Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 merupakan hal yang tidak

terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Kesehatan

dan keselamatan kerja sangat pentingdalam meningkatkan jaminan sosial dan

kesejahteraan para tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi

dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja

yang kurang aman, efisien dan produktif. Karenanya upaya-upaya K3 harus terus

ditingkatkan melalui berbagai pendekatan, baik secara teknis, teknologis dan

sistematis dengan memperhatikan fenomena globalisasi, industri, perdagangan

dan transportasi (Angela, 2017 : 1)

Bandara atau bandar udara menurut UU No 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan adalah kawasan di daratan dan atau perairan dengan batas-batas

tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas,

naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan

antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan

keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

Bandar Udara Radin Inten II Provinsi Lampung adalah bandar udara yang

melayani Kota Lampung, Indonesia. Bandar Udara Radin Inten II terletak di Jl.

Alamsyah Ratu Prawira Negara Km.28 Branti Raya, Natar, Kabupaten Lampung

o o
Selatan, Lampung. Tepatnya berada di koordinat 05 14’25.77” S ; 105 10’31.97”

E dengan ketinggian MDPL 283 kaki (86 m).

1
Area apron adalah suatu lapangan terbang didarat yang telat ditetapkan

batas-batasnya dan digunakan bagi penempatan pesawat-pesawat udara untuk

kepentingan menaikkan atau menurunkan penumpang, pos atau barang, pengisian

bahan bakar, parkir atau pemeliharaan dan perawatan ringan pesawat udara.

Pekerja di area apron memiliki risiko terpapar bising disebabkan oleh lokasi kerja

mereka yang sangat dekat dengan pesawat terbang (Cholid Sukajaya, 2013:17)

Terdapat sekitar 500 jenis pekerjaan pada industri yang berpotensi

merusak pendengaran. Salah satu jenis pekerjaan tersebut adalah industri pesawat

terbang yang mempu menghasilkan kebisingan 115-130 dB. Kebisingan adalah

bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan

kenyamanan lingkungan pada tingkat dan waktu tertentu. Pertumbuhan penduduk

yang semakin cepat juga sejalan dengan semakin meningkatnya mobilitas

penduduk dalam menjalankan kegiatan atau tugasnya. Transportasi udara

merupakan salah satu sarana yang banyak dipilih oleh masyarakat pada saat ini

yang membutuhkan efisiensi waktu dan kenyamanan dalam melaksanakan

kegiatannya (Siregar, 2018 : 1)

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.13/Men/X/2011,

Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan adalah 85 dBA untuk waktu pajanan 8

jam sehari dan 40 jam seminggu. Jika nilai ambang batas dilampaui terus menerus

dalam waktu lama maka akan menyebabkan gangguan pendengaran. Keterpaparan

terhadap kebisingan yang melebihi nilai ambang batas pada kurun waktu yang

cukup lama dapat menimbulkan gangguan-gangguan kesehatan. Pengaruh buruk

kebisingan didefinisikan sebagai suatu perubahan morfologi dan fisiologi suatu

organisme yang mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional untuk mengatasi


adanya stres tambahan atau peningkatan kerentanan suatu organisme terhadap

pengaruh efek faktor lingkungan yang merugikan, termasuk pengaruh yang

bersifat sementara maupun gangguan jangka panjang terhadap suatu organ atau

seseorang secara fisik, psikologis dan sosial. Pengaruh khusus akibat kebisingan

berupa gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi,

gangguan komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, psikofisiologis,

gangguan mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku pemukiman,

ketidaknyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari.

Pekerja di area lapangan terbang adalah aktivitas perusahaan penerbangan

yang berkaitan dengan penanganan atau pelayanan terhadap para penumpang

berikut bagasinya, kargo, pos, peralatan pembantu pergerakan pesawat di darat

dan selama pesawat berada di bandar udara, untuk keberangkatan (departure)

maupun untuk kedatangan (arrival). Selain bising mesin yang bersumber dari

pesawat terbang ada juga kebisingan bersumber dari mobil angkut barang bagasi

dan mobil tangki pengisi avtur ke pesawat.

