Anda di halaman 1dari 29

Bed Side Teaching

SINDROMA NEFROTIK

Oleh :

Hanggia 1940312079

Preseptor :

dr. Fitrisia Amelin, SpA, M. Biomed

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2021
PROBLEM

An. RBM, Laki-laki, 3 tahun 2 bulan, 01.11.45.43

Keluhan Utama :

Pasien datang ke IGD Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan sembab di wajah,
kaki dan perut yang semakin meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Subjektif :

TIME LINE

7 September 2021 12 September 2021 15 September 2021 16 September 2021 17 September 2021

 Pasien demam,  Pertama kali pasien  Pasien dirujuk ke  Pasien dibawa ke


0
suhu 37.8 C terus terlihat sembab Poli RSUP Dr. M. IGD RSUP Dr. M.
menerus, suhu pada mata dan Djamil Padang Djamil, pasien
turun dengan wajah terutama  Pasien untuk untuk mendapat mengeluhkan tidak
paracetamol, dipagi hari, setelah pertama kalinya tatalaksana lebih bisa membuka
disertai batuk pilek. bangun tidur, dirawat selama 1 lanjut. matanya.
 Tidak ada diare, diikuti perut yang hari di RS Swasta  Saat itu pssien  Pasien dirawat
muntah, sesak, membuncit. di Kerinci dengan masih bisa berjalan dengan Sindroma
kejang, sianosis dan diagnosis sindroma pada siang hari, Nefrotik.
 BAK lebih sedikit
perdarahan. nefrotik idiopatik tetapi kemudian
dibanding biasa,
 Tiga hari kemudian sembab bertambah
berwarna teh pekat.
sembuh ke kaki hingga
kelamin.

IDENTITAS
Nama : An. RBM
Umur : 3 tahun 2 bulan/ 6 Juli 2018
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Semumu Kec. Depati VII, Kab. Kerinci, Jambi
Agama : Islam
Nomor MR : 01.11.45.43
Tanggal periksa : 21 September 2021
ANAMNESIS (Alloanamnesis dari ibu kandung)
Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 3 tahun 2 bulan sejak tanggal
16 September 2021 di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan:

Keluhan Utama:
Sembab pada wajah dan badan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:


- Anak sembab sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sembab awalnya
terlihat di mata dan wajah terutama di pagi hari setelah bangun tidur, sembab
kemudian menyebar ke perut. Pasien awalnya dibawa berobat ke RS Swasta di
Kerinci, kemudian pasien dirujuk ke RS Ibnu Sina, karena keluhan semakin
meningkat pasien kemudian dirujuk ke Poli RSUP Dr. M. Djamil pada tanggal
16 September 2021. Pasien masih dapat berjalan pada siang hari, tetapi
kemudian sembab bertambah hingga ke kaki dan alat kelamin, pasien
mengeluhkan tidak bisa membuka mata saat berada di IGD RSUP Dr. M.
Djamil Padang.
- Buang air kecil lebih sedikit dibandingkan biasa, berwarna teh pekat sejak 5
hari sebelum masuk rumah sakit, Riwayat buang air kecil berpasir tidak ada.
Riwayat buang air kecil berdarah tidak ada.
- Buang air besar warna dan konsistensi biasa. BAB terakhir pada Senin (19-09-
21) sore.
- Riwayat pilek ada sejak 3 hari SMRS
- Batuk, demam dan sesak nafas tidak ada
- Mual dan muntah tidak ada
- Tidak ada perdarahan di kulit, hidung, gusi, dan saluran cerna

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti saat ini sebelumnya.
- Riwayat DM, HT, Kelainan jantung (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat Persalinan :
Anak pertama, lahir secara spontan, ditolong oleh bidan, cukup bulan (37
minggu), berat badan lahir 2500 gram, panjang badan lahir ibu lupa, langsung
menangis.

