Disusun Oleh:
Kelompok 10
Azzahra Aprizika Dikpabel ( 1920201069 )
Luthfiah Azzahra Putri ( 1920201070 )
Hubaba Aisyah Alkaff ( 1920201071 )
Segala puji bagi Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmatnya penyusun mampu menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul “Akhlak Terhadap Diri Sendiri” guna memenuhi tugas
Mata Kuliah Pendalaman Akidah Akhlak. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan
terimakasih kepada Bapak Drs. Ahmad Syarifuddin, M. Pd. I selaku dosen mata
kuliah Pendalaman Akidah Akhlak atas dedikasinya kepada kami untuk
menyelesaikan tugas makalah ini.
Dalam penyusunan makalah atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dosen atau teman
teman seperjuangan, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang metode belajar
kontemporer yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber
informasi dan referensi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa maupun
mahasiswi UIN Raden Fatah Palembang. Penulis sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari perbaikan pembuatan makalah penulis di masa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca dan teman-
teman. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada penulis dan pembaca
untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat Aamiin
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya
adalah untuk beribadah. Ibadah dalam pengertian secara umum yaitu
melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangannya dengan
penuh kesadaran dan keikhlasan. Manusia diperintahkan-Nya untuk menjaga,
memelihara dan mengembangkan semua yang ada untuk kesejahteraan dan
kebahagiaan hidup. Dan Allah SWT sangat membeci manusia yang
melakukan tindakan merusak yang ada. Maka karena Allah SWT membenci
tindakan yang merusak maka orang yang cerdas akan meninggalkan
perbuatan itu, dia sadar bahwa jika melakukan per buatan terlarang akan
berakibat pada kesengsaraan hidup di dunia dan terlebih-lebih lagi di akhirat
kelak, sebagai tempat hidup yang sebenarnya.Arti akhlak secara istilah
sebagai berikut; Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M) mengatakan bahwa
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan akhlak adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Dewasa ini moral bangsa ini semakin hancur dan hilang hal ini
terbukti dengan adanya perilaku-perilaku amoral yang dilakukan oleh
masyarakat Indonesia terutama kaum muda. Sikap amoral yang sekarang
semakin merajalela di kehidupan masyarakat dan malah sudah dianggap biasa
dan wajar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari kesalahan
orang tua dalam mendidik anaknya yang membiarkan begitu saja tanpa
dibekali adanya pengetahuan- pengetahuan agama yang dijadikan pedoman
hidup dalam mengarunggi kehidupanya didunia. Salah satu kunci utama
1
dalam membenahi akhlak bangsa ini yaitu dengan menitikberatkan pada
lingkungan keluarga dan perlu penyadaran terhadap setiap keluarga
bahwasanya pendidikan akhlak terutama pendidikan akhlak penting untuk
diajarkan dan ditanamkan dalam diri seorang anak. Dalam proses penanaman
nilai akhlak ini haruslah pertama kali ditanamkan nilai-nilai akhlak terhadap
diri sendiri karena semua hal itu dimulai dari diri kita sendiri, setelah diri kita
benar-benar tertanam nilai akhlak maka secara otomatis dapat menjalar dalam
aspek-aspek kehidupan yang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa itu Sabar ?
2. Jelaskan apa itu Iffah ?
3. Jelaskan apa itu Wara’ ?
4. Jelaskan apa itu Zuhud ?
5. Jelaskan apa itu Ikhlas dan Rela Berkorban ?
6. Jelaskan apa itu Syaja’ ah ?
7. Jelaskan apa itu Istiqamah ?
8. Jelaskan apa itu Amanah ?
9. Jelaskan apa itu Shiddiq ?
10. Jelaskan apa itu Menepati janji ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Sabar
2. Untuk mengetahui Iffah
3. Untuk mengetahui Wara’
4. Untuk mengetahui Zuhud
5. Untuk mengetahui Ikhlas dan Rela Berkorban
6. Untuk mengetahui Syaja’ ah
7. Untuk mengetahui Istiqamah
2
8. Untuk mengetahui Amanah
9. Untuk mengetahui S hiddiq
10. Untuk mengetahui Menepati janji
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sabar
1. Pengertian Sabar
Secara etimologi sabar berasal dari bahasa arab, صبرا- صبر – صيبر
yangberarti bersabar, tabah hati, berani. 1Dalam bahasa Indonesia, sabar
berarti: “tahan menghadapi cobaan, tabah, tenang, tidak tergesa-gesa, tidak
terburu-buru nafsu. 2
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah mengemukakan, sabar adalah menahan
jiwa untuk tidak berkeluh kesah, menahan lisan untuk tidak meratap dan
menahan untuk tidak menampar pipi, merobek baju dan sebagainya.
Sabar dalam istilah agama Islam adalah teguh dan tahan menetapi
pengaruh yang disebabkan oleh agama untuk menghadapi atau menentang
pengaruh yang dipengaruhi oleh hawa nafsu. 3 Kata sabar itu sendiri,
memiliki cakupan yang luas dalam alquran. Dalam buku indeks alquran
karya Afzalurrahman, konsep sabar terbagi menjadi tiga bagian,
kepentingannya dalam Islam, rahmat dan ganjarannya, serta sabar dalam
makna yang umum.
Sabar menurut Dzun Nun Al- Jauziyah adalah menahan perasaan
gelisah, putus asa, dan amarah. Sabar juga menahan lidah untuk tidak
mengeluh, serta menahan anggota tubuh untuk tidak mengganggu orang
lain. 4
Menurut Toto Tasmara sabar berarti memiliki ketabahan dan daya
tahan yang sangat kuat untuk menerima beban, ujian ataupun tantangan
1
Mahmud Yunus, kamus Arab- Indonesia, (Jakarta: yayasan penyelenggara penterjemeh/penafsiran al-
Qur’an, 1973), hlm. 211.
2
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 763
3
Al-Ghozali, Bimbingan untuk Mencapai Tingkatan Mukmin, ( Bandung: CV Diponegoro,1994 ),
hal.32 )
4
Ahmad Hadi Yasin, Dahsyatnya Sabar: Mengelola Hati untuk Meraih Prestasi”( Jakarta:Qultum
Media, 2012 ), hal.13
4
tanpa sedikitpun mengubah pengharapan demi menuai hasil dari apa yang
sudah ditanamkannya. 5
Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Mishbah, menjelaskan bahwa sabar
artinya menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenan di hati. Ia juga
berarti ketabahan. Selain itu, ia menjelaskan bahwa kesabaran secara
umum dibagi menjadi dua. Pertama, sabar jasmani yaitu kesabaran dalam
menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang
melibatkan anggota tubuh seperti sabar dalam menunaikan ibadah haji
yang menyebabkan keletihan. Termasuk pula, sabar dalam menerima
cobaan jasmaniyah seperti penyakit, penganiayaan dan sebagainya. Kedua,
sabar rohani menyangkut kemampuan menahan kehendak nafsu yang
dapat mengantar kepada kejelekan semisal sabar dalam menahan marah,
atau menahan nafsu seksual yang bukan pada tempatnya.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Allah
memberi karunia berupa akal kepada manusia yang mana dengan akal
inilah yang membedakan antara manusia dengan makhluk yang lainnya.
