dan Cukai adalah sebagai bentuk pemungutan perjalanan kapal yang
cukup jauh bagi perahu dan kapal dagang yang masuk ke pelabuhan Batavia.
Dengan adanya pemungutan bea dan cukai di Pelabuhan Batavia yang ditetapkan
Plakaat untuk mengurusi bea dan cukai atas barang-barang yang keluar-masuk di
Pelabuhan Batavia, maka mengenakan tarif cukai untuk pertama kalinya yang
diatur oleh Pemerintah Batavia diperkuat orang-orang Belanda. Aturan ini berlaku
sampai tahun 1671 dengan besaran bea dan cukai 5% dari nilai mata dagangan,
dagangan, dan lainnya, yang didatangkan dari dalam negeri maupun luar negeri.46
Pelabuhan Batavia yang pada saat itu masih dikendalikan oleh Belanda, dan
kapas, nila, kesumba, katut, arang, pinang, sagu, segala macam buah-buahan
gajah, arak, merak, unggas, itik dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat 22 jenis
barang dagangan yang terdiri dari beras, kemenyan, lada, pala, cengkeh, bahan
46
Dagh-Register 1674, hal. 30-31 dalam Tawalinuddin Haris, Kota dan masyarakat
Jakarta dari kota Tradisional ke kota Kolonial Abad XVI-XVIII, cet pertama (Jakarta: Wedatama,
2007), hal. 192
64
kapur, lilin, kapur barus, kayu sandel, air, perak, intan, dan merah delima. Barang-
barang dagangan yang diimpor cukainya besarnya 5% tetapi untuk yang sebesar
Pelabuhan Batavia hanya diberikan surat jalan untuk menyusuri jalan laut dan
memungut cukai impor dan ekspor. Tetapi pada tahun 1620, Syahbandar
mengangkat sebagai ontvanger yang memegang penerimaan kas bea dan cukai
bea cukai dari 5 % atau 10 % berubah menjadi 20% dari jenis buah-buahan dan
makanan. Pada zaman Janderal Van Diemen, tarif cukai menurut Coen dinaikkan
mengenakan biaya tarif cukai sebesar 5% untuk impor dan 10% untuk ekspor.
Pemungutan cukai didasarkan pada berat barang dagangan dan dihitung sesuai
dengan nilai barang dan dinaikkan menjadi 5% dan berubah seketika menjadi 10
%, 15 % dan 20 %, sesuai aturan yang berlaku pada masa Coen. 48 Ada sejenis
barang dagangan yang dilarang saat itu seperti candu dan arak. Ini disebabkan
47
Tawalinuddin Haris, op. cit.., hal. 192
48
Plakaatboek van Naderlandsch Indie, II, (1642-1670), hal. 77-78. Jenis ukuran yang
dimaksud dapat dibagi menjadi tiga. Pertama, ukuran berat, seperti las, kati, koyan, dan ton.
Kedua, ukuran jumlah, seprti pikul, bahar, keranjang, tong, peti, botol, bilah, potong, karung,
tempayan, dan leger, Ketiga, ukuran panjang seperti elo dan roede, periksa Mr. S. Keijzer, Ibid,
hal. 562-563 dalam Tawalinuddin Haris, op. cit., hal. 194
65
sedangkan arak 5 %. Impor lada dikenakan biaya cukai ¼ ringgit per-pikul, pala
masuk daftar pesanan, tetapi tidak terdaftar dalam tarif. Kain dikenakan 10 %
untuk impor dan 5 % untuk produk-produk sutera dan sejenis sutera lainnya.
Sutera kasar Persia dan Benggala dikenakan tarif cukai 10 ringgit (impor ataupun
ekspor), dan sutera Cina dan Tonkin 10 ringgit (impor ataupun untuk ekspor).49
Dari uraian di atas bahwa Pelabuhan Batavia telah mengenakan pajak bagi
dari pedagang Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu, (Birma atau Myanmar), dan
Keling.50 Sementara para pedagang dari Pulau Jawa akan dikenakan biaya pajak
sebesar 6%, ini merupakan kewajiban yang harus dibayar dari setiap pedagang
muatan barang dagangan dalam skala besar dan proses bongkar muat barang
dagangan diupayakan tetap kondisi sehat sehingga tetap bermutu dan terjamin dari
kualitasnya.
Dunia Luar.
Bukan tanpa alasan Belanda memilih tempat ini sebagai ibukota mereka.
Seperti menurut Adam Smith, bahwa Tanjung Harapan yang menjembatani Eropa
49
Tawalinuddin Haris, op. cit., hal. 195
50
Menurut Nia seorang pegawai Arsip Nasioanal Republik Indonesia, yang telah
membantu menerjemahkan Arsip Beviendingen op de eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap)
dalam arsip Kamer Zeeland Archief, VOC 13472-13508
51
Lihat J.C. van Leur, op. cit., hal. 67 dalam Marwati Djoened Poesponegoro dan
Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 144
66
dan Hindia Timur,52 maka masyarakat Batavia menjembatani salah satu usaha-
usaha penghubung lalu-lintas di jalan laut antara negara Hindia Timur. Letaknya
yang sangat strategis di jalur keramaian antara India, Cina, Jepang, dan
sebagainya.
memiliki corak maritim dari Pantai Batavia dalam menggunakan transportasi laut
yang masih mengandalkan perahu dagang dan kapal dagang sebagai alat
barang dagangan yang berlayar ke Eropa dan Cina, dan berlabuh di Perairan
Batavia menyusuri Perairan Batavia yang selalu diramaikan para pedagang dari
dunia luar. Batavia telah menjadi kota dagang yang besar di dunia perdagangan
dan membawa peruntungan yang lebih baik. Mereka berdatangan ke Batavia baik
secara legal maupun ilegal. Jika mereka datang secara ilegal, biasanya mereka
diturunkan di tengah jalan, bukan di Pelabuhan Batavia. Etnis Cina dengan cepat
Pasar Ikan dan tiap daerah yang lingkupnya masih di wilayah Batavia yang
mempunyai hari pasar tertentu. Barang jualannya dibawa dengan keranjang yang
diberi tali, para pedagang lokal ini biasanya dilakukan kaum wanita. Sementara
itu, jika diadakan kontak tentang jual beli atau transaksi dibatalkan dan ada yang
52
Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., , hal 120
67
diiyakan, sesuai mutu barang dagangan yang ingin dibeli sesuai kualitas dan
golongan Pribumi, Melayu, Cina, dan keluarga Belanda ikut serta dalam
berdagang dan berlayar untuk memperoleh pendapatan dari segi keutungan yang
mencakup bangsa Eropa dan juga masyarakat Pribumi dan Melayu. Demikian
halnya dengan para pedagang Cina, Jepang, Tonquin, Malaka, Cochin Cina dan
Pulau Celebes (Pulau Sulawesi), dan Maluku. Hal ini dijadikan pinjakan dari
Hal ini didasari agar setiap hubungan dagang itu memiliki jembatan yang
membentuk hubungan dagang dengan dunia luar. Masyarakat Batavia tidak hanya
menjadi pusat perhatian aktivitas ekonomi dan politik tetapi memegang peranan
yang penting dalam bidang ekonomi, yaitu berperan sebagai mitra dagang.
perdagangan dalam negeri hingga ke luar negeri. Hal ini yang menjadikan sebuah
53
Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal. 120-121
68
1772 berkisar 100.000 orang karena kedatangan orang-orang yang berlayar dan
berasal dari berbagai bangsa dan negara seperti Belanda, Inggris, Portugis,
Melayu), Cina, Markiner, Armenia, Parsi, Moor, Benggala, Tonkin, Timor, Jawa,
seperti; Prancis, Cina, Arab, Jepang, Papanger dan orang-orang berkulit hitam
54
Anthony Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis: Jaringan Perdagangan Global Asia
Tenggara 1450-1680, Jilid II terj, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hal. 88
55
Franciscos Valentijn, Beschriving van Grot Djawa of the Java Major, (Amsterdam:
Johanes van Bram, Grard on der de linden, 1726). Hal. 244
56
Lihat Uka Tjandrasasmita, op. cit., 143 dan lihat Tawalinuddin Haris, op. cit., hal. 70
69
Para pedagang Cina, Arab, dan Nusantara pada umumnya datang ke Batavia
hanya untuk berdagang. Namun, tidak dipungkiri lagi bahwa para pedagang dari
memiliki peranan yang amat berarti bagi perdagangan di Batavia. Peran penting
ini dapat dilihat dari sejauh mana mereka dapat memainkan pengaruhnya dalam
orang-orang berlainan budaya, suku, dan loyalitas disatukan tidak hanya dengan
aliansi formal,57 yang dibuat dalam menjalankan aktivitas berlayar dan berdagang
perdagangan dari dunia luar. Hal tersebut agar tidak rapuh karena keseimbangan
sehingga produsen akan menahan produknya, atau bahkan mencari pasar yang
lain, atau kemungkinan pergi berlayar mencari peruntungan yang lebih baik lagi,
yang lebih baik maka selalu memadati lalu litas orang berlayar dan berdagang
Pribumi dan Melayu adalah sebagai hasil yang diupayakan untuk berhubungan
57
Lihat Prof. Dr. Adrian. B Lapian, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut Sejarah Kawasan
Laut Sulawesi Abad XIX, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hal. 57
70
dagang ke luar negeri melalui Negara Cina, Jepang, Inggris, Iran, Arab,
itu masyarakat Batavia telah menjalani kontak dagang baik dalam negeri maupun
luar negeri. Dengan tujuan mencari keuntungan sebanyak mungkin tetapi tetap
Belanda.59
pedagang serta penjaga keamanan sungai Ciliwung dan pantai Batavia. Mereka
Ciliwung dan pantai Batavia untuk menangkap ikan dengan jaring, yang sudah
perahu dan kapal dagang sebagai alat transportasi yang dilakukan untuk berlayar
58
Lihat Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: PT Gramedia, 2009),
143
59
Lihat Singgih Tri Sulistioyono, „‟The Java Sea Network: Pattern in the development of
Integrrgional Shipping and Trade in the Process of economic Integration in Indonesia, 1870-2
1970s (Disertasi pada Leiden University, 2003), hal. 225
71
dan sebagai tempat tinggal mereka. Kesemuanya itu, atas dasar suka maupun
tidak suka dalam melakukan pekerjaan sebagai nelayan dan penjaga pantai,
yang telah membuka kontak dagang sampai ke pelosok pedalaman dan daerah-
pertanian, dan ekonomi kelautan di sekitar perairan Batavia. Oleh sebab itu,
masyarakat Batavia juga dapat menjalin dengan Malaka, sehingga Batavia dapat
ekonomi perdagangan terhadap masyarakat yang dinilai cukup tinggi dan telah
berhasil menjual dari hasil lada/rempah-rempah, beras, hasil ikan dan lain
sebagainya.60
barang dagangan di sekitar Pantai Batavia, kapal dagang maupun perahu dagang
ikut melakukan transaksi barang dagangan secara barter hingga mendapatkan hasil
yang lebih baik dari pedagang-pedagang lainnya dan tidak berat sebelah, serta
60
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 150
72
persahabatan sehingga hubungan antar suku bangsa terutama dalam hal lalu-lintas
berlayar dan berdagang dapat berjalan dengan baik. Hubungan dagang ini pada
Pelabuhan Batavia dan berkembang lebih pesat lagi menjadi sebuah pelabuhan
Saat itu Batavia menjadi urat nadi jaringan perniagaan yang terbentang dari
Jepang sampai Afrika dan dari Ternate hingga bandar Surat di Teluk Arab.
jalur yang membentang ke Barat sampai India, Persia, Arabia, Syria, Afrika
Timur dan Laut Tengah, ke Utara sampai Siam, Pegu serta ke Timur sampai Cina
yang dapat dicapai dalam semua musim di sepanjang tahun. Angin musim timur
bertiup antara bulan Mei hingga Oktober, sedangkan angin musim barat bertiup
1
http://kns-ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20 Kanumoyoso,
% 20 M.Hum. Pdf (Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011)
72
73
Sunda dan para pedagang terlibat dalam dunia perdagangan di Batavia. Dengan
modal utama seperti rempah-rempah menjadi komoditas unggulan, yaitu lada dan
merica dari Sumatera,2 cengkeh dan pala dari Maluku dan sejenis kayu
Posisi Batavia pada saat itu sangatlah strategis dari letak geografis dan hasil
sumber daya alam, serta ditambah dengan sumber daya manusia dari kalangan
pedagang Pribumi, Melayu, Cina, dan Belanda yang memadai dan melimpah. Hal
ini menyebabkan Batavia mampu dan berhasil menjadi salah satu pusat
daerah Indonesia maupun negara di Asia lainnya seperti Cina dan India) dengan
arak (tuak), dan berbagai jenis keramik. Kejayaan bandar Pelabuhan Batavia
inilah yang secara langsung menjadi faktor utama pesatnya Batavia di masa
kekuasaaan VOC. Tidak hanya itu, dengan adanya Batavia ini, Batavia juga
cukup untuk menyediakan rempah dan lada jumlah yang diperlukan untuk
diekspor ke Eropa. Bahwa pelayaran dan perdagangan antara Eropa dan Asia akan
2
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 138, 139 dan 152
74
terbatas pada sedikit kapal per tahun,3 tetapi ini adalah kapal dagang yang memuat
tempat berlabuh bagi kapal-kapal kecil yang melayari rute antar-pulau maupun
kapal-kapal besar yang melayarai jalur antar samudra. Jung-jung Cina dan kapal-
kapal kecil dari pulau-pulau lain di Nusantara berlabuh di lepas pantai, sementara
kapal-kapal besar milik VOC maupun maskapai dagang lainnya membuang sauh
pelabuhan Batavia akan didatangi oleh seorang fiscal (Jaksa Penuntut). Petugas
VOC ini akan memeriksa keadaan kapal dan barang-barang yang dibawanya. Jika
diperdagangkan, maka kapal dapat membuang sauh.4 Setelah itu kapal akan
didatangi oleh para pedagang Cina yang ingin melihat-lihat dan membeli barang-
barang yang dapat dijual kembali ke pihak ketiga dengan keuntungan yang tinggi.
