Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

TEOLOGI ISLAM MODERN DAN KONTEMPORER

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


pada Mata Kuliah Ilmu Kalam

Oleh Kelompok 5:
Nurfitrian 201210047
Dede Nurulgina 201210059
Kiki Sajidah 201210068
Syahrul Kamal 201210083

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2021 M/1442 H

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Teologi merupakan sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan dan
hubungan-Nya dengan alam semesta, terutama hubungannya dengan manusia.
Perbedaan pandangan mengenai telogi menurut banyak aliran dikarenakan
banyaknya pandangan-pandangan tentang Iman dan Kufur, tentang perbuatan
Tuhan dan Manusia, tentang Akal dan Wahyu.
Pemikiran teologi modern salah satunya adalah rasional. Rasional ini
bermaksud tidak hanya mengandalkan Al Qur’an dan Assunnah tetapi juga
mengandalkan akal pikiran yang rasional. Karna dengan akal, manusia dapat
mengetahui kewajiban berterima kasih kepada tuhan. Dan juga merupakan
ajaran Al-Qur’an kitab suci ini memerintahkan kita untuk berfikir dan juga
melarang kita untuk memakai sifat taklid. Karna taklid adalah salah satu
penyebab kemunduran islam pada abad 19 dan 20. Banyak tokoh islam yang
mencoba melakukan pemikiran rasional.
Teologi, yang merupakan pokok kepercayaan bagi pemeluk agama Islam
ikut terpengaruh. Perobahan orientasi umat Islam yang tidak seimbang antara
duniawi dengan ukhrawi, semakin menciptakan suasana yang tidak kondusif
di dunia Islam.
Sejak masa klasik, dinamika pemikiran dan gerakan islam selalu
dipengaruhi oleh konfigurasi politik penguasa. Artinya ada pemikiran dan
gerakan menjadi ”mazhab” penguasa dan sebaliknya, ada yang dilarang
bahkan dibrangkus dengan menjaga “stabilitas”. Mengamati dinamika
pemikiran dan gerakan islam di Indonesia sangat menarik karena ada
sejumlah paradoks dan gesekan yang cukup tajam terutama pasca reformasi
sehingga dengan bergulirnya era reformasi membutuhkan pembacaan ulang
terhadap pemikiran dan gerakan islam indonesia, karena berbagai pemikiran
dan gerakan islam yang pada mulanya terbungkam oleh kekuatan orde baru
kembali muncul dan berusaha membangkitkan kembali romantisme masa

1
2

lalu. Dari sinilah muncul berbagai kekuatan pemikiran dan gerakan islam,
baik islam politik maupun islam kultural sehingga membentuk farien yang
sangat beragam. Berbagai farian pemikiran dan gerakan keislaman
diindonesia sebenarnya bisa ditelusuri akar-akarnya secara jelas sehingga
dapat dipetakkan menjadi dua arus peikiran yang sangat dominan yakni
literalisme dan liberalisme.
Perkembangan islam di Indonesia memiliki mata rantai yang cukup
berliku. Sementara islam di nusantara ini memiliki kompleksitas persoalan,
dan dari sini islam hadir dengan membawa wajah tatanan baru dalam
masyarakat yang tidak terbentur dengan realitas sosial, budaya, tatanan politik
dan tradisi keagamaan.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini meliputi:
a. Apa itu modernisasi?
b. Bagaimana kebangkitan dunia Islam?
c. Apa saja peran kaum Modernisme?
d. Siapa saja tokoh Modernisasi?
e. Bagaimana mode pemikiran Islam Kontemporer?
f. Siapa saja tokoh Modernisasi Kontemporer Indonesia?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah diantaranya meliputi:
a. Untuk mengetahui modernisasi.
b. Untuk mengetahui kebangkitan dunia Islam.
c. Untuk mengetahui peran kaum Modernisme.
d. Untuk mengetahui tokoh Modernisasi.
e. Untuk mengetahui mode pemikiran Islam Kontemporer.
f. Untuk mengetahui tokoh Modernisasi Kontemporer Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teologi Islam Modern


1. Pengertian Modernitas/Pembaharuan
Secara etimologi, kata ‘pembaruan’ dalam Bahasa Arab dikenal
dengan istilah “tajdîd” atau “islah”, yang memiliki makna sebagai proses,
cara, perbuatan memperbarui. Istilah yang terkandung dalam dua kata,
baik islah ataupun tajdid adalah memperbaiki paham dan perilaku
keberagamaan umat Islam yang dianggap telah menyimpang dari ajaran
Islam serta memperbaharui kehidupan sosial umat Islam dengan cara, baik
kembali pada ajaran Islam dan atau menyelaraskan paham keagamaan
dalam Islam dengan modernism Barat.
Harun Nasution menjelaskan bahwa pembaharuan adalah upaya untuk
memandang agama secara rasional kerana pada dasarnya Islam merupakan
agama yang mengedepankan akal pada satu sisi, dan pada sisi yang lain
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern juga berangkat dari
pemikiran-pemikiran yang rasional. Lebih lanjut, Harun Nasution
menjelaskan bahwa modernisme di Barat memiliki arti pikiran, Aliran atau
gerakan mengubah pemahaman masyarakat atas tradisi atau adat istiadat
lama yang kemudian disesuaikan dengan kondisi yang baru atas kemajuan
teknologi dan ilmu pengetahuan yang modern.
Pembaharuan merupakan agenda penting bagi dunia Islam setelah
dunia Islam mengalami masa kemunduran yang ditandai dengan
penyimpangan perilaku keberagamaan umat Islam, disintegrasi, dan
terutama lagi pengaruh modernism Barat yang telah masuk ke dalam dunia
Islam lewat kolonialisme. Di era awal munculnya gerakan tajdid dalam
Islam seperti yang dipelopori oleh Ibnu Taimiyah, pembaharuan
mengandung makna memperbaiki paham keagamaan dengan kembali pada

3
4

ajaran Islam sepertimana pada masa Nabi Muhammad SAW, dan para
sahabat.1
2. Kebangkitan Dunia Islam
Dalam sejarah Islam para pakar menyebutkan Islam sekarang telah
berjalan empat belas abad Hijrah (14 H) lamanya. Tahun Islam dimulai
dengan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah tahun
622 M. di Mekkah terdapat kekuasaan kaum Quraisy yang kuat, yang pada
waktu itu belum dapat dikalahkan oleh Islam, sedangkan di Madinah Nabi
Muhammad SAW dapat memegang tampuk kekuasaan, dengan adanya
kekuasaan di tangan beliau Islam lebih mudah untuk disebarluaskan,
sehingga Islam dapat menguasai dareah-daerah dimulai dari Spanyol di
sebelah Barat sampai ke Filipina di sebelah Timur, dari Afrika di sebelah
Selatan sampai ke Danau Aral sebelah Utara.
Sejarah Islam dibagi menjadi Periode Klasik (650-1250 M) Perode
Pertengahan (1250-1800 M) dan Periode Modern (1800 M). Pada periode
klasik dibagi menjadi dua yaitu Tahun (650-1000 M) dinyatakan sebagai
Masa Kemajuan Islam I, masa tersebut dinyatakan sebagai masa ekspansi,
integrasi dan keemasan Islam. Pada masa itu melahirkan cendekiawan-
cendekiawan Muslim Islam bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan dan
filsafat, tetapi menambahkan kedalamnya hasil-hasil penyelidikan yang
mereka lakukan sendiri dalam lapangan ilmu pengetahuan.
Pada Tahun (1000-1250 M) disebut masa disintegrasi. Disintegrasi
dalam bidang Politik sebenarnya mulai terjadi pada akhir zaman Bani
Umayah, tetapi memuncak pada zamab Bani Abbas terutama setelah
kahlifah-khalifah menjadi boneka dalam tangan tentara-tentara pengawal.
Daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan di Damaskus dan
kemudian di Baghdad melepaskan diri dari kekuasaan khalifah di Pusat
dan bertimbulan dinasti-dinasti kecil. Pada periode ini ditandai dengan
jatuhnya Baghdad. Perpecahan di kalangan umat Islam menjadi besar,