Gangguan pendengaran dapat menimbulkan sejumlah disabilitas seperti

masalah dalam percakapan, terutama di lingkungan yang sulit, dapat memberikan

sejumlah besar keluhan. Jenis lain dari disabilitas dapat menurunkan kemampuan

untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan melokalisasi suara dengan cepat dan

tepat. Gangguan pendengaran akibat bising menurut beberapa penelitian

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti intensitas kebisingan, durasi paparan,

area tempat kerja dan penggunaan alat pelindung diri (Siregar, 2018 : 2)

Tingginya aktivitas penerbangan di Bandar Udara Radin Inten II yang

berjumlah sekitar 30-40 penerbangan perhari tentunya dapat menimbulkan


dampak terhadap kesehatan pekerja area lapangan terbang tersebut. Kebisingan

merupakan salah satu faktor lingkungan tempat kerja yang dapat mempengaruhi

kesehatan petugas yang bertugas di apron bandara. Besarnya risiko terpapar

dikarenakan sebagian besar pekerjaan dilakukan pada saat mesin pesawat dalam

keadaan hidup dan di apron yang luas dan terbuka. Hal ini didukung dengan

rendahnya kesadaran petugas dalam menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT)

pada saat bekerja.

Beberapa penelitian menyimpulkan tingkat kebisingan yang cukup tinggi

dibandara dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan pekerja di area lapangan

terbang Hastuti (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan intensitas kebisingan

di Bandara Ahmad Yani, Semarang berkisar antara 71,2 dBA – 89,1 dBA. Hasil

penelitian Liwe(2006) juga menyatakan bahwa intensitas kebisingan di apron

Bandara Sam Ratulangi Menado berada pada tingkat kebisingan 82,7 dBA

(minimum) - 101 dBA(maksimum), dan untuk presentase tuli ringan tenaga kerja

mencapai 44,17%,sedangkan tuli sedang 11,6%. Hasil penelitian Kawatu (2012)

menyimpulkan bahwa, petugas lebih berisiko mengalami kenaikan ambang

dengar dibandingkan dengan pegawai administrasi di bandara Sam Ratulangi

Menado (Siregar, 2018:3)

Sitompul (2010) dalam penelitiannya juga menyimpulkan pekerja di area

lapangan terbang di Bandara Polonia Medan, sekitar 20% mengalami gangguan

pendengaran akibat kebisingan di lingkungan kerja. Penelitian ini juga didukung

oleh Amel (2012) menyimpulkan bahwa kebisingan di apron bandara Polonia

Medan pada saat aktivitas berkisar antara 78 –105 dB, dengan rata-rata kebisingan
92,1 dB dan sebanyak 73% petugas ground handling menderita gangguan

pendengaran (Siregar, 2018 : 3)

Gangguan pendengaran pada masinis sebanyak 14 orang (42,4%),

sebagian besar intensitas kebisingan pada masinis adalah < 85 dB yaitu sebanyak

17 orang (51,5%), sebagian besar umur pada masinis adalah ≥ 40 tahun yaitu

sebanyak 18 orang (54,5%), sebangian masa kerja pada masinis adalah < 5 tahun

yaitu sebanyak 18 orang (54,5%). Sebagian besar masinis tidak menggunakan

APT (alat pelidndung telinga) yaitu sebanyak 18 orang (54,5%) dan sebagian

besar masinis memiliki riwayat gangguan pendengaran sebanyak 20 orang

(60,6%). (Angela, 2017)

Berdasarkan wawancara kepada petugas di area apron bahwa masih

banyak pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung telinga (APT) saat

bekerja. Pekerja di area apron memiliki risiko terpapar bising disebabkan oleh

lokasi kerja mereka yang sangat dekat dengan pesawat terbang. Pekerjaan petugas

yang membongkar muat bagasi dari dan ke dalam pesawat, mengisi bahan bakar

pesawat, dan pekerjaan lainnya yang berhubungan dengan pelayanan terhadap

pesawat. Pekerjaan ini terkadang dilakukan pada saat mesin pesawat dalam

keadaan hidup.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan

Pendengaran di Area Apron Bandar Udara Radin Inten II Lampung Tahun 2019”.
B. Rumusan Masalah

Tingginya aktifitas penerbangan di Bandar Udara Radin Inten II Lampung

dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan pekerja khususnya di area Apron.

Penerbangan terbanyak dalam sehari yaitu pada maskapai Garuda Indonesia.