3
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 152
4
http://kns-ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20 Kanumoyoso,
% 20 M.Hum. Pdf (Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011)
75
yaitu 4 juta gulden ke Belanda. Berkat pelabuhan ini pula, Batavia berkembang
sangat maju, banyak pengusaha yang menjadi kaya di kota ini. Dengan adanya
kanal-kanalnya yang di aliri air yang jernih dan bangunan-bangunan yang megah
dan indah yang mengisi kota, membuat Batavia mendapatkan julukan „‟Ratu Dari
Timur‟‟ (Koningen van Het Oosten) dan menjadi daya tarik tersendiri bagi
seperti Swedia, pada tahun 1732-1733 dengan kapal Gotheborg dalam pelayaran
pertamanya menuju Canton (Cina) tertarik untuk datang dan singgah di Batavia.5
perdagangan rempah-rempah yang melalui selat Malaka, selat Sunda, Laut Jawa,
Flores, sampai ke Maluku. Semua kapal yang berlayar dan berdagang antara Cina
dan Eropa harus melewati Batavia sehingga menjadi pusat pasar dan perdagangan
yang memilik corak maritim di Hindia Timur. Semua barang dagangan dari Eropa
Asia. Situasi pedagangan maritim ini yang muncul sebagai salah satu upaya untuk
pedagang-pedagang dalam negeri dan luar negeri dan selalu diramaikan dengan
dari hasil agraris dan hasil laut. Sedangkan perdagangan maritim dianggap
maritim.
Namun pada tahun 1619, kondisi perdagangan maritim saat itu sedang
tidak stabil. Hal ini disebabkan masyarakat Maluku memprotes dengan adanya
Sementara kehadiran Belanda adalah faktor penting bagi masyarakat Batavia dan
Maluku.
dan misi melalui penawaran yang diikuti bantuan hibah untuk menangani konflik
internal dan eksternal masyarakat Batavia dalam bidang ekonomi, serta adanya
Batavia yang sangat menggiurkan dalam aspek perdagangan seperti hak beli
7
Arsip Nasional RI, dalam koleksi Colenbrander, Coen, 1: 245.
77
dapat berubah-ubah sesuai ukuran barang dagangan dan harga beli dengan diikuti
harga jual barang dagangan yang sudah ditetapkan oleh Belanda, dan adanya upeti
lada, cengkeh dan lainnya di Batavia naik sangat tinggi sehingga dijadikan aspek
para pedagang seperti Belanda, Inggris, dan Cina. Markas gudang penyimpanan
tempat penyimpanan barang dagangan Belanda mulai di serang, korban pun mulai
pemerintah Batavia dan pada saat itu berhasil selamat dari kepungan para
Mataram dalam hal ini dipimpin oleh Sultan Agung menjalin hubungan dengan
Portugis (musuh Belanda dari Eropa). Agar terpenuhi segala kebutuhan berasnya
dari Mataram, Portugis berjanji akan menyerang Belanda dari laut, namun janji itu
tidak pernah dipenuhi. Perlawanan demi perlawanan dari serangan armada dagang
dengan cara memblokir seluruh keperluan logistik yang terdapat di Batavia dan
tersebut.
Garnisiun yang di dalamnya terdapat orang Cina, Jepang, dan Belanda, dan
Situasi ini yang muncul dalam aspek perdagangan maritim di Batavia tetap
berjalan dengan para pedagang dan koloninya beserta orang-orang Eropa. Sultan
Agung Mataram yang mengalami kekalahan atas Belanda masih bisa bertahan dan
memasuki perairan sebelah Timur Karawang. Pada tanggal 7 Mei 1632 datang
11
Wawancara Pribadi, Dr. Harto Juwono, peneliti, pada tanggal 24 Mei 2011 digedung
Arsip Nasional Republik Indonesia.
12
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 166-167
13
M.C. Ricklefs, op. cit., hal. 70-71
79
juga perahu-perahu dari Cirebon dan kapal yang membawa gula, minyak, dan
dicatat dalam Dagh-Register dalam tahun 1633 dan 1634, yang menjelaskan
datang komoditas perdagangan beras, minyak kelapa, gula, sayuran, daging, dan
lain sebagainya.15
Batavia dengan Cirebon. Tanggal 30 April 1675 terdapat 25 kapal dari Cirebon
membawa 38.000 potong arax pullenkens, 10 pot ibung asinan, 287 karung gula
hitam, 10 karung gula putih, 1717 karung beras, 155 pot minyak, 24 sak kapuk,
10.000 butir telur asin, 1300 ikat padi, 2 pikul tembakau dari Jawa, dan 200
lembar kulit kerbau. Sedangkan kapal yang menuju Cirebon berjumlah 14 buah
dengan membawa pakaian seharga 135 rds, porselin seharga 16 rds, amphium
seharga 700 rds. Slaafkooper seharga 760 rds, dan uang kontan senilai 50 rds.
Selanjutnya Dagh-Register tahun 1676, 1677, dan 1678 mencatat bahwa kapal-
kapal yang berasal dari Cirebon yang tiba di Batavia untuk memperdagangkan
14
H.T. Colenbrander (ed), Dagh-Register genouden te Casteel Batavia vant paserende
daer ter plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1631-1634 (Batavia Landsdrukkery:
Gravenbage Martinus Nijhoff, 1898), Dagh-Register 1632 hal. 291, 374, 408, 409, 410, 418
15
H.T. Colenbrander (ed), Dagh-Register genouden te Casteel Batavia vant paserende
daer ter plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1631-1634, (Batavia Landsdrukkery:
Gravenbage Martinus Nijhoff 1898), Dagh-Register 1632 hal. 291, 374, 408, 409, 410, 418
80
Sampai tahun 1780 VOC telah berhasil menguasai jalinan pelayaran dan
perdagangan di Pulau Jawa dan Pemerintah Batavia pada saat itu, dikendalikan
dan Cirebon. Sebuah kapal bisa mendapatkan dokumennya untuk berlayar dengan
tujuan pasar luar negeri, yang di tempatkan di sekitar Selat Malaka dan Pulau
Sulawesi, Jika nahkoda kapal memberi izin untuk berlayar dan berdagang yang
16
Fe de Haan (ed), Dagh-Register genouden te Casteel Batavia vant paserende daer ter
plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1680 (Batavia Landsdrukkery: Gravenbage
Martinus Nijhoff, 1919), Dagh-Register , 1675: hal. 111, 113; Dagh-Register, 1676: hal. 111, 118
dan lihat Departemen Dor Buregelike Openbaare: Havewezen No. 5. Nederlandsh-Indishe,
Batavia Februari, 1920
17
Lihat misalnya Gerrit J. Knaap, Shallow Water, Rising Tide: Shipping and Trade in
Java around 1775, ( Leiden: KITLV, 1996), hal. 9
81
Tabel 1.18
terdapat di Pulau Jawa mencapai 600.800 ton. Di mana Batavia menjadi basis
18
Lihat misalnya Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 12
19
Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 12
82
dan beserta barang muatannya.20 Batavia menjadi ibukota VOC di Asia, dan
sebagai pusat perdagangan maritim khususnya untuk daerah di Pantai Utara Jawa.
Arus perdagangan maritim dikonsolidasikan dari Batavia baik melalui jalur dalam
Batavia dikuasai VOC dan perang di laut antara koloni dagang pun tak terelakan
lagi antara Portugis yang menguasai Malaka, Spanyol dan menguasai Ternate. Di
Pada tahun 1645 Batavia berdamai dengan Sultan Banten dengan alasan
22
agar dapat mendistribusikan barang-barang dagangan, Semenjak itu, Batavia
20
Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 12
21
D. G. E Hall, op. cit., hal. 280
22
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 166-167
83
memakai jalan diplomatik yang dimiliki untuk berdamai selain dengan Banten
para pedagang Pribumi dan etnis lainnya. Selama Gubernur Jendral Speelman, ia
tidak menghiraukan nasihat Dewan Hindia Timur yang ada di Batavia sehingga
selama kekuasaannya (1681-1684) jumlah penjualan kain tekstil turun 90%, dan
monopoli candu tidak efektif, serta para pedagang swasta dibiarkan melanggar
tahun 1682 membuat hutang-hutang tidak dapat dilunasi kepada para raja
VOC di Batavia ketika itu juga sedang memasuki masa sulit terlebih ketika
Batavia sangat terasa pada akhir abad ini, dan hal ini pasti menguntungkan
keduanya terletak di dekat selat Malaka yang pasti dan menguntungkan bagi dunia
perdagangan.
Pada waktu itu Batavia dicemaskan oleh Sultan Riau yang membawahi
orang-orang Bugis sebagai petualang dan pedagang, mereka selamat tanpa ragu-
ragu mengepung Malaka pada tahun 1784. Bahkan Ceylon, di mana VOC
23
M.C. Ricklefs, op. cit., hal. 70-71
84
wilayah otonom Belanda di Kolombo, maka harga pejualan hasil bumi dan hasil
laut ikut melambung tinggi karena adanya monopoli dagang secara besar-besaran
sehingga akhirnya alat-alat produksi diambil oleh Belanda dan keadaan tersebut
mengalir dari pos-pos dagang di Batavia dan pos-pos dagang di luar Batavia
Pada masa VOC kota Batavia menjadi pusat perdagangan yang memiliki
jaringan perdagangan yang sangat luas, kapal-kapal dagang dari VOC mendatangi
Taiwan, Siam, Patani, Arakan, Kamboja, Benggala, Koromandel dan Sri Langka.
Pada saat itu Jan Piterszoon Coen berusaha agar VOC yang berpusat di
penting bagi Belanda di pasar Eropa. Dengan demikian perdagangan Asia dapat
ibukota. Rencana raksasa Jan Piterszoon Coen untuk membuat Batavia menjadi
pusat perdagangan Asia yang lebih besar melalui perdagangan maritim ini,
sesudah Batavia. Sama seperti capaiannya di Jawa Barat dengan Sumatra Barat.
hubungan dagang keluar pulau, hal ini juga dibangun baik dari hubungan
dagangan antara Gresik dan Surabaya. Cirebon, Semarang, Gresik dan Surabaya
dilihat baik dengan hubungannya dengan jalur Malaka. Dilain pihak ini
Asia Tenggara, sebagai contoh dengan Siam dan hubungan dagang dengan Cina
dan India.
26
lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 48
86
Kebijakan VOC kurang lebih menjamin orang asing yang berasal dari
Eropa dari bagian Timur kepulauan dari luar Jawa Batavia. Meskipun Cina
dan membeli souvenir ditempat seperti Riau, Aceh atau Burma. Hubungan
Hal ini masuk dalam hitungannya 1 kapal sampai setengah isi muatan
barang dagangan di atas kapal; 1 kapal sampai 6 kapal yang terus bergerak untuk
Meninggalkan garis hidup yang amat penting sebagai hubungan kerjasama. Dilain
pihak VOC sangat aktif di Jawa, keduanya menghasilkan untuk pasar Eropa yang
sama baiknya kapal, beras, dan kayu untuk disimpan di Asia. Jalur penting
kali memiliki hubungan dagang langsung dengan Jawa Barat, 1 sampai 3 kali
memiliki hubungan dagang langsung dengan Pulau Jawa, termasuk Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Perjalanan di propinsi tersebut dan di Batavia pergi ke lepas
pantai menuju tengah lautan hingga diluruskan ke Semarang, sebagai sebuah kota
27
lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 50
87
lokal. Perjalanan ekspedisi VOC di pelabuhan lain, dari provinsi di Jawa Tengah
seperti di Semarang, ada hubungan sebagai mitra dagang dengan Batavia dan
yang lainnya.
berukuran kecil. Di Jawa Timur telah memiliki akses yang lebih mantap dengan
beberapa kota pelabuhan di Cirebon, Semarang, Gresik dan Surabaya, hal ini juga
melibatkan performa pedagang Pribumi, Cina, Melayu yang berasal dari Malaka.
