Anda di halaman 1dari 3

INDEKS PERSEPSI KORUPSI 2020: KORUPSI, RESPONS

COVID-19 DAN KEMUNDURAN DEMOKRASI

https://ti.or.id/indeks-persepsi-korupsi-2020-korupsi-respons-covid-19-dan-kemunduran-
demokrasi/
Jakarta, 28 Januari 2021 – “Covid-19 bukan hanya (sekadar) krisis kesehatan dan
ekonomi. Namun juga krisis korupsi dan demokrasi.” tulis Delia Ferreira Rubio, Ketua
Dewan Pengurus Transparency International di Berlin dalam peluncuran Corruption
Perception Index 2020 pada Kamis, 28 Januari 2021.
Tahun 2021 ini bertepatan dengan peluncuran CPI 2020 situasi dunia masih diliputi oleh
pandemi Covid-19. Semua negara tidak terkecuali menghadapi krisis ganda, yakni krisis
kesehatan dan ekonomi secara bersamaan. Sejumlah temuan dan kajian Transparency
International menyatakan bahwa korupsi yang merusak pelayanan publik juga berpotensi
sepanjang penanganan Covid-19 dalam sektor kesehatan. Negara-negara dengan tingkat
korupsi yang tinggi terbukti sangat gagap dalam menangani pandemi. Sedangkan negara
yang relatif bersih dari korupsi juga harus menghadapi situasi resesi ekonomi dan
kemungkinan pembatasan sejumlah partisipasi publik dalam ruang demokrasi.

Serentak secara global, hari ini Transparency International Indonesia kembali


merilis Corruption Perception Index (CPI) yang ke-25 untuk tahun pengukuran 2020. CPI
2020 bersumber pada 13 survei global dan penilaian ahli serta para pelaku usaha
terkemuka untuk mengukur korupsi di sektor publik di 180 negara dan teritori. Penilaian
CPI didasarkan pada skor. Skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.
Lebih dari 2/3 negara yang disurvei berada di bawah skor 50 dengan skor rata-rata
global 43. Di mana secara global rerata ini stagnan dalam jangka waktu sepanjang lima
tahun terakhir. Sedangkan di Asia Pasifik rerata skor CPI berada di angka 45, turun satu
poin dari rerata Asia Pasifik pada tahun lalu sebesar 46 poin. Stagnasi rerata skor CPI ini
dengan jelas mengungkapkan bahwa terjadi dekadensi/kemerosotan dalam upaya
pemberantasan korupsi oleh sebagian besar negara, bahkan dalam situasi pandemi
sekalipun.