1
Kastolani, ISLAM DAN MODERNITAS: Sejarah Gerakan Pembaharuan Islam di
Indonesia (Sleman: Trussmedia Grafika), 19-20.
5

dengan adanya daerah-daerah yang berdiri sendiri selain Baghdad, Cairo


di Mesir, Cordova di Spanyol, Asfahan, Bukhara dan Samarkand di Timur,
dengan timbulnya kebudayaan-kebudayaan baru terutama pusat-pusat
yang berada di bawah kekuasaan Persia bahkan bahasa Persia menjadi
bahasa kedua di dunia Islam, timbul ajaran-ajaran sufi mengamnil bentuk
tarekat
Periode pertengahan (1250-1800 M) periode ini dibagi dalam dua
masa, yaitu masa kemunduran I (1250-1500 M) di masa ini Islam diserang
dari berbagai sektor oleh Jengiskhan dan keturunanya yang datang
membawa penghancuran dunia Islam. Satu demi satu kerajaan-kerajaan
Islam jatuh ditangannya, terakhir Granada jatuh tahun 1491 M. Sehingga
orang Islam dihadapkan pada dua pilihan masuk Kristen atau keluar dari
Spanyol. Mereka memilih keluar dari Spanyol yang akhirnya pada tahun
1609 di Spanyol tidak ada orang Islam. Pada masa ini umat Islam berada
dalam periode kegelapan terutama dalam bidang pemikiran kemajuan
ilmiah sudah tidak ada lagi, dengan ditutupnya pintu ijtihad pemikiran
menjadi mati.
Tahun 1500-1800 M dinyatakan sebagai Masa Tiga Kerajaan Besar.
Masa ini dibagi deua bagian. Bagian pertama, masa kemajuan Islam II
(1500-1700 M) fase kemajuan ini disebut fase kemajuan Islam II yaitu
tumbuhnya tiga kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.
Masing-masing dari ketiga kerajaan tersebut mempunyai masa kejayaan
tersnediri terutama dalam bidang literatur dan arsitek. Kemajuan Islam II
ini lebih banyak dalam bidang kemajuan politik dan jauh lebih kecil dari
kemajuan Islam I dan pada waktu itu, Barat mulai bangkit terutama
dengan terbukanya jalan ke pusat rempah-rempah dan bahan-bahan
mentah di Timur jauh melalui Afrika dan ditemukannya Amerika oleh
Columbus di Tahun 1492 M. Kekuatan Barat saat itu bila dibandingkan
dengan kekuatan Islam masih lemah. Bagian kedua fase kemunduran II
(1799-1800). Fase ini disebut sebagai fase kemunduran Islam II, karena
pada fase ini tiga kerajaan besar mengalami kejayaan mulai mundur
6

karena mendapat serangan dari kaum pemberontak dari dalam negeri, baik
yang dilakukan oleh para tokoh Islam maupun oleh tokoh agama Hindu.
Dimasa tersebut kekuatan militer dan politik umat Islam mulai menurun.
Perdagangan, ekonomi dan militer telah dikuasai oleh monopoli dagang
Timur dan Barat, ilmu pengetahuan di dunia Islam dalam keadaan mundur
dan statis. Keberhasilan Napoleon menduduki salah satu pusat Dunia
Islam yakni Mesir telah menyadarkan pemuka-pemuka Islam bahwa umat
Islam dalam kondisi mundur.2
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa Kebangkitan
Dunia Islam dilatarbelakangi oleh adanya satu demi satu negara-negara
Islam jatuh di tangan Bangsa Barat yang menyebarkan Agama Kristen di
abad 18 -19 M, selain itu dilatarbelakangi oleh kesadaran pemuka-pemuka
Islam untuk memperbaiki kedudukan mereka dengan menoleh dan belajar
ke Barat serta pemimpin-pemimpin Islam ingin memodernkan Dunia
Islam.
Sejak itulah umat Islam mulai sadar betapa beratnya penderitaan di
bawah penjajah orang Kristen, maka mulailah umat Islam mengintropeksi
diri dalam segala aspek kehidupannya, baik dalam bidang agama, poplitik,
sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Perkembangan yang terjadi
dalam kehidupan bangsa-bangsa di bidang politik, sosial, dan moral yang
menjadi garis depannya adalah Dunia Arab terutama Turki dan Mesir yang
telah melahirkan kembali kecenderungan kepada Islam. Pemuka-pemuka
Islam mengeluarkan pemikiran-pemikiran bagaimana caranya membuat
uamt Islam maju kembali seperti periode klasik, namun disisi lain Barat
semakin berkembang dengan pesat.
Cita-cita mengenai perkembangan dan kemodernan, sebagian besar
diambil dari pengalaman-pengalaman negara-negara Barat, hal tersebut
tampak menguatnya pembangunan di negara-negara yang baru merdeka

2
Akhmad Taufik, M. Dimyati Huda dan Binti Maunah, Sejarah Pemikiran dan
Tokoh Modernisme Islam (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada), 5-9.
7

setelah Perang Dunia II, termasuk sejumlah negara Muslim dan pada
beberapa negara yang mempunyai penduduk mayoritas Muslim.
Hal di atas meyakinkan bahwa Dunia Islam tidak bisa dicegah untuk
berubah, karena dampak yang berasal dari Barat, yakni ilmu pengetahuan
dan teknologi serta dorongan ke arah kemodernan dan semakin
bertambahnya jumlah kaum muda terdidik dalam lembaga-lembaga
pendidikan tinggi modern yang menerima pengetahuan ilmiah
menyuburkan sikap skeptis dan kritis pada agama dan tradisi. Hal ini yang
menyebabkan semakin banyak orang masuk ke dalam gaya hidup Barat
dan kemilaunya produk-produk kebudayaan modern.3
3. Keharusan Pembaharuan
Kemajuan dan modernisme bagaikan dua sisi mata uang. Dengan
adanya kemajuan, maka terjadi perubahan, dan perubahan itu sendiri
menyebabkan terjadinya kemajuan. Ketertinggalan suatu kaum
mengantisipasi kemajuan dan perubahan dapat menyebabkan masyarakat
atau golongan tersebut akan semakin ketinggalan jauh ke belakang dan
kemudian tersisih.
Globalisasi yang telah berlangsung lama itu akan terus bergulir dan itu
pasti akan memengaruhi dan menyelimuti kehidupan umat Islam. Untuk
itu, umat Islam harus mengantisipasi dengan melakukan perubahan-
perubahan itu ditegaskan dalam Al-Qur’an yang berbunyi:

‫ك ِم َن ۡالاُ ۡ ٰلوى‬
َ َّ‫َولَـ ۡل ٰا ِخ َرةُ َخ ۡي ٌر ل‬
“Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang
permulaan”. (Q.S Ad-Dhuha: 4). 4
Pembaruan yang dianjurkan dalam Islam itu bukanlah westernisasi
dalam arti pembaratan dalam cara berpikir, bertingkah laku dan
sebagainya yang bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi pemikiran
terhadap agama yang harus diperbarui dan direformasi dalam agama. Hal
3
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 13.
4
Q.S Ad-Dhuha (9): 4.
8

tersebut tidak memungkinkan timbul dari pola berpikir yang sempit.