Oleh karena itu manusia adalah makhluk yang mukallaf (dibebani) dan
diberi cobaan, maka sabar adalah suatu kekhasan yang menonjol. Imam al-
Ghazali memberikan penjelasan dan analisisnya mengenai makna sabar
sebagai berikut :
“Sabar adalah suatu sifat khas yang dimiliki manusia, sesuatu yang
tidak dimiliki oleh binatang sebagai faktor kekurangannya, dan
malaikat sebagai faktor kesempurnaannya”
Sabar merupakan salah satu akhlak yang utama. Karena dengan sabar,
manusia akan terhindar dari perbuatan yang tercela. Kebutuhan terhadap
kesabaranmenyangkut keberhasilan dan kebahagiaan di akhirat, sangat
5
Toshihiko Izutsu, Etika Beragama dalam Qur‟an, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1993), hal.158
5
besar dan dibutuhkan. Abu Thalib al- Makky berkata dalam kitabnya Qutal
Qulub.6
“ Ketahuilah bahwa sabar itu kunci untuk masuk syurga dan
keselamatan dari neraka karena telah dinyatakan dalam hadits. “ Syurga itu
dikelilingi oleh hal- hal yang tidak disukai, dan neraka di kelilingi oleh
syahwat ”
Karena itulah seorang mu‟min perlu bersabar terhadap hal- hal yang
tidak disukai agar dapat masuk surga dan bersabar terhadap menjaga
syahwat agar dapat terhindar dari neraka.
2. Macam – Macam Sabar
Para ahli agama sepakat bahwa terdapat tiga aspek aspek sabar yakni
aspek yang menyangkut pengetahuan (makrifat), aspek keadaan hati atau
sikap (hal), dan aspek perbuatan (amal).7Aspek pengetahuan merupakan
aspek-aspek pokok yang akan memunculkan bagaimana keadaan hati atau
sikap yang akan membuahkan perbuatan.
Menurut Qordhowi sabar merupakan peran yang penting dalam
kehidupan. Adapun aspek-aspek mengenai kesabaran yakni:
a. Mengerti akan arti sabar, dalam bertindak seseorang perlu
memahami dan mengetahui apa yang dimaksud dengan sabar.
b. Meyakini arti sabar secara positif, seseorang meyakini bahwa sabar
itu merupakan sifat yang mulia untuk mencapai keberhasilan.
c. Sabar dapat dilakukan dengan cara tidak mudah marah, menahan
sakit atau kesulitan, tidak tergesa-gesa, tidak lemah dan tidak
berputus asa, tabah, tidak putus asa serta gigih dalam berjuang dan
masih banyak lagi.
Muhammad Syafi’I el-Bantani, Sabar Tanpa Batas Syukur Tiada Ujung (Jakarta: PT. Elexmedia
7
Komputindo, 2015)
6
Dari yang sudah dijelaskan mengenai aspek sabar disimpulkan bahwa
yang pertama seseorang harus mengerti atau mengetahui mengenai apa
yang dimaksud dengan sabar itu sendiri, lalu selanjutnya harus meyakini
bahwa sabar itu merupakan hal yang baik atau hal positif yang bisa
diterapkan pada kehidupan untuk mencapai keberhasilan atau kedamaian
dalam hidup.
3. Keutamaan Sabar
Sifat sabar berada pada posisi yang tinggi dan istimewa. Sifat sabar
dalam Al-Quran dikaitkan dengan beberapa macam-macam sifat mulia
lainnya. Antara lain dikaitkan dengan syukurSeperti yang tertera pada (QS.
Ibrahim 14:5) yang berbunyi
7
yang lain selain Dia, mendatangkan kerelaan-Nya terlimpah untukmu
dalam segala situasi. Walaupun bumi menyempit atas dirimu, Dia tentu
tetap melapangkannya.
B. Iffah
1. Pengertian Iffah
Secara etimologi, ‘iffah adalah bentuk masdar dari ‘affa-ya‘iffu- ‘iffah
yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Dan juga
berarti kesucian tubuh.
Secara terminologi, Al-Ghazali memberikan pengertian bahwa ‘iffah
adalah terdidiknya daya syahwat dengan pendidikan akal dan syariat.68
Sedangkan menurut Yunahar Ilyas ‘iffah adalah memelihara kehormatan
diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan
menjatuhkannya. 8
‘iffah yaitu tidak hanya memelihara kehormatan, namun juga
memelihara kesucian dari segala tuduhan-tuduhan dan fitnah. Orang yang
mempunyai sifat ‘iffah disebut ‘afif.
Nilai dan wibawa seseorang tidaklah ditentukan oleh kekayaan dan
jabatannya, dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi
ditentukan oleh kehormatan dirinya. Oleh karena itu, untuk menjaga
kehormatan diri tersebut, setiap orang haruslah menjauhkan diri dari
segala perbuatan dan perkataan yang dilarang oleh Allah SWT (syariat).
Manusia harus mampu mengendalikan hawa nafsunya, tidak saja dari
hal-hal yang haram, bahkan kadang-kadang harus juga menjaga dirinya
dari hal-hal yang halal karena bertentangan dengan kehormatan dirinya.
2. Bentuk – Bentuk Iffah
Ada beberapa betntuk Iffah diantaranya yaitu :
8
DR.H.Yunahar Ilyas, Lc., M.A., Kuliah Akhlaq Cet. VIII, LPPI, Yogyakarta, 2006, hlm. 116
8
a. Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah
seksual, seorang muslim dan muslimah diperintahkan untuk menjaga
penglihatan,pergaulan dan pakainnya. Tidak mengunjungi
tempattempat hiburan yang ada kemaksiatannya, dan tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang bisa mengantarkannya kepada perzinaan.
b. Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah
harta, islam mengajarkan, terutama bagi orang miskin untuk tidak
menadahkan tangan meminta-minta. Menjauhkan diri dari kesenangan
perutt.
C. Wara’
1. Pengertian Wara’
Wara’ secara bahasa berarti al-kaff yang berarti menjaga, yakni
menjaga menjaga diri dari hal-hal yang syubhat (tidak jelas halal dan
haramnya). Sedangkan secara istilah adalah bersikap hati-hati agar tidak
terjerumus ke dalam perkara haram.
Wara’ berasal dari bahasa arab yang memiliki arti shaleh atau
menjatuhkan diri dari perbuatan dosa.9 Dalam istilah Wara’ adalah
menjauhi perkarayang syuhbat karena takut terjatuh dalam perkara yang
haram.
Wara’ secara bahasa berarti al-kaff yang berarti menjaga, yakni
menjaga menjaga diri dari hal-hal yang syubhat (tidak jelas halal dan
haramnya). Sedangkan secara istilah adalah bersikap hati-hati agar tidak
terjerumus ke dalam perkara haram.
2. Sikap – Sikap Wara’
Ada beberapa sikap wara’ diantara lain yaitu :
9
Prof. Mahmud Yunus , Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT Mahmud Yunus WA Dzurriyyah, 2007 )
hlm. 497
9
a. Menyingkirkan akhlak tercela
Pelajar selalu menjaga dirinya dari akhlak yang tercela. Karena
akhlak tercela itu ibarat anjing. Rasulullah saw bersabda: "Malaikat
tidak akan masuk rumah orang yang di dalamnya terdapat gambar
atau anjing". Padahal orang belajar itu dengan perantara malaikat.
b. Mengurangi Makan
Terlalu banyak makan akan menimbulkan sikap malas. Sikap malas
bisa timbul akibat lendir dahak atau badan berminyak . Adapun
cara menguranginya adalah dengan cara mengurangi makan.
