Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Besi Cor

Istilah besi cor, sama halnya dengan istilah baja yang termasuk dalam jenis
besi paduan dengan kandungan utamanya berupa besi, karbon, silikon. Besi cor
memiliki kandungan karbon dan silikon yang lebih tinggi dari baja, karena
tingginya kandungan karbon, sehingga strukturnya berlawanan dengan baja,
ditunjukkan dengan fasa kaya karbon.
Suhu cair besi cor relatif rendah yaitu (1300oC). hal ini menguntungkan
karena mudah untuk dicairkan, pemakaian bahan bakar yang lebih irit dan dapur
peleburan yang lebih sederhana. Logam cair mudah dicor untuk mengisi cetakan
yang rumit dengan mudah. Karena itu, besi cor merupakan bahan yang murah dan
serba guna ditinjau dari segi desain produk.
Daerah komposisi kimia ditetapkan dalam diagram keseimbangan Fe-C
pada batas kelarutan karbon pada besi, yaitu mengandung 2% karbon atau lebih,
tetapi besi cor yang sesungguhnya terdiri dari panduan yang mengandung unsur
Si, Mn, P, S dan unsur-unsur lainnya, walaupun sebenarnya masih mengandung
unsur-unsur tersebut namun pengaruhnya tidak terlalu besar. Terkadang untuk
tujuan tertentu unsur-unsur paduan lainnya ditambahkan untuk meningkatkan sifat
mekanik tergantung dari aplikasi penggunaannya.

2.2 Komposisi Besi Cor

Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Besi Cor ( Heine 1981)

Unsur Besi kelabu Besi nodular Besi putih Besi mampu


(%) ( %) (%) tempa (%)
karbon 2,5 – 4,0 3,0 – 4,0 1,8 – 3,6 2,2 – 2,9
Silikon 1,0 – 3,0 1,8 – 2,8 0,5 – 1,9 0,9 – 1,9
Mangan 0,2 – 1,0 0,1 – 1,0 0,25 – 0,8 0,15 – 1.2
Posfor 0,002 – 1,0 0,01 – 0,1 0,06 – 0,2 0,02 – 0,2
Sulfur 0,02 – 0,025 0,01 – 0,003 0,06 – 0,2 0,02 – 0,2

1
Tabel 2.1 di atas menunjukkan bahwa unsur karbon dan silikon sangat
mempengaruhi jenis besi cor yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena karbon
dan silikon mempengaruhi terbentuknya grafit dalam besi cor bila kadarnya
ditingkatkan sedangkan ketika besi dalam fase cair, karbon bersenyawa dengan
besi membentuk karbida besi. Silikon yang terkandung dalam besi cor akan
menyebabkan sementit menjadi kurang stabil sehingga cenderung membentuk
grafit. Selain kandungan karbon dan silikon, terbentuknya berbagai jenis besi cor
juga dipengaruhi oleh laju pendinginan selama proses pembekuan. Unsur-unsur
paduan logam dan non logam ditambahkan untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik
besi cor sesuai yang diinginkan.
Besi cor mempunyai lapisan yang mengandung grafit berbentuk flake
(serpihan) sehingga mempunyai kekuatan tarik yang tidak begitu tinggi dan
keuletannya sangat rendah sehingga tidak dapat dibentuk selain dengan proses
pengecoran dan permesinan. Bila pada besi cair ditambahkan sedikit magnesium
atau serium, maka grafitnya akan berubah menjadi bulat (spheroid) yang
mempunyai keuletan lebih tinggi.

Tabel 2.2 Klasifikasi Patahan, Struktur Mikro Besi Cor (Metal Handbook,1990)

Komersial penunjukan Karbon –fase


Matrix Fracture
kaya
Besi kelabu Perlit Kelabu Grafit Lamellar
Besi nodular Ferit, Perlit, Austenit Perak- Grafit bulat
Kelabu
Besi putih Perlit, Martensit Putih Fe3C
Besi mampu tempa Ferit, Perlit Perak- Grafit temper
Kelabu

Tabel 2.2 diatas menunjukkan bahwa warna patahan dari besi cor dapat
menentukan jenis dari besi cor tersebut. Selain dari warna patahan, jenis besi cor
juga dapat dilihat dari matrik penyusunnya.

2
2.3 Klasifikasi Besi Cor

Besi cor dapat diklasifikasikan menurut kadar karbon dan silikon yang
dikandungnya.
2.3.1 Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)

Besi cor kelabu adalah besi cor yang kandungan karbonnya bervariasi
antara 2,5% - 4% sementara kandungan silikon antara 1% - 3%. Sebagian besar
grafit yang terbentuk pada besi cor jenis ini adalah serpihan (flakes), yang
sekitarnya dilingkupi matrik ferit  atau perlit. Secara umum bentuk
mikrostruktur besi cor kelabu tidak selalu sama, hal ini dipengaruhi oleh
komposisi atau pengaruh dari perlakuan panas (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Diagram fasa Besi cor (Calliseter,2006)

Besi cor kelabu terbentuk dari paduan besi dan karbon dengan laju
pendinginan medium (dengan matrik berupa perlit) dan pendinginan lambat
(dengan matrik berupa ferit).

3
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Besi Cor Kelabu (ASM volume 1, 2005)
UNS SAE grade C% Mn % Si % P% S%
F10004 G1800(b) 3.4 – 3.7 0.5 – 0.8 2.8 – 2.3 0.15 0.15
F10005 G2500(b) 3.2 – 3.5 0.6 – 0.9 2.4 – 2.2 0.12 0.15
F10006 G3000(c) 3.1 – 3.4 0.6 – 0.9 2.3 – 1.9 0.10 0.15
F10007 G3500(c) 3.0 – 3.3 0.6 – 0.9 2.2 – 1.8 0.08 0.15
F10008 G4000(c) 3.0 – 3.3 0.7 – 1.0 2.1 – 1.8 0.07 0.15

Tabel 2.3 menunjukkan komposisi kimia besi cor kelabu sesuai dengan
tipe-tipe yang dijual dipasaran, dimana kisaran karbonnya antara 3 – 3,7 %.
Tabel 2.4 Sifat Mekanis Besi Cor Kelabu (ASM volume 1, 2005)

Uji
ASTM Uji Tarik Tegangan Geser
Kekerasan
A 48 class
MPa Ksi MPa ksi HB
20 152 22 179 26 156
25 179 26 220 32 174
30 214 31 276 40 210
35 252 36.5 334 48.5 212
40 293 42.5 393 57 235
50 362 52.5 503 73 262
60 431 62.5 610 88.5 302