Penambahan ilmu pengetahuan, memperluas pandangan terhadap soal
kehidupan dapat melapangkan pikiran dan memelihara keortodoksian
agama. Menurut Harun Nasution, pembaruan dalam Islam mempunyai
tujuan yang sama. Namun perlu diingat bahwa dalam ajaran-ajara yang
bersifat mutlak tak dapat diubah, yang dapat diubah hanyalah ajaran-ajaran
yang tidak bersifat mutlak. Dengan kata lain, pembaruan mengenai ajaran-
ajaran yang bersifat mutlak tak dapat diadakan. Pembaruan dapat
dilakukan mengenai interpretasi atau penafsiram dalam aspek-aspek
teologi, hukum, politik dan seterusnya.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi
modern sekarang ini tidak hanya menurut adanya suatu cata-cara ekspresi
yang populer apalagi sekedar hanya diterjemahkan dengan bahasa pikiran
yang praktis, lebih-lebih statis. Namun, yang terpenting adalah umat Islam
harus siap menghadapi tantangan zaman dengan menggali ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Hal tersebut dapat dimengerti karena kompetisi di zaman modern
sekarang ini lebih banyak memberikan prioritas kepada orang-orang yang
luas dalam ilmu pengetahuannya sehingga dapat memberikan corak dan
pengaruh terhadap proses kemasyarakatan. Pembaruan atau modernisasi
merupakan suatu keharusan dalam rangka berupaya memberikan jalan
keluar kepada umat Islam untuk menghadapi perkembangan zaman yang
begitu pesat. Jika kita harus menetapkan satu faktor yang sangat
menentukan dan menjadi penggerak utama keharusan modernisme adalah
dampak Barat serta tantangan yang dilakukan terhadap integritas Islam dan
persepsi diri masyarakat Muslim dewasa ini.5
Umat Islam mampu hidup di masa depan dalam kondisi serba modern
dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Islam dan mampu mengikuti
perkembangan zaman. Hal ini memerlukan motivasi dan peran para
pembaru pemikiran. Sebab masih banyak kalangan masyarakat kita yang

5
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 54-55.
9

mengaku dirinya sebagai muslim, tetapi dalam praktik kehidupannya


belum mencerminkan tatanan Islam mengenai keseimbangan antara
kehidupan dunia dan ukhrawi, yakni sebagian mereka cenderung pada
duniawi dan sebagian yang lain cenderung pada ukhrawi. Umat Islam
yang hanya berpandangan pada kehidupan ukhrawi semata dengan
meninggalkan kehidupan dunia berakibat mengalami ketertinggalan, tapi
sebaliknya umat yang hanya berpandangan kehidupan duniawi semata
dengan meninggalkan dunia ukhrawi akan masuk ke jurang kesesatan.
Oleh karena itu, untuk mencapai kemajuan umat dengan tetap berpegang
teguh pada nilai-nilai Islam diperlukan langkah-langkah sebagai berikut.
a) Umat Islam harus menempa keyakinan., kebenaran dan kemurnia
aqidah Islam.tidak lagi mencampur adukan aqidah dengan penyakit
syirik.
b) Umat Islam harus mampu menguasai sains dan teknologi yang
merupakan kunci untuk menuju keunggulan bangsa dalam bidang
ekonomi, industri, militer, dan politik.
c) Umat Islam harus mampu mencapai kondisi sosial dan ekonomi yang
memadai, dengan bekerja keras dan tidak bermalas-malasan sehingga
tidak lagi menjadi umat yang lemah, bergantung pada orang lain atau
kepada bangsa lain, dan berusaha semaksimal mungkin menggali dan
memanfaatkan sumber daya alam dengan teknologi yang mutakhir.
d) Umat Islam harus menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam
(Ukhuwah Islamiyah) dan jangan mudah di adu domba hanya masalah
perbedaan paham, etnis, dan golongan.
e) Menyiapakan generasi muda Islam yang mampu berpikir jauh ke
depan, baik di bidang teknologi, politik, ekonomi, hukum, militer,
sosial budaya, yang tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Islam,
sehingga generasi muda Islam mampu mengantisipasi perubahan yang
ada dan mampu menguasai perubahan.

4. Peran dan Tugas Kaum Modernis


10

Sulit untuk membedakan antara peran dan tugas, sebab keduanya


saling terkait. Meskipun secara definisi dapat dibedakan, tapi dalam
praktiknya sulit untuk dibedakan. Sebenarnya peran dan tugas intelektual
Muslim atau pembaru pemikiran sangat ditentukan oleh kondisi
masyarakat suatu bangsa. Pandangan pembaru pemikiran dalam
mengambil posisi dan model kipral di tengah-tengah kehidupan
masyarakat, cukup berarti bagi kemajuan peradaban umat manusia,
sehingga tidak heran bila kita menjumpai pembaru pemikiran berbeda
pendapat dalam menentukan peran dan tugasnya dalam peraturan
kehidupan bangsanya.
Secara general masyarakat saat ini merupakan masyarakat yang
mengarah ke masyarakat era globalisasi, penuh dengan ciri pergolakan dan
perubahan-perubahan untuk mengikuti perkembangan zaman. Hal ini
dapat dilihat dari pemikiran warganya yang telah mengalamai penajaman-
penajaman yang maat berarti. Ciri-ciri dan semangat individu-individu
tampil sangat menonjol dan mengambil posisi cukup menentukan dalam
tatanan hidup bermasyarakat. Prinsip-prinsip hidup seperti itu juga
melanda sebagian masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya umat
Islam. Di sisi lain, masih banyak umat Islam yang belum mampu
menerima tawaran era globalisasi karena masih sempitnya pandangan
terhadap ajaran Islam. Kondisi masyarakat semacam itu, sebagai
intelektual Muslim atau pembaru pemikiran, tidak dapat hanya berpangku
tangan duduk di atas ivory tower, dengan tidak memperdulikan apa yang
dilihatnya.
Sebagai intelektual Muslim atau kaum modernisme tidak bisa
menunggu sampai masyarakat menjadi runtuh, sampai masyarakat remuk,
dan rusak. Kita harus sudah dapat melihat kecenderungan-kecenderungan
masyarakat, apakah masyarakat tersebut menuju yang baik atau menuju
kepada kesulitan. Kita harus mencari alternatif konsep pembangunan
masyarakat, karena kalau dibiarkan, akan menjadi begitu rusaknya mereka,
sulit mengembalikan, atau akan terjadi pengorbanan yang amat besar dan
mahal.6
Menurut Imam Bawani dan Isa Anshari ada tiga peran yang bisa
dilakukan oleh intelekual Muslim, atau pembaru pemikiran, pertama,
melalui “kaderisasi”; kedua, melalui “kerja kemanusiaan”; dan ketiga,
melalui “konsepsi keilmuan”. Ketiga peran tersebut dilandasi dan dinapasi
oleh prinsip-prinsip ajaran Islam. Lebih lanjut Imam Bawani dan Isa
Anshari mengatakan bahwa: Peran pertama, merupakan upaya
cendekiawan Muslim atau pembaru pemikiran untuk mecetak kader-kader
umat yang mampu berbuat bagi kepentingan Islam dalam kehidupan di
masa mendatang, dan peran ini berkaitan dengan “pendidikan”. Untuk
berhasilnya kaderisasi tersebut diperlukan penggarapan yang serius,
perencanaan yang matang, dan waktu yang cukup panjang, serta dapat
dilakukan melalui wadah lembaga pendidikan formal maupun nonformal.
Pendidikan masyarakat memiliki hubungan timbal balik dengan
berbagai aspek kehidupan. Pada konstalasi kehidupan sosial, pendidikan
pada dasarnya tidak berdiri sendiri, melainkan berfungsi penuh dalam
keterkaitannya dengan aspek kehidupan lain.7 Jalinan tersebut tidaklah
bersifat sementara, tetapi berjalan terus-menerus dan tetap menjadi hukum
perkembangan sosial dan perkembangan masyarakat. Hubungan tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut.
a. Perubahan lingkungan fisik, sosial, politik dan ekonomi akan
menentukan perubahan konsep manusia tentang kehidupan.
b. Perubahan konsep manusia tentang kehidupan akan menentukan
konsep manusia tentang pendidikan.
c. Perubahan konsep tentang tujuan pendidikan akan mengubah konsep
tujuan pendidikan.