D. Zuhud
1. Pengertian Zuhud
Secara bahasa, lafazh zahida fiihi wa ‘anhu, zuhdan wa zahaadatan
artinya berpaling dari sesuatu, meninggalkannya karena kehinaannya
atau karena kekesalan kepadanya atau untuk membunuhnya. Lafazh
zahuda fi asy-syai’i artinya tidak membutuhkannya. Apabila dikatakan
zahida fi addunyaa artinya meninggalkan hal-hal yang halal dari dunia
karena takut hisabnya dan meninggalkan yang haram dari dunia karena
takut siksaannya.10
Adapun secara terminologis, Ibnul-Jauzy yang diringkas dari kitab
Minhajul-Qaashidiin bahwa Az-Zuhd merupakan ungkapan tentang
pengalihan keinginan dari sesuatu kepada sesuatu lain yang lebih baik
darinya. Sehingga zuhud itu bukan sekedar meninggalkan harta dan
mengeluarkannya dengan suka rela, ketika badan kuat dan ada
kecenderungan hati padanya. Namun, zuhud ialah meninggalkan dunia
karena didasarkan pengetahuan tentang kehinaannya jika dibandingkan
dengan nilai akhirat.
10
Imam Ahmad Bin Hambal, Zuhud( Jakarta: Darul Falah, 2000), hlm. 1
10
Yunus bin Maysarah bertutur: “Zuhud terhadap dunia itu bukanlah
mengharamkan yang halal dan menolak harta, tetapi zuhud terhadap
dunia ialah engkau lebih yakin dan percaya terhadap apa yang ada di sisi
Allah daripada apa yang ada padamu dan keadaan serta sikapmu tidak
berubah baik sewaktu tertimpa musibah atau tidak. Zuhud terhadap
dunia, apabila pemuji dan pencacimu kau anggap sama haknya
terhadapmu.”11
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki harta,
apakah dia zuhud? Beliau menjawab: “Apabila hartanya bertambah dan
ia tidak bangga, dan jika berkurang (habis) ia tidak akan sedih, berarti ia
zuhud.”
Menurut al-Ghozali bahwa hakikat zuhud adalah meninggalkan suatu
yang dikasihi dan berpaling darinya pada suatu yang lain yang terlebih
baik darinya karena menginginkan sesuatu di dalam akhirat. 12
Riwayat At-Turmudzi menjelaskan bahwa berzuhud di dunia
bukanlah dengan cara mengharamkan segala yang halal atau
menyianyiakan harta kekayaan. Tetapi berzuhud di dunia artinya kamu
mengencangkan genggaman tangan terhadap apa-apa yang dikuasai
Allah, dan menjadikan balasan musibah jika kamu ditimpanya lebih
kamu sukai, sekalipun musibah itu datang terus menerus.
2. Dasar – Dasar Zuhud
a. Al- Qur’an
Secara eksplisit, kata zuhud hanya disebut sekali dalam al-Qur’an,
yaitu dalam surat Yusuf ayat 20:
11
Ahmad Faridh, Pembersih Jiwa Imam Al-Ghozali, Imam Ibnu Rajab Al-Hambali, Ibnu Qayyim Al-
Jauziyah (Bandung: Pustaka, 1421 H – 2000M), hlm. 86.
12
Tamami HAG, Psikologi Tasawuf (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), hlm. 175.
11
Artinya : “ Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah,
yaitu beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya.”
b. Hadits
‘Abbas Sahl bin Sa’ad Assa’idy ra bercerita: “Telah datang datang
kepada Rasulullah seorang laki-laki dan berkata: “Wahai Rasulullah,
tunjukkanlah kepadaku suatu amal yang apabila aku mengamalkannya,
aku dicintai oleh Allah dan oleh manusia.” Rasulullah menjawab:
“Zuhudlah engkau terhadap dunia, niscaya Allah mencintaimu. Dan
zuhudlah engkau terhadap apa yang dimiliki orang, niscaya mereka
akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)
Hadits ini menunjukkan bahwa Allah mencintai orang-orang yang
zuhud terhadap dunia. Mereka berkata: “Apabila mahabbah Allah
adalah kedudukan yang paling tinggi, maka zuhud terhadap dunia
adalah hal yang paling utama.”
Selain itu, hadits riwayat Muslim, Tirmidzi, dan Nasa’i dari Abdullah
bin Asy-Syikhir r.a. ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah SAW yang
sedang membaca surah At-Takatsur, lalu ia bersabda, ‘Ibnu Adam
berseru, hartaku, hartaku. Wahai Ibnu Adam, kamu tidak memiliki harta
apapun, kecuali yang telah kamu makan, lalu membusuk, atau yang
kamu pakai lalu ia pun rusak, atau yang kamu sedekahkan lalu ia pun
lenyap.” Artinya sebagian besar harta yang kita miliki, kita pergunakan
untuk makan dan membeli baju. Padahal, keduanya pasti akan musnah.
Adapun yang abadi ialah harta yang kita sedekahkan. 13
3. Macam - Macam Zuhud
13
Wahbah Az-Zuhaili, Ensiklopedia Akhlak Muslim, Berakhlak terhadap Sesama dan Alam Semesta (
Jakarta: PT Mizan Publika, 2014), hlm. 448-449.
12
Menurut Ibnu Qayyim, zuhud itu ada beberapa macam, yaitu:
a. Zuhud dalam hal yang haram, yang hukumnya fardhu ‘ain.
b. Zuhud dalam hal yang syubhat, tergantung kepada tingkatan-
tingkatan syubhat. Apabila syubhat itu lebih kuat, ia lebih
dicondongkan kepada hukum wajib, dan jika lemah, maka ia
dicondongkan kepada sunnah.
c. Zuhud dalam hal-hal yang berlebih, zuhud dalam hal-hal yang tidak
dibutuhkan, berupa perkataan, pertanyaan, pertemuan, zuhud di
tengah manusia, zuhud terhadap diri sendiri, sehingga dia
menganggap diri sendiri hina karena Allah SWT.
d. Zuhud yang menghimpun semua itu, yaitu zuhud dalam perkara
selain Allah. Zuhud yang paling baik ialah menyembunyikan zuhud
itu sendiri dan zuhud yang paling berat ialah zuhud dalam perkara
yang menjadi bagian diri sendiri.
Barang siapa yang menjual dunia dengan akhirat, berarti ia
zuhud terhadap dunia. Dan barang siapa yang menjual akhirat
dengan dunia berarti ia pun zuhud, namun zuhud terhadap akhirat.
13
Menurut Syekh abu ali ad-Daqqaq, keikhlasan berarti mensucikan
amal-amal perbuatan dan campur tangan sesame makhluk, apakah itu
sifat memperoleh pujian ataupun penghormatan dari manusia lain 14
Seseorang yang ikhlas dalam amalannya adalah seseorang yang
berbuat sesuatu dan tidak ada pendorong apa-apa melainkan semata-mata
hanya kepada Allah SWT, serta mengharap keridhaan-Nya saja.
Keikhlasan yang demikian tidak akan tercipta melainkan dari seorang
yang betul-betul cinta kepada Allah SWT, dan tidak ada tempat
sedikitpun dalam hatinya untuk mencintai harta keduniaan.