Tabel 2.4 menunjukkan hasil pengujian batang besi cor kelabu standar.
Dari tabel tersebut diketahui besi cor kelabu memiliki kekerasan 156 – 302 HB
dan kekuatan tarik 152 – 431 Mpa. Berat jenis besi cor kelabu 7,1 gr/cm3 sampai
7,3 gr/cm3 pada temperatur kamar dan dipengaruhi oleh kandungan grafit.
Sedangkan dalam keadaan cair berat jenisnya berkisar antara 6,78 gr/cm3 sampai
dengan 6,95 gr/cm3. Dalam keadaan padat penurunan berat jenis berbanding lurus
dengan tingginya temperatur.
Ditinjau dari sifat mekanisnya, besi cor kelabu mempunyai kekuatan
tegangan yang rendah dibanding jenis besi cor yang lain. Hal ini karena bentuk
mikrostrukturnya berupa grafit yang meruncing diujungnya sehingga dapat
menyebabkan konsentrasi tegangan pada daerah tersebut (Gambar 2.2). Salah
satu sifat yang paling efektif dari, besi cor kelabu adalah kemampuan meredam
energi getaran dibandingkan baja.

4
ferit

Grafit

Austenit

6µm

Gambar. 2.2 Struktur mikro besi cor dengan perbesaran 200x


(laboratorium polman ceper)

2.3.2 Besi Cor Putih (White Cast Iron)

Besi cor putih mempunyai kandungan silikon di bawah 1%, karbon antara
2,8 – 3,6 %. merupakan paduan besi dan karbon dengan waktu pendinginan yang
cepat dan mempunyai fasa sementit sehingga mempunyai karakteristik yang keras
tetapi sangat rapuh, serta tidak terbentuk grafit seperti besi cor lainnya karena
unsur silikonnya rendah dan tingginya laju pendinginan dan warna patahannya
berwarna putih, sehingga dinamakan besi cor putih.
Pada saat proses pengecoran, besi cor putih biasanya terbentuk pada
lapisan tipis permukaan benda hasil coran. Hal ini disebabkan oleh pembekuan
lebih cepat yang dialami oleh benda coran. Lapisan besi cor putih ini sering
disebut sebagai chilled.
2.3.3 Besi Cor Nodular (Ductile Iron)

Penambahan magnesium dan atau serium (saat fasa cair belum terbentuk
grafit atau sementit) terhadap besi ketika dalam fasa cair dapat menyebabkan
karbon yang terbentuk dalam besi berubah bentuk yang semula serpihan menjadi
bulat. Dan perubahan ini menimbulkan karakter keuletan (ductility) dari besi cor
meningkat.

5
Fasa matrik yang mengelilingi grafit berupa perlit dan ferit bergantung
pada perlakuan panas setelah proses pengecoran, Dalam keadaan normal setelah
pengecoran, matrik didominasi oleh perlit tetapi setelah mengalami perlakuan
panas dengan temperatur 700 oC, matrik ferit mendominasi di sekitar grafit. Besi
cor nodular mempunyai karakteristik mendekati baja, sebagai contoh besi cor
nodular ferit mempunyai kekuatan tarik 380-480 MPa dengan keuletan 10 – 20%.
Besi cor jenis ini banyak digunakan sebagai bahan pembuat roda gigi, katup, bodi
pompa dan berbagai komponen mesin lainnya
2.3.4 Besi Cor Mampu Tempa (Malleable Cast Iron)

Pada umumnya besi cor mampu tempa merupakan besi cor putih yang
sudah mengalami perlakuan panas pada temperatur 800oC dan 900oC sehingga
menyebabkan dekomposisi pada sementit membentuk grafit yang menyebar
dikelilingi oleh matrik ferit atau perlit bergantung pada laju pendinginannya. Besi
cor mampu tempa mempunyai sifat yang mirip dengan besi cor nodular yaitu
keras tetapi ulet karena hasil dari kombinasi grafit nodular dan matrik logam yang
rendah karbon. Karena sifatnya yang ulet, maka pada besi cor mampu tempa dapat
dilakukan proses pemesinan. Besi cor mampu tempa banyak digunakan untuk
membuat benda-benda yang memerlukan ketahanan bentur yang besar.
2.4 Karakteristik Besi Cor

Karakteristik besi cor tergantung pada struktur mikronya. Sedangkan


struktur mikro besi cor dipengaruhi oleh komposisi besi, karbon dan
temperaturnya. Untuk menunjukkan jenis fasa yang terjadi dalam keadaan
setimbang antara suhu dan komposisi maka diperlukan diagram fasa besi-karbon
(Fe-C). Diagram fasa besi-karbon dapat menunjukkan daftar rangkaian operasi
yang menunjukkan fasa yang terbentuk pada paduan besi-karbon dengan
komposisi karbon dan temperatur tertentu (Gambar 2.3).

6
Gambar 2.3 Diagram fasa besi-karbon (Fe-C), (calister,2006)

Dari Gambar 2.3 diagram fasa besi-karbon (Fe–C) di atas, koordinat aksis
menunjukkan kandungan karbon hanya mencapai 6,67% (berat), pada konsentrasi
tersebut terbentuk besi karbida atau sementit (Fe 3C). Pada prakteknya, semua baja
dan besi cor mempunyai kandungan karbon kurang dari 6,67%. Besi dengan kadar
karbon melebihi 2% digolongkan ke dalam besi cor jika kurang dari 2% maka
termasuk golongan baja.
Pada diagram fasa besi-karbon (Fe–C) terdapat empat fasa yang
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, yaitu :
1. Ferit (besi -  )
Ferit merupakan modifikasi struktur dari besi murni pada suhu
ruang. Ferit bersifat lunak dan ulet dalam keadaan murni, kekuatan
tariknya kurang dari 310 MPa. Ferit juga bersifat feromagnetik pada suhu
dibawah 770oC. Berat jenis ferit adalah 7,88 g/cm 3. Ferit mempunyai

7
struktur kubik pemusatan ruang (BCC, body center cubic), seperti terlihat
pada Gambar 2.4. Ferit juga memiliki ruang antar atom yang kecil dan
rapat sehingga tidak dapat menampung atom karbon yang kecil sekalipun.
Oleh sebab itu daya larut karbon dalam ferit rendah (< 1 karbon per 1000
atom besi), dan larutan karbon maksimum 0,025% (pada 723oC) dan hanya
0,008% pada temperatur kamar.