Tidak jauh dari ini, bahwa Batavia juga memiliki akses berlayar dan
berasal dari Asia Tenggara pada umumnya. Contohnya seperti Siam, yang
memiliki koneksi dagang dengan Cina dan India, pada umumnya dalam tahun
1744-1777.28
28
lihat Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 49
29
Dalam tabel ini jumlah untuk transportasi pribadi di Batavia diambil dari Dagh-register
telah dikoreksi sebagai berikut. Sebagai kapal koneksi Jawa hanya terdaftar di sisi masuk, jumlah
mereka telah dua kali lipat untuk mengambil di account bergerak keluar mereka. Sebagai kapal
timah dan kertas elit Palembang tidak terdaftar dalam Dagh-register, jumlah rata-rata bergerak per
tahun, yang tiba di dengan menggunakan sumber lain, harus ditambahkan ke jumlah total untuk
selat Malaka, lihat Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 49
88
Kebijakan VOC lebih atau kurang memastikan bahwa Eropa secara efektif
memainkan perniagaan besar di bagian timur Nusantara, serta dari Jawa di luar
Batavia. Meskipun Cina memainkan peran yang tidak sedikit dalam kegiatan
30
Dalam tabel ini jumlah untuk transportasi pribadi di Batavia diambil dari Dagh-register
telah dikoreksi sebagai berikut. Sebagai kapal koneksi Jawa hanya terdaftar di sisi masuk, jumlah
mereka telah dua kali lipat untuk mengambil di account bergerak keluar mereka. Sebagai kapal
timah dan kertas elit Palembang tidak terdaftar dalam Dagh-register, jumlah rata-rata bergerak per
tahun, yang tiba di dengan menggunakan sumber lain, harus ditambahkan ke jumlah total untuk
selat Malaka, lihat Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 49
89
pedagang negara Inggris, yang memiliki koneksi lebih dominan bagi orang Eropa.
barang dagangan mereka di tempat seperti Riau, Aceh, atau Burma. Hubungan
individu yang penting bagi pedagang Eropa, Madres dan Bombay. Hal ini
yang dipasarkan ke Eropa. Serta kapal yang membawa beras dan kayu yang
dibutuhkan penduduk Eropa, harus dijaga dengan ketat atas penjagaan aparat
ASEAN. Rute pelayaran yang amat penting lainnya adalah mereka ke Maluku dan
Namun hanya 40% dari total VOC hubungan langsung dengan Jawa. Dari
dan berkisar dua pertiga dengan provinsi Jawa Timur merupakan jalur
perdagangan digaris Pantai Utara Jawa, yang mencakup baik Jawa Tengah dan
31
lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 49
32
Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 49
33
Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 46
90
Jawa Timur. Di provinsi yang terakhir, lalu lintas yang paling menonjol ke daerah
Jawa Tengah dan dari Batavia pergi berlayar dengan cara ke Semarang, sebagai
ibukota setempat.
dengan satu sama lain. Seperti disebutkan sebelumnya, di Jawa Timur sebagian
besar pelabuhan yang lebih kecil, seperti Bangkalan, Sumenep, Pasuruan, dan
Banyuwangi, tidak masuk dalam jaringan dagang yang dilayani oleh kapal-kapal
VOC seperti, Spiegelschepen. Di sini, Surabaya dan tingkat lebih rendah, Gresik
berfungsi sebagai pusat pasokan untuk pelabuhan VOC menjadi lebih kecil dan
mereka untuk pelabuhan Batavia. Lalu lintas VOC di Jawa Barat, khususnya
Dalam tabel di atas, bahwa 6 sektor swasta dari kapal yang bergerak dari
dari Timur, data memberikan bukti bahwa Banten telah menjadi satelit Batavia.
betapa pentingnya sebagai mitra dagang jarak pendek bisa dalam kasus sebuah
pemasok kayu, dengan sekitar 12% dari perjalanan kapal yang membawa kayu ke
34
lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 50
91
pelabuhan Batavia, serta Semarang dengan 12% dan Pekalongan dengan 8%, yang
Kontak utama Cirebon adalah Pekalongan dan Tegal, bertanggung jawab untuk
dari 40% lalu lintas Cirebon. 45% dari Kontak untuk berorientasi pada Cirebon.
oleh Semarang, mengambil sekitar sepertiga dari perjalanan kapal yang ingin
Berikut ini Sumenep, Rembang, dan Batavia, dengan 12%, 11%, dan 9% yang
kira sama pentingnya dengan sekitar seperenam dari lalu lintas masing-masing.
Dalam Juwana koneksi dengan Sumenep dan dengan Rembang absen sepertiga
saham sepertiga dan seperenam. Koneksi Sumenep berada di atas Gresik dan
menjadi emporium utama. Batavia adalah kota yang memiliki posisi amat kuat
dengan menjalin perniagaan besar dengan beberapa tujuan rute paling jauh, seperti
35
lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 50
92
Semarang sebagai mitra dagang yang tertarik oleh garam dan beras di
dengan adanya prospek di pelabuhan yang merupakan hasil dari kedua budidaya
Bagaimanapun, bahwa tidak semua lalu lintas swasta berjalan mulus dan
terikat tempat tertentu sebenarnya mencapai tujuan; dengan kata lain mungkin ada
banyak rintangan atau fleksibel dari niat si kapten dalam perjalanan lalu lintas
pengiriman ke luar negeri. Hal ini sebagai bukti tetap lebih benar untuk
menyatakan niat mereka. Pada rute perjalanan selanjutnya ke Batavia dan dari
yang sama. Namun, Malaka memiliki hasil lebih buruk sebagai pendatang jauh
dari Jawa yang bersangkutan: hanya 68% mencapai dermaga pelabuhan Batavia
93
atau sebaliknya. Ini mungkin konsekuensi dari fakta, bahwa ada beberapa pasar
yang cukup kaya di sekitar Malaka, seperti Johor / Riau dan Trengganu. Kapal-
kapal dari VOC sendiri mencapai tujuan yang direncanakan mereka dalam hampir
Rupanya, nakhoda di atas kapal-kapal besar, yang masih aktif di rute Asia
Tenggara, mereka kurang fleksibel tentang perubahan tujuan dari nakhoda kapal-
kapal kecil di setiap rute perjalanan jarak pendek dan mengangkut lebih pendek.
Ini memiliki segalanya aktivitas yang dilakukan dalam skala kegiatan atau
investasi perlayaran dan perdagangan. Seorang kapten dari sebuah kapal kecil
relatif bebas melakukan perjalanan, sedangkan nakhoda kapal yang lebih besar
adalah alternatif yang kurang menarik. Seperti yang akan kita lihat nanti, elemen
lain para nakhoda yang melakukan perjalanan mengikuti angin musim Timur
bertiup antara bulan Mei hingga Oktober, sedangkan angin musim Barat bertiup
Hampir 60% dari perjalanan lalu lintas lokal, diukur dari aktivitas kapal
36
lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 53
37
lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 53
94
Dari 30% dari total perahu gonting yang telah memainkan peran penting dan juga
mengambil rute impor ke Bali, sementara perahu paduwakang juga mencetak gol
dengan baik, dengan lebih dari 75% perjalanannya, pada pelayaran ke dan dari
perjalanannya, dan pencalang, lebih dari 25% yang menonjol. Lalu lintas ke dan
selat Malaka berhubungan langsung dengan Belanda dan mengontrol saham yang
dimiliki dari 43 % dan 28%, masing-masing. Peran brigantijn itu juga agak
Selain itu berbagai jenis kapal dan perahu yang pernah datang dan singgah
bangunan-bangunan Belanda dari Abad XVII Masehi. Kapal dagang yang pernah
singgah dan tiba di pelabuhan Batavia seperti, kapal dari Eropa seperti kapal layar
dari Belanda dan kapal Galleon Inggris. Sedangkan dari berbagai daerah
Nusantara banyak yang menggunakan perahu layar karena dapat berlayar dengan
cepat dan banyak yang mengangkut barang dagangan. Perahu layar tersebut
dengan satu tiang mempermudah dalam berlayar dan bisa didayung) jung-jung
Cina. Selain itu, perahu tersebut juga terdapat kapal perang yang panjang dan
dangkal atau pengajava untuk membawa barang dagangan dari selat Sunda ke
Malaka.
38
lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 53
95
informasi ilmu pengetahuan yang lebih menggenai berbagai jenis perahu yang
terdapat di Pulau Jawa contohnya seperti, Conting Java (perahu Conting Java
memiliki ukuran bertiang satu dan berukuran kecil), tiang (sejenis perahu besar),
gorap (bertiang dua), galjoot (perahu layar berukuran lebih besar dan lebar dan
mendatar dengan satu tiang atau dua tiang), perahu gallion merupakan perahu
layar dengan tiga atau empat tiang dan geladak tinggi menjulang dan terlihat
Pantai Utara Jawa yang dikuasai VOC, hal ini dapat mengindikasikan mengenai
beberapa jenis kapal yang melewati rute, sesuai klasifikasinya sebagai berikut:
besar).
(Shallop), gonting.
waters and tide: Shipping and Trade in Java around 1775, Cina memberikan
(jung) yang singgah di Batavia umumnya memiliki tiga layar dengan berbagai
39
lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 66 dan 67
96
jenis ukuran, dari 200 ton sampai 800 ton. Terbuat dari kayu dan dipersenjatai
dengan lengkap, untuk mengantisipasi jika ada perlawanan dari pihak asing.
armada dagang Cina di Batavia pada tahun 1625 mempunyai tonase seluruhnya
lebih besar dari tonase seluruh armada Belanda.40 Sementara itu, berdasarkan
cerita dari Inggris dapat diketahui nama-nama kapal yang berlabuh di Batavia
di antaranya kapal Globe, Samson, Thomas, Unicorne, Rose, Black Lio, James
antara lain „t van Amsterdam, Golden Lion, Devil of Delft, Moone, Clove, Sunne,
dan Bergeboat.41
Untuk dua abad ini menjadi perhatian di sini, lebih tepatnya antara pada
tahun 1602 dan 1795, jumlah kapal yang meninggalkan Negeri Belanda menuju
ke Asia Tenggara diperkirakan mencapai 4.694 buah kapal, dan kapal yang
kembali ke Tanah air mereka mencapai 3.289 buah kapal. Untuk setiap kali
antara Eropa dengan Asia. dari perbedaan yang mendasar di antara kedua angka
yang di sebut di atas untuk sebagaian besar disebabkan sejumlah kapal yang
datang dari Eropa menetap di perairan Asia dalam rangka perdagangan antar-
Hindia.
Jumlah kapal yang berangkat dan pulang ke Belanda, dapat diperoleh dari
dari 76 (antara 1602 dan 1610) menjadi 205 (antara 1650 dan 1660); angka ini
terus bertahan di atas 200 dasawarsa sampai akhir abad XVII, lalu kemudian naik
pada paruh pertama abad XVIII, dengan maximum mencapai 382 kebarangkatan
pada tahun1720-1730. Hal ini cukup menunjukkan kesulitan yang dialami VOC
dalam bidang ekonomi maupun politik dari jumlah perjalanan; pada tahun 1780-
1790 yang merupakan masa perang laut, angka masih menunjukkan 276
atau yang naik kembali ke kapal di Batavia. Dengan cara demikianlah kita tahu
bahwa dalam anggaran 1669/1670 (dari Juni sampai Mei), dari 31 buah kapal
yang tiba di Asia (29 di Batavia), 19 di antaranya berangkat pulang (17 dari
Batavia), bahwa seluruhnya ada 4.324 orang yang berangkat ke Tanjung Harapan
atau lebih jauh, dan bahwa 1.700 orang berangkat kembali ke Batavia (dan
Ceylon). 24 buah kapal yang berangkat, Bruijn dan Schoffer berhasil memberi
angka yang lebih lagi:42 kapal-kapal itu membawa 2.356 orang pelaut, 1.497
orang tentara, dan 53 orang penumpang; 386 orang yang meninggal dalam
perjalanan, 205 turun di Tanjung Harapan, tetapi mereka digantikan oleh 143
orang yang naik di tempat itu dan akhirnya ke-24 kapal itu mencapai Asia
mencapai 27.068 orang pada tahun 1674, terdapat orang Eropa sejumlah 2.024
42
Lihat Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Terpadu, Bagian I: Batas-
Batas Pembaratan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 66 dan 67
98
orang atau kurang dari sepersepuluhnya. Pada akhir 1681 penduduk Batavia
perdagangan di Manila, ada lima belas jung rata-rata 600 ton, atau total 9000 ton.