6
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 61-62.
7

11
d. Perubahan konsep tentang tujuan pendidikan akan mengubah konsep
tentang isi materi, susunan, jenjang organisasi, dan jenis-jenis
pendidikan.
e. Perubahan dan konsep tujuan pendidikan merupakan akibat, atau
sebagai suatu usaha penyesuaian terhadap perubahan lingkungan dan
tujuan hidup manusia.8
Gambaran pernyataan di atas mengandung arti bahwa pendidikan
sebagai sistem berdampingan dan berintegrasi dengan masyarakat dalam
suatu sistem tersendiri, sehingga perubahan-perubahan masyarakat yang
terjadi di luar pendidikan akan berpengaruh terhadap pendidikan.
Sebaliknya, pendidikan akan berfungsi sebagai inovasi dan modernitas
bagi perubahan masyarakat. Pendidikan merupakan hal yang dominan
untuk mengubah pola pikir umat Islam. Oleh karena itu, kelemahan
pendidikan Islam selama ini harus diperbaiki terutama dalam bidang
manajemen, partisipasi masyarakat dan komponen organisasi. Pendekatan
disiplin ilmu apa pun yang dijadikan titik awal dari pandangan terhadap
upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, semuanya berpulang
kepada factor pendidikan.
Peran intelektual Muslim atau pembaru pemikiran yang kedua,
menurut Imam Bawani dan Isa Anshari, adalah untuk mendarmabaktikan
dirinya dalam proses perjalanan kehidupan, melibatkan diri secara
langsung dalam aktivitas bermasyarakat, dengan segala kemampuan yang
dimiliki. Mereka mencoba mengubah tatanan dan praktik kehidupan yang
tidak mencerminkan kebebasan, keadilan dan kebenaran, kemudian
menggantinya dengan tatanan yang membawa keharmonisan hidup dalam
masyarakat secara sempurna yang bisa dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat. Untuk merealisasikan peran tersebut, dibutuhkan kecakapan
dan kecekatan bertindak.
Peran ketiga, dari intelektual Muslim menurut Imam Bawani dan Isa
Anshari adalah untuk mengkaunter praktik kehidupan yang tidak benar

8
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 64.

12
dan meluruskannya ke jalan yang benar, mengemukakan gagasan kreatif
mengenai berbagai sector pembangunan, menemukan dan
mengembangkan konsep ilmiah tentang kebudayaan dan peradaban,
sehingga dapat membuka cakrawala berpikir masyarakat, menyadarkan
untuk mengikuti dan menerapkan dalam kehidupan menuju kemajuan,
kesejahteraan dan kemakmuran bersama yang dilandasi oleh nilai-nilai
ajaran Islam.
Peran ketiga yang diungkapkan oleh Imam Bawani dan Isa Anshari
tersebut di atas perlu direalisasikan oleh kaum modernis Muslim atau para
pembaru pemikiran, mengingat masyarakat saat ini ada yang sudah
mengikuti era modern, tapi menyimpang dari ajaran Islam. Sebagian
masyarakat belum siap untuk mengikuti era modern, karena masih tertutup
yang disebabkan sempitnya pandangan atau pemahaman terhadap ajaran
Islam, taqlid buta pada mazhab tertentu atau terikat pada paham yang
membelenggu kemajuan. Menghadapi kemajuan peradaban manusia masa
depan yang ditandai dengan pesatnya perkembangan sains dan teknologi,
kita harus menjadikan informasi-informasi sebagai kebutuhan utama.
Sebab, sekali saja manusia tidak mengikuti perkembangan informasi akan
banyak kerugian yang diderita dan dampaknya cukup besar bagi
perkembangan pemikiran-pemikirannya, terutama dalam menentukan
kebijakan terhadap berbagai aspek kehidupan.
Perkembangan tersebut menurut kaum modernis atau pembaru
pemikiran berperan serta untuk menggali konsep-konsep sains dan
teknologi yang islami dan mengonsumsikannya kepada semua lapisan
masyarakat Muslim, melalui jalur atau jaringan-jaringan informasi. Umat
Islam bila tidak menerima informasi-informasi sains dan teknologi yang
islami, maka umat Islam akan menerima informasi-informasi yang tidak
islami bahkan sengaja memojokkan umat Islam, yang mengakibatkan
posisi uamt Islam menjadi rapuh dan tertinggal. Tugas kaum modernis
atau pembaru pemikiran adalah menafsirkan pengalaman masa lalu
masyarakat, mendidik dalam tradisi dan keterampilan masyarakat,