(a) (b)
Gambar 2.4 (a) Struktur BCC, (b) Struktur kristal ferit (calister,2006)

2. Austenit (besi - )

Austenit merupakan modifikasi besi dengan struktur pemusatan sisi (FCC,


face center cubic). Bentuk besi ini stabil pada suhu antara 912oC dan 1394 oC.
Pada suhu stabil austenit memiliki sifat lunak dan ulet sehingga mudah dibentuk
dan austenit tidak bersifat feromagnetik pada suhu manapun. Austenit dengan
struktur kubik pemusatan sisi mempunyai jarak antar atom yang lebih besar
dibandingkan dengan ferit yang berstruktur BCC. Meskipun demikian, ruang pada
struktur FCC hampir tidak dapat menampung atom karbon dan penyisipan yang
terjadi akan mengakibatkan regangan dalam struktur. Akibatnya tidak semua
ruang dapat diisi atom karbon seperti terlihat pada Gambar 2.5

(b)
(a)
Gambar 2.5 (a) Struktur FCC (b) Struktur kristal Austenit (calister, 2006)

8
3. Besi ( )
Fasa austenit bukan merupakan fasa yang paling stabil, karena pada
temperatur di atas 1394 oC struktur kristal austenit berubah kembali menjadi
struktur kubik pemusatan ruang (BCC) yang kemudian disebut besi- . Secara
umum besi-  sama dengan besi-  kecuali pada daerah suhunya, karena itu besi-
 sering disebut dengan ferit- . Daya larut karbon dalam ferit-  kecil, tetapi
masih lebih besar bila dibandingkan dengan ferit-, karena suhu yang lebih
tinggi.
4. Sementit (Karbida Besi)

Sementit merupakan fasa kedua yang dibentuk dari paduan besi-karbon


yang kelarutan karbonnya melebihi batas daya larutnya. Karbida besi mempunyai
komposisi kima Fe3C. Hal ini tidak berarti bahwa karbida besi membentuk
molekul-molekul Fe3C, akan tetapi kristal mengandung atom besi dan karbon
dalam perbandingan tiga lawan satu. Fe3C mempunyai sel satuan ortorombik
dengan 12 atom besi dan 4 atom karbon per sel, jadi kandungan karbon 6,7%
(berat).
Berat jenis sementit adalah 7,6 g/cm 3, Bila dibandingkan dengan austenit
dan ferit, sementit mempunyai kekerasan paling tinggi. Karbida besi dalam ferit
akan meningkatkan kekerasan, tetapi karena karbida besi murni tidak ulet, karbida
besi tidak dapat menyesuaikan diri dengan adanya konsentrasi tegangan sehingga
menurunkan keuletan ferit, Gambar 2.6 di bawah ini adalah contoh struktur
mikro dari ferit.

Gambar 2.6 Struktur kristal sementit

9
2.5 Puli

Puli merupakan penerus tenaga dari motor penggerak ke media yang di


kehendaki, biasanya menggunakan perantara sabuk penghubung, puli yang di
produksi di CV. Bonjor Jaya adalah puli yang terbuat dari besi cor tipe FC350
atau biasa disebut besi cor kelabu. Pada proses produksi puli, khususnya pada
proses pengecoran, tingkat kesulitan dan jumlah produk yang cacat cukup tinggi.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah komposisi dari
coran. Berikut ini merupakan gambar dari puli yang di tunjukan pada Gambar 2.7
dan diagram proses pengecoran logam yang diperlihatkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.7 Puli

10
Pengolahanpasir Bahanbaku

Pembuatan peleburan
pola

Penuanganke
Pembuatancetakan cetakan

pendinginan

Pasir bekas pembongkaran reject

coran no

yes

cleaning no

yes

machining no

yes

pemeriksaan no

yes
clea

penambalan

Barang jadi

Gambar 2.8 Diagram alir proses pengecoran logam

Berikut ini tahapan-tahapan pembuatan puli dari awal pembuatan sampai barang
jadi.
2.5.1 Pengolahan Pasir

Pasir yang paling lazim digunakan adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir
sungai, tanah lempung dan pasir silika. Di CV. Bonjor Jaya, pasir cetak yang

11
digunakan adalah Green Sand yang terdiri dari campuran tanah lempung, bentonit
dan air yang diperlihatkan pada Gambar 2.9

(a) (b)
Gambar 2.9 (a) Tanah lempung, (b) Bentonit
Pencampuran adalah langkah yang paling penting. Dalam pengolahan
pasir. Tanah lempung, air dan bahan tambahan sebagai pengikat (bentonit)
dibutuhkan untuk pasir cetak. Pengukuran yang tepat dari jumlah bahan-bahan
tersebut pencampurannya sangat penting. Di dalam pengolahan pasir, CV. Bonjor
Jaya masih dilakukan secara manual dengan masing-masing kadar yaitu: tanah liat
30%, tanah pasir 50%, air 15%, bahan pengikat / bentonit 5%.
Bentonit biasa di tambahkan pada saat pembuatan cetakan pasir jika di
rasa pasir tersebut kurang menyatu,selain itu bentonit juga sering di tambahkan
pada pasir cetak untuk pembuatan puli yang berukura kecil, seprti puli yang
berukuran 2 in-6 in. Gambar di bawah ini adalah proses pembersihan pasir dari
kotoran atau sampah(Gambar 2.10)

Gambar2.10 Poses pengayakan pasir secara manual

12
2.5.2 Pembuatan Pola

Pola yang dipergunakan untuk pembuatan cetakan produk coran dapat


digolongkan menjadi pola logam seperti terlihat pada Gambar 2.11 dan pola kayu
(termasuk pola plastik). Pada pembuatan puli ini, pola yang digunakan adalah pola
logam. Pola logam digunakan agar dapat menjaga ketelitian ukuran benda coran,
terutama dalam produksi masal, sehingga pola harus tahan lama dan memiliki
produktivitas tinggi.

Gambar 2.11 Pola puli

2.5.3 Pembuatan Cetakan

Cetakan yang digunakan adalah cetakan yang dibuat dengan


tangan.bahan yang digunakan terdiri dari campuran tanah lempung, tanah pasir
dan air. Biasanya pasir cetakan dicampur dengan bahan pengikat (bentonit)
terlebih dahulu agar lebih mudah merekat atau dimampatkan, bentonit juga bisa di
tambahkan jika produk yang di buat berukuran kecil dengan bentuk yang sulit.
Pembuatan cetakan pasir biasanya dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1. Papan cetakan diletakkan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar
mendatar.
2. Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan di atas papan cetakan.
Rangka cetakan harus cukup besar sehingga tebalnya pasir 30-50 mm.
Letak saluran turun ditentukan terlebih dahulu.