Indonesia sejak pertama kali CPI diluncurkan tahun 1995 selalu menjadi negara yang
senantiasa diteliti. “CPI Indonesia tahun 2020 berada di skor 37/100 dan berada di peringkat
102 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun 3 poin dari tahun 2019 lalu yang berada
pada skor 40/100. Di mana pada tahun 2019 adalah pencapaian tertinggi dalam perolehan
skor CPI Indonesia sepanjang 25 tahun terakhir.” ungkap Wawan Suyatmiko, peneliti
Transparency International Indonesia.
Dari sejumlah indikator penyusun CPI 2020 terdapat lima sumber data yang merosot
dibanding temuan tahun lalu. Yakni Global Insight yang merosot hingga 12
poin; PRS yang merosot 8 poin; IMD World Competitiveness Yearbook yang turun 5
poin, PERC Asia turun sebesar 3 poin dan Varieties of Democracy yang juga turun 2 poin
dari tahun lalu. Sementara itu, tiga dari sembilan indeks mengalami stagnasi, yakni World
Economic Forum EOS; Bertelsmann Transformation Index dan Economist Intelligence Unit.
Sedangkan satu indikator mengalami kenaikan sebanyak dua poin yakni World Justice
Project – Rule of Law Index. Meski indikator ini mengalami kenaikan namun secara agrerat
tidak mampu mempengaruhi kontribusi penurunan CPI 2020 ini. Sebab dalam lima tahun
terakhir WJP-ROL Index selalu di bawah rerata skor CPI tahunan.
Menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, J Danang Widoyoko,
turunnya skor CPI Indonesia tahun 2020 ini membuktikan bahwa sejumlah kebijakan
yang bertumpu pada kacamata ekonomi dan investasi tanpa mengindahkan faktor
integritas hanya akan memicu terjadinya korupsi. Termasuk dalam hal penanganan
pandemi Covid-19 saat ini. “Penurunan terbesar yang dikontribusikan oleh Global
Insight dan PRS dipicu oleh relasi korupsi yang masih lazim dilakukan oleh pebisnis
kepada pemberi layanan publik untuk mempermudah proses berusaha. Sementara itu
pada sisi demokrasi, penurunan dua poin dikontribusikan pada Varieties of
Democracy yang menandakan bahwa korupsi politik masih terjadi secara mendalam dalam
sistem politik di Indonesia. Sedangkan kenaikan dua poin pada World Justice Project –
Rule of Law Index perlu dilihat sebagai upaya perbaikan pada penegakan supremasi
hukum.” tambah Danang.
Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia, Felia Salim, menyatakan
terdapat tiga area dalam CPI yang mesti diperhatikan secara serius. “Pertama, sektor
ekonomi, investasi dan kemudahan berusaha. Secara umum beberapa indikator penyusun
CPI yang berhubungan dengan sektor ekonomi, investasi dan kemudahan berusaha
mengalami stagnasi (WEF) bahkan mayoritas turun (PRS; IMD; GI; PERC). Sehingga janji
Pemerintah dalam melakukan perbaikan di sektor perbaikan iklim usaha perlu ditinjau
ulang terkait dengan prevalensi terhadap korupsi. Kedua, sektor penegakan hukum dan
perbaikan layanan/birokrasi. Salah satu indikator penegakan hukum naik (WJP-ROL),
namun pada perbaikan kualitas layanan/birokrasi dengan hubungannya terhadap korupsi
stagnan (BFTI; EIU). Ketiga, adalah sektor integritas politik dan kualitas demokrasi.
Korupsi politik, bahkan saat situasi pandemi yang melibatkan aktor-aktor politik yang
menduduki jabatan publik perlu mendapatkan perhatian khusus dan perlu peningkatan
kualitas pertanggungjawaban politik secara serius dan memastikan untuk terbebas dari
konflik kepentingan.”
Untuk membuat kemajuan nyata dalam melawan korupsi, menciptakan iklim demokrasi
yang berkualitas dalam menghadapi situasi pandemi yang menghadirkan krisis ganda,
maka Transparency International Indonesia memberikan rekomendasi kepada Presiden
dan segenap jajaran Pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi, DPR dan Parpol, serta
semua pihak agar:

1. Mempunyai komitmen untuk memperkuat peran & fungsi lembaga pengawas


Otoritas antikorupsi dan lembaga pengawas harus memiliki sumber daya dan
kemandirian yang memadai dalam menjalankan tugasnya agar alokasi sumberdaya
penanganan pandemi tidak dikorupsi dan tepat sasaran.

2. Memastikan transparansi kontrak pengadaan


Selama pandemi, kebijakan pelonggaran proses pengadaan memberikan banyak peluang
untuk terjadinya korupsi. Sehingga keterbukaan pengadaan hingga kontrak harus
dilakukan agar bisa menghindari penyalahgunaan wewenang, mengidentifikasi potensi
konflik kepentingan, dan memastikan penetapan harga yang adil.

3. Merawat demokrasi dan mempromosikan partisipasi warga pada ruang publik


Pelibatan kelompok masyarakat sipil dan media pada akses pembuatan kebijakan harus
dijamin oleh Pemerintah dan DPR agar kebijakan tersebut akuntabel.

4. Mempublikasikan dan menjamin akses data yang relevan


Pemerintah harus memastikan adanya akses data bagi masyarakat. Informasi dan data
yang mudah diakses oleh masyarakat, perlu dijamin sebagai hak masyarakat dalam
memperoleh informasi dan data secara adil dan setara.

Anda mungkin juga menyukai