NAMA : ZAINAL
NIM :
2021
ANALISIS KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI DOKTER
dilakukan agar Undang-undang yang berisi tentang aturan kesehatan lebih bisa dicapai
dari UU lama, membuktikan bahwa kedua UU ini masih menjadi landasan dikembangkan
UU kesehatan serta beberapa PP, Kebijakan terkait pelaksanaan kegiatan bidang kesehatan
Malpraktek adalah sering dikenal dengan kelalaian medis, tapi perlu dipahami
bahwa tidak semua kegagalan medis menjadi Malpraktek. Menurut World Medical
Association (1992) tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis. Suatu
peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat
dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien
tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek. Jadi, jika kegagalan medis itu
mengandung unsur kelalaian medis maka baru bisa disebut sebagai Malpraktek.
Berbagai upaya dilakukan Rumah Sakit dalam mencegah Malpraktek adalah salah
satunya dengan meningkatkan mutu Rumah sakit terkait semua aspek yang ada
berdasarkan standar RS yang terkait. Jika RS yang terkait tidak mampu mencapai
standar pada kondisi tertentu maka hendaknya merujuk pada RS lain sesuai
atas tindakan yang akan diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa RS harus
memiliki petunjuk operasional yang jelas dan terstandar bahwa apapun tindakan
yang dilakukan terkait pasien, harus mendapat persetujuan dari keluarga pasien
jadi jika terjadi hal yang buruk sebagai dampak dari tindakan medis maka tidak
dilakukan sebagai antisipasi jika data tentang riwayat kesehatan pasien jatuh
pada pihak ketiga, maka dikhawatirkan akan berdampak buruk pada pasien
asuhan, dan tindakan yang dilakukan. Ini merupakan dokumen penting dari
tenaga kesehatan, agar jika terjadi efek buruk terkait tindakan medis maka
dokumen ini bisa menjadi bukti bahwa tindakan medis sudah sesuai prosedur
mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang sesuai. Contoh kasus ini sering
langsung merujuk pada yang lebih memenuhi standar, ataau seperti proses
“Dokter Tak Pernah Salah?” oleh Mardiyah Chamim, Agung Rulianto, Gita
bintara pensiunan angkatan udara itu mungkin tak perlu kehilangan kaki kirinya bila
dokter tangkas menangani penyakitnya. Kini hidup pria berusia 68 tahun itu sangat
bergantung pada kursi roda. Sudargo sadar, bagi penderita penyakit gula, luka sekecil
apapun harus mendapat penanganan secepatnya. Oleh karena itu, saat kakinya lecet Mei
lalu, ia langsung datang ke Klinik Specialist Kulit di bilangan Kramat Jati. Belum habis
obat yang diberikan klinik, lukanya makin parah. Pihak klinik segera merujuknya berobat
Sudargo masih ingat betul. Saat masuk rumah sakit yang dirujuk, dia masih bisa
tegak berjalan, tak terganggu oleh luka di kelingking kakinya. Oleh dokter jaga yang
menerimanya, luka itu hanya disumpal dengan tampon. Berbekal surat asuran kesehatan
(Askes)nya, Sudargo dirawat dikelas III. Makin lama, luka bernanah itu menyebarkan bau
busuk. Perawat hanya mengganti perban dan mengguyur dengan rivanol, sementara
tampon yang dipasang tak pernah diutak-atik. Baru 3 hari kemudian, dokter datang dan
membuka tampon yang berwarna kehijauan - tindakan yang ternyata sudah sangat
terlambat. Saat itu, dokter mengambil contoh nanah dan menyuruh anak Sudargo
Meski hasil laboratorium sudah ditangan, Sudargo tak juga ditangani. “Mereka
masih akan memastikan hasil pemeriksaan nanah, 3 hari lagi”, kata Tri Sutarmi, istri
Sudargo. Tak sabar melihat luka yang sudah menyebar ke pergelangan kaki, keluarga
Sudargo memutuskan untuk memindahkannya ke rumah sakit swasta yang dinilai lebih
baik dalam menangani pasien. Namun, upaya tersebut dicegah dan pihak rumah sakit
pemerintah itu segera menurunkan 3 orang dokter untuk menangani kasus ini. Keputusan 2
rumah sakit itu, keluarganya melaporkan celaka yang dialaminya. Sekitar Juli tahun lalu,
mereka mendatangi rumah sakit pemerintah tempat pertama kali Sudargo dirawat untuk
pemerintah itu, Sudargo menerima jawaban: medical record Sudargo lengah entah kemana.
Lho?
Diskusi pun digelar. “Sekarang maunya apa?” tantang sang dokter, seperti
ditirukan Tri Sutarmi, dengan nada tinggi dalam diskusi yang emosional itu. “Kami cuma
ingin biaya pengobatan diganti”, kata Tri Sutarmi. Dari lecet kecil, mereka sudah
mengeluarkan biaya sekitar Rp. 1 Juta di rumah sakit celaka itu dan sekitar Rp. 30 Juta di
RS St. Carolus. Diakhir pembicaraan, kepala rumah sakit pemerintah itu berjanji akan
“Sampai sekarang, kami tak menerima sepersen pun. Dihubungi pun tidak”, kata
Tri. Kini Sudargo cuma bisa pasrah menjalani hidupnya dalam kondisi cacat. Kursi
rodanya pun tak bisa mengantarnya melihat kibaran spanduk raksasa bertuliskan
“Indonesia Sehat 2010 dan Sehat itu Hak Asasi Manusia (HAM)” di Monas, Jakarta, pada
Kasus diatas pada awalnya sudah terkategori pelanggaran etika dokter dengan tidak
memberikan hak pasien seperti yang tercantum pada UU Kesehatan. Dokter juga lalai
sehingga catatan medis pasien sebagai pedoman perkembangan pasien pun tidak ada.
disini ada kelemahan bahwa mediasi yang dilakukan tidak menyertakan mediator. Karena
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”. Sementara penyelesaian hanya
dilakukan secara pribadi oleh pasien dan pihak RS. Disini pihak RS juga hanya
memberikan janji akan mempertimbangkan melalui lisan yang tidak ada kekuatan hukum.
Meskipun pihak RS dan Dokter bersikeras tidak ada pelanggaran, namun dapat
hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun
yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Salah satu hak utama yang dimiliki pasien adalah hak-hak untuk memperoleh
informasi atau penjelasan, merupakan hak asasi pasien yang paling utama
yang ditandatangani oleh pasien dan atau keluarga pasien. Hal tersebut tidak
mempunyai posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan posisi pasien atau
keluarga pasien. Akan tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
konsumen jasa kesehatan maka hak dan kewajibannya juga mengikuti hak dan
1. Pelanggaran etika
Dokter tersebut telah melanggar kode etik kedokteran yang merupakan kode etik
profesi kedokteran.
2. Pelanggaran moral
Karena norma moral disini adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya
menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan
sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan manusia dilihat dari satu segi
saja, misalnya sebagai dokter. Oleh karena itu secara langsung dokter tersebut telah
3. Pelanggaran hokum
Sudah jelas bahwa disini dokter atau rumah sakit telah melakukan pelanggaran hukum
4. Pelanggaran agama
Dokter tersebut telah melanggar sumpah yang telah dilafalkan sebagai seorang dokter,
yang dilihat dari sisi agama bahwa melanggar sumpah adalah sebagai suatu pelanggaran