13
melancarkan dan membimbing pengalaman estetis dan keagamaan
berbagai sektor masyarakat.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang tugas kaum Modernis atau
pembaru pemikiran di atas, tugas intelektual Muslim atau pembaru
pemikiran adalah membawa masyarakat ke arah kemajuan dalam rangka
membebaskan masyarakat dari belenggu kehidupan, dan mengajak
bersama-sama untuk mengangkat dan mempertahankan eksistensi
kemanusiaan, mengubah tatanan dn praktik kehidupan yang tidak benar
menjadi benar, mengubah tradisi berpikir konvensional yang jauh
tertinggal dan kemajuan zaman, menjadi pola pikir yang menuju
kesejahteraan, ketentraman dan kemakmuran bersama yang berdasarkan
nilai-nilai Islam.9
5. Tokoh Gerakan Pembaharuan Islam
1) Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali Pasya merupakan tokoh berasal dari Turki, ia
dilahirkan di sebuah kota kecil Kawalla Yunani tahu 1765, yang
kemudian meninggal tahun 1849 di Mesir. Saat kecil tidak punya
kesempatan untuk belajar namun ia merupakan anak yang cerdas serta
sangat pemberani sebagaimana dalam karirnya di bidang militer yang
sangat sukses.
Saat dewasa Ali Pasya bekerja di dinas perpajakan dengan sangat
rajin yang kemudian ia begitu dekat dengan Gubernur dan diangkat
sebagai menantunya. Setelah ia menikah ia diangkat menjadi militer
dengan bekal kecakapan dan integritas yang sangat tinggi ia ditunjuk
sebagai perwira untuk melakukan perlawanan pada Napoleon di Mesir
tahun 1801.
Setelah mendapatkan kepercayaan dari rakyat dan pemerintah
pusat Turki, otoritas untuk melakukan pembaharuan telah dimiliki
pleh Muhammad Ali Pasya. Pembaharuan yang dilakukan oleh
Muhammad Ali Pasya mencakup bidang militer dan pendidikan.

9
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 65-67.

14
Kemajuan yang dicapai tersebut atas adanya ilmu pengetahuan yang
modern. Sehingga persoalan di bidang pendidikan menjadi hal yang
utama.
Meskipun ia tidak bisa baca tulis, namun ia mampu memahami
pentingnya sebuah pendidikan serta ilmu pengetahuan sebagai Negara
yang maju. Diantara karya Muhammad Ali Pasya adalah terbentuknya
Kementerian Pendidikan, dibukanya sekolah militer pada tahun 1815
Masehi kemudian sekolah teknik pada tahun 1816 Masehi, dan
sekolah kedokteran pada tahun 1836 Masehi serta sekolah
penerjemahan pada tahun 1836 Masehi.
Adapun yang melatarbelakangi pemikiran Muhammad Ali Pasya
tentang perlunya memperkuat militer adalah kekuasaan bisa
dipertahankan melalui kekuatan militer dan ekonomi yang stabil.
Modernisasi diawali dengan mendelegasikan mahasiswa untuk belajar
ke Prancis, membuat institusi pendidikan dibidang ilmu militer, ilmu
kesehatan, ilmu ekonomi, serta ilmu penerjemahan.10
2) Al-Tahtawi
Al-Tahtawi dilahirkan pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota yang
terletak di Mesir bagian Selatan. Ia berasal dari keuarga ekonomi
lemah. Harta kekayaan orang tuanya termasuk dalam kekayaan Mesir
yang diambil alih oleh Muhammad Ali pada maa kekuasaannya. Di
masa kecilnya Al-Tahtawi terpaksa belajar dengan bantuan dari
keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun, ia memperoleh
kesempatan belajar di Al-Azhar Kairo. Setelah menyelesaikan
studinya di AL-Azhar, Al-Tahtawi mengajar di sana selama 2 tahun,
kemudian diangkat menjadi iman tentara pada tahun 1824. Dua tahun
kemudian ia diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang
dikirm Muhammad Ali ke Paris.
Dalam masa tugasnya di Paris, ia memanfaatkan waktunya untuk
belajar dan menimba pengalaman sebanyak-banyaknya dengan

10
Kastolani, ISLAM DAN MODERNITAS, 53-54.

15
membaca buku-buku sejarah, teknik, ilmu bumi, dan politik karangan
Montesquieu, Voltaire, Rousseau Racine. Ia memperoleh banyak
kesan selama 5 tahun berada di Paris sehingga kesan tersebut
dituangan dalam sebuah buku Talkhish Al-Ihriz fi Talkhish Bariz.
Buku tersebut selain mengisahkan pengalamannya selama di Paris,
juga mengungkapkan seputar kehidupan dan kemajuan Eropa yang
dilihatnya selama di Paris.
Diantara ide-ide pembaruan yang dilontarkan Al_Tahtawi adalah
sebagai berikut:
a. Pembaruan Bidang Agama
Ide pembaruan dalam bidang agama terdiri dari pentingnya
kehidupan duniawi, pintu ijtihad masih terbuka, perlunya
pengembangan syariat dan bekal pengetahuan modern bagi para
ulama, reinterpretasi paham Qada dan Qadar agar tidak mengarah
pada paham fatalism.
b. Pembaruan Bidang Pendidikan
Ide pembaruan dalam pendidikan diantaranya anak perempuan
mesti memperoleh pendidikan sebagaimana halnya anak laki-laki.
Kaum wanita berhak memperoleh pendidikan seperti kaum laki-
laki. Orang-orang yang terlibat dalam pemerintahan dan
administrasi harus mempunyai pendidikan yang baik sesuai dengan
bidang tugasnya.
c. Pembaruan Bidang Ekonomi
Ide pembaruan dalam bidnag ekonomi diantaranya
pembangunan bidang ekonomi harus mengakar pada potensi
sendiri. Mengingat ekonomi Mesir tergantung dalam bidang
pertanian, maka ia menghendaki agar bidang pertanian mendapat
prioritas untuk dikembangkan.11
3) Jamaluddin Al-Afghani

11
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 85-87.

16
Jamaluddin Al-Afghani nama lengkapnya adalah Sayyid
Jamaluddin Al-Afghani bin Safdar, lahir di As’adabad dekat Qanar di
daerah Kabul Afghanistan tahun 1839 M. Namun ada juga yang
mengatakan ia lahir di As’adabad dekat Hamadan di Persia. Ditinjau
dari silsilahnya Al-Afghani berasal dari keturunan Bangsa Arab,
karena nenek moyangnya berasal dari seorang perawi hadits yang
masyhur, yaitu Al-Tirmidzi dan masih ada hubungan nasab
bersambung sampai pada Husein bin Ali Abu Thalib. Dari sinilah ia
dipanggil nama depannya Sir Ali Khan, dan beberapa tahun kemudian
ia diangkat menjadi Perdana Menteri yang pada waktu itu Inggris
mulai mencampuri soal politik Afghanistan.
Jamaluddin Al-Afghani memimpin perjuangan pada akhir abad ke-
19 sebagai perlawanan terhadap imperialisme Barat, khususnya di
Mesir. Penjajahan terhadap Mesir mulai tampak sejak dimulainya
terusan Suez, kemudian pada saat peresmiannya masa Khedive Isma’il
kedok penjajahan terbuka lebar-lebar pada saat pendudukan Inggris
pada tahun 1882.
Pergerakan Jamaluddin Al-Afghani diwarnai dengan warna politik,
yaitu politik otokratis yang dianut oleh negara-negara Islam. Ia lebih
banyak bergerak menentang musuh untuk mencapai “kemerdekaan
politik” negara-negara Timur Islam. Ia merupakan seorang pembaru
yang memiliki pandangan yang mendalam tentang sejarah hidup dan
pemikiran islam. bahkan para pakar menyatakan jika ia memusatkan
kekuatan intelektualnya demi agama Islam, ia akan membuahkan
hasil, yakni Islam saat sekarang menjadi kuat. Ia juga dikenal sebagai
tokoh yang tak kenala lalah dalam melakukan perbaikan umat Islam,
bahkan ia telah mengingatkan pada negara-negara Islam mengenai
bahaya yang ditimbulkan oleh intervensi Barat.12
4) Muhammad Abduh

12
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 90-93.

