Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Pada abad ke-20, bioetika telah berkembang sebagai disiplin akademis dan
terapan baru akibat kemajuan teknologi di bidang biomedis. Bioetika mulai berkembang
ketika Van Rensselaer Potter menulis sebuah buku Bioethics: Bridge to the Future pada
1971. Pada tahun yang sama, The Kennedy Institute of Bioethics didirikan di
Georgetown University, Washington DC. Di tempat inilah, prinsip-prinsip etika biomedis,
(1)
yang populer di dunia kedokteran, diformulasikan oleh Beauchamp dan Childress.
Prinsip-prinsip itu terdiri atas empat kaidah dasar dan empat kaidah turunan.
Empat kaidah dasar yang dimaksud adalah: (1) Beneficence (melakukan perbuatan
baik atau memberikan manfaat bagi orang lain) (2) Non-maleficence (tidak melakukan
perbuatan merugikan atau menyakiti orang lain) (3) Respect for Autonomy
(menghormati kebebasan atau keinginan orang lain), dan (4) Justice (bersikap adil pada
setiap orang berdasarkan prinsip keadilan distributif dan keadilan sosial).
Sedangkan empat kaidah turunan terdiri atas
Secara sederhana etika merupakan kajian mengenai moralitas – refleksi
terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral
dan perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas
merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan manusia. Bahasa
moralitas termasuk kata-kata seperti ’hak’, ’tanggung jawab’, dan ’kebaikan’ dan sifat
seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’ dan ’tidak sesuai’.
Menurut dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana mengetahuinya (knowing),
sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya (doing). Hubungan keduanya
adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi orang untuk
menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara yang
lain.(2)
Di Indonesia sendiri, bioetika baru berkembang dalam 20 tahun terakhir,
diprakarsai oleh pusat pengembangan etika Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta.
Bioetika semakin populer di Indonesia setelah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
mengadakan pertemuan pertama Bioetika pada tahun 2000 sekaligus mendirikan Pusat
Kajian Bioetika dan Humaniora Kedokteran. Dua tahun kemudian, dalam pertemuan
kedua, mereka membentuk Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia
(JBHKI).7 Pada 2007, diadakan program non-gelar Bioetika, Hukum Kedokteran, dan
Hak Asasi Manusia bagi pendidik klinis untuk mendidik mahasiswa kedokteran agar
memenuhi Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2006, khususnya di bidang Bioetika.
Program ini diselenggarakan DIRJEN DIKTI bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Etika

Etika ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik dan buruk sikap tindakan manusia.
Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan penyelesaiannya baik atau
tidak.
Menurut bahasa, berasal dari bahasa Yunani Ethos, yang artinya kebiasaan atau
tingkah laku. Ethic (bahasa Inggris), yang berarti tingkah laku / perilaku manusia yang
baik → tindakan yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada
umumnya.
Sedangkan dalam koteks lain secara luas dinyatakan bahwa : Etika adalah aplikasi dari
proses dan teori filsafat moral terhadap kenyataan yang sebenarnya. Hal ini
berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar dan konsep yang membimbing makhluk
hidup dalam berpikir dan bertindak serta menekankan nilai-nilai mereka. (3)
Etika bersangkutan dengan manusia secara pribadi dengan “kemanusiaannya”,
yaitu manusia yang sudah dan mampu menyadari diri sendir dalam berpikir, bersikap,
berbicara, bertingkah laku terhadap manusia lain dan (dalam) masyarakat, terhadap
Tuhan sang Pencipta dan terhadap lingkungan tempat hidup beserta seluruh isinya.
Etika sebagaimana metode filsafat, mengandung permusyawaratan dan argumen
eksplisit untuk membenarkan tindakan tertentu (etika praktis). Juga membahas asas –
asas yang mengatur karakter manusia ideal atau kode etik profesi tertentu (etika
normatif). (4)
Etika bersifat pluralistik. Setiap orang memiliki perbedaan terhadap penilaian
benar atau salah bahkan jika ada persamaan bisa saja hal tersebut berbeda dalam
alasannya. Di beberapa masyarakat, perbedaan tersebut dianggap sebagai sesuatu
yang normal dan ada kebebasan besar bagi seseorang untuk melakukan apa yang dia
mau, sejauh tidak melanggar hak orang lain. Namun di dalam masyarakat yang lebih
tradisional, ada persamaan dan persetujuan pada etika dan ada tekanan sosial yang
lebih besar, kadang bahkan didukung oleh hukum, dalam bertindak berdasarkan
ketentuan tertentu. Dalam masyarakat tersebut budaya dan agama sering memainkan
peran yang dominan dalam menentukan perilaku yang etis. (2)

Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia, etika


memberikan standar atau penilaian terhadap perilaku tersebut. Oleh karena itu, etika
(5)
terbagi menjadi empat klasifikasi yaitu:

 Etika Deskriptif: Etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa memberikan
penilaian terhadap objek yang diamati.
 Etika Normatif: Etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan
buruk, dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh manusia.
 Etika Individual: Etika yang objeknya manusia sebagai individualis. Berkaitan
dengan makna dan tujuan hidp manusia
 Etika Sosial: Etika yang membicarakan tingkah laku manusia sebagai makhluk
sosial dan hubungan interaksinya dengan manusia lain. Baik dalam lingkup terkecil,
keluarga, hingga yang terbesar bernegara.
Status dokter berbeda di setiap negara bahkan dalam satu negara. Secara
umum situasi saat ini sepertinya lebih buruk. Banyak dokter yang merasa mereka tidak
lagi dihormati sebagaimana mereka dulu dihormati. Di beberapa negara kontrol
pelayanan medis telah bergeser dengan mantap menjauhi dokter kepada manager
profesional dan birokrat yang sebagian melihat dokter sebagai penyulit dari pada
partner dalam memperbaiki pelayanan medis. Pasien yang dulunya menerima perintah
dokter tanpa ragu kadang meminta penjelasan mengenai rekomendasi yang diberikan
dokter karena berbeda dengan saran yang didapatkan dari praktisi kesehatan lain atau
dari internet. Beberapa prosedur yang dulunya hanya bisa dilakukan oleh dokter saja
sekarang dapat dilakukan oleh teknisi, perawat, atau paramedis. Selain perubahan-
perubahan ini mempengaruhi status dokter, pengobatan tetap merupakan suatu profesi
yang dihargai tinggi oleh orang yang sakit yang membutuhkan layanan.
Pengobatan juga tetap menarik banyak sekali mahasiswa yang berbakat, pekerja
keras, dan berdedikasi. Untuk memenuhi harapan pasien dan mahasiswa, penting bagi
dokter untuk memenuhi harapan pasien dan mahasiswa, penting bagi dokter untuk
mengetahui dan memberikan contoh nilai inti dari pengobatan mengetahui dan
memberikan contoh nilai inti dari pengobatan terutama belas kasih, kompeten, dan
otonomi. (2)
Etika dalam dunia kedokteran dikenal sebagai etika kedokteran. Etika
kedokteran berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan.
Dalam etika kedokteran isu – isu yang mengemuka terutama menyangkut tujuan
pengobatan, refleksi kritis terhadap suatu tindakan dan mengembangkan otonomi
dalam pengambilan keputusan dalam lingkup pasien, dokter dan pihak lain yang terkait
dalam sistem praktik kedokteran. Sedangkan etika klinis lebih menyempit lagi ke
lingkup klinis, yaitu suatu cabang praktis yang menyediakan suatu struktur pendekatan
(4)
untuk mengidentifikasi, menganalisis dan memecahkan isu etik dala praktik klinik.
Dokter sering dihadapkan dengan situasi ketidakpastian dalam membuat
keputusan, termasuk dalam membuat diagnosis, menentukan pilihan terapi atau
manajemen untuk menyelesaikan masalah klinis yang dihadapi pasien. Pembuatan
keputusan terhadap masalah-masalah klinis yang sensitif ethico-medicolegal juga
dihadapkan pada masalah yang sama yaitu ketidakpastian. Dokter harus cakap dalam
membuat keputusan klinis sekaligus ethico-medicolegal yang bisa
dipertanggungjawabkan tanpa akhirnya merasa bersalah dan berdosa. Karena itu
selain membutuhkan keterampilan clinical reasoning yang baik, dokter juga
membutuhkan kemampuan ethico and medicolegal reasoning secara memadai dalam
praktik sehari-hari mereka.(6)
Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter akan selalu terkait dengan
bioetika maupun etika kedokteran gigi, yang kemudian akan diatur dalam kode etik
kedokteran gigi. Namun kini, tidak sedikit dokter gigi (drg) yang melanggar bioetika atau
etikanya sebagai seorang drg dalam menghadapi pasien, sehingga menyebabkan hal
tersebut menjadi sorotan masyarakat dan menimbulkan persepsi dikalangan
masyarakat bahwa semua drg dapat melakukannya. Segelintir drg yang melakukan
pelanggaran tersebut akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap drg,
sehingga meyamaratakan pandangan itu terhadap semua drg. Nampaknya, meskipun
drg telah berupaya melaksanakan tugas profesinya sesuai dengan standar profesi dan
rambu-rambu pelaksanaannya sesuai dengan kode etik kedokteran gigi, tetapi tetap
masih ada beberapa dokter yang menjadi sorotan masyarakat dengan berbagai
tuduhan.(3)
Penerapan ilmu dan teknologi kedokteran tidak dapat dilepaskan dari aspek sosial dan
etika. Dokter yang kurang mendalami pemahaman etika memerlukan alat bantu yang
sistematis agar mampu membuat keputusan klinis yang benar secara medis dan tepat
secara etika. (6)