Pengiriman dari Siam dapat diatur di sekitar 3 sampai 4000 ton, yang sisanya dari
Jika ukuran jung Cina diperkirakan rata-rata 600 ton, kapal yang berasal
dari Siam dapat memasok 500 ton, kapal-kapal dari Tonkin, Annam, Kamboja,
kapal-kapal India di dua ratus, dan jung Indonesia di 101 ton, itu berarti bahwa
ada 15 kapal yang terlibat dalam perdagangan laut yang terjadi di Nusantara dari
Cina, 8 dari Siam, 10 dari sisa Bapa India, masing-masing 50 dari India
Coromandel dan Barat laut, lima belas di Achin, 20 kapal dari Pegu dan Arakan,
dengan lima ratus kapal berukuran sedang. Selain bahwa ada 25 jung besar untuk
dihitung untuk perdagangan jepang, dan untuk perdagangan dari Jepang sekitar
30.44
tiba. (Ini harus diingat bahwa setiap kapal tiba di Batavia, sebagai kantor
43
Lihat Denys Lombard, op. cit, hal. 66 dan 67
44
Lihat J. C. Van Leur, Indonesian Trade And Society ; Essay in Asian and Economic
History, Cet ke-2, (Bandung: Sumur Bandung, 1955), hal. 213
99
perahu, kapal-kapal kecil yang tidak memiliki muatan lebih banyak dari lima atau
Hal ini dapat diasumsikan bahwa kapal-kapal dagang di Batavia dan Jawa,
atau setidaknya mereka dari Jepara dan pelabuhan yang saling berdekatan,.
Mungkin telah membuat dua perjalanan per tahun, dan kapal dari Banten, dengan
dalam pertimbangan fakta yang jumlahnya amat besar dengan poros kecil, perahu
ini juga sebagai pemasok ke pasar Batavia dengan sayuran, rotan, arang, dan
45
Lihat J. C. Van Leur, op. cit, hal. 213
100
sebagainya, data ini dapat diasumsikan bahwa hanya setengah dari kapal laut yang
Jika tunjangan ini telah dibuat, maka hal ini dapat ditemukan ada 72 kapal
ke Jawa dan juga terlibat langsung dalam pengiriman ke Batavia, serta 44 kapal
besar dan kecil dari seluruh Nusantara dan 11 kapal besar dan kecil dari yang
berasal dari negara Asia lainnya. Dalam bentuk susunan yang dibuat seperti
memeriksa baik dengan perkiraan yang diberikan di atas, dan pada saat yang sama
dari ilustrasi dari fakta bahwa Belanda, Batavia tidak berkembang ke titik alami
untuk Nusantara dan Asia sebagai tempat pengiriman dari Portugis di Malaka.
Barang Dagangan
dan perahu yang pindah dengan membawa isi muatan barang dagangan dari
sebuah kapal lainnya. Sebagai konsekuensi kami melayani dan membuat Tabel
dan melakukan dengan data di dalam tabel, sesuai data tahun 1744 sampai 1777
Yang Pindah dari 15 pelabuhan dalam kurun waktu 1744 sampai 1777.46
Melihat total nomer kapal yang pindah disetiap pelabuhan akan terlihat
bahwa Semarang lebih sibuk dari Batavia. Bagaimanapun dari hitungan bahwa
kami tidak mempunyai jumlah untuk hubungan Batavia dengan Kerawang dan
bahwa Batavia sama sedikit sibuknya dengan Semarang, mungkin sama sibuknya.
dibelakang tempat lain seperti Gresik dan Surabaya. Umumnya, kolom di atas
keberangkatan kapal dari total nomer kapal yang pindah dari pelabuhan.
Batavia. Jika kapal ini menginginkan untuk masuk ke kota pelabuhan lain di
Pulau Jawa, maka mereka berprinsip untuk menolak akses jalan ke kota
pelabuhan.
Hal ini sama bahayanya, dengan kesulitan untuk mengambil air minum di
luar Batavia. 80% kapal Eropa asing berlayar di bawah bendera Inggris, 15 % di
102
bawah bendera Portugis dan 5 % di bawah Spanyol. 1 sampai 50 kapal dari kapal
Inggris pindah tempat. Terkait dengan perusahaan dagang Inggris (EIC), sisa
pedagang lainnya berasal dari India.47 Nomer keberangkatan kapal, dari kapal
besar di Pulau Jawa. Semarang ketinggalan jarak jauh di bawah tempat kedua,
Tabel 6: Perkiraan Isi Tonase Dari Total Jumlah Kapal yang Kedatangan
Jika kami lihat total isi kapal di Tabel 6, sedikit berbeda dari Tabel 5 yang
dihasilkan oleh kapal yang pindah, dengan Batavia melebihi Semarang di bawah
Surabaya, Gresik, dan Rembang. Di Batavia sangat jarang dimasuki kapal dari
47
lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit.,
48
Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 46
103
jumlah 1 kapal sampai 50 kapal yang isinya bukan kapal milik dari VOC adalah
hal ini mendorong dasar kepemilikan kapal VOC. Di sektor kapal bukan
sektor VOC, antara 1 kapal sampai ½ perjalanan yang membawa isi barang
dagangan. Di dalam tabel 3 menjadi terlihat yang kian berbeda antara pelabuhan
dari rata-rata isi kapalnya pindah disektor utama antara 5 kapal sampai 25 kapal.
sampai 27 kapal, untuk masuk ke Batavia, lalu hingga kapal keluar membawa
tonase barang dagangan sebagai mitra dagang dengan Asia dan Jepara. Penjelasan
ini memiliki nilai rata-rata tinggi dari Jepara, ini merupakan rute pelayaran
Batavia yang amat penting. Di pelabuhan Batavia rata-rata dari kapal yang
bergerak ke Eropa kurang lebih 175 kapal dan membawa barang muatan. Ketika
kapal untuk pindah dari VOC, maka hal ini mengalami kesulitan untuk
Bagian informasi ini juga masih aktif yang disebutkan sebagai hubungan
wilayah lokal antar-pulau. Hal ini memungkinkan, 300 kapal tiap rata-ratanya
sampai dengan 400 kapal yang sudah memiliki akses dengan 15 pelabuhan
terbesar di Pulau Jawa. Dalam kurun waktu 1774 sampai tahun 1777, yang disebut
VOC „eropa‟, dari 600 kapal yang minggu lalu melakukan perjalanan pelayaran di
104
kapal dengan total isi tonase 311.300 ton lebih, atau 52%. Ada variasi dari
pelabuhan ke pelabuhan lain, tetapi antara 25% dan 60% kecuali jalan pelayaran
ke Sumenep dan Bangkalan, dimana VOC diperkirakan menjadi yang tak berarti,
bawah suplai untuk VOC di atas pulau. Dilain pihak ada 3 pelabuhan yang mana
terlihat sangat alami. Jepara dan Tegal melanjutkan perjalanan perlayaran sebagai
mitra dagang dengan pelabuhan ke pihak VOC. Selama 17 tahun lamanya VOC
wilayah lokal seperti di Jepara. Pihak VOC, menginginkan pasokan kayu jati dari
Belanda. Seringkali dapat dijadikan pijakan oleh para pedagang pribumi seperti
Banten, Demak, Tuban dan lain sebagainya.49 Mereka bertemu di daratan Batavia
dengan menggunakan kereta kecil yang terbuat dari kayu yang didorong oleh
pihak yang menolongnya. Selain itu, dapat juga dengan berjalan kaki dengan
49
Adolf Heuken SJ, op. cit., hal 18 dan hal 22
105
menempuh jarak yang begitu jauh sambil meminggul beban berat dipundaknya
disebelah kiri dan kanan hingga terasa lelah karena membawa hasil agraris untuk
Ciliwung dan kanal kecil ataupun kanal besar (kali besar) yang dibuat oleh
daratan hingga ke seberang lautan. Keberadaan kanal kecil dan kanal besar
Muara Angke (Jakarta Utara) dan diteruskan ke Perairan Batavia, adalah barang-
barang porselin dan teh milik orang Cina yang akan diperjual-belikan di tempat
kemungkinan Batavia tidak berdiri sendiri dan berkomunikasi baik akan tetapi
dibantu oleh VOC dan didukung oleh 13 Pelabuhan utama seperti Cirebon,
Panarukan, Pamekasan dan Buleleng yang akan menuju ke arah pintu gerbang
50
Adolf Heuken SJ, op. cit., hal 8 dan hal 10
106
transaksi perdagangan yang bercorak maritim baik yang meliputi hasil agraris
Di samping itu terdapat beberapa jumlah pelabuhan lain yang hanya sebagai
pendukung dan memasok kebutuhan hasil bumi, beras, emas, dan lain sebagainya.
dagang yang berlayar dan berdagang ke arah Banten, Rembang, Gresik dan
dilayari kapal dagang dan perahu dagang guna menyusuri Sungai Ciliwung,
terkadang terdengar bahwa orang dari Sumatra dan Bugis ikut memperlancar
sarana perdagangan maritim. Sebagian lagi bersandar di tepi Pantai Batavia atau
Batavia.53
para pedagang di sekitar Pantai Batavia yang diikuti oleh kapal-kapal dagang
milik Belanda untuk menukar muatan dengan barang dagangan lainnya. Ini
pegawai Belanda dan armada dagang Belanda dan kegiatan perdagangan maritim
51
Lihat D. Maclntyre, Sea Power in the Pacific: A History from the Sixteenth Century to
the Present Day ( London: Baker, 1972), 1-48
52
Angka-angka ini diambil dari J. R Bruijn, F. S Gaatra, dan I Schoffer (ed), Dutch
Asiatic Shipping in the 17 th en 18 th Centuries, Rijks Geschiedkundige Publicatien, Groote Serie
165-167 (3 Jilid; Den Haag, 1979 en 1987) (tentang perdagangan maritim)
53
Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 120-121
107
melewati Sungai Ciliwung, yang dilakukan pada musim panas dan musim gugur.
Transaksi perdagangan libur pada akhir Desember dan dilanjutkan pada bulan
yang bermukim di hulu sungai dan para pendatang di pantai. Oleh karena itu,
Batavia pada abad XVII pada umumnya memang terkonsentrasi di muara Sungai
di wilayah ini. Sebagian besar sungai di Batavia dapat dilayari dan salah satu
sungai terpanjang dan terbesar adalah Sungai Ciliwung yang menjadi tempat
54
Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 121 dan Lihat ANRI, dalam koleksi Inventaris
van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden van Indie (Hoge Regering), 1612-1811,
Jakarta, 2002, hal. 35
108
anak sungainya menjadi faktor utama dalam hubungan dagang yang bercorak
maritim.55
Ditambahkan lagi fungsi dan peranan sungai sebagai salah satu hubungan
yang memiliki urat nadi ekonomi masyarakat karena sebagian besar aktivitas
hulu ke wilayah hilir dan sebaliknya. Berbagai jenis hasil bumi yang melimpah di
daerah pedalaman Batavia seperti kayu, karet, getah perca, rotan, damar, lada,
sarang burung, bahan anyaman, ikan kering/asin, dendeng rusa, buah-buahan, dan
masyarakat Batavia seperti beras, gula, garam, tepung, jagung, minyak kelapa,
tembakau, gambir, gerabah dan alat-alat rumah tangga, serta bahan pakaian. Juga
sungai yang tidak dapat dipisahkan dari peran sungai sebagai jalan perdagangan.
55
Adolf Heuken SJ, op. cit., hal 18 dan hal 22
56
Anthony Reid, op. cit., hal. 33-35
109
atasnya telah menjadi satu kesatuan dan merupakan pendukung utama bagi lalu
lintas perdagangan maritim di tingkat masyarakat dalam negeri dan luar negeri.57
Mengingat pada waktu itu belum banyak dibuat jalan darat maka hubungan
kantong yang bermukim di tepian Sungai Ciliwung sampai ke arah Pantai Batavia
agraris dan hasil hutan merupakan salah satu komoditas utama yang diangkut
melalui pelayaran sungai. Sebagai contoh, komoditas lada diangkut dari daerah
negara lain, sebagai penyuplai produsen lada ke daerah hilir atau ke Pelabuhan
Batavia. Di tempat itu para pedagang dari berbagai daerah dan negara seperti
pedagang Cina, Inggris, Belanda, dan pedagang Melayu sudah menunggu untuk
pedagang Cina dan Melayu sudah terlebih dahulu membawa perahu dagang
mereka butuhkan.59
berbagai jenis pohon. Oleh karena itu, sepanjang daerah itu kaya akan hasil kayu.