13
3. Pasir muka yang telah diayak ditaburkan untuk menutupi permukaan pola
dalam rangka cetak. Lapisan pasir muka dibuat setebal 30 mm.
4. Pasir cetak ditimbun di atasnya dan dipadatkan dengan penumbuk. Dalam
penumbukan ini harus dilakukan secara hati-hati agar pola tidak terdorong
langsung oleh penumbuk. Selanjutnya pasir yang tertumbuk melewati tepi
atas dari rangka cetakan digaruk dan cetakan diangkat bersama dengan
pola dari papan cetakan.
5. Cetakan dibalik dan diletakkan pada papan cetakan, dan setengah pola
lainnya bersama-sama rangka cetakan untuk cup dipasang di atasnya,
kemudian bahan pemisah ditaburkan di permukaan pisah dan di
permukaan pola.
6. Batang saluran turun dan pola penambah dipasang, kemudian pasir muka
dan pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan dipadatkan. Selanjutnya
cup dipisahkan dari drag dan diletakkan mendatar pada papan cetakan.
Pengalir dan saluran turun dibuat dengan menggunakan spatula, Pola untuk
pengalir dan saluran dipasang sebelumnya yang bersentuhan dengan pola utama,
jadi tidak perlu dibuat dengan spatula. Kemudian pola diambil dari cetakan, di
bawah ini adalah gambar cetakan puli seperti di tunjukan pada Gambar 2.12

Gambar 2.12 Cetakan puli

14
2.5.4 Bahan baku

Bahan baku yang di gunakan adalah jenis besi cor kelabu, sebelum di olah
bahan baku yang berukuran terlalu besar harus di potong menjadi lebih kecil agar
proses peleburan lebih mudah di lakukan.
Bahan baku yang biasanya di gunakan di cv bonjor jaya adalah:
1. Bekas rumah pompa sentrifugal.
2. Produk yang gagal cetak
3. Sisa pengecoaran yaitu dari saluran turun saat penuangan coran,
4. Semua jenis besi tua yang memenuhi syarat besi cor kelabu, dan lain-
lain seperti terlihat pada Gambar 2.13

Gambar 2.13 Bahan baku puli

2.5.5 Peleburan
Proses pengecoran menggunakan kupola dengan kapasitas 1 ton. Kupola
ini dibuat dari silinder baja yang tegak, dilapisi dengan batu tahan api. Bahan baku
logam dan kokas diisikan dari pintu pengisi. Udara ditiupkan kedalam kupola
melalui tuyer, kokas terbakar dan bahan logam mencair. Logam cair dan terak
dikeluarkan melalui lubang-lubang keluar pada dasar kupola. logam dipanaskan
langsung oleh panas pembakaran dan kokas yang mengakibatkan logam mencair.
Konstruksi kupola ini dibagi menjadi beberapa daerah, sesuai dengan keadaan
bahan baku dalam kupola, daerah-daerah tersebut adalah:

15
1. Daerah pemanasan mula, adalah bagian dari pintu pengisian sampai di
tempat dimana logam mencair. Selama turun di daerah ini, logam
mengalami pemanasan pula.
2. Daerah lebur, ialah bagian atas dari kopula, dimana logam mencair.
3. Daerah panas lanjut, adalah bagian dari bagian bawah daerah lebur sampai
rata dengan tuyer. Logam cair dipanaskan lanjut selama turun melalui
daerah ini.
4. Daerah krus, adalah bagian dari tuyer sampai kupola. Logam cair dan
sebagian kecil terak ditampung di daerah ini.
5. Daerah oksidasi, ialah bagian dari tuyer sampai rata tengah-tengah alas
kokas. Dalam daerah ini kokas dioksidasi oleh udara yang ditiupkan melalui
tuyer.
6. Daerah reduksi, ialah bagian atas dari daerah oksidasi, dimana yang timbul
didaerah oksidasi, direduksi oleh kokas. Didalam kopula inilah, bahan baku
yang berupa besi bekas dan besi kasar dipanaskan hingga mencapai
temperatur sekitar 1540o C, sehingga menjadi logam cair, dan siap
dituangkan kedalam cetakan.
Adapun langkah-langkah untuk melakukan pengecoran dengan menggunakan
dapur kupola adalah sebagai berikut :
a. Persiapan
Biasanya mempersiapkan kupola dimulai dengan memperbaiki lapisan
yang telah kena erosi selama pemakaian yang lalu. Mula-mula pintu
dasarnya dibuka dan baru tempat-tempat yang kena erosi diperbaiki
setelah bagian dalam dari kupola mendingin. Terak, kokas dan besi yang
melekat pada dinding di daerah lebur dibuang dengan pahat sampai bata
api asli terlihat. Selanjutnya lapisan diperbaiki dengan bata tahan api atau
bahan penambah, sampai keukuran semula. Juga dilakukan perbaikan
tuyer dan lubang cerat dengan memperhatikan ukuran, bentuk dan
sudutnya. Setelah perbaikan dinding dan lubang-lubang selesai, pimtu
dasar ditutup dan pasir cetak ditebarkan diatasnya setebal 30 mm sampai
50 mm, kemudian pasir dasar ditaburkan diatasnya dan dipadatkan. Dasar

16
dibuat miring kearah lubang cerat dengan kemiringan 5/1000 sampai
10/1000, untuk memberikan hasil yang baik pada pengeluran besi cair.
b. Penyalaan
Setelah kupola dan dikeringkan selama 2 hari, penyalaan harus
disiapkan kira-kira 3 sampai 4 menit sebelum jadwal waktu pengeluaran.
Pada permulaan, dilakukan pembakaran dengan memakai burner disertai
tiupan, alas kokas langsung dapat dinyalakan tanpa memakai kayu bakar.
Kalaupun api pembakaran telah mencapai bagian atas dari alas kokas,
lubang-lubang pengintip ditutup dan ditiupan mulai dilakukan selama tiga
sampai lima menit. Selama tiupan mula, alas kokas harus diatur sampai
mencapai tinggi yang benar, yaitu diukur dari pintu pengisian sebesar 1,5
sampai 1,8 kali diameter dalam. Jumlah bahan muatan dihitung berdasarkan
daftar penyusunan bahan.
Berat satuan muatan logam disarankan sebesar 1/10 sampai 1/15 dari
laju peleburan tiap jam. Jumlah muatan kokas ditentukan berdasarkan
perbandingan besi terhadap kokas, sedangkan jumlah batu kapur sebagai
sumber terak 25% samapi 35% dari berat kokas. Urutan pemuatan pertama
adalah batu gamping, kemudian logam, kokas, dan selanjutnya berulang.
Yang perlu untuk diperhatikan disini adalah ukuran data dimensi dari logam
haruslah seragam, sehingga untuk besi bekas yang besar-besar, biasanya
dipotong-potong terlebih dahulu dengan ukuran yang sesuai.
c. Cara Operasi
Setelah bahan-bahan dimuatkan sampai mencapai bagian bawah pintu
pengisian, logam dipanaskan selama 15 sampai 20 menit tanpa tiupan.
Setelah pemanasan mula mulai dilakukan tiupan udara. Tetesan besi dapat
dilihat melalui lubang pengintip 3 atau 4 menit setelah tiupan dimulai.
Biasanya pembukaan pertama dari lubang cerat dilakukan 20 menit setelah
tiupan pertama dimulai dalam kupola, panas yang terjadi karena reaksi
eksotermis antar O2 dalam udara yang ditiupkan dan kokas akan mencairkan
logam, membentuk terak, memindahkan kotoran kedalam terak dan