Fudhail bin Iyadh berkata: “Tidak melakukan perbuatan demi
manusia adalah riya’, dan melakukan perbuatan demi manusia adalah
syirik (menyekutukan Allah). Sedangkan ikhlas adalah Allah
membebaskanmu dari keduanya. 15
Syafi’i r.a berkata “ Jikalau seseorang dari kalian berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk mencapai keridhaan setiap orang, niscaya ia tidak
akan menemukan jalan-jalan maka hendaklah seorang hamba
mengikhlasan amalnya kepada Allah swt”. 16Manakala unsur ikhlas tidak
ada pada perbuatan makan akan menghasilakan karakter syirik dalam
ibadah. Terjadi dari orang yang meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah,
tidak ada mudharat dan manfaat, tidak ada yang sanggup memberi dan
melarang melainkan Allah, dan sama sekali tiada Tuhan selain Allah,
akan tetapi dia tidak ikhlas karena Allah dalam perilaku dan ibadahnya,
terkadang melakukannya demi dirinya sendiri, dan terkadang demi
kepentingan dunia, kehormatan, kedudukan, reputasinya.
Tingkatan-tingkatan ikhlas menurut Hikam Ibn Athaillah:
a. Ikhlas Abidin
14
Amin Syukur,Tasawuf Kontekstual,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2003),hlm.119.
15
Abdul Hamid Al-Bilali, Darimana Masuknya Setan, (Jakarta:Gema Insani, 2005), hlm. 240.
16
Shalih Ahmad Asy-Syami,Kalam Hikmah Imam Syafi’I,(Jakarta:Cakrawala Publising,2005),hlm.65.
14
Abidin artinya ahli ibadah, jadi yang dimaksud ikhlas Abidin artinya
ikhlasnya ahli ibadah.Ikhlas Abidin yaitu beramal karena Allah dan
mengharap pahala-pahala yang dijanjikan serta menghindari siksaan-
siksaan Allah.Ikhlas Abidin ini melibatkan amal perbuatan kepada
dirinya dan meyakini bahwa ibadah itulah yang menghasilkan
manfaat yang berupa pahala dan syurga.Ikhlas semacam ini terlepas
dari Riya’ baik yang nyata maupun yang tersembunyi.
b. Muhibbin
Muhibbin artinya pecinta, ikhlasnya orang cinta yaitu beramal murni
karena Allah, semata-mata karena kecintaannya kepada Allah dank
arena keesaan Allah bukan karena pahala atau menghindari dosa.
Karena itulah rabiatul adawiyah berkata: “Tidaklah aku menyembah
Engkau karena takut neraka dan tidak pula karena ingin syurga, maka
aku nisbahkan ibadah itu kepada-Mu.
c. Ikhlas Arifin
Arifin artinya kenal atau akrab, maksutnya ikhlasnya orang yang
akrab dengan Allah yaitu memandang hatinya kepada Allah yang
menggerakkan dan mendiamkannya.Ikhlas semacam ini tidak lagi
memandang bahwa amal, usaha, atau ibadahnya itu adalah
perbuatannya tapi itu semua adalah kehendak dan daya upaya Allah
semata, sesuai dengan maksud perkataan “Laa haula walaa quwata illa
billah.”
Ikhlas adalah ruh suatu amal dan juga merupakan dasar-dasar
pokok bagi pembentukan insan muslim dalam berperilaku. Setiap
tindakan yang dikerjakan oleh seorang muslim dilakukan hanya karena
Allah SWT. Misalnya sholat, sholat merupkan ibadah yang sangat tinggi,
namun jika dalam pelaksaannya ada riya’ maka celakalah pelakunya
(tidak mendapat pahala). Demikian juga dengan zakat, jangan sampai
disebut terus menerus.Selanjutnya puasa, puasa itu harus dilaksanakan
15
dengan keikhlasan, jika tidak dengan keikhlaan maka yang diperoleh
hanyalah lapar dan dahaga, begitu pula dengan haji serta ibadah-ibadah
lainnya.Oleh karena itu, kita harus senantiasa melakukan amal shalih
dengan menjauhi riya’ serta syirik.
Ciri-ciri orang yang berbuat ikhlas dalam amalnya menurut Dzun
Num al-Misry, seorang tokoh sufi.
Pertama, memandang pujian dan celaan sama saja.
Kedua, melupakan amal yang telah dilakukan, ketika lupa untuk
memperoleh pahala atau tidak mengharapkan pahala. 17Oleh karena itu,
amal yang sedikit tapi dilandasi dengan rasa ikhlas itu lebih baik dari
pada amal yang banyak tanpa dilandasi keikhlasan.Seorang beriman sejati
menjadikan keikhlasan sebagai dasar semua amalnya, baik lahir maupun
batin. Karena ia begitu yakin bahwa Allah SWT mengetahui segala
rahasia serta apa yang disembunyikannya.
2. Faktor yang dapat merusak keihklasan manusia
a. Riya'
Riya’ adalah seseorang menampakan amalnya dengan tujuan
orang lain melihat dan memujinya. Hal ini termasuk pembatalan
ikhlas dalam islam. Dalam kitab Mufiidul ‘Uluum diterangkan
bahwa hakikat riya; adalah menuntut kedudukan dalam hati
makhluk.Seorang hamba melaukan ibadah, membangun masjid
atau pesantren, memberi sedekah, dan dia suka jika manusia
memujinya.Tujuannya adalah jadi riwayat makhluk bukan ridho
Tuhannya.Jika tujuannya adalah pujian akhluk saja, maka dia
telah musyrik.Riya’ termasuk dosa besar.Rasulullah bersabda,
“Aku tidak takut pada umatku sesuatu yang lebih aku takuti dari
syirik yang tersembunyi (asy-syirkul khafi).
17
Amin Syukur,Tasawuf Kontekstual,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2003), hlm.122.
16
b. Syirik
Sesungguhnya syirik membatalkan keikhlasan.karena seseorang
tidak memaksudkan perbuatan dan perkataanya untuk mendapat
ridha Allah, tetapi memaksudkan untuk mendapat ridha selain
Allah. Jika bersedekah, ia bertujuan agar dipuji oleh orang lain.
Jika shalat, ia bertujuan agar dilihat oleh orang lain. Jika
berbicara, ia memuji orang yang tidak pantas dipuji dengan tujuan
untuk mendapatkan manfaat pribadi. Terkadang seseorang
bermaksud untuk meraih ridha Allah dan menyertakan pada saat
yang sama mendapat ridha selain Allah, yaitu para makhluk. Ini
juga membatalkan amal dan menghilangkan pahala. Amalnya
tidak bermanfaat sama sekali disisi Allah.Allah tidak menerima
jika diri-Nya disekutukan dengan siapa pun. Imam Muslim
rahimahullah dalam kitab shahihnya dengan sanadnya sampai Abu
Hurairah menyebutkan bahwa Rasulullah bersabda, Allah
berfirman “ Aku adalah zat yang paling tidak memerlukan
persekutuan di antara yang bersekutu. Siapa yang mengerjakan
suatu amal dan di dalanya bersamaku ada selain Allah tinggalkan
dia dan sekutunya.”18Kita minta kepada Allahsemoga
membersihkan hati kita dari syirik serta menanamkan di dalamnya
keikhlasan dalam segala tingkah laku kita.
c. Ujub
Ujub merupakan sifat seseorang yang merasa dirinya bangga
dengan amal-amal yang diperbuatnya.Para ulama menerangkan
bahwa ujub merupakan sebab terhapusnya pahala seseorang,
karena Rasulullah menyebutkan bahwa ujub sebagai hal-hal yang
membinasakan. Beliau pernah bersabda yang artinya:”Hal-hal
18
Abdul Qadir Abu Faris, menyucikan Jiwa,(Jakarta:Gema Insani,2005),hlm.35.