57
F. De Haan, op. cit., hal. 10-37
58
F. De Haan, op. cit., hal. 10
59
Wawancara Pribadi, Dr. Harto Juwono, peneliti, pada tanggal 24 Mei 2011 digedung
Arsip Nasional Republik Indonesia.
110
Kayu-kayu yang telah ditebang biasanya dihanyutkan ke arah hilir melalui sungai,
dengan cara dirangkai seperti sebuah rakit. Kayu-kayu itu selanjutnya, dimuat ke
juga kaya akan pohon karet yang getahnya laku di pasar Nusantara. Pohon karet
boleh disadap secara bebas dan hasilnya yang berupa getah biasanya diangkut ke
tepian Sungai Ciliwung oleh para pencari getah karet. Pengangkutan getah dari
hutan ke tepi sungai dilakukan dengan berjalan kaki. Selanjutnya, hasil hutan
Komoditas lada, banyak diangkut dari wilayah hulu Sungai dan daerah
pedalaman di sekitar Sungai Ciliwung yang akan menuju ke Batavia. Namun pada
saat terjadi kenaikan harga lada di pasaran, biasanya para pedagang (Melayu, Cina
langsung membeli lada. Oleh karena itu, kondisi sungai di daerah yang dekat
dengan hulu mulai sulit untuk dilayari sehingga dibuatlah terusan-terusan (handil)
untuk membawa lada ke tepi sungai yang dapat dilayari perahu atau kapal kecil.
darat masih terbatas. Lalu lintas di Sungai Ciliwung Batavia diramaikan dengan
60
Adolf Heuken SJ, op. cit., hal 18 dan hal 22 dan lihat Makalah Didik Pradjoko,
„‟Pokok-pokok Kajian Peradaban Masyarakat dan Sejarah Kebudayaan Indonesia‟‟, sebagai
Bahan Perkuliahan Etnografi Indonesia, hal 6
111
perdagangan dari daerah pedalaman dengan perahu dan kapal. Para pedagang
Pribumi dan Melayu juga senantiasa ikut berlayar ke arah Sungai Ciliwung
sedang, hingga besar guna membeli komoditas perdagangan langsung dari daerah
produsen. Pada waktu itu, para pedagang Pribumi dan Melayu yang memegang
Sejak abad XVII, lalu lintas orang berlayar dan berdagang untuk menyusuri
menyusuri ruote Batavia sampai Kepulauan Seribu setiap dua minggu sekali.
Sejak saat itu kapal-kapal asing mulai melakukan kontrol secara langsung
keluarga Belanda.61
kategori dunia perdagangan dengan sejumlah kapal besar dan perahu dagang yang
menyusuri Sungai Ciliwung yang mengalir dari pedalaman hingga ke arah pesisir,
adalah sangat penting pula untuk menegakkan hegemoni secara parsial melalui
pemerintah Batavia atas pesisir Pantai dan muara sungai karena tidak mungkin
61
Lihat Fe de Haan, op. cit., hal 10-15
112
Perdagangan maritim seperti itulah yang terjadi pada VOC, sehingga Batavia
dapat tumbuh menjadi lebih besar lagi dan menjadi yang lebih kuat dengan baik
A. 4. Perdagangan Asing
Barang produksi asing yang diperjualbelikan oleh pedagang dalam negeri yang
berlayar dan berdagang secara lebih khusus melewati laut, ke arah negeri
yang tidak memihak pedagang kecil di Batavia. Selain itu, berbagai pajak terlalu
62
Adolf Heuken SJ, op. cit., , hal 18 dan hal 22
63
Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal. 12
113
tinggi zaman Belanda dan adanya pinalti ataupun hukuman yang setimpal bagi
yang melanggar dalam perdagangan yang sifatnya maritim. Hal tersebut bisa
dikatakan bagi mereka yang melanggar aturan dari pihak Belanda atas hendak
transaksi barang dagangan baik secara barter ataupun dilakukan transaksi secara
menjadi lebih aman dan terkendali atas penjagaan yang sangat ketat dari armada
kayu, yang banyak dihasilkan di dalam Pulau Onrust yang memiliki bahan baku
untuk pembuatan kapal masa lalu. Jika larangan pengadaan kayu belum ada,
banyak pembuatan kapal-kapal yang mereka buat untuk merakit kapal dan sedikit
Akan tetapi, yang menarik perhatian para pedagang lokal, juga serta para
itu menjual barang dagangannya, saat itulah lalu-lintas menjadi ramai dan
sejumlah para pedagang Melayu dan para pedagang Bugis serta para pedagang
Para Pedagang Melayu dan para pedagang Bugis mempunyai kapal dagang
yang memuat barang dagangan yang cukup besar disarankan untuk bersandar
pada dermaga pelabuhan Batavia. Mereka jarang juga melakukan bongkar muat
64
Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 125 dan Lihat Makalah Mundardjito di
sampaikan dalam Seminar Arkeologi Maritim, Perlunya dalam Pengembangan Kurikulum, Jum'at
15 Februari 2008, hal. 3
114
barang-barang dagangan dari kargo-kargo yang baru tiba dan masuk ke Pelabuhan
peran yang ada. Peranan pedagang, nahkoda kapal, nelayan seringkali membayar
sejumlah uang atau dengan emas sebagai alat barternya untuk memperbaiki kapal
dagang yang bermuatan barang dagangan dari sejumlah pedagang pada umumnya.
kapal-kapal dagang yang baru saja tiba di Pelabuhan Batavia. Kapal-kapal dagang
dagang di jalan laut dan perdagangan dengan jarak jauh, hingga tersebar di pos-
dari perdagangan rempah-rempah yang berasal dari Maluku (Cengkeh dan Pala)
seperti Malaka (ditaklukkan tahun 1641), Makassar (1666), dan Banten (1684).
Batavia pada dasarnya adalah sistem perdagangan distribusi, dalam arti komoditi-
65
ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden
van Indie (Hoge Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 41
115
komoditi dari berbagai penjuru Asia dikumpulkan di kota pelabuhan ini sebelum
Secara garis besar, dimata VOC ada tiga kategori wilayah dimana mereka
kekuasaan teritorial seperti di Sri Langka, Malaka, Batavia, dan Maluku. Kedua:
(Siam). Ketiga: daerah dimana mereka harus berdagang dengan pengawasan dan
peraturan yang diterapkan oleh penguasa lokal seperti di Nagasaki (Jepang), dan
Kanton (Cina).66
tempat yang dituju yaitu Batavia. Batavia telah memainkan peranan penting
dalam jalannya pelayaran dan perdagangan dalam jalur Eropa-Asia, maka pos-pos
66
Batavia dalam Jaringan Perdagangan Asia Pada Abad 17 dan 18dalam
http://knsix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20Kanumoyoso,%20M.Hu
m.pdf (dikunjungi pada tanggal 11 Oktober 2011)
116
dagang yang bersangkutan dan pegawai dari negeri Belanda mengirim laporan-
kepada Hoge Regering pada tahun 1636, namun dengan adanya penghentian
Akan tetapi, 30 tahun kemudian Gubernur Jenderal dan Raad van Indie
yang kedua, di samping Batavia, bagi kapal-kapal yang masuk dari Eropa atau
Menurut Boxer, kelompok ini dipimpin oleh dewan pengelola yang terdiri
Belanda agar VOC memenuhi kebutuhan akan merica di pasar Eropa, yang
Kini merica Malabar, yang bagaimanpun dibawa lebih dulu ke Sri Langka,
dapat dingkut ke negeri Belanda dengan lebih pesat dan segera mungkin. Di
67
ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden
van Indie (Hoge Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 41
68
ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden
van Indie (Hoge Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 41 dan 42
69
C R Boxer, Jan Kompeni Sejarah VOC dalam Perang dan Damai 1602– 1799,
(Jakarta: Sinar Harapan, 1983), hal. 9-11
117
samping itu, kayu manis tidak usah dipindahkan dari Sri Langka sendiri, tidak
Belanda timbullah persaingan sengit antara gubernur Rijklof van Goens, dengan
Hage Regering. Menurut Van Goens, sebaiknya Sri Langka, tegasnya kota Galle,
yang menjadi tempat kapal-kapal VOC berangkat berlayar ke tanah air, dijadikan
muatan lebih kaya dibandingkan kapal-kapal dari Batavia. lalu direksi VOC
membuka jalur pelayaran langsung dari Koramandel dan dari Benggala. Tetapi
jalur ini tidak sukses, karena Batavia tidak mendukung kebijakan ini. Hoge
Regering menduduki tempat semula. Pada abad XVII, selain Batavia hanya Galle
kapal kopi) dari Moka Pantai Laut Merah menuju negeri Belanda, lewat Galle.
Ada perkembangan lain, yang lebih penting lagi pada tahun 1728, setelah
dagang antara negeri Belanda dengan Kanton (Guangzhou). Sampai tahun 1733
70
Wawancara Pribadi, Dr. Harto Juwono, Selaku dosen Universitas Indonesia, pada
tanggal 24 Mei 2011 didalam Arsip Nasional Republik Indonesia dan ANRI, dalam koleksi
Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden van Indie (Hoge Regering),
1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 41 dan 42
118
tidak satupun yang sampai di pelabuhan Cina bagian Selatan. Maka pengiriman
kapal dipercayakan kepada Batavia, dengan pengertian bahwa di antara dua atau
tiga kapal yang setiap tahunnya berlayar dari Batavia ke Cina, hanya satu yang
menyusuri Selat Sunda. Dan Akhirnya, pada tahun 1756, bersamaan dengan
Sesudah Galle dan Kanton (Guangzhau), dalam abad XVIII pos dagang
hubungan dagang dengan Belanda. Mulai 1734 setiap tahun, kapal berlayar dari
Benggala ke negeri Belanda. Selain itu, sejak tahun 1750 setiap tahun Kamer
dagang di Asia pada hakikatnya tidak mengganggu posisi Batavia sebagai pos
dagang yang menjadi pusat VOC di Asia. Batavia menjadi pusat administrasi dan
71
lihat ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en
Raden van Indie (Hoge Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 42
119
Batavia.72
Pusat-pusat niaga VOC tersebut menjalin kaitan yang erat dan begitu jauh
pada jalur persilangan lalu lintas perdagangan dunia. Maka semakin membuat
mengendalikan perdagangan beras di Pantai Utara Pulau Jawa yang pada saat itu
beras, Batavia menangani 40% dari perdagangan beras yang terdiri dari volume
perdagangan sekitar 500,000 pikul, sisa 60%-nya ditangani oleh pedagang Cina
dan pedagang pribumi. Dari penarikan pajak, pemerintah Batavia pada saat itu
72
Wawancara Pribadi, Dr. Harto Juwono, Selaku dosen Universitas Indonesia, pada
tanggal 24 Mei 2011 didalam Arsip Nasional Republik Indonesia. dan lihat ANRI, dalam koleksi
Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden van Indie (Hoge Regering),
1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 43
120
masih diperkuat dari orang-orang Belanda memperoleh tiap tahun pajak dari
Cirebon sebesar 1,900 pikul beras pada satu ukuran dari 0.57 rds, dari propinsi
Jawa Timur sebesar 28,000 pikul satuan beras dengan satuan ukuran dari 0.54 rds
pasar perdagangan besar di Batavia sehingga VOC membuat sebuah laba bruto
Batavia sebagai pasar yang amat penting bagi dunia perdagangan beras
selain dijaga ketat oleh pegawai Belanda karena posisi istimewa di Batavia dalam
larangan ekspor beras ke luar negeri karena pada saat itu, di Batavia sedang
merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula
tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, kain sutra dan kain katun. Sedangkan
komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, nila, lilin, belanga besi, piring,
mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, emas,
73
Lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., hal. 9-25
74
Lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., hal. 9-25
121
dengan membawa misi berdagang, menjual barang untuk impor dan sebagian
komoditasnya andalan dalam bentuk barang dagangan yang dimiliki oleh Cina.