17
mereduksi oksida-oksida. O2 dalam udara melalui tuyer menyebabkan
oksidasi:
C + O2  CO2…………………………………….(1)

Kokas terbakar pada daerah ini, yang mempunyai temperatur tinggi dalam
tanur. Dan daerah inilah yang disebut daerah oksidasi.

Sedangkan bagian atas dari daerah ini adalah daerah reduksi


dimana CO yang terjadi di daerah oksidasi sebagian dirubah menjadi CO
oleh reaksi reduksi sebagai berikut:

CO2 + C  2CO…………………………………(2)

Reaksi ini adalah reksi endotermis dan di percepat jika


temperaturnya bertambah.

Reaksi (1) dan (2) terjadi jika kokas bersentuhan dengan udara tiup. Oleh
karena itu tempat dimana terjadinya reaksi itu secara efektif dan distribusi
gas cerobong, di pengaruhi oleh ukuran kokas, volume udara tiup, ukuran
tuyer dan factor-faktor lain. Dalam peleburan kupola adalah penting adalah
untuk mengatur kedudukan daerah oksidasi dan reduksi, sebab hal itu akan
mempengaruhi mutu logam cair.
Logam cair yang pertama mempunyai temperatur yang rendah (400-
500oC) dan mempunyai perubahan trion komposisi yang besar. Karena itu
ia tidak dipakai untuk coran. Untuk mendapatkan logam cair yang
bertemperatur tinggi sejak permulaan, perlu digunakan alas kokas yang
tinggi, tiupan udara yang lebih tinggi atau berlebih atau ditambahkan 1
sampai 2% kalsium karbida pada permukaan kokas yang pertama.
Pada proses pengeluaran logam cair, lubang cerat dibuka setelah waktu
tertentu, yaitu apabila jumlah tertentu dari logam cair telah terkumpul.
Setelah dituang, lubang cerat di tutup kembali, untuk kemudian dibuka
kembali bila jumlah logam cair yang terkumpul sudah mencukupi. Kokas,
batu gamping dan logam harus dimasukkan pada waktu-waktu tertentu
untuk mengisi kopula sampai bagian bawah dari pintu pengisian.

18
Selama proses pencairan perlu dilakukan pengecekan pada laju
pencairan, temperatur besi cair, tekanan udara tiup dan lain-lainnya, untuk
mengusahakan agar keadaan didalam kupola tetap stabil. Menjelang akhir
operasi, tekanan udara turun disebabkan penurunan temperatur. Oleh
karena itu katub udara perlu diturunkan agar volume udara tiup tetap.
Tiupan udara dihentikan sementara masih ada dua atau tiga muatan diatas
alas kokas.
Untuk menghindari melekatnya besi pada lapisan dalam tungku.
Bersamaan dengan penghentian tiupan udara, lubang intip tuyer dibuka
besi dan terak di keluarkan dari lubang cerat dan lubang terak selanjutnya
pintu dasar kupola dibuka dan isinya dijatuhkan diatas pasir yang telah di
taburkan di bawah kupola.
d. Persyaratan Operasi yang Sempurna
Dalam mencairkan besi, sifat-sifat besi selalu berubah mengikuti perubahan
keadaan tungku, walaupun tungku bekerja pada persyaratan tetap. Oleh
karena itu tungku perlu bekerja dengan persyaratan yang cocok, sesuai
dengan perubahan keadaanya.
1. Persyaratan untuk temperatur pengeluaran yang tinggi adalah:
- Tinggi efektif kupola adalah tinggi dari pertengahan sampai bagian bawah
dari pintu pengisian.
- Volume udara yang cocok
- Mempergunakan kokas yang keras mengandung sedikit abu
- Alas kokas yang tinggi
- Peniupan yang cukup sebelum tungku bekerja secara stabil
- Muatan kokas yang cukup
2. Persyaratan untuk besi bersih tanpa oksida adalah:
- Alas kokas yang tinggi
- Muatan kokas cukup
- Ukuran dan berat besi muatan sesuai dengan diameter kupola
- Mencegah kelebihan udara tiup dan tekanan lebih dari udara tiup
3. Persyaratan untuk besi yang homogen dan mempunyai komposisi kimia yang
diminta adalah:

19
- Mempergunakan tuyer yang meniupkan jumlah udara yang sama
- Menggunakan perapian muka
- Mempergunakan besi kasar yang baru yang komposisi kimianya diketahui
- Pengaturan yang lebih baik dari sekrap balik dengan penggolongan sekrap
- Mempergunakan besi yang cocok dengan diameter
- Dan lain-lain.
2.5.6 Penuangan ke Cetakan

Besi cair yang dihasilkan kupola dituang kedalam ladel yang telah dilapisi
bata tahan api. Pada proses ini dilakukan inokulasi, yaitu penambahan silikon ke
dalam cairan besi. Penambahan ferro silikon atau zat-zat pembentuk grafit dalam
jumlah yang kecil 0.05-0.25 % maka akan terbentuk grafit tipe A.
Tujuan dari inokulasi adalah:
1. Membentuk inti-inti pembekuan agar pembekuan terarah dan terkendali.
2. Penyebaran grafit yang merata.
3. Memperbaiki sifat-sifat mekanik.
Metode yang lazim digunakan untuk proses inokulasi adalah dengan cara
memasukkan inokulan ke dalam ladel sebelum besi cair dituang dari kupola ke
dalam ladel. Sebelum besi cair dituang ke dalam cetakan, besi cair dipindahkan
kedalam ladel-ladel tuang. Namun sebelum digunakan ladel ini harus terlebih
dahulu dilapisi dengan bata tahan api yang dikeringkan dengan burner gas atau
burner minyak residu selama setengah sampai satu jam. berikut ini adalah proses
penuangan cairan logam kedalam cetakan seperti di tunjukan pada Gambar 2.1

Gambar 2.14 Penuangan cairan besi kedalam cetakan

20
2.5.7 Pendinginan

Proses pendinginan dilakukan setelah cairan besi dituang ke dalam


cetakan. Proses pendinginan sendiri berlangsung selama 2-3 jam, tetapi di CV.
Bonjor Jaya, proses pendinginan dilakukan selama 1 hari, dengan tujuan untuk
mendapatkan hasil coran yang baik. Sehingga pembongkaran dilakukan sehari
setelah cairan besi dituang ke dalam cetakan. Berikut ini Gambar 2.15 adalah
gambar pada saat proses pendinginan puli.