Riwayat Nutrisi:
- ASI sampai usia 5 bulan
- Susu formula diberikan dari 5 bulan hingga sekarang
- Nasi tim/bubur dari usia 6 bulan- 2 tahun
- Makanan biasa 2 tahun sampai sekarang, frekuensi 3 x sehari menghabiskan 1
porsi
 Daging 1x/minggu
 Ikan 2x/minggu
 Telur 7x/minggu
 Sayur 5-6 x/minggu
 Buah 3x/minggu
Kesan minuman dan makanan: kualitas dan kuantitas cukup.
Riwayat Imunisasi:
- BCG :-
- DPT : 1. 2 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
- Polio : 1. 2 bulan
2. 3 bulan
3. 4 bulan
- HiB : ibu tidak ingat
- Hepatitis B : ibu tidak ingat
- Campak : 9 bulan
Kesan : Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Higiene dan Sanitasi Lingkungan:


- Rumah: permanen
- WC di dalam rumah
- Pekarangan luas
- Sumber air minum dari air galon
- Sampah dibuang ke TPS
Kesan : higiene dan sanitasi lingkungan baik

Riwayat Tumbuh Kembang:


- Pertumbuhan gigi pertama: 5 bulan
- Perkembangan
psikomotor: Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 12 bulan
Bicara : 12 bulan
Kesan: Riwayat perkembangan normal
Objektif :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis Kooperatif


Tekanan darah : 102/75 mmHg

Percentile Systolic Diastolic


p5 73 27
p10 90 46
p90 104 61
p95 108 66
p99 115 73
p99+5 160 100

Frekuensi nadi : 102 x/menit

Frekuensi napas : 24 x/menit

Suhu : 36,8°C
Berat badan : 16 kg (BB sebelum sakit 38 kg)
BB sebelum sakit 13 kg

Panjang badan : 95 cm

BB/U : -2 < SD <0

TB/U : -2 < SD <0

BB/TB : -1 < SD <0

Status gizi : Gizi Baik

Khusus :

Kulit : Teraba hangat

Wajah : Tampak udem

Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, lebat, dan tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),


pupil isokor (2 mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada

Tenggorok : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak


hiperemis

Gigi dan mulut : Gigi atas 4 buah karies

Sianosis sirkum oral tidak ada

Toraks

o Paru

Inspeksi : normochest, retraksi dinding dada tidak ada

Palpasi : fremitus kanan=kiri

Perkusi : sonor – redup

Auskultasi : suara napas bronkovesikuler, ronki(-/-), Wheezing (-/-)

o Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung sulit dinilai

Auskultasi : irama reguler, murmur(-), gallop(-)

Abdomen
O Inspeksi : distensi (+) , pelebaran vena tidak ada

O Palpasi : supel, hepar dan lien tidak ada pembesaran , Ballotement


ginjal sulit dinilai , Nyeri tekan (-), undulasi (+)

O Perkusi : shifting dullness (+) timpani – redup


O Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung : tidak ada kelainan

Genitalia : Skrotum dan penis edema (+)

Ekstremitas : Akral hangat, pitting udem (+), CRT <2 detik

HIPOTESIS

-Udem Anasarka

-Sindroma Nefrotik
-GiziBaik
MECHANISM

Gambar 2. Mekanisme sindroma nefrotik


Pasien laki-laki usia 3 tahun 2 bulan sejak tanggal 16 September 2021
dengan keluhan sembab sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada pasien ini
ditegakkan diagnosis sindrom nefrotik berdasarkan pemeriksaan yaitu didapatkan
proteinuria masif (+3), hipoalbuminemia (<2,5 g/dL), hiperkolesterolemia (>200dan
edema anasarka. Dari anamnesis edema awalnya terjadi pada kelopak mata, wajah, perut
hingga kaki. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya asites yaitu pada pemeriksaan
abdomen didapatkan shifting dullness (+). Edema pada pasien dengan sindrom nefrotik
terjadi melalui dua teori yaitu overfill dan underfill. Kedua teori ini menyebabkan
peningkatan volume plasma dan retensi natrium sehingga terjadi peningkatan tekanan
hidrostatis dalampembuluh darah dan menyebabkan edem.

Kondisi yang ditemukan pada pasien sesuai dengan teori pada sindrom nefrotik.
Pasien adalah anak laki-laki berusia 3 tahun 2 bulan. SN lebih banyak ditemukan pada
anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan perbandingan 2-3:1.5 Kejadian SN
berdasarkan usia didapatkan puncak pada usia 2-3 tahun.10 Pilek yang terjadi pada
pasien 3 hari sebelum masuk rumah sakit dapat menandakan telah terjadi infeksi. Hal
ini sesuai dengan teori bahwa infeksi bakteri merupakan komplikasi yang sering terjadi
pada anak dengan SN, salah satu organisme penyebab yaitu Haemophilus influenzae.