tempat di tuju Batavia. China selalu meramaikan barang impor, yakni porselin dan
dagangan yang diimpor oleh Belanda di wilayah Batavia semisal; ikan, gambir,
beras, dan untuk Pulau Jawa mengekspor tembakau. Dalam kategori konsumsi
manusia, itu muncul bahwa Batavia adalah importir besar ikan, gambir, padi, dan
tembakau Jawa. Jumlah beras, yang paling 'dasar' komoditas, mencapai lebih dari
122,000 pikul.76
Beras serta lebih dari 4.000 pikul tembakau terutama berasal dari Jawa
Tengah. Gambir, sebesar lebih dari 3,500 pikul, datang selat Malaka, khususnya
dari Malaka. Ikan, sebesar 1000 pikul yang diimpor dari berbagai tempat, antara
yang paling menonjol adalah Siam. Apakah hubungan ini adalah bagian dari pola
yang teratur atau yang bersifat sekali-kali berhubungan dalam jalur perdagangan
75
Armando Cortesao (ed), op. cit., jilid 2, hal. 270 dan lihat Thomas Stamford Raffles,
op. cit., hal 125
76
Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 49
122
adalah hubungan hal yang tak diketahui. Satu item dengan karakter yang cukup
sesekali adalah hubungan dagang dengan tingkat tinggi dari impor barang dagang
sektor swasta yang seharusnya untuk menangani ekspor. Surat itu membelinya
pejabat VOC, yang diberi monopoli atas penjualan opium di 1745. Namun, dalam
tahun kita berhadapan dengan, ada pengecualian untuk aturan ini. Satu kapal
pribadi yang besar dari Bengal memasuki Batavia membawa sejumlah besar
ekspor penjualan dalam skala besar. India selalu mengirimkan gula yang
yang diperdagangkan di dalam negeri dan di luar negeri mencakup Asia Tenggara,
termasuk juga yang terdapat di dalam negeri Batavia. Hingga pada saat itu,
seperti: sejenis logam mulia (emas dan perak), perhiasan, barang tenunan, barang
77
Lihat Gerrit J. Knaap, Shallow water, op. cit., 49
78
F. De Haan, op. cit., hal. 195 dan Lihat misalnya Gerrit J. Knaap, Shallow water, op.
cit., 49
123
dengan membawa barang muatan bahan ekspor sejenis lada, dan hasil bumi
lainnya yang diangkut dengan armada dagang yang memilikinya dengan muatan
Tonkin, Cina, dan Jepang. Barang-barang yang diimpor Batavia dari daerah-
daerah tersebut antara lain adalah: koin emas dan tembaga (Jepang), tekstil
(Koromandel dan Benggala), teh (Cina), porselin (Cina), kain sutra (Cina), gading
gajah (Siam), kayu eboni (Tanjung Harapan), dan budak (Koromandel, Benggala,
dan Burma). Sedangkan komoditi yang diekspor oleh Batavia antara lain adalah:
(Persia, Benggala, dan Jepang), dan beras (Tanjung Harapan), dan budak
79
Lihat J. C. Van Leur, Indonesia Trade and Society, (Bandung: Sumur Bandung, 1960),
hal. 198
80
http://kns-ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20 Kanumoyoso,
% 20 M.Hum. Pdf (Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011)
81
http://kns-ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20 Kanumoyoso,
% 20 M.Hum. Pdf (Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011)
124
Pada saat itu juga, tidak dapat dipungkiri juga sejumlah pedagang-pedagang
dari Pasai (Nangroe Aceh Darussalam), Pidie (Nangroe Aceh Darussalam), Jambi
kota Pariaman (Sumatra Barat), Tiku, Barus, dan di Jawa Barat, Banten, ikut
berjualan di Batavia.82
dengan membawa jumlah barang dagangan dengan kapasitas yang bertambah dari
sejumlah 48.290 ton (di dalamnya terdapat barang dagangan yang berisikan
oleh pedagang di sepanjang Jalur Sutera melalui jalan laut, tetapi peranannya
sangatlah amat penting. Namun sebagai tempat transito, baik untuk pembekalan
dari daerah-daerah di Indonesia, atau bagi para para pedagang pribumi untuk
membeli komoditas-komoditas yang dibawa oleh para pedagang yang datang dari
Asia Tenggara.84
maupun Impor yang berasal dari; Bugis (Makasar), Melayu, Arab, semisal:
kamper kayu, sarang burung walet, lilin lebah, kain yang bernilai tinggi.
82
Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 125-140
83
Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 144 dan
Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 121
84
Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 125
125
besar dan menengah diupayakan oleh VOC (Belanda) mungkin sekali dilakukan
oleh pemerintah Batavia dan para pembesar Belanda dan kelas saudagar, di
bangsawan tinggi besar dan pembesar kerajaan mungkin sekali menjadi pembeli
tunggal atas barang dagangan hasil produk rakyat daerah yang dikuasainya, yang
yang akan mengekspor ke luar negeri dan menjual dengan pedagang Asing.
perahu sampan, milik sendiri. Usaha ekspor dan impor ini juga dilakukan oleh
Jawa, Arab, dan lain sebagainya, akan tetapi pernah berhubungan langsung
dengan produsen. Barang dagangan yang diekspor ketika itu adalah lada, cengkeh
(yang terpenting) damar, lilin, kayu manis, kayu jati dan lain sebagainya,
sedangkan barang-barang yang diimpor pada saat itu terdiri dari, berjeniskan
beras, gula, garam, barang-barang pecah belah, dan sejenis kayu gelondongan.
Pantai Utara Jawa dan juga pedagang asing untuk melakukan transaksi
Republik Indonesia, yang terlihat dari aktivitas perdagangan di pesisir Utara Jawa
ada hubungan perdagangan maritim menjadi lebih erat pada awal abad XVII
sampai abad XVIII antara Batavia dan Tainan,” kata Mona Lohanda. Hubungan
perdagangan maritim itu, semakin kokoh semasa Kapiten Tjina pertama Batavia,
menjelaskan Cina berdagang memakai jalan maritim yang terbentang dari Amoy
di Provinsi Fujian yang letaknya di Laut China Selatan menuju ke arah Batavia
sejak 1620 hingga awal abad XIX. Provinsi Fujian atau Hokkian adalah tempat
Souw Beng Kong. Pada saat itu, ia membutuhkan waktu berlayar 28 hingga 30
hari untuk menempuh perjalanan jarak jauh dalam berdagang dari Cina ke
Batavia. Cina memiliki armada dagang yang memuat barang dagangan yang
cukup besar pada abad XVII dan abad XVIII. Besar kemungkinan Batavia
menjadi pusat ekonomi. Hal ini diperkuat oleh fakta China, bahwa China
berdagang dari Amoy dengan memakai perahu dagang dan selalu diramaikan dari
Menurut pemberitaan Blusse sendiri pada tahun 1620, Coen telah mengajak
Souw Beng Kong dan pedagang-pedagang Cina untuk datang ke Batavia dengan
85
Wawancara Pribadi, Mona Lohanda, Sejarawan dari Arsip Nasional Republik
Indonesia, 9 Maret 2011
86
Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, Etudes Interdisiplineres sur
le monde insulindien: archipel 18, (Paris: Cedex, 1979) dalam artikel Leonard Blusse Chinese,
Trade To Batavia During The Days Of The VOC, hal. 195-197
127
tujuan membangun Batavia. Selain itu, untuk menyuplai barang dagangan dari
Pada saat itu Cina dianggap oleh Belanda punya andil besar, selain
pemegang modal besar dan juga cukup pintar dalam hal berdagang, bisa dikatakan
seringkali Cina telah melakukan tindakan kurang baik dalam berdagang, Souw
Beng Kong pun ingin menguasai produk yang sangat strategis. Barang-barang
pokok sehari-hari digunakan untuk ekspor dan impor dari pesisir Batavia dan
mengolah produksi hasil tani dan hasil nelayan yang menjadi produksinya untuk
di bawa ke Batavia.88
Pada Abad XVIII, padatnya perdagangan maritim yang disuplai dari negeri
Cina, dengan adanya jalinan dagang dengan Belanda, dan semakin hari akan
tumbuh dan berkembang dari komoditas yang diangkut dari Cina semisal teh,
kopi, perak, tekstil barang-barang porselin dan beling. Sedangkan dari Batavia
87
Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, op. cit., hal. 197-198
88
Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, op. cit., hal. 195-197
89
Lihat Benny G. Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, (Jakarta: Transmedia
Pustaka, 2008), hal. 109
128
kesulitan untuk memperoleh isi muatan barang dagangan. kapal dagang yang
Batavia yang dikuasai oleh Belanda kecuali di beberapa pelabuhan yang telah
Hal tersebut ditandai oleh Belanda yang sudah mulai berhasil merebut
maritim, menunjukkan prilaku keangkuhan Belanda pada abad XVII dan XVIII.
Akan tetapi, dalam menegakkan monopoli dagang dan melarang bangsa tertentu
untuk melakukan perdagangan maritim ke Batavia. Persoalan ini dapat dilihat dari
kasus hubungan yang penuh ketegangan semakin sulit dan mempersulit antara
komunitas Cina yang tidak tertahan lagi dan bertambah pesat lagi dengan jumlah
pabrik gula dan perusahaan kayuan, mereka hidup bersebelahan dekat Pelabuhan
Batavia, dan sebagian diantara mereka hidup dari menyewa tanah pemerintah
Batavia. Tahun 1740, terdapat 2500 rumah Cina yang sudah berbentuk tembok,
90
` Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, op. cit., hal. 195-199
129
dan 15.000 belum menyerupai tembok yang tinggal hanya di luar Pelabuhan.91
Hal ini memungkinkan orang Cina diizinkan untuk bermukim disebelah dalam
tembok kota, dan meliputi 39 % dari sejumlah penduduk abad XVII dan 58 %
dalam tahun 1739. Hal ini untuk mewujudkan agar Cina tetap bertahan disitu dan
yang berfungsi sebagai perantara antara orang-orang Eropa dan Pribumi. Sekitar
Namun lama setelah itu, jumlah mereka akan meningkat dan mencapai
puluhan ribu orang maupun puluhan orang, dan menjelang tahun 1740, separuh
penduduk di Batavia dan sekitarnya adalah orang-orang Cina. Selain itu, Cina
juga telah menguasai berbagai bidang ekonomi dan usaha, yang menjadi ancaman
serius bagi orang-orang Belanda dan Eropa lainnya, karena dengan adanya
pesaing dari Cina. Alhasil keuntungan mereka menjadi sangat berkurang. Salah
satu bidang usaha yang dikuasai oleh etnis Cina adalah perkebunan tebu di sekitar
Batavia dan Ommeladen (Tangerang). Dalam tahun 1740, pasar penjualan gula
Eropa.94
91
Benny G. Setiono, op. cit., hal. 109
92
Lihat Anthony Reid, op. cit., , hal. 108
93
Lihat Mona Lohanda, op. cit., hal. 11-12
94
Lihat Denys Lombard, op. cit., hal. 61-62 dan Lihat Mona Lohanda, op. cit., hal. 13
130
Hal ini sebagai langkah baru bagi pemerintah Batavia saat itu masih
orang Cina yang kaya pada saat itu dan serta dimintai sejumlah uang agar
Setelah itu, Cina menerima penyerahan dari VOC pada Abad XVIII,
dilakukan oleh Belanda, adalah ikut menekan Cina dan monopoli barang-barang
dagang yang ketat terhadap kekuatan pribumi maupun Cina serta melakukan
95
Lihat Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya kajian terpadu, Bagian I: Batas-
Batas Pembaratan , (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 63 dan hal 65
96
Lihat Benny G. Setiono, op. cit., hal. 114 dan hal 117
97
Lihat Mona Lohanda, op. cit., 20-21
131
ke Nusantara mempunyai dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern
terdiri dari Rabb al-Khali ( padang pasir yang luas dan tandus) serta di kelilingi
Hadramaut yang berada di sekitar pesisir Laut Merah yang menjadi motivasi
oarng tuanya yang berada di Nusantara. Selain untuk mencari pekerjaan yang
kedatangan orang Arab dari Hadramaut disambut hangat oleh keluarga mereka
98
Van Den Berg, Hadramaut dan koloni Arab di Nusantara, judul asli,Le hadramaut et
Les Colonis Arabes dans L‟Acchipel Indien, Jilid III, terj., (Jakarta: INIS, 1989), hal. 90
99
Joko Pramono, Budaya Bahari, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 102-
103.
100
Alwi Shahab, Islam Inklusif; menuju sikap terbuka dalam beragama, (Jakarta: Mizan,
Desember 1998), hal. 324.
101
Van Den Berg, op. cit, hal. 90
132
yang sudah berdomisili di Pekojan dengan membawa kabar baik tentang keluarga
kolonialisme di jajah oleh pihak Inggris, pada saat itu Inggris sudah menguasai
India. Faktor inilah Inggris lebih mudah masuk ke daerah Hadramaut pada saat
itu, dianggap oleh pihak Inggris merupakan daerah perniagaan besar dan
lagi adanya konflik antara kedua kerajaan di Hadramaut yaitu Queti dan Katiri
yang tak kunjung selesai, dan mendorong Hadramaut bermigrasi demi kebutuhan
pokok sehari-hari.