Gambar 2.15 Proses pendinginan puli

2.5.8 Pembongkaran
Proses pembongkaran coran yang telah di dinginkan di lakukan dengan cara
mengangkat coran tersebut dari cetakannya, dengan salah satu caranya yaitu
mengungkit dengan besi.agar mempermudah proses pembongkaran coran seperti
terlihat pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16 Proses pembongkaran

21
2.5.9 Coran
Penyingkiran saluran turun dan penambahan coran dilakukan setelah coran
dilepas dari cetakan. Ada dua cara untuk melepaslan saluran turun dan
penambahan ,yaitu dengan cara mekanis dan manual. Dalam praktek di lapangan,
biasanya saluran-saluran tersebut lepas dengan sendirinya waktu dilakukan
penyingkiran pasir atau kalau belum lepas ,biasanya dilepaskan dengan cara
dipalu atau dibenturkan satu sama lain. Bekas saluran turun ini selanjutnya akan
digunakan pada peleburan selanjutnya. berikut ini Gambar 2.17 sesaat setelah
puli di lepaskan dari cetakan.

Gambar 2.17 Puli setelah pembongkaran

2.5.10 Cleaning

Setelah dilakukan pembongkaran, pasir yang melekat di permukaan benda


coran dibersihkan dengan cara disikat dengan sikat kawat.di bawah ini adalah
Gambar 2.18 puli setelah di bersihkan.

Gambar 2.18 Puli saat setelah di bersihka

22
2.5.11 Machining

Setelah melalui proses pembersihan, lalu dilakukan proses machining.yaitu


puli di bersihkan dengan cara digerinda dengan tujuan untuk meratakan
permukaan benda kerja, misalnya meratakan bekas bidang pisah dan sisa
saluran.turun dan penambah. berikut ini Gambar 2.19 pada saat permesinan.

Gambar 2.19 Proses machining

2.5.12 Pemeriksaan
Proses selanjutnya setelah proses machining adalah proses pemeriksaan
kualitas produk. Pemeriksaan produk puli terdiri atas:
1. Pemeriksaan rupa
Dalam hal ini yang diteliti adalah ketidak teraturan, inklusi pasir, retakan
dan sebagainya yang terdapat pada permukaan produk.
2. Pemeriksaan cacat dalam
Dalam pemeriksaan ini diteliti adanya cacat-cacat seperti rongga udara,
rongga penyusutan, retakan dan sebagainya yang ada dalam produk tanpa
mematahkannya.
Sebagai hasil pemeriksaan produk mengenai macam-macam cacat, bentuk,
tempat yang diteliti, keadaan produk dan lain-lainnya harus dicatat secara tepat.
Selanjutnya bagi produk yang lulus pemeriksaan, tingkat kualitasnya harus dicatat

23
secara tepat dengan jalan yang sama untuk umpan balik dalam perencanaan teknik
sedangkan untuk produk puli yang mengalami cacat ringan (tidak parah) misalnya
adanya rongga/lubang kecil pada permukaan produk, maka masih dapat diatasi
dengan cara penambalan. Di bawah ini Gambar 2.20 puli yang telah lulus
pemeriksaan.

Gambar 2.20 puli yang telah lulus pemeriksaan


2.5.13 Penambalan
Prosedur penambalan dimulai dengan menambal cacat dengan dempul
kemudian dilanjutkan dengan menghaluskan dempul dengan cara mengampelas
dan mengecat. Sedangkan untuk jenis cacat yang parah misalnya puli tidak rata
atau penyusutannya terlalu besar maka tidak bisa diperbaiki dan biasanya dilebur
kembali untuk pengecoran selanjutnya. Berikut ini Gambar 2.21 proses
penambalan puli.

Gambar 2.21 Proses penambalan

24
3.5.14 Barang jadi
Pada proses ini adalah termasuk proses akhir dari kseluruhan proses yang
telah di lakukan di atas. Untuk selanjutnya produk tersebut hanya memerlukan
satu proses tambahan yaitu puli tersebut harus di cat. Proses pengecatan disini
bertujuan untuk mengindari agar produk tidak berkarat seperti terlihat pada
Gambar 2.22.

Gambar 2.22 Puli yang sudah jadi

2.5.15 Reject

Reject atau sortir adalah proses pemisahan dari produk cacat yang sudah
tidak bisa di perbaiki karena cacatnya cukup tinggi. Untuk hasil produk seperti ini
akan di kumpulkan, untuk di lebur kembali dengan bahan baku lainnya.berikut ini
Gambar 2.23 puli yang di reject.

Gambar 2.23 Contoh puli yang di reject

25
2.6 Heat treatment

Heat Treatmen adalah perlakuan panas kepada logam untuk memperoleh


sifat-sifat yang diinginkan, dengan jalan memanaskan sampai temperatur tertentu,
untuk kemudian dilakukan pendinginan ataupun penambahan unsur tertentu,
sehingga diperoleh bentuk struktur mikro, kekerasan dan sifat yang diinginkan.
Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar
butir diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan
suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.
Maksud perlakuan panas tersebut secara garis besar menyangkut:
1. Meningkatkan kekerasan dan keuletan.
2. Menghilangkan tegangan dalam
3. Melunakkan Baja atau besi.
4. Menormalkan keadaan logam biasa dari akibat pengaruh-pengaruh
pengerjaan dan perlakuan panas sebelumnya.
5. Menghaluskan butir-butir kristal atau kombinasi dari maksud-maksud
tersebut diatas
Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu :
a. Softening (pelunakan) : adalah usaha untuk menurunkan sifat mekanik
agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang sudah
dipanaskan didalam tungku (annealing) atau mendinginkan dalam udara
terbuka (normalizing). Contoh : annealing, normalizing, tempering.
b. Hardening (pengerasan) : adalah usaha untuk meningkatkan sifat material
terutama kekerasan dengan cara celup cepat (quenching) material yang
sudah dipanaskan ke dalam suatu media quenching berupa air, air
garam, maupun oli. Contoh : surface hardening dan quenching.
2.6.1 Hardening