17
Muhammad Abduh dilahirkan di Mesir lebih tepatnya sebuah Desa
Mahillah, tahun kelahiran Abduh ada perbedaan pendapat dari tokoh
sejarah, pendapat pertama mengatakan ia dilahirkan tahun 1849,
sedangkan pendapat yang kedua mengatakan Muhammad Abduh
terlahir pada tahun 1845 dan meninggal pada tahun 1905 Masehi.
Pada tahun 1862 Muhammad Abduh dikirim oleh ayahnya belajar ke
perguruan agama di desa Tanta di mesjid Ahmadi. Saat umur sepuluh
tahun ia mampu menghafal Al-Qur’an Selain ia belajar al-Qur’an
Abduh juga belajar tentang ilmu nahwu, dikarenakan metode yang
tidak sesuai, guru-gurunya mengajak untuk menghafal dalam istilah
nahwu yang belum bisa dipahami.
Pada tahun 1894 Muhammad Abduh diangkat menjadi dewan
Majelis Agung pada Al-Azhar dan tahun 1897 ia menghasilkan karya
tentang teologi dan bidang hukum dengan fokus bahasan tentang
Risalat al-Tauhid. Kondisi Islam pada saat itu terjadi kemerosotan
yang membuat hati dan pikiran Muhammad Abduh menjadi risau,
sehingga ia mengikuti alur pemikiran Ibnu Taimiyah yang mengkritik
bahwa tahayul serta bid’ah sudah menodai keimanan. Sehingga
munculah ide-ide dan gagasan tentang pembaharuan intelektual dan
politik, dan agama begitu juga unifikasi politik harus satu garis
komando. Bahkan ia menebarkan pemikiran jika pada prinsipnya
antara Islam terhadap ilmu pengetahuan tidak terjadi adanya
pertentangan. Muhammad Abduh juga menafsirkan ayat-ayat al-
Qur`an yang logis dan menyatakan kekuruangan skolatisisme Islam.
Muhammad Abduh merupakan salah satu tokoh pembaharuan yang
perhatiannya banyak memfokuskan di bidang pendidikan dengan
melalui usaha yang keras yaitu penyadaran intelektual sebab ia
beranggapan bahwa pendidikan adalah lembaga strategis dalam
melakukan perubahan kepada masyarakat secara teratur. Pada saat itu
politik hanya dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan ide atau

18
gagasan pembaharuannya yang ketika itu mempunyai sifat otokratis
sehingga wajib berhadapan sama kekuatan kolonialisme13
Ada tiga konsep pembaharuan Muhammad Abduh diantaranya
adalah: pertama Menyusun agama Islam kembali pada bentuk awal.
Kedua Memperbarui bahasa Arab. Dan yang ketiga minta diakuinya
hak rakyat pada pemerintah berkaitan dengan hal tersebut Muhammad
Abduh berpendapat bahwa agama dan ilmu pengetahuan tidaklah
berlawanan antara satu sama lainnya sehingga tidak mustahil akal
dapat menerima kebenaran aturan agama, dan tidak mengurangi
penghargaan terhadap kemurnian wahyu Tuhan.14
Ada empat aspek ide dan gagasan Muhammad Abduh yaitu: 1)
aspek kebebasan, diantanya; pada saat mempertahankan cita-cita
pembaharuannya, ia mempersempit ruang kajiannya yaitu hanya pada
Nasionalisme Arab serta memfokuskan di dunia pendidikan saja. 2)
aspek kemasyarakatan, diantaranya adalah usaha di bidang pendidikan
hendaklah diarahkah supaya lebih mencintai diri sendiri, masyarakat
serta negaranya. Pokok dari pendidikan tersebut diharapkan bisa
membawa pada seseorang guna menyadari siapa sesungguhnya dia
serta siapa pula yang menyertainya. 3) aspek keagamaan, pada aspek
ini Muhammad Abduh tidak menginginkan taqlid, maka untuk
memenuhi permintaan ini terbukanyalah selalu pintu ijtihad. Dan
aspek yang 4) bidang pendidikan, pada pembahasan ini lembaga
pendidikan al-Azhar memperoleh perhatian perbaikan, begitu pula
dengan bahasa Arab dan juga pendidikan secara umum cukup
memperoleh perhatiannya.
Sosok Muhammad Abduh yang terkenal dalam pembaharuan Islam
dewasa ini tidak bisa terlepas dari sejarah pembaharuan Islam di
Timur khusunya Mesir ialah Jamaluddin Al Afghani. Mereka
memiliki kedekatan yang sangat erat sebab keduanya adalah tokoh

13
Kastolani, ISLAM DAN MODERNITAS, 68-69.
14
Kastolani, ISLAM DAN MODERNITAS, 73.

19
yang merupakan antara seorang Guru dan seorang Murid, Akan tetapi
tidak menjadikan mereka memiliki visi yang sama serta
pemberdayaan umat dalam menempuh rancangan pembaharun Islam.15

B. Teologi Islam Kpntemporer


1. Mode Pemikiran Islam Kontemporer
Pemikiran Islam kontemporer, secara morfologi kata pemikiran adalah
kata jadian yang berakar dari kata “pikir” yang berarti pendayagunaan akal
untuk mempertimbangkan dan atau memperhatikan. 16 Kata kontemporer
secara leksikal berarti pada masa atau semasa/sezaman atau pada waktu
yang sama.17 Dengan demikian, Pemikiran Islam Kontemporer adalah
Pemikiran Islam yang berkembang pada masa modern (Abad ke-19)
hingga sampai saat ini. Ciri dari Islam Kontemporer yaitu berkembangnya
metode pemikiran baru dalam menafsirkan Al-Qur'an dan
peradaban Islam.
Pemikiran Islam kontemporer umumnya ditandai dengan lahirnya
suatu kesadaran baru atas keberadaan tradisi di satu sisi dan keberadaan
modernitas di sisi yang lain, serta bagaimana sebaiknya membaca
keduanya. Maka “tradisi dan modernitas” (al-turâts wa al-hadâtsah)
merupakan isu pokok dalam pemikiran Islam kontemporer.
Berbeda dengan pemikiran Islam tradisional yang melihat modernitas
sebagai semacam dunia lain, dan berbeda pula dengan pemikiran Islam
modernis yang menggilas tradisi demi pembaharuan, pemikiran Islam
kontemporer melihat bahwa turâts adalah prestasi sejarah, sementara
hadâtsah adalah realitas sejarah. Maka tidak bisa menekan turâts apalagi
15
Kastolani, ISLAM DAN MODERNITAS, 76-77.
16
Badan Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (n.d). Pikir. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses 6 Juni 2021, melalui
https://kbbi.web.id/pikir
17
Badan Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (n.d). Kontemporer. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses 6 Juni 2021, melalui
https://kbbi.web.id/kontemporer