Pasien ini tidak mengalami demam dan batuk, tetapi ibu pasien mengatakan
pasien mengalami pilek sejak 3 hari SMRS. Infeksi pada pasien dengan sindrom
nefrotik dapat disebabkan karena penurunan globulin dalam darah, penurunan umum
protein darah, gangguan opsonisasi terhadap bakteri, hipofungsi limpa, atau akibat
dari pemberian steroid (imunosupresan). Infeksi bisa juga menjadi penyebab sindrom
nefrotik relaps.

Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini menunjukkan hasil trombositosis,


hipoalbuminemia, peningkatan kadar ureum dan asam urat, hyponatremia dan
ditemukan proteinuria positif 3 pada urin. Pada pasien juga ditemukan sel patologis
(metamielosit 1%). Hasil laboratorium ini disebabkan karena gangguan ginjal pada
pasien dengan sindrom nefrotik.
Trombositosis terjadi akibat perubahan hemostasis pada pasien
sindrom nefrotik dimana keadaan hipoalbuminemia akan merangsang
aktivasi trombosit melalui thromboxane A2. Metamielosit kadang ditemukan
pada gambaran darah tepi pada saat inflamasi berat bersama netrofil batang
sebagai bagian dari shift to the left.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien adalah MB Nefrotik 1300
kkal, Prednison 3 tab (2 – 2 – 1), Furosemide 1x15 mg p.o/IV, Cefixime syr 2
x 70 mg (p.o), Captopril 3 x 9,375 mg (p.o), Atorvastatin 1 x 10 mg (p.o),
serta Spironolactone 3 x 9,375 mg (p.o). Tatalaksana suportif sindrom
nefrotik adalah dengan mengatur diet pasien. Komposisi zat gizi yang
dianjurkan terdiri atas diet protein normal sesuai dengan recommended daily
allowance (RDA) atau 130- 140% RDA. Albumin diberikan pada edema
yang diakibatkan teori underfill terutama jika kadar albumin < 2,0 g/dL. Efek
albumin hanya sementara, dan jika diperlukan infus albumin dapat diulang.
Pasien dengan edema berat terutama edema skrotum atau labia, asites atau
efusi pleura terindikasi pemberian infus albumin.
Tatalaksana dengan kortikosteroid adalah dengan prednisone (2 mg/kg
BB/hari) maksimal 80 mg/hari, dibagi menjadi 3 dosis secara full dose
selama 4 minggu dan dilanjutkan dosis alternating selama 4 minggu,
kemudian dilakukan tappering off 0,4 mg/kg/hari tiap 4 minggu selama 6
bulan. Captopril dilaporkan dapat menurunkan derajat proteinuria hingga
mencapai remisi komplit, yang diamati pada pasien gromerulopati dengan
atau tanpa hipertensi. Atorvastatin merupakan obat golongan statin yang
merupakan inhibitor HMGCoA reduktase, yang mengurangi sintesis
kolesterol dan meningkatkan reseptor KDK sehingga terjadi clearance LDL-
C dari sirkulasi.
Pasien SN yang diterapi dengan statin sudah menunjukkan adanya
perbaikan pada disfungsi endotel dengan penurunan perkembangan carotid
intima-media thickness (cMIT). Selain itu, statin memiliki efek pleiotropik
dalam meningkatkan relaksasi vascular, merangsang pembentukan pembuluh
darah baru, dan stabilisasi plak aterosklerosis yang telah terbentuk. Selain itu,
statin ditemukan dapat menurunkan reriko gangguan ginjal, menurunkan
progresifitas gangguan ginjal dan resistensi insulin, serta reabsorpsi tulang.

MORE INFORMATION

Laboratorium (13 September 2021)

Hematologi Lengkap :
Hb: 15,1
Leukosit: 13.740
Eritrosit: 5.330.000
Trombosit: 471.000
Hematokrit: 42%
Retikulosit: 1,59%
MCV/MCH/MCHC: 79/28/36
Hitung Jenis: 0/2/1/45/46/5
Gambaran darah tepi:
Eritrosit: anisositosis normokrom
Leukosit: jumlah cukup, metamielosit 1%
Trombosit: jumlah meningkat, morfologi normal
Kimia klinik:
Total protein: 3,6
Alb/Glob: 1,1/2,5
Ur/Cr: 55 /0,5
Asam urat: 7,3
GDR: 109
Na/K/Cl: 134/4,0/109

Urinalisa (17 September 2021) = Urin Lengkap

Makroskopis
Warna : Kuning

Kekeruhan : Positive
BJ : 1020 (N: 1,003-1,030)
pH : 5,5 (N: 4,6-8)