B. Kaidah Bioetika Kedokteran Gigi dalam Pengambilan Keputusan Klinik

Tujuan utama pada pelaksanaan profesi kedokteran adalah untuk mengatasi


penderitaan dan memulihkan kesehatan orang yang sakit. Ada orang sakit (pasien,
penderita) dan dalam masyarakat yang sederhana sekalipun ada orang yang dianggap
mampu menyembuhkan penyakit (dukun, healer, dokter) dan obat diharapkan dapat
menolong yang sakit dengan cara apapun. Pada dasarnya, apa yang sekarang
dinamakan hubungan dokter-pasien dapat ditelusuri balik asal usulnya pada hubungan
pengobatan seperti dalam masyarakat sederhana itu, tentu ditambah dengan
kerumitan-kerumitan yang dibawa oleh perkembangan sosial, ekonomi, hubungan antar
manusia, ilmu kedokteran, teknologi, etika, hukum, bisnis dan lain-lain di zaman modern
ini. Hal yang paling mendalam dari hubungan dokter-pasien adalah rasa saling percaya.
Pasien sebagai pihak yang memerlukan pertolongan percaya bahwa dokter dapat
menyembuhkan penyakitnya. Sementara itu, dokter juga percaya bahwa pasien telah
memberikan keterangan yang benar mengenai penyakitnya dan ia akan mematuhi
semua petunjuk dokter. (7)
Pelayanan kedokteran yang baik adalah yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat, bermutu dan terjangkau. Untuk dapat memberikan pelayanan kedokteran
paripurna bermutu (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) bukan saja ditentukan
oleh pengetahuan dan keterampilan, melainkan juga oleh perilaku (professional
behaviour), etik (bioethics) dan moral serta hukum.(7)

Dalam penanganan pasien di klinik, setelah indikasi medis, pengelolaan juga


ditentukan oleh “seni” berbasis dari kaidah dasar bioetik. Asas prima facie
mengisyaratkan kaidah dasar bioetik yang lama akan ditinggalkan, diganti dengan
kaidah yang baru yang lebih abash (ceteris paribus). Empat kaidah dasar moral
(bioetika), meliputi:
a) Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Pertama, setiap
individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak
untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya
berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.
Dalam konteks autonomy, prima facie disini muncul (berubah menjadi atau dalam
keadaan) pada sosok pasien yang dewasa dan berkepribadian matang untuk
menentukan nasibnya sendiri.
Prinsip Autonomy :
• Prinsip autonomy adalah dasar dari doktrin informed consent :
• Tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari
pasien tersebut, setelah ia diberi informasi dan memahaminya

b) Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga


harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya
(patient welfare). Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong,
lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.
Beneficence digunakan ketika pasien merupakan kondisi yang wajar dan berlaku
pada banyak pasien lainnya, sehingga dokter akan melakukan yang terbaik untuk
kepentingan pasien. Dokter telah melakukan kalkulasi dimana kebaikan yang akan
dialami pasiennya akan lebih banyak dibandingkan dengan kerugiannya. Prinsip
prima facienya adalah sesuatu yang berubah menjadi atau dalam keadaan yang
umum. (8)
Prinsip Beneficence :
1. Prinsip positive beneficence