Besarnya risiko terpapar dikarenakan sebagian besar pekerjaan dilakukan pada

mesin pesawat dalam keadan hidup di apron yang luas dan terbuka. Beberapa

penelitian menyimpulkan tingkat kebisingan yang cukup tinggi di Bandara dapat

menimbulkan dampak bagi kesehatan pekerja di area lapangan terbang.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui “Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Gangguan Pendengaran di Area Apron Bandar Udara Radin

Inten II Lampung tahun 2019”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan gangguan pendengaran pada petugas di area

apron Bandar Udara Radin Inten II Lampung tahun 2019

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

a. Mengetahui Gambaran Gangguan Pendengaran, Usia, Riwayat

Kesehatan, Masa Kerja, Lama Kerja, Intensitas Kebisingan

dan Penggunaan APT (alat pelindung telinga) pada petugas di

area apron

b. Mengetahui hubungan usia dengan gangguan pendengaran


c. Mengetahui hubungan riwayat kesehatan dengan gangguan

pendengaran

d. Mengetahui hubungan masa kerja dengan gangguan

pendengaran

e. Mengetahui hubungan lama kerja dengan gangguan

pendengaran

f. Mengetahui hubungan intensitas kebisingan dengan gangguan

pendengaran

g. Mengetahui hubungan penggunaan APT (alat pelindung

telinga) dengan gangguan pendengaran

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti berdasarkan sumber

pengetahuan yang diperoleh dari observasi tentang faktor-faktor

paparan bising mesin pesawat terbang terhadap gangguan

pendengaran pada petugas di area apron Bandar Udara Radin Inten II

Lampung tahun 2019

2. Manfaat Praktis

a. Peneliti

Mampu menganalisis faktor-faktor paparan bising mesin pesawat

terbang terhadap gangguan pendengaran pada petugas di area

apron Bandar Udara Radin Inten II Lampung


b. Pihak Bandara

Mengetahui gangguan pendengaran pada petugas di area apron

Bandar Udara Radin Inten II Lampung, dan sebagai bahan

pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait manajemen

kebisingan di area apron

c. Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi sebagai

masukan mata kuliah yang bersangkutan dan dapat menambah

literatur di perpustakaan. Selain itu juga menjadi bahan refrensi

bagi mahasiswa khususnya untuk program studi D-IV Kesehatan

Lingkungan

d. IPTEK

Penelitian ini dapat menjadi bahan refrensi dalam ilmu

pengetahuan dan teknologi untuk memperluas wawasan iformasi

di bidang kesehatan lingkungan.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini menggunakan penelitian Cross Secional untuk mencari

seberapa jauh hubungan antara usia, riwayat kesehatan, masa kerja, lama kerja,

inensitas kebisingan dan alat pelindung telinga dengan gangguan pendengaran.

Populasi penelitian diambil dari seluruh petugas di area apron pada Maskapai

Garuda Indonseia sebanyak 32 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Februari 2019. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner dan cheklist,

pengukuran Intensitas Kebisingan menggunakan Sound Level Meter dan


pengecekan Gangguan Pendengaran menggunakan alat Audiometri. Analisi data

yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat dengan melakukan

uji chi square dan bentuk penyajian menggunakan tabel. Variabel yang akan

diteliti adalah gangguan pendengaran pada maskapai Garuda Indonesia.

Kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak

terencana dan tidak terkendali akibat dari suatu tindakan atau reaksi suatu objek,

bahan, orang, atau radiasi yang mengakibatkan cidera atau kemungkinan akibat

lainnya (Sumber: Heinrich, Petersen, dan Roos, 1980). Menurut (AS/NZS 4801:

2001) kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak direncanakan yang

menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan, kerusakan atau

kerugian lainnya (Sumber: Standar AS/NZS 4801: 2001). Kecelakaan kerja

menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/Men/98 adalah suatu kejadian

yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban

manusia dan atau harta benda. Sementara menurut OHSAS 18001:2007

Kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan

pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung dari

keparahannya) kejadian kematian atau kejadian yang dapat menyebabkan

kematian. Pengertian ini

juga digunakan untuk kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan

lingkungan atau yang berpontensi menyebabkan merusak lingkungan.

(Sumber: Standar OHSAS 18001:2007)

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak

diduga, tidak dikehendaki, dan dapat menyebabkan kerugian baik jiwa


maupun harta benda yang terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu

melaksanakan pekerjaan serta dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju

tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.

Anda mungkin juga menyukai