Mikroskopis

Leukosit : 4-5/LPB(N:<5)

Eritrosit : 4-5/LPB (N: ≤1)

Silinder : Negative

Kristal : Negative
Epitel : Positif

Leptospira : -
Yeast : -

Bakteri : -

Kimia

Protein : Positive (+3)


Glukosa : Negative

Bilirubin : Negative
Urobilinogen : Positive

Kesan :

- ditemukan metamielosit 1%

- Trombositosis

- Total protein dan albumin menurun

- Ureum meningkat

- Asam urat meningkat

- Natrium menurun

DON’T KNOW

 Hasil rontgen thorax


 Pemeriksaan kadar kolesterol

LEARNING ISSUE

Definisi
Sindroma Nefrotik (SN) adalah suatu sindroma klinis akibat peningkatan
permeabilitas filtrasi glomelurus. Sindroma nefrotik merupakan suatu sindrom
klinis yang ditandai dengan karakteristik utama:
1. Proteinuria massif (>40mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2mg/mg atau dipstick ≥+2)
2. Hypoalbuminemia <2,5g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia >200mg/dL.

Epidemiologi

Insidensi sindrom nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per
100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia
dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta,
sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di
Poliklinik Khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak
yang dirawat antara tahun 1995-2000. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan
2:1.1 Sebagian besar (90%) SN pada anak-anak merupakan SN yang idiopatik.
Sisanya (10%) merupakan SN sekunder yang berhubungan dengan kelainan
glomerulus seperti nefropati membranosa dan glomerulonefritis
membranoprolifratif.

Etiologi

Berdasarkan etiologi Sindrom Nefrotik dibagi menjadi:

1. Sindrom Nefrotik Kongenital

Merupakan sindroma nefrotik yang muncul pada dua bulan pertama


kehidupan. Terdapat 2 tipe umum yaitu tipe Finlandia dan tipe heterogeny.
2. Sindrom Nefrotik Idiopati/Primer

Etiologi dari sindrom nefrotik primer masih belum diketahui. Dikatakan


sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi
akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini
paling sering dijumpai pada anak.

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer


dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney
Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui
pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan
pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi.

a. Simdrom Nefrotik dengan kelainan minimal (SNKM)

b. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

c. Mesangial proliferative difus (MPD)

d. Glomerulonephritis membrano proliferative (GNMP)

e. Nefropati membranosa (GNM)

3. Sindrom Nefrotik Sekunder

Sindrom nefrotik sekunder timbul sebagai akibat dari suatu penyakit


sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah penyakit metabolik atau
kongenital (seperti diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema),
infeksi (seperti hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS), toksin dan alergen (seperti logam berat, penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular), penyakit sistemik bermediasi imunologik (contohnya lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schönlein, sarcoidosis), dan neoplasma.

Patofisiologi

a. Proteinuria

Glomerulus ginjal terdiri dari vaskular bed yang kompleks yang berfungsi sebagai
ultrafiltrasi selektif terhadap protein plasma. Sistem filtrasi glomerulus terdiri dari
tiga lapisan, yaitu sel endotel, membran basal glomerulus dan lapisan sel epitel
atau padosit. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus memiliki
mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan kedua muatan
listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang ini tergangggu.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran
molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar
terdiri dari molekul kecil seperti albumin sedangkan non selektif jika yang keluar
terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin.

b. Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100
ml. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh proteinuria
masif peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma, unutk
mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan
sistesi albumin. Peningkatan sisntesis albumin hati tidak dapat mengkompensasi
kehilangan albumin. Dalam keadaan normal hati dapat mensintesis albumin total
sebesar 25g/hari.

c. Edema

Edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan
pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin
merupakan suatu kombinasi rangsangan yang banyak.8 Teori underfill
menjelaskan bahwa hipoalbuminemia adalah faktor kunci terjadinya edema pada
SN. hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga
cairan berpindah dari intravaskular ke jaringan intertitium mengikuti hukum
Starling dan terjadi edema. Akibat terjadinya penurunan tekanan onkotik plasma
dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, ginjal melakukan kompensasi
dengan sistem renin angiotensin sehingga terjadi retensi natrium dan air di tubulus
distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang pelepasan hormon
antideuritik yang mempertinggi penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena
tekanan onkotik kurang maka cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk
kembali ke ruang intersisial sehingga memperberat edema.

d. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia terjadi akibat penurunan tekanan onkotik, disertai oleh


penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara
spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka kadar lipid dapat kembali
normal. Tidak hanya kolesterol yang meningkat ( kolesterol > 250 mg/100 ml ),
tetapi beberapa konstituen lemak juga meningkat dalam darah, seperti Low
Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL), dan
trigliserida (baru meningkat apabila plasma albumin < 1 gr/100 mL). Akibat
hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk memproduksi banyak albumin.
Bersamaan dengan sintesis albumin, sel-sel hepar juga akan memproduksi VLDL.
Pada keadaan normal, VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi,
pada sindrom nefrotik, aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya
hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Selain itu, menurunnya
aktivitas lipoprotein lipase juga disebabkan oleh rendahnya kadar apolipoprotein
plasma akibat keluarnya protein ke dalam urine. Sehingga, hiperkolesteronemia
ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat
gangguan katabolisme fosfolipid.

Manifestasi Klinis

- Edema, manifestasi klinis utama adalah edema, yang tampak pada sekitar
95% anak dengan sindrom nefrotik.

- Gangguan gastrointestinal, sering timbul dalam perjalanan penyakit


sindrom nefrotik. Diare, hepatomegali, nyeri perut dll.

- Napsu makan menurun, nafsu makan menurun karena edema.

- Asites berat, dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.

- Sesak napas, karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura
atau tidak
- Gangguan psikososial

- Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak


mata,perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang
berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

b. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua


kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-
kadang ditemukan hipertensi.

c. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :

- Pada urinalisis, proteinuria yang masif ditemukan yaitu > 40 mg/m2/jam


atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. albumin
secara kualitatif +2 sampai +4. Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa
memakai reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni
epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,
leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.8,9,10

- Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1


gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-
0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N:
0,5-09 gm/100ml), γ globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin
<1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum,
kreatinin dan klirens kreatinin normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal,
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat.
- Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas
untuk mencari penyebabnya disebabkan oleh edema paru akut atau efusi pleura.

- Pemeriksaan histologi (biopsi ginjal), biopsi ginjal dilakukan secara


perkutan atau pembedahan bersifat invasive sehingga biopsi ginjal hanya
dilakukan atas indikasi tertentu dan apabila orang tua dan anak setuju.

Tatalaksana

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali dirawat dirumah skait


dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,
penganggulangan edema, memulai steroid dan edukasi orang tua.

Pemeriksaan yang dilakukan sebelum steroid dimulai:

1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan

2. Pengukuran tekanan darah

3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.

4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi


perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.

5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama
6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat
antituberkulosis (OAT).

Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat


edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal
ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik
disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh
sekolah.1

a. Pemberian diet

Pemberian diet tinggi protein merupakan kontraindikasi Apabila diberi


diet rendah protein, akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan
menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Pemberian protein normal sesuai
dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diet
rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.

b. Diuretik

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan


loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan
hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi


karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2
mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20
ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat
diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan
mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.

c. Imunisasi

Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/ kgbb/


hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien
imunokompromais.Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat
dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio
vaccine).Semua anak SN sangat dianjurkan untuk mendapatkan imunisasi
terhadap infeksi pneumokokus dan varisela.

d. Kortikosteroid

Klasifikasi dari sindroma nefrotik terkait tatalaksana pemberian steroid dibagi


menjadi dua yaitu sindroma nefrotik sensitif steroid (SNSS) dan sindroma nefrotik
resisten steroid (SNRS).
Sindroma Nefrotik Sensitif Steroid

Pengobatan inisial kortikosteroid berdasarkan konsesus penatalaksanaan


sindroma nefrotik anak IDAI, namun Rekomendasi ini mengalami perubahan sesuai
dengan rekomendasi Kidney Disease Improving Global Outcomes (KGIDO) tahun 2012
dan 2013, dimana batasan resisten diperpanjang menjadi 8 minggu dan ditambah dengan
tappering off sebelum prednison diberhentikan. Apabila pasien remisi pada 4 minggu
pertama disebut early responder sedangkan pada 4 minggu kedua disebut late responder.
Rekomendasi KDIGO memberikan dua pilihan dalam pengobatan inisial
sindroma nefrotik dengan prednison/prednisolone:

- Prednison oral dosis penuh selama 6 minggu (maksimal 60mg/m2/hari)


dilanjutkan 6 minggu dengan dosis alternating single dose dipagi hari

- Prednison dosis penuh pada 4 minggu pertama dan 4 minggu kedua 40


mg/m2/hari atau 1,5 mg/kgbb/hari alternating, lalu dilanjutka 3 bulan dosis
tappering off sebelum prednison dihentikan

Rekomendasi lain:

- pemberian kortikosteroid pada pasien sindrom nefrotik relaps, sama dengan


panduan lama. Hal ini berlaku juga pada pasien sindroma nefrotik yang relaps
jarang.