- Prevent evil or harm

- Remove evil or harm

- Do or promote good

2. Prinsip balancing of utility/proportionality

- Balancing of benefit and harm

c) Tidak berbuat merugikan (non-maleficence). Praktik kedokteran harus memilih


pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya.
Dalam konteks prima facienya adalah ketika pasien (berubah menjadi atau dalam
keadaan) gawat darurat dimana diperlukan suatu intervensi medic dalam ranka
penyelamatan nyawanya. Atau konteks ketika menghadapi pasien yang renta,
mudah dimarjinalisasikan dan berasal dari kelompok anak-anak atau orang uzur
ataupun juga kelompok perempuan (dalam konteks isu gender). (8)
Prinsip Non Maleficence :
1. Primum non nocere (Utamakan kebaikan)
2. Above all do no harm
3. Satu continuum dengan beneficence :
• Not to inflict evil or harm
• Prevent evil or harm
• Remove evil or harm
• Do or promote good
4. Prinsip double effect
• Tindakan yang merugikan tidak selalu dianggap tindakan yang buruk

d) Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik,


agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status
perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap
dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien
yang menjadi perhatian utama dokter.
Prima facienya pada (berubah menjadi atau dalam keadaan) konteks membahas
hak orang lain selain diri pasien itu sendiri. Hak orang lain ini khususnya mereka
yang sama atau setara dalam mengalami gangguan kesehatan di luar diri pasien,
serta membahas hak-hak social masyarakat atau komunitas sekitar pasien. (8)

Prinsip Justice :
1. Justice : Fairness (orang perorangan)
- Seseorang menerima yang selayaknya dia terima
2. Distributive Justice (masyarakat)
- Distribusi sumber daya alam masyarakat

Dalam dunia kedokteran, fondasi moral hubungan dokter pasien adalah inti etika
kedokteran. Pembahasan dalam etika kedokteran lebih dititikberatkan pada fondasi
moral yang mengatur hubungan dokter-pasien. Konsep hubungan ini akan lebih
mempertajam keputusan – keputusan klinis yang akan dibuat oleh dokter dalam
berbagai situasi, sehingga akan tersusun standar perilaku profesional.
BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan

Kaidah dasar bioetik merupakan hal yang penting sebagai seorang dokter dalam
menangani kasus-kasus yang ada di Indonesia pada pasien. Dimana KDB dapat
membantu para dokter memutuskan apa yang harus dilakukan sekaligus mengingatkan
para dokter bahwa ada hal-hal yang harus dilakukan pada pasien sebelum bertindak
dan jika hal yang itu tak kita lakukan maka akan berakibat fatal bagi dokter itu sendiri.
Dan kita juga para calon dokter dididik tentang hal ini agar dapat mengerti bahwa dokter
bukan hanya mengobati tapi juga menghormati pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Henky H. Pelayanan Etika Klinis. J Etika Kedokt Indones. 2018;2(2):59.

2. Williams JR. PANDUAN ETIKA MEDIS. 1st ed. dr. Sagiran, editor. Yogyakarta:
Pusat Studi Kedokteran Islam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta; 2004. 94 p.

3. Setiady D. ETIKA MORAL dan BIOETIKA. Jember: Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Jember; 2015. p. 2.

4. Afandi D. Kaidah dasar bioetika dalam pengambilan keputusan klinis yang etis.
Maj Kedokt Andalas. 2017;40(2):111.

5. Army AP. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas [Internet]. 2013. p. 3.


Available from: http://id.wikipedia.org/wiki/Riset

6. Romadhon Y. Pola Pikir Etika dalam Praktik Kedokteran. KalbemedCom


[Internet]. 2013;40(7):545–51. Available from:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/25_206Opini-Pola Pikir Etika dalam Praktik
Kedokteran.pdf

7. Suryadi. Prinsip Prinsip Etika Dan Hukum Dalam Profesi Kedokteran. Pertem Nas
V JBHKI. 2009;13.

8. Soempiet JA, Fakultas M, Universitas K, Krida K. Kaidah Dasar Bioetik.


2013;446(6):1–12.

Anda mungkin juga menyukai