20
menafikannya hanya demi pembaharuan; rasionalisasi atau modernisasi
sebagaimana perspektif modernis selama ini. Juga tidak bisa menolak
begitu saja apa-apa yang datang dari ‘perut’ hadâtsah, terutama
perkembangan sains dan teknologi. Karena sekalipun banyak mengandung
kelemahan, karenanya juga dikritik, tetap banyak memberikan penjelasan
atas problem kehidupan, keilmuan, mungkin juga keberagamaan.
Maka keduanya, turâts dan hadâtsah harus bisa dibaca secara kreatif,
dengan sadar, dengan “model pembacaan kontemporer” (qirâ’ah
mu’âshirah). Di sini, turâts tidak hanya dibaca secara harfiah tetapi sampai
pada basis pembentuknya untuk menemukan makna potensial sehingga
bisa ditransformasikan di zaman kita. Tidak sebagaimana perspektif
modernisme, apa saja yang datang dari Barat diterima tanpa kritik, bahkan
dianggap pasti baik dan benar. Dalam pembacaan kontemporer, h}adâtsah
juga harus dibaca secara kritis, dengan kritik, dengan mengambil jarak,
juga untuk membongkar basis filosofis dan ideologisnya. Di sinilah peran
filsafat ilmu, juga sosiologi dan sejarah ilmu sebagai perspektif sangat
diperlukan. Setelah keduanya dibaca secara kritis-kreatif, lalu terbangun
konstruksi pemaknaan yang baru.18
2. Kaum Modernis Kontemporer Indonesia
Menurut beberapa pakar, kaum modernis tahun 70-an sering disebut
dengan istilah kaum modernis kontemporer. Mereka selain lebih kreatif
mengkaji pendalaman nilai ke-Islaman, juga dituntut mampu meracik
terobosan bermutu dalam kiprah ke arah pembangunan peradaban Islam
sehingga peta perubahan kemajuan zaman lambat laun, tapi pasti berpihak
pada umat Islam. Secara politis maupun ilmiah umat Islam diharapkan
dapat memberi warna yang diperhitungkan bagi peradaban Barat modern.
Pembaru kontemporer di Indoneisa ada beberapa tokoh, diantaranya
Nurcholish Majid, Harun Nasution, Amien Rais, Abdurrahman Wahid,
Munawir Sjadzali, Fazlur Rahman, Isma’il Raji Al-Faruqi, Muhammad

18
Mohammad Muslih “Pemikiran Islam Kontemporer, Antara Mode Pemikiran dan
Model Pembacaan”, TSAQAFAH, Vol. 8, No. 2, (Oktober, 2012), 349-350.

21
Arkoun, Hasan Hanafi dan Sayyed Hosein Nasr. Mereka berupaya
menggiring umat Islam memiliki nuansa wawasan yang maha luas,
sehingga mereka secara dewasa punya alternatif pasti dalam mengkaji
kontekstualisasi nilai keislaman. Mereka juga menggali kandungan nilai
Islam dan memberi muatan positif bagi akar kepentingan kemanusiaan dan
umat Islam.
Pemikiran mereka mengangkat penyegaran iman, ikhsan dan ilmu.
Dengan kualitas nilai tersebut diharapkan lahirnya pembangunan
peradaban Islam. Abad ke-21, menurut beberapa pakar merupakan fase
pencerahan secara besar-besaran bagi konstruksi peradaban Islam. Realitas
pembuktian ke arah tersebut makin kentara, sehingga pada gilirannya
ajaran Islam yang tadinya marjinal sudah tidak ada lagi. Di sinilah letak
kelebihan Islam sebagai agama yang memompakan rasionalitas sekaligus
spiritualitas dan kelenturannya untuk menyelaraskan diri dengan kemajuan
zaman.
Penguasaan lebih mendalam mengenai wawasan pemikiran secara
filosofis, terutama penjelajahan intelektual terhadap gagasan-gagasan
Barat, seakan tak terbendung lagi. Bagi kaum Muslimin hal ini sudah
dimulai sejak abad ke-19 sampai abad ke-21 ini. Mereka sedang bergelut
untuk menemukan jati diri pemikirannya agar bisa memanfaatkan ide-ide
yang lahir sebagai akibat modernisasi Barat.19
1) Nurcholis Majdid
Nurcholis dikenal luas di kalangan terpelajar sebagai orang yang
mengangkat isu modernisme dalam bentuk agak radikal, kalau tidak
dikatakan revolusioner. Tokoh kelahiran Mojoanyar, Jombang, sebuah
desa di Jawa Timur, 17 Maret 1939 (27 Muharram 1358) dari
kalangan keluarga santri. Ia memasuki sekolah rakyat (SR) dan
Madrasah Ibtidaiyah, Pesantren Darul Ulum, kemudian melanjutkan
ke KMI (Kulliyatul Mu’allimin) Pondok Modern Gontor. Lalu ia
melanjutkan ke IAIN Syarif Hidayatullah pada Fakultas Adab. Setelah

19
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 147-148.

22
berhasil meraih gelar sarjana, ia lalu melanjutkan studi ke Universitas
Chicagi sampai memperoleh gelar Doktor Kalam di bidang pemikiran
Islam dengan disertasi Ibn Taimiyah on Kalam and Falsafah Problem
of Reason and Revelation in Islam.20
Pemikiran modernisasi Nurcholis Majdid titik tolaknya adalah
konsep tauhid, yang menurutnya mempunyai efek pembebasan. Proses
pembebasan tidak lain adalah kemurnian kepercayaan kepada Tuhan
itu sendiri. Pertama, dengan melepaskan diri dari kepercayaan yang
palsu, dan kedua, dengan memusatkan kepercayaan hanya kepada
yang benar. Pemikiran pertama mengikuti istilah Ibnu Taimiyah, yaitu
Tauhid Uluhiyah dan kedua Tauhid Rubuhiyah. Implikasi dari
pembebasan tersebut adalah seseorang akan menjadi manusia yang
terbuka yang secara kritis selalu tanggap kepada masalah-maslaah
kebenaran dan kepalsuan-kepalsuan yang ada di masyarakat. Efek
pembebasan di atas akan mengalir dari sifatnya individual, kepada
yang lebih sosial.
Ide Sekularisasi atau devaluasi radikal yang dianjurkan Nurcholis
secara garis besar telah memisahkan masalah urusan dunia dan
ukhrawi. Diantaranya, (1) Persoalan duniawi, cukup diurus oleh ilmu
dan kemampuan akal rasional. (2) Agama lebih mementingkan
komunikasi psikologi-spiritual. (3) Pemisahan secara jelas wilayah
yang sakral dan wilayah yang temporal.
2) Harun Nasution
Harun Nasution, lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, 23
September 1919. Ia merupakan putra keempat dari Abdul Jabbar
Ahmad, ulama dan pedagang, menjadi Kadi dan penghulu di
Pematang Siantar. Ibunya adalah seorang keturunan ulama
Mandailing, Tapanuli Selatan, pernah bermukim di Makkah pada
tahun 1943. Ia melangsungkan pernikahan di Kairo. Harun Nasution
memulai kariernya sebagai diplomat. Pada mulanya ia bekerja di

20
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 151.