17
yang membinasakan ada tiga yaitu: berbangganya seseorang
dengan dirinya, kikir yang dituruti, dan hawa nafsu yang
diikuti.”(HR. Al-Bazzar).
d. Sum'ah
Sum’ah adalah seseorang beramal dengan tujuan agar orang lain
mendengar amal yang ia kerjakan lalu orang lain tersebut
memujinya. Orang yang memiliki sifat sum’ah terancam tidak
akan mendapatkan balasan dari Allah. Rasulullah pernah bersabda
yang artinya “ Barang siapa yang memperdengarkan amalnya
maka Allah akan memperdengarkan kejelekan niatnya dan barang
siapa yang beramal karena riya’ maka Allah akan membuka
niatnya di hadapan manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Cara Menerapkan Ikhlas dalam kehidupan Sehari-Hari
Ikhlas merupakan batasan sifat yang paling tinggi dalam hati,
karenakan orang ikhlas akan selalu mengabdikan dirinya dalam
kehidupan di jalan Allah. dalam kerangka yang kecil dalam kehidupan,
kita dapat menerapkan sifat ikhlas ini dalam sebuah perbuatan kerena
niscaya semua hal yang kita perbuat akan selalu mendapatkan
kemudahan, kelapangan dari Allah. perbuatan apapun yang tidak didasari
oleh keikhlasan akan mudah putus asa, dan hasil kerjanya kurang
memuaskan.
Orang yang melakukan perbuatan dengan didasari keikhlasan,
baik urusan pribadi, masyarakat, dan agama, pasti orang tersebut akan
timbul dorongan yang kuat untuk meraih cita-citanya.Begitu juga
sebaliknya, orang yang melakukan perbuatan dengan tidak didasari
dengan keikhlasan maka akan timbul semangat yang melemah.Akhirnya
hati dan jiwanya dihadapi rasa putus asa. Maka segala rencananya
berantakan, tanpa harapan dan tujuan yang jelas.
18
4. Manfaat Ikhlas dalm Kehidupan Sehari-Hari
Jika kita senantiasa melakukan sesuatu dengan didasari dengan
keikhlasan maka hidup kita akan menjadi tenang dan tentram. Amal
ibadah kita akan diterima oleh Allah SWT. Kita akan dibukakan pintu
ampunan Allah, dan dihapuskan dosa serta dijauhkan dari api neraka. Doa
kita akan dikabulkan oleh allah dan diangkat derajat dan martabat
kita.Allah akan memberi hidayah dan pertolongan kepada kita. Jika kita
sudah memiliki landasan keikhlasan maka kita akan mudah dalam
memaafkan kesalahan orang lain.
F. Syaja’ah
1. Pengertian Syaja’ah
Secara etimologi kata as-syaja’ah berarti berani antonimnya dari kata
al-jabn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk menggambarkan
kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu mendorong
seorangmuslim untuk melakukan pekerjaan berat dan mengandung resiko
dalam rangka membela kehormatannya, tetapi sikap ini bila tidak
digunakan sebagaimana mestinya menjerumuskan seorang muslim
kepada kehinaan.
Sifat syaja’ahbersedia bertanggung jawab atas segala perbuatannya
dengan pikiran yang jernih serta harapan yang tidak putus. Keberanian
tanpa pikiran yang jernih dan tanpa harapan adalah nekad atau berbuat
maksiat, mencuri, berzina berjudi, membunuh, merampok bukanlah
membabi-buta, bukan syaja’ah tapi tahawur pemberani namanya. Tidak
berbuat demikian bukan penakut, tetapi itulah yang disebut Pemberani.
Berani mengendalikan diri walaupun betapa beratnya. Berhenti
ditempatnya untuk mengatur strategi dan disaatnya maju dengan
pertimbangan yang tepat.Setelah pertimbangan dengan mantap dan
19
putusan sudah ditetapkan orang harus bertekad bulat menjalankannya.
Itulah yang disebut “azimah”.
2. Keutamaan Syaja’ah
Dalam ayat ini rasa takut itu dapat dikendalikan dan bahaya dari hal
yang ditakuti itu dapat diperkecil atau dihindari. Oleh karena itu orang
yang mempunyai sifat syaja’ah memiliki ketenangan hati dan kemampuan
mengolah sesuatu dengan pikiran tenang.
Menurut Ibnu Miskawih, sifat Syaja’ah mengandung keutamaan-
keutamaan sebagai berikut:
Jiwa besar, yaitu sadar akan kemnampuan diri dan sanggup
melaksanakan pekerjaan besar yang sesuai dengan kemampuannya.
Bersedia mengalah dalam persoalan kecil dan tidak penting Menghormati
tetapi tidak silau kepada orang lain. 19
a. Tabah, yaitu tidak segera goyah pendirian, bahkan setiap pendirian
keyakinan deipegangnya dengan mantap
b. Keras Kemauan, yaitu bekerja sungguh-sungguh dan tidak berputus
asa serta tidak mudah dibelokkan dari tujuan yang diyakini
c. Ketahanan, yaitu tahan menderita akibat perbuatan dan keyakinannya
d. Tenang, yaitu berhati tenang, tidak selalu menuruti perasaan (emosi)
dan tidak lekas marah
e. Kebesaran, yaitu suka melakukan pekerjaan yang penting atau besar
3. Penerapan sifat syajaah dalam kehidupan
Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu;
a. Rasa takut kepada Allah swt.
b. Lebih mencintai akhirat daripada dunia,
c. Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang
19
http://aprililmuttaqin.blogspot.com diakses pada tanggal 6 November 2021
20
Jadi berani adalah: “Sikap dewasadalam menghadapi kesulitan
atau bahaya ketika mengancam. Orang yang melihat kejahatan,
dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka
itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya
itulah pemberani (al-syujja’). Al-syajja’ah(berani) bukan sinonim
‘adam al-khauf(tidak takut sama sekali)”
Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dapat dipahami
bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut
menghadapinya.Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi
kepada aspek maslahat dan tanggungjawab dan berdasarkan
pertimbangan maslahat.
Syaja’ahdapat dibagi menjadi dua macam:
a. Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak,
misalnya keberanian waktu menghadapi musuh dalam peperangan
(al-Jihad fi Sabilillah). Allah berfirman :
َ يِلللَّ ِه َوا ْعلَ ُمواْأَنَّاللَّ َه
ٌسمِيعٌ َعلِي ٌم َ َوقَاتِلُواْفِي
ِ س ِب
Artinya : “dan berperang lah kamu di jalan allah, dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui “ (
Qs. Al- baqarah: 244)
b. Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau
penderitaan dan menegakkan.
Keberanian mengatakan kebenaran sekalipun didepan penguasa
yang Dzalim dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi Muhhammad saw
bersabda :
َ عدْ ٍل ِع ْندَسُ ْل
طاٌٍن َجائِر َ ُض ُِل ْل ِج َها ِد َك ِل َمة
َ أ َ ْف
Artinya : “Jihad yang paling utama ialah mengatakan
kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang
zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu
Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa
21
hadits ini hasan).Keberanian untuk mengendalikan diri tatkala
marah sekalipun dia bisa melampiaskannya dan firman Allah
swt:
س َعن ِْال َه َوى
َ َوأ َ َّما َم ْنخَافَ َم َقا َم َربِ ِه َونَ َهىال َّن ْف
Artinya “Dan adapun orang-orang yang takut kepada
kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat
tinggal(nya).”(Q.S. An-Nazia’at 40- 41.)
Munculnya sikap syaja’ahtidak terlepas dari keadaan-keadaan
sebagai berikut:
a. Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan
yang salah.
b. Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.
c. Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa.