- Pada sindrom nefrotik yang sudah remisi namun sedang mengalami infeksi
(antara lain ISPA) diberi prednison tiap hari selama infeksi untuk mencegah
relaps, juga jika infeksi terjadi pada saat pemberian dosis alternating.

Sindrom nefrotik sering relaps atau dependen steroid

pada sindrom nefrotik sering relaps/dependen steroid pengobatan lanjutan


adalah pemberian steroid jangka panjang dan penggunaan kortikosteroid sparing
agent. Jika terjadi relaps sering diberi prednison dosis penuh sampai terjadi remisi
(paling sedikit 2 kinggu) dan dilanjutkan dengan dosis alternating bersama dengan
kortikosteroid sparing agent. Disamping itu KDIGO juga menganjurkan
pemberian CPA (siklofosfamid) selama 8-12 minggu, apabila tidak ada oral maka
sindrom nefrotik sering relaps dapat diberikan CPA sama seperti pada dependen
steroid selama 6 bulan
Preparat kortikosteroid sparing agent yang di anjurkan pada sindrom nefrotik adalah:

 siklofosfamid dosis 2 mg/kgbb/hari selama 8-12 minggu (maksimal 168 mg/kg)


dan diberikan setelah pasien remisi dengan steroid dosis penuh. Aatau Pemberian
klorambusil dengan dosis 0,1-0,2 mg/kgbb/hari (maksimal 11,2 mg/kg)

 Levamisol dosis 2,5 mg/kgbb/hari diberikan bersamaan dengan prednison dosis


alternating selama 12 bulan, jika obat berhenti pasien sering relaps kembali

 kalsineurin inhibitor siklosporin dosis 4-5 mg/kg/hari 2x1 selama 12 bulan, atau
takrolimus dosis 0,1 mg/kgbb/hari 2x1 diberikan jika ada efek samping kosmetik pada
pemberian siklossporin, jika obat berhenti pasien sering relaps kembali

 Mikofenolat Mofetil (MMF) dengan dosis 1200 mg/m2/hari 2x1 selama 12 bulan,
jika obat berhenti pasien sering relaps kembali

 Rituximab hanya diberikan pada kasus dependen steroid yang terus menerus
relaps jika sudah mendapat kalsineurin inhibitor dengan dosis optimal atau menderita
efek samping

 Mizoribin tidak di anjurkan untuk pengobatan pasien relaps sering/dependen


sterois. Azatioprin juga tidak dianjurkan untuk diberikan pada sindrom nefrotik anak.

Pemberian siklofosfamid pada pasien SN relaps sering atau dependen steroid


menghasilkan luaran yang sama dalam mengurangi relaps. CPA dapat diberikan oral 8-12
minggu atau intravena (CPA Pulse) satu kali perbulan selama 6 bulan.

Komplikasi

a. Infeksi sekunder :

b. Syok

c. Trombosis vaskuler

e. Hipertensi

f. Malnutrisi atau kegagalan ginjal.

Prognosis

Penentuan prognosis dilakukan dengan penilaian respoons terhadap


steroid, 60-80% dari sindrom nefrotik sensitif steroid akan mengalami relaps dan
60% dari itu akan mengalami 5 kali atau lebih relaps. Usia onset lebih dari 4 tahun
dan remisi 7-9 hari pada saat terapi steroid dan tidak adanya mikrohematuria di
perkirakan akan mengalami relaps yang lebih sedikit. Pada penelitian dari 398
anak, proporsi untuk tidak mengalami relaps meningkat dari 44% pada usia 1
tahun, 69% pada usia 5 tahun dan 84% pada usia 10 tahun.

PROBLEM SOLVING

o Diet Nefrotik MB 1300 kkal

o Prednison 2-2-1 tab PO (2 mg/kgBB)

o Furosemid 1x15 mg IV

o Captopril 3x9,375mg PO

o Cefixime syr 2x70 mg po

o Atorvastatin 1x10 mg po

o Spironolacton 3x6.25 mg po

Anda mungkin juga menyukai