Faktor Kedua (Ekstern) adalah faktor haji. Para jamaah haji yang berada di
Mekkah demi menunaikan rukun Islam yang kelima membawa dampak kepada
orang Arab Hadramaut melalui cerita-cerita para jamaah haji tentang Nusantara
yang memiliki wilayah yang subur kaya akan sumber daya alam, banyaknya
Islam, sikap tolerasinya sangat kuat, keanekaragaman budaya yang kental dan
dengan Harapan membawa kehidupan yang layak dan lebih baik dari negeri
asalnya.
menjadi tempat bersandar para pedagang dari berbagai Negara, baik dari Arab,
133
antara Peradaban dunia dengan wilayah Nusantara, tak terkecuali Persia yang
perdagangan ke Jazirah Arab bagi kapal-kapal asing Eropa, Cina, dan India atau
tempat persinggahan bagi pedagang dan pelaut yang kehabisan air minum dan
Mukolla Shihr, dua pelabuhan ini merupaka jalur perniagaan besar yang banyak
seperti dupa (myrrh), dan orang Arab Hadramaut dikenal amat makmur dari
gunakan sebagai pengawet makanan dan penyedap makanan. Serta juga sebagai
obat-obatan. Hal ini menjadi pedagang Romawi geram dengan orang Hadramaut,
yang pada waktu itu menaikkan harga cukai seperti Sutera dan kayuwangi dan
menaikkan barang dagangan dari luar daerah sesuka hatinya. Orang Romawi saat
itu sangat marah dan mengalami puncaknya terhadap perlakukan dirinya yang di
102
Husein Haikal, Indonesia –Arab dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia (1900-
1942) dalam Disertasi, Universitas Indonesia, 1986, hlm, 45.
134
Artinya : yaitu kebiasaan mereka berpergian pada musim dingin dan musim
panas.
Melalui teks Al-Fill kebiasaan orang Arab berpergian musim dingin dan
musim panas mereka melakukan perdagangan dan tempat yang mereka tuju
Saba‟, dan Gustave Le Bon dalam Bukunya Khadrah al-Arab yang diterjemahkan
oleh adil Zuiter103 mereka dengan sepakat bahwa Yaman dan Hadramaut
103
Gustave, Le Bon, Khadrah al-Arab,di terjemahkan oleh Adil Zuiter, penerbit: Isa al-
bab halbi wa sirkah,cetakan ke 4, hal,95
135
Kedua, jalur pelayaran dari Sri Langka (Ceylon) melalui perairan laut
Sunda Kelapa.
Ketiga, jalur pelayaran dari Sri langka melewati lautan Hindia, kemudian
banyak dari pedagang Arab, Cina, dan India ikut berdatangan ke Sunda Kelapa.
Arab, sehingga orang Arab diberikan tempat pemukiman orang Arab di daerah
Pekojan. Menurut Van Den Berg, migrasi orang Arab Hadramaut dalam skala
(India)105. Dari pulau Ceylon (Sri Langka ) dan akhirnya ke Aceh atau Singapura.
terusan Suez oleh Prancis di Mesir berdampak pada perjalanan pelayaran menuju
ke Nusantara.
104
Joko Pramono, Budaya Bahari, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal.
102
105
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (ed), Marwati djoened
Poesponegoro dan Nogroho Notosusanto, (Jakarta: Penerbit balai Pustaka, Depdikbud, 1993 ), hal.
30
136
tepatnya pada abad ke 7 M, sebagian dari orang Arab yang menyebarkan Islam ke
masehi atau sebelum kelahiran Islam sudah menjadi pelabuhan di Jazirah Arab
penting dalam perniagaan besar dan penyebaran Islam, tetapi seorang Muslim
yang bercorak Hindu. Namun, peristiwa adhesi ini di manfaatkan oleh kerajaan
Pakuwan Pajajaran untuk menarik minat orang Arab untuk berdagang agar terjalin
bawah pimpinan Fatahillah atas perintah Kerajaan Demak. Maka, Sunda Kelapa
tangan Belanda di bawah pimpinan JP. Coen. Di masa Belanda ini Jayakarta
berganti nama menjadi Batavia, yang mana perdagangan para pedagang Arab,
Persia, Cina, dan India yang sudah terbiasa dengan perdagangan bebas.
106
Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, Jakarta: Penerbit
Mizan, Oktober 2002), hal. 67
137
Preacing of Islam, G.E Marrison dalam tulisannya Islam and Churh in Malay, SQ.
Fatimi dalam buku Islam Comes To Malasia, ke semuanya sepakat bahwa orang
pedagang yang memiliki misi agama dengan bukti nyata adalah kesamaan
mengatakan bahwa awal masehi hubungan Nusantara dengan Dunia Arab telah
terjalin yaitu antara kerajaan Sriwijaya dan dinasti Umayyah. Orang Hadramaut
sudah berada di Nusantara abad pertama Hijriah dan sebagian yang sudah ada di
sebuah masjid luar batang yang didirikan oleh Sayyid Husein bin Abu Bakar al-
Migrasi orang Hadramaut secara massal terjadi akhir abad XVIII dan
mencapai puncaknya pada abad ke XIX tepatnya tahun 1870 M. Migrasi orang
Arab Hadramaut Ke Nusantara yakni salah satu Sunda Kelapa. Sunda Kelapa
merupakan salah satu yang terpenting dan ramai dikunjungi oleh kapal-kapal
asing Cina, Eropa, India, dan Arab. Menurut Prof. Dr. Dien Madjid, MA, jauh
107
Susan Abeyasekere, Jakarta A History, ( New York: Oxford University Press, Oxford
New York,1987), hal. 8
108
Dien, Madjid, Awal Perkembangan Islam di Jakarta dan Pengaruhnya hingga abad ke
XVIII, dalam buku Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai Bandar Jalur Perdagangan Sutra, (Jakarta:
DEPDIKBUD, hal. 78
138
Sayyid Ali Ibn Husein al-Attas dalam kitab Ta‟jul A‟ras mengatakan
bahwa tujuan awal orang Arab Hadramaut bermigrasi dengan motivasi berdagang.
Seperti yang dilakukan oleh Sayyid Husein ibn Abu Bakar al-Idrus yang sekarang
benarkan oleh Prof Badri Yatim, yang mengatakan bahwa keislaman di Jakarta
membawa dampak positif bagi masyarakat Pribumi yakni bagian dari mereka
terbukti dengan lahirnya seorang ulama dari Betawi yang Bernama Abdul
dengan baik oleh penduduk Pribumi di Batavia. Menurut Van Den Berg bahwa
masyarakat Pribumi dalam tiga generasi atau empat generasi. Beberapa unsur
yang ikut mendorong proses ini, pertama mayoritas imigran adalah laki-laki.
109
Badri Yatim,Peran Ulama Dalam masyarakat Betawi, dalam buku, Ruh Islam dalam
Budaya Bangsa, (Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, juni 1996), hal. 21
139
penting dalam perkawinan mereka ini. Karena mereka menganggap agama yang
sama dengan masyarakat pribumi telah membuat integrasi lebih menjalin. Pada
umumnya, komunitas pedagang Muslim yang besar maka Islam merupakan unsur
Baik anggota keluarga atau sedaerah, atau kenalan saja dari orang arab
baik ada ikatan darah.110 Sebagi faktor intern yang telah di jelaskan di atas tadi
motivasi orang Arab Hadramaut juga dipengaruhi oleh Inggris atas Hadramaut.111
memiliki tinggal di Batavia dengan alasan agar mereka berdagang jenis komoditas
sejak abad XVII dan XVIII. Mereka termasuk dalam stratifikasi sosial-ekonomi di
Batavia dan dengan cara masing-masing dalam berusaha menjalin kerja sama
dengan pihak Pribumi (Betawi), Cina, dan Belanda. Orang Cina masuk dalam
mitra dagang di Batavia dan menjadi salah satu koloni tertua di Batavia dengan
Belanda.
seperti gubernur jenderal dan bangsawan, dan para pembesar istana masuk dalam
110
Van Den Bergt, Le Hadramaut et Les Colonis Arabes Dans L‟Acchipel indien, judul
terjemahan,hadramaut dan koloni arab di Nusantara, pent rahayu Hidayat,penerbit: INIS,jilid
III,Jakarta 1989,hlm 80.
111
Husein Hailkal, Indonesia-Arab dalam Pergerakan Kemerdekaan Indonesia (1900-
1942) (Depok: Disertasi,Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.
140
etnis seperti Cina, Arab, Eropa dan lain sebagainya. Itulah yang membedakan
„‟misionaris‟‟ paling umum di wilayah Pekojan. Inilah mengapa dalam hal ini
hari dengan melakukan kerja tukang pengrajin emas, perak, dan perak, tikar, atau
berdagang. Mereka menjadi mitra dagang dengan ulama dan sebagian lagi
menunggu barang dagangan mereka untuk dijual agar mereka membeli barang
dagangan setempat dan membawa kembali ke negeri mereka. Selain itu, pelayaran
kembali mereka tergantung pada musim. Oleh karena itu, dalam banayk hal
Muslim yang datang dari Arab, Persia, India, Tamil, dan lain sebagainya.
dengan masyarakat Eropa, Cina, Persia, India, dan lain sebagainya. Ketika
perdagangan maritim makin berkembang pada pertengahan abad XVII, maka hal
Batavia, saat itu Islam dianggap jadi duri penghalang bagi VOC. Sejak itu
Secara bertahap hubungan kelompok pedagang Muslim ini dan komunitas lokal
ditempatkan di sini hanya karena mereka adalah Muslim. Bangsa Moor yang
Muslim awalnya India dari Kalinga, wilayah Selatan Utara Paliacate, terletak di
atau coja berarti Muslim yang hitam) yang kemudian dihuni oleh orang Arab.
Moor memiliki identitas Islam yang sangat kuat, mengenakan jubah panjang dan
memiliki masjid mereka, yang dikenal sebagai Mesjid Pekojan di Pekojan di pusat
kota yang hadir di Jakarta. Mereka terlibat dalam perdagangan pesisir bersama-
sama dengan orang Arab. Berbeda dengan non-Kristen penduduk Batavia, VOC
teroraganisir dengan baik pada tahun 1704. Kapten Moor pertama diangkat pada
1753. Hal ini dikatakan keuntungan ekonomi yang besar untuk bangsa Moor.
142
Meskipun pada awal abad XX, orang Arab membentuk kelompok besar
yang kedua dari Asia dan di Indonesia, sumber mengenai asal mereka dan
apapun, Masyarakat Arab tumbuh dan berkembang menjadi pedagang dan berbaur
sebagian besar akibat kenaikan alami daripada imigrasi. Dikatakan bahwa 90%
dari Penduduk Arab saat ini bahasa Indonesia-Arab atau Indo-Arab atau
Arab muncul sebagai kelompok yang hidup Batavia terutama di pertengahan abad
Kwitang, Cawang dan Meester Cornelis atau Jatinegara. Kebanyakan dari mereka
yang datang ke Indonesia berasal dari Hadramaut bagian Selatan Saudi, mayoritas
dari mereka dari kelas kedua di Hadramaut, rakyat kelompok umum yang
mencakup pedagang keliling. Dapat dicatat bahwa kata masikin, berarti miskin,
(merupakan keturunan Nabi) dan lain-lain Syech (ulama dari kaum bangsawan
religius Hadramaut), dan sangat dihormati oleh orang Arab sendiri serta
Indonesia.112
Perbedaan ini mungkin berasal dari pola dagang bertahap, dengan cara
Arab yang berasal dari Selatan Saudi dengan metode dan aktivitas perdagangan
112
Lihat Mona Lohanda, The Kapitan of Batavia 1837-1942, (Jakarta: Djambatan, 1996),
hal. 18
143
uang pinjaman yang telah menyebabkan lebih populernya mereka di banyak desa
di wilayah Batavia, dan mereka yang tidak terlibat dalam praktek-praktek tajam
seperti tetapi dihormati sebagai guru Muslim dan sarjana, dan dengan demikian
Selain dari pinjaman uang, banyak orang Arab yang terlibat dalam
perdagangan batik dan sewa rumah.113 Meskipun ada dua hambatan untuk
Al-Qur‟an, dan pemerintah Belanda sebagai pengkhianatan atas tanah air mereka,
orang Arab biasanya menghidari larangan riba dalam berdagang di tanah Batavia ,
agar menghindari cara yang dilakuakan pemerintah Belanda dan entis Cina.