Dari dua macam syaja’ah(keberanian) tersebut di atas, maka
syaja’ahdapat dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:
a. Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan,
penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia
berada di jalan Allah.
b. Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan
penguasa yang zalim.
c. Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan
penuh perhitungan. Kemampuan merencanakan dan mengatur
strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah
merupakan bentuk keberanian yang bertanggung jawab.
G. Istiqamah
1. Pengertian Istiqamah
22
Istiqamah adalah tegak dihadapkan Allah SWT atau tetap pada
jalan yang lurus dengan tetap menjalankan kebenaran dan menunaikan
janji baik yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan sikap dan niat atau
pendek kata yang maksud dengan istiqamah adalah menempuh jalan yang
lurus (shirothal mustaqin) dengan tidak menyimpang dari ajaran Tuhan.
Istiqamah juga bisa diartikan dengan tidak goncang dalam menghadapi
macam-macam problema yang dihadapi dalam kehidupan dengan tetap
bersandar dengan tetap berpegang pada tali Allah SWT dan sunnah
Rasul. 20
Adapun menurut para sufi, istiqamah adalah satu tingkatan atau
drajat dengan istiqamah itu akan tercapai kesempurnaan segala perkara,
ialah kebaikan. Maka barang-barang yang tidak tetap pendiriannya, hilang
lenyaplah usahanya dan sia-sialah kesungguhannya. Istiqamah itu
bertingkat tiga, tingkat taqwim artinya: masih dalam tahap usaha
membersihkan dan memperbaiki diri dengan memperbaiki jiwanya.
Tingkat iqamah bagi mereka yang masih dalam tahap membersihkan
mentalnya. Tingkat ketiga tingkat istiqomah yang sudah berada dalam
usaha mendekatkan diri kepada Allah. 21
2. Hadis Tentang Istiqamah
ٌآمنتباللهثماستق:ٌقل
engkau!”
Asbabul Wurud Hadis Diatas:
Dari Sufyan, ia berkata: “Ya Rasulullah katakanlah kepadaku
tentang islam yang aku tidak akan bertanya kepada seorangpun selain
Engkau. Maka Rasulullah bersabda : Katakanlah : Aku beriman kepada
20
Jamaluddin Ahmad alBuny, Menelusuri Taman-Taman MahabbahShufiyah, (Yogyakarta : Mitra
Pustaka, 2002) Cet. 1, hlm. 151
21
Thowil Akhyar, The Secret Of Sufi Rahasia Para Sufi, ( Semarang: Cv Asy Syifa, 1992) hlm.55.
23
Allah.........dst”, ini menurut riwayat Imam Muslim. Sedangkan menurut
Ibn Majah dari Sufyan, Ia berkata: “Ya Rasulullah, terangkan kepadaku
suatu perintah yang aku akan berpegang teguh kepadanya!”. Rasulullah
bersabda : “katakanlah Tuhanku adalah Allah, keudian luruslah Engkau!”.
Imam Tirmidzi menambahkan: “apa yang paling ditakuti terjadi atas
diriku!”. Rasulullah Bersabda : “ini”. Beliau memegang lidahnya.
KeteranganYakni: “ perbaharui imanmu kepada Allah, ucapkan
dengan hatimu, sebutkan dengan lidahmu, engkau berusaha
menghadirkan pengertian iman secara Syar’i diiringi dengan melazimkan
berbuat taat, dan mengakhiri hal-hal yang bertentangan. Kata Al Manawi,
hadis ini merupakan kalimat pendek yang isinya sangat luas. “kami telah
mengumpulkan semua pengertian iman, islam, I’tiqad secara Qauli
maupun Fi’li, ternyata bahwa islam itu ialah peng-ESA-an kepada Allah,
dialah penghasil pertama dan utama sedangkan taat dengan seluruh
jenisnya adalah urutan berikutnya. Dan istiqomah adalah melaksanakan
semua yang diperintahkan Allah dan menjauhi semua yang dilarang. 22
Pelajaran yang terdapat dalam hadits :
a. Iman kepada Allah ta’ala harus mendahului ketaatan.
b. Amal shalih dapat menjaga keimanan
c. Iman dan amal saleh keduanya harus dilaksanakan.
d. Istiqomah merupakan derajat yang tinggi.
e. Keinginan yang kuat dari para shahabat dalam menjaga agamanya dan
merawat keimanannya.
f. Perintah untuk istiqomah dalam tauhid dan ikhlas beribadah hanya
kepada Allah semata hingga mati. 23
22
Ibnu Hamzah Al-Husaini Ad-Dimsyiqi, AsbabulWurud , Latar Belakang Timbulnya Hadis Rasul
(Jakarta: Kalam Mulia, 2007) Cet. Ke-IV. Hlm.76.
23
Imam nawawi, SyarhulArba'iinaHadiitsan An Nawawiyah , PDF file.
24
3. Jalan menuju Istiqamah
Dalam bukunya al-Istiqomah, Syaikh Abdullah Bin Jarullah
menyebutkan beberapa jalan mencapai istiqomah:
a. Taubat yakni, membersihkan diri dari dosa dan maksiat, disertai
perasaan menyesal serta tekad untuk tidak mengulangi kembali.
Sungguh taubat yang dikerjakan dengan ikhlas, akan melahirkan
sifat istiqomah. Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nasuha
(sungguh-sungguh dan tukus), semoga Rabbmu akan menghapus
kejahatan-kejahatanmu dan akan memasukkan kamu ke syurga
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai”. (Qs.At thahrim/66:8).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ْ يَاأَيُّ َهاال َّناسُتُوبُواإِلَىاللَّ ِه َفإِنِيأَتُوبُف
ٌِياليَ ْو ِمإِلَ ْي ِهمِائَةَ َم َّر ٍة
“Wahai segenap manusia, bertaubatlah kepada Allah, sesungguhnya
aku bertaubat dalam sehari seratus kali”. (HR. Muslim no: 4871,
Ahmad no: 71714, Ibnu Hibban no: 931).
b. Muraqobah (perasaan diawasi). Dalam artian, selalu merasakan
adanya pengawasan Allah Ta’ala yang Maha Melihat lagi Maha
Mengetahui. Ingat, sifat muraqobah, jika bersemayam dalam hati,
akan melahirkan sifat ihsan yang merupakan puncak
penghambaan diri seorang hamba kepada Allah Ta’ala. Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ٌَأََ ْنت َ ْعبُدَاللَّ َه َكأَنَّ َكت ََراهُفَإ ِ ْنلَ ْمتَكُ ْنت ََراهُفَإِنَّ ُه َي َراك
“ (Ihsan adalah) engkau menyembah Allah seolah-olah engkau
melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia
melihatmu”. (Muttafaqun alaihi).
c. Muhasabah (intropeksi diri). Muslim yang berakal, sebagaimana
disinyalir oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah
mereka yang senantiasa melakukan intropeksi diri. Sebaliknya,
25
lalai terhadap perbuatan yang telah dilakukan baik berupa
kebajikan atau keburukan, pertanda ia termasuk orang
tertipu.Muhasabah diri, berguna untuk mengingatkan diri sendiri
tentang kekurangan dalam perkara amal shaleh. Di samping
sebagai pemberi peringatan atas segala kelalaian dan dosa.
Alangkah indah ungkapan Umar Ibnul Khattab radhiallahu
‘anhu,:
وزنواأنفسكمقبألنتوزنوا،حاسبواأنفسكمقبألنتحاسبوا
26
e. Tadabur, yakni memikirkan dan merenungkan tanda-tanda
kebesaran Allah Ta’ala di alam ini. Termasuk tadabbur akan sirah
perjalanan para sholihin terdahulu. Allah Ta’ala mengingatkan:
“Dan semua kisah dari Rasul-Rasu,l Kami ceritakan kepadamu,
ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu”. (Qs.