23
akntor delegasi, yang kemudian menjadi Perwakilan Republik
Indonesia di Kairo.
Pada tahun 1953 ia kembali ke Indonesia dan bertugas di
Departemen Luar Negeri bagian Timur Tengah. Tugas diplomatnya
berlanjut kembali sejak ia bekerja di kedutaan RI di Brusel mulai
akhir Desember 1955. Pada tahun 1969 Harun Nasution kembali ke
tanah air, dan melibatkan diri di dalam bidang akademis dan menjadi
dosen IAIN dan IKIP Jakarta, dan pada Universitas Nasional.
Kegiatan akademis dirangkapnya dengan jabatan Rektor pada IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta selama 11 tahun dari tahun 1973-1984,
menjadi Ketua Lembaga Pendidikan Agama IKIP Jakarta, dan sejak
tahun 1982-1997 menjabat sebagai Dekan fakultas Pasca Sarjana
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.21
Dalam konteks pembaruan, Harun Nasution merupakan tokoh
pembaruan yang memiliki pemikiran yang cemerlang. Bahkan oleh
para pakar ia digelari sebagai “Abduhis”. Pemikiran Harun yang
menarik adalah Islam Rasional yang ditujukan atas semua yang
dimaksud dengan wahyu dan iman manusia. Wahyu adalah tanda
keadilan Tuhan, kebaikan dan kewajiban Tuhan terhadap manusia,
maka dari sudut manusia iman adalah tanggapan manusia mengenai
wahyu Tuhan. Oleh karena itu, wahyu dan iman merupakan dua
entitas yang saling menanggapi. Wahyu Tuhan baru benar-benar
mempunyai arti jika ditanggapi oleh iman manusia.
Pemikiran Harun Nasution tentang ajaran Islam terdapat dua hal:
 Ajaran dasar Islam (qath’i) yang terdiri atas qath’i al-wurud, qath’i
altanfizh, perlu dibedakan dengan ajaran non-dasar (dhanni) yang
terdiri atas dhanni al-wurud, dhanni al-dalalah, dan dhanni al-
tanfizh. Hal tersebut dilakukan dalam rangka pembaharuan
pemikiran dalam Islam, karena yang dapat diadakan pembaharuan

21
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 159-162.

24
hanya ajaran non-dasar, sedangkan ajaran dasar tidak dapat
diadakan pembaharuan karena mutlak kebenarannya.
 Akal dan wahyu, menurut Harun Nasution, tidak perlu
dipertentangkan karena cukup banyak ayat-ayat Al Qur’an yang
menganjurkan manusia untuk berfilsafat. Sehingga filsafat
merupakan suatu keharusan dalam Islam. Akal dan wahyu
keduanya bersumber dari Tuhan. Jadi, akal dan wahyu bagaikan
saudara kembar yang saling membutuhkan. Wahyu membutuhkan
akal untuk memahami kebenaran yang terkandung di dalamnya.
Demikian pula akal membutuhkan wahyu sebagai kendali dari
kesesatan berpikir.22

3) Amien Rais
Merupakan tokoh politik yang kini sedang menjadi figur publik,
yang menggelindingkan lokomotif reformasi di negara Republik
Indonesia. Ia dihalirkan di Solo Jawa Tengah pada tanggal 26 April
1944, ayahnya bernama Suhud Rais yang merupakan tokoh
Muhammadiyah Surakarta dan sebagai Kepala Kantor Pendidikan
Agama Departemen Agama Surakarta, ibunya bernama Sudalmiyah
sebagai guru.
Amien Rais mengawali kariernya sebagai dosen pada Fakultas
Ilmu Sosial Politik UGM tahun 1969. Tugas sebagai dosen di
tinggalkan sesaat ketika beliau melanjutkan studinya ke luar negeri.23
Amien Rais merupakan figur pemikiran modern, figur publik yang
menggelindingkan lokomotif reformasi dan sekaligus merupakan
negarawan yang memiliki keberania yang luar biasa mendobrak
kekuatan Orde Baru, padahal menurut tanggapan sebagian
masyarakat, Orde Baru tidak akan mungkin tumbang dari kekuatan

22
Ibrahim “Pemikirah Islam Kontemporer: Studi Kritis terhadap Pemikiran Harun
Nasution”, Aqidah-Ta, Vol. II, No.2, (2016), 108.
23
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 168.

25
manapun. Namun di tangan Amien Rais dan kawan-kawan kekuatan
Orde Baru yang telah berkuasa selama 30 tahun tersebut pada tahun
1998 tumbang. Karenanya Amien merupakan pemikir politik yang
vokal dan kritis, yaitu dengan tidak segan-segan melontarkan kritik
yang tajam kepada pejabat tinggi negara.
Pemikiran Amien Rais yang perlu menjadi bahan renungan bagi
uamt Islam adalah harus menepati keyakinan, kebenaran, dan
kemurnian akidah Islam, dengan tidak lagi mencampuradukkan akidah
dan penyakit syirik. Dengan memurnikan akidah, makan akan
tertanam pada jiwa umat Islam iman yang sebenarnya pada Allah
sehingga akan memancarkan aktivitas kehidupan yang dinamis.24

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Modernisasi atau pembaharuan adalah upaya untuk memandang agama
secara rasional kerana pada dasarnya Islam merupakan agama yang
mengedepankan akal pada satu sisi, dan pada sisi yang lain kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern juga berangkat dari pemikiran-pemikiran
yang rasional.
Pembaharuan merupakan agenda penting bagi dunia Islam setelah dunia
Islam mengalami masa kemunduran yang ditandai dengan penyimpangan

24
Akhmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran, 172.

26
perilaku keberagamaan umat Islam, disintegrasi, dan terutama lagi pengaruh
modernism Barat yang telah masuk ke dalam dunia Islam lewat kolonialisme.
Di era awal munculnya gerakan tajdid dalam Islam seperti yang dipelopori
oleh Ibnu Taimiyah, pembaharuan mengandung makna memperbaiki paham
keagamaan dengan kembali pada ajaran Islam sepertimana pada masa Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat.
Pemikiran Islam Kontemporer adalah Pemikiran Islam yang berkembang
pada masa modern (Abad ke-19) hingga sampai saat ini. Ciri dari Islam
Kontemporer yaitu berkembangnya metode pemikiran baru dalam
menafsirkan Al-Qur'an dan peradaban Islam.

27
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim

Kastolani, ISLAM DAN MODERNITAS: Sejarah Gerakan Pembaharuan Islam di


Indonesia. Sleman: Trussmedia Grafika, 2019.

Taufik, Akhmad, M. Dimyati Huda dan Binti Maunah, Sejarah Pemikiran dan Tokoh
Modernisme Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005.

Muslih, Mohammad “Pemikiran Islam Kontemporer, Antara Mode Pemikiran dan Model
Pembacaan”, TSAQAFAH, Vol. 8, No. 2, (Oktober, 2012), 349-350.

Ibrahim “Pemikirah Islam Kontemporer: Studi Kritis terhadap Pemikiran Harun


Nasution”, Aqidah-Ta, Vol. II, No.2, (2016), 108.

Badan Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (n.d). Pikir. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Melalui https://kbbi.web.id/pikir (Diakses 6 Juni
2021)

Badan Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (n.d). Kontemporer. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Melalui https://kbbi.web.id/kontemporer
(Diakses 6 Juni 2021)

28
LAMPIRAN

29
30
31

Anda mungkin juga menyukai