Hardening adalah perlakuan panas terhadap baja/besi dengan sasaran


meningkatkan kekerasan alami baja. Perlakuan panas menuntut pemanasan
benda kerja menuju suhu pengerasan didaerah atau di atas daerah kritis dan
pendinginan berikutnya secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis.
Akibat penyejukan dingin dari daerah suhu pengerasan ini dicapailah suatu
keadaan paksa bagi struktur besi yang membentuk kekerasan. Oleh karena

26
itu maka proses pengerasan ini di sebut juga pengerasan kejut atau
pencelupan langsung kekerasan yang tercapai pada kecepatan pendinginan
kritis (martensit) ini di iringi kerapuhan yang besar dan tegangan
pengejutan.
Pada setiap operasi perlakuan panas, laju pemanasan merupakan
faktor yang penting. Panas merambat dari luar ke dalam dengan kecepatan
tertentu bila pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih panas dari
bagian dalam oleh karena itu kekerasan di bagian dalam benda akan lebih
rendah dari pada di bagian luar, dan ada nilai batas tertentu. Namun, air
garam atau air akan menurunkan suhu permukaan dengan cepat, yang
diikuti dengan penurunan suhu di dalam benda tersebut sehingga di peroleh
lapisan keras dengan ketebalan tertentu
2.6.2 Quenching
Quenching adalah proses pendinginan setelah mengalami pemanasan.
Media quenching dapat berupa oli, air, udara sesuai dengan material yang
diquenching. Dimana kondisi sangat mempengaruhi tingkat kekerasan.
Pada quenching proses yang paling cepat akan menghasilkan kekerasan
tertinggi. Jika suatu benda kerja diquench ke dalam medium quenching,
lapisan cairan disekeliling benda kerja akan segera terpanasi sehingga
mencapai titik didihnya dan berubah menjadi uap seperti terlihat pada
Gambar 2.24 berikut adalah 3 tahap pendinginan

Gambar 2.24 Diagram Tahap Pendinginan

27
a. Media Pendingin

Untuk proses quenching kita melakukan pendinginan secara cepat


dengan menggunakan media oli. Semakin cepat logam didinginkan maka akan
semakin keras sifat logam itu. Karbon yang dihasilkan dari pendinginan cepat
lebih banyak dari pendinginan lambat. Hal ini disebabkan karena atom karbon
tidak sempat berdifusi keluar dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk
struktur tetagonal yang ruang kosong antar atomnya kecil, sehingga kekerasanya
meningkat.
Untuk mendinginkan bahan di kenal berbagai macam bahan. dimana
untuk memperoleh pendinginan yang merata maka bahan pendinginan tersebut
hampir semuanya di sirkulasi, contohnya yaitu :
1. Air
Air memberi pendinginan yang sangat cepat.
2. Minyak / Oli
Minyak / oli juga memberi pendinginan yang cepat
3. Udara
Udara memberi pendinginan yang perlahan-lahaN. Udara tersebut ada
yang disirkulasi dan ada pula yang tidak disirkulasi.
b. Holding Time ( Waktu Tahan )
Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari
suatu bahan pada proses quenching dengan menahan pada temperatur
pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur
austenitnya homogen. Pada proses holding time sangat diperlukan untuk
menghasilkan kelarutan karbon pada baja, semakin lama holding timenya
maka semakin banyak karbon yang berdifusi dengan besi seperti terlihat
pada Gambar 2.25 berikut ini.

28
Gambar 2.25 Grafik proses heat treatment

2.7 Pengujian Spesimen

2.7.1 Uji Komposisi Kimia

Uji komposisi merupakan pengujian yang berfungsi untuk


mengetahui berapa besar atau berapa banyak jumlah suatu kandungan
yang terdapat pada suatu logam, baik logam ferro maupun logam non
ferro. Uji komposisi biasanya dilakukan ditempat pabrik-pabrik atau
perusahaan logam yang jumlah produksinya besar, ataupun juga
terdapat di Instititut pendidikan yang khusus mempelajari tentang
logam.
Proses pengujian komposisi berlangsung dengan pembakaran
bahan menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari
suhu rekristalisasi terjadi penguraian unsur yang masing-masing beda
warnanya. Penentuan kadar berdasar sensor perbedaan warna. Proses
pembakaran elektroda ini tidak lebih dari tiga detik. Pengujian
komposisi dapat dilakukan untuk menentukan jenis bahan yang
digunakan dengan melihat persentase unsur yang ada.

29
2.7.2 Uji Kekerasan

Kekerasan Ketahanan bahan terhadap indentasi secara kualitatif


menunjukan kekuatannya (Shackelford, 1976). Skala yang lazim dalam
pengujian kekerasan antara lain skala Brinell, Vickers, Rockwell dan Knop
Tabel 2.5 keterangan spesifikasi masing-masing logam
Kekuatan Tarik Kekerasan
Jenis logam Keuletan (%)
(MPa) (BHN)
2
kg mm

Besi dan baja


Besi cor kelabu 110-207 0-1 100-150
Besi cor putih 310 0-1 450
baja 276-2070 12-15 110-500
Bukan besi
Aluminium 83-310 10-35 30-100
Tembaga 345-689 5-10 50-100
Magnesium 83-345 9-15 30-60
Seng 48-90 2-10 80-100
Titan 552-1034 - 158-266
Nikel 414-1103 15-40 90-250

Tabel 2.5 merupakan sifat dari logam yang sering dipergunakan dalam
pengecoran logam sedangkan alat yang di gunakan dalam pengujian kekeransan
yang kami gunakan adalah jenis Rockwell (Gambar 2.26). dan jenis identer yang
digunakan adalah indikator intan kerucut

a b
Gambar 2.26 (a) Alat uji kekerasan Rockwell, (b) Indikator Intan Kerucut

30
2.7.3 Uji Struktur Mikro
Untuk mengetahui struktur mikro dari suatu logam pada umumnya
pengujian dilakukan dengan reflek pemendaran (sinar), pada pemolisan atau etsa,
tergantung pada permukaan logam uji polis, dan diperiksa langsung di bawah
mikroskop atau dietsa lebih dulu, baru diperiksa di bawah mikroskop, dibawah ini
Gambar 2.27 alat yang di gunakan untuk pengujian struktur mikro.