E. VOC Collepse
Collepse atau kejatuhan itu bukan akibat kalah perang dari Portugis, tetapi
bukan kalah persaingan dagang dengan Cina (RRC), Portugis (Portugal), Malaka
perilaku buruk yang terdapat dijajarannya sendiri.114 Selain itu, hak-hak monopoli
terdapat di Batavia dalam kendali kuasa di tangan Belanda. Oleh kerena itu, tidak
113
Lihat Mona Lohanda, The Kapitan of Batavia 1837-1942, (Jakarta: Djambatan, 1996),
hal. 19
114
Lihat Zaenuddin HM, Nostalgia Di Jakarta, (Jakarta: CV Java Media Network, 2008),
hal. 9
115
Zaenuddin HM, op. cit., hal. 9
144
mana termasuk di Batavia dan wilayah teritorial yang di kuasai oleh VOC.116
yang kurang baik. Rupanya, mental Coen ditiru oleh para pejabat bawahannya.
Ekonomi antara Belanda dan koloninya, ini dikarenakan sistem berlayar dan
gudang. Ini berarti ledakan ekonomi yang terjadi di Batavia karena kehabisan
barang dagangan. Dan peperangan antara Denmark dan Britania pada 1807
116
Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 154
117
Lihat Bernard, Vlekke, op. cit., hal. 274-275
145
oleh pihak pemerintahan Belanda, kongsi dagang ini dibubarkan. Tamat VOC
118
Lihat Zaenuddin HM, op. cit., hal. 9-11
119
Gilbert Khoo, Sejarah Asia Tenggara Sejak tahun 1500, (Kuala lumpur: Penerbit
Fajar Bakti SDN.BHD, 1976), hal. 19.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
pelayaran dan perdagangan di kawasan Laut Jawa telah membawa angin segar
Kondisi ini, yang dialami oleh para pelaut dan pedagang di sekitar Laut
Jawa. Mereka berasal dari Arab, Cina, India, Persia, Turki atau dari Asia lainnya.
Hal ini, disertai oleh hubungan dagang dengan Islam atau bahkan penguasa lokal
sekalipun. Hal ini, yang mendorong lalu-lintas dari dunia luar terutama kalangan
pelaut dan pedagang Muslim dan hingga menjadi persekutuan dalam menghadapi
pedagang asing maupun dari Jawa di bidang perdagangan dan sarana transportasi.
Akan tetapi, wilayah Batavia tetaplah masih eksis sejak beberapa abad yang lalu,
peranan pentingnya sejak lama. Menurut data sejarah, paling tidak Batavia telah
bawah pimpinan Jan Piterszoon Coen. Di masa Belanda ini Jayakarta berganti
nama yang mana para pedagang Arab, Cina, Persia, India, dan lain sebagainya
146
147
Sejak itu mulailah pembangunan Kota Batavia, dan melengkapi benteng Jaccatra
maritim).
gudang dan pos-pos dagang di sekitar Kasteel Batavia (kini Pasar Ikan). Tepatnya
ke Cina dengan Jepang, dan disegala tempat. Setiap kapal dagang dan perahu
dagang membawa isi muatan barang dagangan yang berlayar antar-Eropa dan
Cina, dan berlabuh di Pantai Batavia. Terutama masyarakat Batavia memiliki arti
khusus bagi orang berlayar dan berdagang di kawasan Hindia Timur, yang
mencakup bangsa Eropa dan juga masyarakat Pribumi, pedagang Melayu dan
pedagang Arab Hadramaut. Demikian halnya dengan para pedagang Cina, Jepang,
Tonquin, Malaka, Cochin Cina dan Pulau Celebes (Pulau Sulawesi), dan Maluku.
Hal ini dijadikan pinjakan dari aktivitas berlayar dan berdagang dan di arahkan ke
Selain, dari para pelaut dan pedagang sangat tertarik dengan bandar
air minum yang banyak dan melimpah, menghasilkan kayu bakar berlimpah dan
dapat diperoleh tidak jauh dari pelabuhan, bahan makanan dapat diperoleh dari
148
sebelah Timur.
Sungai Ciliwung dan kanal kecil ataupun kanal besar (kali besar) yang dibuat oleh
dan hasil hutan merupakan salah satu komoditas utama yang diangkut melalui
pelayaran sungai.
Selain itu juga hasil laut dan hasil kerajinan masyarakat. Sebagai contoh
saja, komoditas lada diangkut dari daerah negara lain, sebagai penyuplai produsen
lada ke daerah hilir atau ke Pelabuhan Batavia. Di tempat itu para pedagang dari
berbagai daerah dan negara seperti pedagang Cina, Inggris, Belanda, dan
adakalanya para pedagang tersebut, terutama pedagang Cina, pedagang Arab, dan
porselin dan teh milik orang Cina yang akan diperjual-belikan di tempat tersebut.
Komoditas lada, banyak diangkut dari wilayah hulu Sungai dan daerah
pedalaman disekitar Sungai Ciliwung akan menuju ke Batavia. Namun pada saat
terjadi kenaikan harga lada di pasaran, biasanya para pedagang (Melayu, Cina dan
membeli lada.
jumlah barang dagangan dengan kapasitas yang makin bertambah dari sejumlah
48.290 ton (di dalamnya terdapat barang muatan beras, rempah-rempah, bahan
pos dagang di Asia pada hakikatnya tidak mengganggu posisi Batavia sebagai pos
dagang yang menjadi pusat VOC di Asia. Batavia menjadi pusat administrasi dan
kesemuanya itu haruslah tunduk dan tata kepada Hoge Regering yang berpusat di
Batavia.
Mona Lohanda, telah menjelaskan Cina berdagang memakai jalan maritim yang
terbentang dari Amoy di Provinsi Fujian yang letaknya di Laut China Selatan
150
menuju ke arah Batavia sejak 1620 hingga awal abad XIX. Cina memiliki jung
Cina yang memuat barang dagangan yang cukup besar pada abad XVII dan abad
XVIII. Seperti pemberitaan Blusse sendiri pada tahun 1620, Coen telah mengajak
Souw Beng Kong dan pedagang-pedagang Cina untuk datang ke Batavia dengan
tujuan membangun Batavia. Selain itu, untuk menyuplai barang dagangan dari
Souw Beng Kong pun ingin menguasai produk yang sangat strategis.
Barang-barang pokok sehari-hari digunakan untuk ekspor dan impor dari pesisir
Setelah itu, Cina menerima penyerahan dari VOC (Belanda) pada Abad
pedagang Cina, dan pedagang Arab serta monopoli barang-barang dagang yang
pihak Belanda.
Selain dari dampak positif, juga membawa dampak negatif dalam bentuk
prilaku buruk diaspek lini kehidupan. Sampai akhirnya pada tanggal 31 Mei 1799
gulden, sampai akhirnya VOC dinyatakan bangkrut oleh pemerintah Belanda dan
I. Sumber Tertulis
A. Arsip
ANRI, dalam koleksi tentang Surat Coen kepada para direkturnya VOC, 10
Desember 1616.
ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en
ANRI, Beviendingen op de eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap) dalam arsip
ANRI, Angka-angka ini diambil dari J. R Bruijn, F. S Gaatra, dan I Schoffer (ed),
B. 1. Surat Kabar
Aziz, Munawir, Jejak Cheng Ho, Antitesis Benturan Peradaban dalam harian
Widi, Hendriyo, Bukan Belanda Kalau Tidak Berdagang dalam harian Kompas,
Jum’at, 25-08-1995.
B. 2. Majalah
153
154
,1987)
Mizan, 2002)
Den, Van, Berg, Hadramaut dan koloni Arab di Nusantara, judul asli, Le
hadramaut et Les Colonis Arabes dans L’Acchipel Indien, Jilid III, terj.,
B, Adrian, Lapian, (ed), Four Centuries Trade Relations Between Indonesia and
............................, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut Sejarah Kawasan Laut
Chaudury, KN, Trade and Civilization in The Indian Ocean : Economic History
1989).
paserende daer ter plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1631-
Cortesao (ed), Armando, The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the
east from the Red Sea to Japan; Written in Malacca and Indiain 1512-
Haan, F. de, Oud Batavia, tweede herziende druk, (Bandung: A.C. Nix & Co.,
1935).
daer ter plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1680, (Batavia
Hall, D.G.E, Sejarah Asia Tenggara, terj., (Surabaya: Usaha Nasional, 1988).
156
1988).
Gramedia, 2000).
Heuken, A.SJ, Historical Sites in Jakarta, (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1982)
Loka, 1997).
Houben V.J.H, dkk, Looking in Odd Mirrors: The Java Sea (Leiden: Vakgroep
1992).
J, Gerrit, Knaap, Shallow waters rising tide: Shipping and Trade in Java around
Melayu, 1984).
Lombard, Denys, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Terpadu Bagian I: Batas-
Lombard, Denys, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Terpadu Bagian II:
Maacintyre, Donald, Sea Pasifis: A History from the Sixteenth Century to the
Terang, 2000).
158
Nasuhi, Hamid dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan
archipel 18, (Paris: Cedex, 1979) dalam artikel Leonard Blusse Chinese,
1998).
159
Reid, Anthony, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid I : Tanah
Indonesia, 1998)
Serambi, 2005).
Shahab, Alwi, Islam Inklusif; menuju sikap terbuka dalam beragama, (Jakarta:
Mizan, 1998)
Van Leur, J. C., Indonesian Trade and Society:Essay in Asian Social Economic
Weber, Max, The City, (New York: The Free Press, 1966).
D. Website
2011).
http://kns-ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20
http://www.forumbudaya.org/index.php?option=com_content&task=view
http://www.scribd.com/doc/13353992/Sejarah-VOC-di-Indonesia
2011).
Indonesia.
162
Lampiran 1:
1
Mc. Suprapti, dkk., Peta Sejarah Indonesia, (Jakarta: Depdikbud Dirjend Kebudayaan
Djitaranitra PIDSN, 1991-1992), h. 268.
164
Lampiran 2:
2
Mc. Suprapti, dkk., Peta Sejarah Indonesia, (Jakarta: Depdikbud Dirjend Kebudayaan
Djitaranitra PIDSN, 1991-1992), h. 267.
165
Lampiran 3:
3
http://www.scribd.com/doc/13353992/Sejarah-VOC-di-Indonesia (Dikunjungi tanggal
14 Maret 2011)
166
Lampiran 4:
4
‘’http://id.wikipedia.org/wiki/Batavia"(Dikunjungi tanggal 15 Maret 2011)
167
Lampiran 5:
Logo Batavia5
5
http://www.belajarsejarah.com/?pilih=materinya&detail=materimu&id=12 (Dikunjungi
tanggal 14 Maret 2011)
168
Lampiran 6:
Out Jacatra.6
6
Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di
Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.
169
Lampiran 7:
7
http://www.scribd.com/doc/13353992/Sejarah-VOC-di-Indonesia (Dikunjungi tanggal
14 Maret 2011)
170
Lampiran 8:
8
Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di
Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.
171
Lampiran 9:
Rempah-rempah.9
9
Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di
Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.
172
Lampiran 10:
10
Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di
Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.
173
Lampiran 11:
11
Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di
Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.
174
Lampiran 12:
Museum Bahari.12
12
Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di
Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.
175
Lampiran 13:
13
Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di
Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.
176
Lampiran 14:
14
Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di
Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.
177
Lampiran 15:
Museum Bahari.15
15
Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di
Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.
178
Lampiran 16:
Museum Bahari.16
16
Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di
Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.
179
Lampiran 17:
17
Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di
Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.
180
Lampiran 18:
18
http://www.scribd.com/doc/13353992/Sejarah-VOC-di-Indonesia (Dikunjungi tanggal
14 Maret 2011)
181
182
183
Pada tanggal 10-13 November 1611, akhirnya tercapai juga perjanjian antara
Belanda yang diwakilkan oleh L’ Hermito dengan pangeran Jayakarta: isi perjajian
tersebut kemudian disahkan oleh pada era Gubernur Jenderal Pieter Both pada bulan
Januari 1612. Garis besar isi perjanjian tersebut adalah sebagai berikut :
baik oleh Pengeran Jayakarta dan mereka diperbolehkan berdagang di kota ini.
barang–barang dagangannya.
3. Untuk menggunakan tanah dan mendirikan loji itu VOC Belanda diwajibkan
4. Semua barang dagangan yang dibeli ke pihak Jaccarta baik cukainya harus
5. Kedua belak pihak saling membantu, jika ada serangan dari musuh koloninya.
Tetapi jika Pangeran Jayakarta mulai mengadakan perang terhadap pihak lain
6. Orang-orang Portugis dan Spanyol tidak diizinkan untuk masuk dan berdagang di
kota Jaccarta.
8. Orang-orang yang melarikan diri dari satu pihak ke pihak lain akan dikembalikan
9. Pangeran Jaccarta berjanji akan campur tangan dalam masalah pengajuan hutang-
10. Pangeran Jaccarta dan orang-orang Belanda kedua belah pihaknya akan
1
Menurut Nia seorang pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia, yang telah membantu
menerjemahkan di gedung Arsip. Lihat ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur
Generaal en Raden van Indie (Hoge Regering)/HR 3597, 1612, hal. 59 dan 60
185
186
187
188
189
190
191