Huud/11:120).24
H. Amanah
1. Pengertian Amanah
Dari segi bahasa, amanah berasal dari bahasa arab yang berarti aman,
jujur, atau dapat dipercaya. Sementara menurut kamus Besar Indonesia
(2013) amanah adalah sesuatu yang dititipkan kepada orang lain, setia,
dan dapat dipercaya atau dapat dipercaya dalam mengerjakan urusan. 25
Amanah disebut sebagai sifat dan akhlak utama Rasulullah. Hal ini
dijelaskan dalam Al Quran surat An-Nisa ayat 58,
۞
۟ ِِِإِنَّٱللَّ َهيَأ ْ ُم ُركُ ْمأَنت ُ َؤد
۟ ُّوا ْٱْل َ َٰ َم َٰنَ ِتإِلَ َٰىٰٓأ َ ْه ِل َها َوإِذَا َح َك ْمتُم َب ْينَٱلنَّا ِسأَنتَحْ كُ ُم
وابِ ْٱلعَدْل
صيرا
ِ َيعاب َ َإِنَّٱللَّ َهنِ ِع َّمايَ ِعظُكُمبِ ۗٓ ِ ٰٓۦهإِنَّٱللَّ َه َكان
ًۢ س ِم
24
Ust. Alfi Syahar. http://www.belajarislam.com/istiqomah/. Dikases Pada tanggal 6 November 2021
25
Pulungan, S. (2006). Wawasan Tentang Amanah Dalam Al-Quran.
27
Hadits riwayat Ahmad juga menjelaskan, iman seseorang tidak sempurna
apabila tidak amanah.
28
g. Menjalankan perintah orang tua.
h. Memelihara semua nikmat yang telah diberikan Allah SWT berupa
umur, kesehatan, harta benda, ilmu, dan sebagainya.
i. Berkata apa adanya, tanpa ada yang dilebihkan atau dikurangi
3. Ciri Orang Amanah
Ciri orang amanah bisa dilihat dari beberapa perilakunya di antaranya:
a. Orang amanah tidak suka menyebarkan rahasia. Artinya dapat
menyimpan rahasia dengan baik.
b. Orang amanah tidak pernah melanggar janji yang dibuat
c. Dapat melaksanakan tugas yang dipercayakan atau dibebankan
dengan baik
d. Ciri orang amanah yakni memberikan kesaksian sesuai apa yang
dilihatnya.
e. Tidak menyembunyikan kesaksian
I. Shiddiq
1. Pengertian Shiddiq
Siddiq adalah istilah islam dan diberikan sebagai sebuah gelar
kehormatan kepada individu tertentu. Gender feminine untuk siddiq
adalah siddiqah. Kata ini kadang kadang digunakan sebagai gelar yang
dinerikan kepada individu oleh Muhammd, menurut sumber sumber
islam.
Sifat wajib siddiq ini dapat diartikan bahwa Rasulullah SAW selalu
berkata jujur. Baik dalam menyampaikan wahyu yang datangnya dari
Allah SWT atau pun dalam perkatannya sehari-hari. 26
Bukti bahwa sifat siddiq dimiliki oleh para Rasul utusan Allah SWT
termaktub dalam surat Maryam ayat 50,
26
Thib Raya, M. Ahmad, Siti Musda Mulia, Menyelami Seluk-Beluk Ibadah Dalam Islam, Bogor,
Kencana, 2003
29
َصدْقٍ َع ِليًّا َ َو َو َه ْبنَالَ ُه ْم ِم ْن َرحْ َم ِتن ََاو َج َع ْلنَالَ ُه ْم ِل
ِ سان
30
umat Islam. Anjuran berlaku sidik ini tertera dalam banyak nas Al-Quran
dan hadis, di antaranya: “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah
kepada Allah dan berucaplah dengan ucapan yang benar, niscaya Allah
akan memperbaiki amal-amal kalian, dan mengampuni dosa-dosa kalian,
dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya maka ia telah
memperoleh kemenangan yang besar" (QS. Al-Ahzaab : 70-71).
2. Bentuk-Bentuk Sifat Sidik (Siddiq) dalam Islam
Secara umum, sifat sidik terbagi menjadi lima bentuk, yaitu sidik
dalam niat dan kemauan, sidik dalam perkataan, sidik dalam berjanji,
sidik dalam bermuamalah, dan sidik dalam berpenampilan sesuai
kenyataan. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
a. Sidik dalam Niat dan Kemauan
Ketika seorang muslim bertekad melakukan suatu hal, niatnya jujur
mengharapkan rida Allah SWT, tidak mengharapkan hal buruk,
atau berlandaskan pada dosa dan kejahatan.Urgensi sidik dalam
niat ini tertera dalam sabda Nabi Muhammad SAW: "Setiap amal
perbuatan itu tergantung pada niatnya," (H.R. Bukhari dan
Muslim). Bahkan, suatu perbuatan ibadah, jika diniatkan agar
dipuji orang lain, bukannya memperoleh pahala, malahan berujung
pada dosa.
b. Sidik dalam Perkataan
Sifat sidik yang lazim dipahami adalah sidik dalam perkataan,
menjauhi ucapan bohong, serta senantiasa berkata benar.
Kewajiban berkata jujur ini tertera dalam sabda Rasulullah
SAW:"Janjinlah kepadaku enam perkara dari diri kalian, niscaya
aku menjamin kepada kalian balasan surga: [1] jujurlah ketika
berbicara, [2] penuhilan janji, [3] tunaikan jika dipercaya, [4]
jagalah kemaluan kalian, [5] tundukkan pandangan kalian, dan [6]
tahanlah tangan kalian," (H.R. Ahmad).
31
c. Sidik dalam Berjanji
Berdasarkan hadis di atas, bentuk sidik yang sangat penting adalah
kejujuran dalam berjanji. Ketika ia mengucapkan janji, dalam
hatinya ada tekad jujur untuk menunaikan janji tersebut, meskipun
janji pada hal yang remeh-temeh, atau janji pada anak kecil
sekalipun. Sidik dalam berjanji ini adalah sifat seorang rasul yang
dipuji-puji Allah SWT dalam Al-Quran sebagai berikut: "Dan
ceritakanlah [Hai Muhammad] kisah Ismail [dalam Al-Quran].
Sesungguhnya ia adalah seorang yang jujur janjinya, dan dia adalah
seorang rasul dan nabi," (QS. Maryam [19]: 54).
d. Sidik dalam Bermuamalah
Bentuk sifat sidik yang selanjutnya adalah sidik dalam
bermuamalah. Artinya, ketika seseorang berinteraksi dengan orang
lain, ia selantiasa bersikap jujur dan tidak berbohong. Sebagai
misal, dalam perkara niaga, ia tidak menipu, memalsu, atapun
berkhianat. Ketika ia menjual barang dagangan, ia tidak
mengurangi timbangan. Jikapun ia membeli, ia tidak memperberat
takaran atau menambah timbangannya.
e. Sidik dalam Berpenampilan sesuai Kenyataan.
Seorang muslim juga dianjurkan untuk sidik dalam berpenampilan.