Gambar 2.27 Mikroskop Olympus BX 416

Adapun beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian


struktur mikro, yaitu:
1. Pemotongan (sectioning)
Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi
mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel
tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada
umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang
diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif.
Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga
menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau
kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan
kemudahan pemotongan pula.
Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah
yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai
contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami
kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan

31
(pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian
dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari
daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong,
harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh
karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang
memadai.
2. Pemegangan (mounting)
Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak
beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan
pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang
berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll.
Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut
harus ditempatkan pada suatu media (mounting). Secara umum syarat-
syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah:
 Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)
 Sifat eksoterimis rendah
 Viskositas rendah
 Penyusutan linier rendah
 Sifat adhesi baik
 Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
 Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk
ketidakteraturan yang terdapat pada sampel
 Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan
mounting harus kondusif
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan
jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting
menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin
(castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan
castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana
dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan.
Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik
(lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras.

32
3. Pengamplasan kasar (grinding)
Grinding dilakukan dengan menggunakan disc pengamplasan yg
ditutup dengan Silicon carbide kertas dan air. Ada sejumlah ukuran
amplas, yaitu 180, 240, 400, 1200, butir Silicon carbide per inci persegi.
Ukuran 180, menunjukkan kekasaran dan partikel ini adalah ukuran untuk
memulai operasi pengamplasan. Selalu menggunakan tekanan langsung di
pusat sampel. Lanjutkan pengamplasan hingga semua noda kasar telah
dihapus, permukaan sampel rata, dan semua goresan yang pada satu posisi.
Hal ini membuat mudah untuk dilihat ketika goresan semuanya telah
dihapus.
Setelah operasi pengamplasan selesai pada ukuran amplas 1200, cuci
sampel dengan air diikuti oleh alkohol dan keringkan sebelum dipindah ke
polish. Atau juga dapat tahap ini ukurannya 240, 800, 1000, 1500. Berikut
adalah beberapa tahap dalam pengampelasan, yaitu:
 Persiapan, tahap ini adalah tahap dimana melakukan pemilihan amplas
yang dimulai dengan menggunakan amplas dengan nomor yang paling
rendah (kasar) dan juga ditambah dengan penggunaan air dengan
tujuan supaya tidak terjadi gesekan antara permukaan spesimen dengan
amplas yang dapat mengakibatkan percikan bunga api.
 Abrasion damage, adalah tahap menghaluskan permukaan dari
spesimen dengan menggunakan amplas dari nomor rendah (nomor
360) ke nomor yang paling tinggi (nomor 2000) sampai permukaan
dari spesimen yang diuji rata dan tidak ada lagi scratch pada material
bila dilihat di mikroskop.
4. Pemolisan (polishing)
Tahap polishing bertujuan untuk menghasilkan permukaan
spesimen yang rata dan mengkilap, tidak boleh ada goresan yang
merintangi selama pengujian. finish lap merupakan tahap penghalusan
akhir material dengan menggunakan kain yang telah diolesi polisher agar
permukaan mengkilap dan rata atau bias disebut juga dengan polishing.
Polish yang terdiri dari disc pengamplasan ditutup dengan kain lembut
penuh dengan partikel berlian (ukuran 6 dan 1 mikron) dan minyak

33
pelumas yang berminyak. Mulai dengan ukuran 6 mikron dan terus
menggosok sampai goresan hilang
5. Etsa (etching).
Etching digunakan dalam metallography untuk memperlihatkan
mikrostruktur dari spesimen dengan menggunaka mikroskop. Specimen
yang akan dietching harus dipolish secara teliti dan rata serta bebas dari
perubahan yang disebabkan deformasi pada permukaan specimen, alur
material, pullout, dan goresan.
Meskipun dalam mikrography beberapa informasi sudah dapat
diketahui tanpa proses etching, tetapi mikrostruktur suatu material
biasanya baru dapat terlihat setelah dilakukan pengetsaan. Hanya sekitar
10% informasi yang dapat terlihat tanpa proses etching. Hanya reaktan,
pori, celah, dan unsur non-metalik lainya yang dapat diamati hanya
dengan polishing, selebihnya diperlukan etching. Secara umum tujuan
dari etching adalah:
 Memberi warna pada permukaan benda uji sehingga tampak jelas
ketika diamati dengan mikoskop (color enhancement)
 Menimbulkan korosi sehingga memperjelas batas butir
 Meningkatkan kontras antar butir dan batas butir (optical
enhancement of contrast)
 Mengidentifikasi fasa pada suatu spesimen (anodizing process)
6. Pemotretan (photo)
Dimaksudkan untuk mendapatkan gambar dari struktur kristal
yang dimaksud. Untuk mendapatkan foto mikrografi yang tajam,
variabel berikut harus terkontrol yaitu penghilangan getaran, pelurusan
pencahayaan, penyesu-aian warna cahaya terhadap korelasi objek,
menjaga kejernihan objek, penyesuaian daerah pengamatan, dan lubang
diagram serta kecepatan fokus.
2.7.4 Porositas

Porositas adalah suatu cacat atau void pada produk cor yang dapat
menurunkan kualitas benda tuang. Salah satu penyebab terjadinya porositas pada
penuangan paduan aluminium adalah gas hidrogen. Gas hidrogen ini dapat

34
terbentuk karena logam cair saat proses pengecoran dimulai, dapat beroksidasi
dengan gas karbon monoksida dan karbon dioksida. Porositas oleh gas hidrogen
dalam benda cetak paduan aluminium silikon akan memberikan pengaruh yang
beruk pada kekuatan serta kesempurnaan dari benda tuang tersebut.
Cacat produk cor dapat dikategorikan atas: major difect dan minor difect.
Major difect yaitu cacat produk cor yang tidak dapat diperbaiki, sedangkan minor
defect adalah cacat yang masih dapat diperbaiki dengan perbaikan ekonomis.
Cacat porositas termasuk dalam major defect, penyebab utama timbulnya cacat
porositas pada proses pengecoran adalah:
1. Temperatur penuangan yang tinggi
2. Gas yang terserap dalam logam cair selama proses penuangan.
3. Cetakan yang kurang kering
4. Reaksi antara logam induk dengan uap air dari cetakan.
5. Kelarutan hidrogen yang tinggi
6. Permeabilitas pasir yang kurang baik.

Perhitungan apparent density adalah pengujian densitas produk coran dengan


menggunakan piknometer. Untuk menghitung densitas hasil pengecoran piston
digunakan Persamaan 4.1 dan 4.2 berikut ini.
Rumus perhitungan porositas
A = berat benda di udara
A l = berat benda di dalam air
B = A+ ρair
C = 2.1

Berat benda tanpa air = B-C


Vb = volume keseluruhan

2.2
Total potositas = X100% 2.3

35

Anda mungkin juga menyukai