Jika ia hidup bersahaja, ia tidak boros dan menampilkan diri
seolah-olah orang kaya. Sebagai misal, ketika seorang anak dari
keluarga pra-sejahtera bergaul di sekolah, kemudian ia malu
dengan penampilannya, ia memaksakan diri membeli busana mahal
yang di luar kemampuan orang tuanya.Orang yang demikian
menipu dirinya sendiri dan orang lain. Jika tidak diiringi dengan
peningkatan pendapatan, orang yang berpenampilan tidak sesuai
dengan kenyataan akan terbebani oleh selera fesyen dan cara
berpakaiannya sendiri.
32
J. Menepati Janji
1. Pengertian Menepati Janji
Satu sifat lagi yang hampir identik dengan dua sifat sebelumnya
(shiddiq danamanah) adalah menepati janji. Menepati janji berarti
berusaha untuk memenuhi semua yang telah dijanjikan kepada orang lain
di masa yang akan datang. Orang yang menepatijanji orang yang dapat
memenuhi semua yang dijanjikannya. Lawan dari menepati janjiadalah
ingkar janji.
Menepati janji merupakan salah satu sifat terpuji yang menunjukkan
keluhuran budimanusia dan sekaligus menjadi hiasan yang dapat
mengantarkannya mencapai kesuksesandari upaya yang dilakukan.
Menepati janji juga dapat menarik simpati dan penghormatanorang lain.
Rasulullah Saw. tidak pernah mengingkari janji dalam hidupnya,
sebaliknya beliauselalu menepati janji-janji yang pernah dilontarkan. Kita
pun sebagai umat Nabi sudahselayaknya meneladani beliau dalam hal
menepati janji ini sehingga kita selalu dipercayaoleh orang-orang yang
berhubungan dengan kita.
Dalam beberapa ayat al-Quran, Allah menegaskan kewajiban orang
yang berimanuntuk menepati janji. Dalam QS. al-Maidah (5): 1 Allah
Swt. berfirman:Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-
aqad (perjanjian) itu.” (QS. al-Maidah(5): 1).
Dalam ayat yang lain Allah Swt. berfirman:
Artinya: “... dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya.”(QS. al-Isra’ (17): 34).
Allah juga menegaskan bahwa orang yang tidak menepati janji telah
melakukan dosabesar sebagaimana firman-Nya:Artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tiada kamukerjakan.” (QS. al-Shaff (61): 2-3).
33
Janji mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Tidak
boleh kita seenaknya mengucap janji jika kita tidak merasa yakin bisa
menepatinya. Tentang pentingnya menepati janji ini juga ada dalam surat
an Nahl ayat 91 dan 92, yang berbunyi, “Dan tepatilah perjanjian dengan
Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-
sumpah(mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan
Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Dan janganlah kamu seperti
seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal
dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah
(perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu
golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.
Sesungguhnya Allah hanya mengujimu dengan hal itu. Dan sesungguhnya
di hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu
perselisihkan itu”.
Dari ayat di atas, kita bisa mengetahui bahwa Islam mewajibkan
umatnya untuk selalu menepati janji. Kalaupun misalnya kita melanggar
janji tersebut dengan berbagai alasan yang tidak akan diketahui oleh orang
lain, Allah Melihat apa yang kita lakukan. Allah Maha Mengetahui segala
isi hati kita dan Dia akan meminta kita mempertanggungjawabkan
perbuatan itu di akhirat kelak. Tentu ki ta harus melihat juga apakah isi
perjanjian yang kita buat melanggar ajaran agama atau tidak.
2. Hikmah Menepati janji
Menepati janji merupakan salah satu kriteria dari keimanan seseorang.
Dengan demikian, orang yang tidak dapat menepati janji belum memiliki
iman yang utuh. Bahkan Nabi memasukkan orang yang tidak dapat
menepati janji-janjinya ke dalam orang munafiq(seperti yang sudah
dikemukakan di atas).
34
Jadi, kebaikan seorang Muslim tidak hanya terletak pada penunaian
ibadah saja,tetapi juga interaksi jiwanya dengan ajaran-ajaran Islam,
keluhuran akhlaknya, dan jugapenunaian janji-janjinya dan tidak
melakukan penipuan serta pengkhianatan terhadap janjijanjinya.
Menepati janji merupakan kunci sukses dalam komunikasi. Orang
yang selalumenepati janji akan mudah menjalin komunikasi dengan orang
lain. Sekali saja orangmengingkari janjinya, maka orang lain akan sulit
memberikan kepercayaan kepadanya.
35
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri
pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau rohani. Kita harus adil dalam
memperlakukan diri kita, dan jangan pernah memaksa diri kita untuk
melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa.
Adapun Akhlak terhadap diri sendiri adalah Sabar, Iffah, Wara’
Zuhud, Ikhlas dan Rela Berkorban, Syaja’ah, Istiqamah, Amanah,n Shiddiq,
dan Menepati Janji.
Sabar adalah tahan menghadapi cobaan, tabah, tenang, tidak tergesa-
gesa, tidak terburu-buru nafsu. Iffah adalah bentuk masdar dari ‘affa-ya‘iffu-
‘iffah yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Dan juga
berarti kesucian tubuh. Wara’ adalah menjauhi perkarayang syuhbat karena
takut terjatuh dalam perkara yang haram. Ibnul-Jauzy yang diringkas dari
kitab Minhajul-Qaashidiin bahwa Az-Zuhd merupakan ungkapan tentang
pengalihan keinginan dari sesuatu kepada sesuatu lain yang lebih baik
darinya. Secara bahasa ikhlas berarti bersih, tiada bercampur, jujur, tulus,
membersihkan sesuatu hingga menjadi bersih. Secara etimologi kata as-
syaja’ah berarti berani antonimnya dari kata al-jabn yang berarti pengecut.
Kata ini digunakan untuk menggambarkan kesabaran di medan perang.
Istiqamah adalah tegak dihadapkan Allah SWT atau tetap pada jalan
yang lurus dengan tetap menjalankan kebenaran dan menunaikan janji baik
yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan sikap dan niat atau pendek kata
yang maksud dengan istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus (shirothal
mustaqin) dengan tidak menyimpang dari ajaran Tuhan. Dari segi bahasa,
amanah berasal dari bahasa arab yang berarti aman, jujur, atau dapat
dipercaya. Sifat wajib siddiq ini dapat diartikan bahwa Rasulullah SAW
selalu berkata jujur. Menepati janji merupakan salah satu sifat terpuji yang
36
menunjukkan keluhuran budimanusia dan sekaligus menjadi hiasan yang
dapat mengantarkannya mencapai kesuksesandari upaya yang dilakukan.
B. Saran
Dengan segala hormat kami sebagai pemakalah, menyadari betul
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah kami yang sudah kami
buat, baik itu dari kesalahan baca, bahasa dan lain-lain. Maka, kami sebagai
pemakalah mengharapkan adanya saran yang membangun agar kedepannya
ada perubahan yang lebih baik lagi.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
SyaharAlfi, U. (2014, Juni 27). Istiqomah. Retrieved November 6, 2021, from
belajarislam.com: www.belajarislam.com/istiqomah/
Syami, S. A. (2005). Kalam Hikmah Imam Syafi' I. Jakarta: Cakrawala Publiishing.
Syukur, A. (2003). Tasawuf Kontekstual. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Yasin, A. H. (2012). Dahsyatnya Sabar. Jakarta: Qultum Media.
Yunus, M. (1973). Kamus Arab. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-
qur'an .
Yunus, M. (2007). Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus WA
Dzurriyyah.
Zuhaili, W. A. (2014). Ensiklopedia Akhlak Muslim, Berakhlak terhadap Sesama dan
Alam Semseta. Jakarta: PT. Mizan Publika.
39