Poin-Poin Pernyataan Pemerintah Poin-Poin Pertanyaan Hakim
1. Para pemohon dasarnya tidak Hakim I Dewa Gede Palguna memiliki legal standing karena undang-undang a quo pada 1. Sampai sekarang kita belum hakikatnya bukan merupakan meratifkasi Konvensi Wina 1969 ketentuan atau norma yang kan?? memberikan hak dan/atau 2. Kalau tidak meratifikasi Konvensi kewenangan konstitusional kepada Wina 1969, lalu bagaimana posisi perorangan warga negara ndonesia Indonesia terhadap Konvensi Wina atau badan hukum. Namun, itu?? Apakah diperlakukan sebagai mengatur kewenangan organ-organ hukum kebiasaan internasional? negara, khususnya presiden dan 3. Apakah pengesahan perjanjian DPR dalam rangka pembuatan dan Internasional yang diatur dalam UU pengesahan perjanjian aquo secara mutatis mutandis internasional. berlaku juga untuk perjanjian 2. Prosedur dan tata cara pengikatan internasional yang dibuat Indonesia negara terhadap suatu perjanjian dengan subjek hukum internasional internasional. lain? 3. Kronologi lahirnya UU a quo 4. Apakah seluruh perjanjian a. Undang-undang a quo adalah internasional itu DPR semua nya pengejewantahan dari harus tahu, berdasarkan UU aquo? kebiasaan internasional yang 5. Bagaimana mekanisme telah dituangkan dalam pemberitahuan untuk perjanjian Konvensi Wina Tahun 1969 yang tidak memerlukan tentang Perjanjian persetujuan DPR? Internasional. 6. Apakah disampaikan lebih awal b. Jika Konvensi Wina Tahun 1969 sebelum Keputusan Presiden itu mengatur tentang wilayah dibuat? Ataukah setelah keputusan hukum internasional maka itu, sehingga hanya semacam undang-undang a quo pada tembusan saja? Apakah setelah hakikatnya adalah mengatur Presiden menandatangani itu wilayah hukum nasional, kemudian baru diberitahukan khususnya tentang kewenangan kepada DPR atau ada proses awal organ-organ negara dalam konsultasi dulu, gitu? membuat dan mengesahkan 7. Bagaimana sikap pemerintah perjanjian internasional. Indonesia perkembangan baru c. Undang-undang a quo dibentuk dalam hukum internasional yang sebagai norma operasional dari sering disebut sebagai international Pasal 11 Undang-Undang Dasar regulatory regime, itu? Misalnya, 1945 sebelum amandemen. para gubernur bank sentral d. Pasal 11 Undang-Undang Dasar berkumpul, mereka bersepakat 1945 sangat singkat dan tidak membuat ini, tiba-tiba tanpa kita terdapat keterangan lebih jauh ikut dalam suatu perjanjian dalam penjelasannya, maka internasional, itu dituangkan dijabarkan melalui Surat sebagai bentuk kebijakan. Presiden Republik Indonesia 8. Yang namanya pembuatan undang- Nomor 2826/HK/60 tertanggal undang pastilah harus ada 22 Agustus Tahun 1960, persetujuan DPR, kan begitu? menurut surat ini tidak semua 9. Dalam pembuatan perjanjian perjanjian harus mendapat internasional, Indonesia dalam persetujuan DPR. posisi negara yang menganut dualisme. Mengenai Dalil Pasal 2 UU aquo 10. Adakah negara-negara yang pada 4. Pasal 2 UU a quo merupakan satu posisi yang sama, pada posisi kesatuan dengan Pasal 10 dan Pasal dualis, yang bisa dijadikan 11 UU a quo, yang dengan tegas perbandingan untuk melihat menjelaskan keterlibatan DPR konteks dari undang-undang ini dalam pembuatan dan pengesahan secara keseluruhan? perjanjian internasional. 11. Bagaimana penuangan ratifikasinya 5. Mekanisme konsultasi dalam Pasal di dalam hukum nasionalnya 2 UU a quo merupakan terhadap perjanjian internasional? kewenangan tambahan dari DPR yang sebelumnya tidak ada. Hakim Prof. Saldi Isra 6. Mekanisme persetujuan DPR tetap ada namun bukan pada Pasal 2 UU 12. ketika undang-undang aquo a quo, melainkan dicantumkan disahkan dan diberlakukan, Pasal dalam Pasal 10 dan Pasal 11 UU a 11 UUD 1945 itu kan belum quo. mengalami perluasan. Jadi karena 7. Mekanisme Pasal 2 UU aquo sangat ini hukum internasionalnya dipatuhi pemerintah sebagaimana berkelindan dengan hukum tata Pemerintah tidak melanjutkan negara. Dulu Pasal 11 UUD 1945 pengesahan Perjanjian Pertahanan itu kan sangat simpel ketika RI–Singapura Tahun 2007 karena undang-undang ini dibahas dan hasil konsultasi dengan DPR kemudian disahkan menjadi mengindikasikan penolakan atas undang-undang. Nah, setelah perjanjian ini. menjadi undang-undang, lalu tiba- tiba Pasal 11 itu mengalami Mengenai Dalil Pasal 9 ayat (2) UU aquo pemekaran. Jadi, dari tidak ada 8. PersetujuanDPR untuk meratifikasi ayat, menjadi ada ayat, pasal perjanjian internasional pada era yang lama itu menjadi ayat (1), sebelum terbitnya undang-undang itu pun pasal yang lama itu a quo adalah dalam bentuk undang- kemudian diubah dibandingkan undang, sehingga pembuatan ayat (2) dan ayat (3)-nya. Jadi, undang-undang selama ini dimaknai sebagai bentuk ayat (2), ayat (3)-nya itu kan di persetujuan DPR. dalam amandemen perubahan 9. Undang-Undang sebagai bentuk ketiga, lalu ayat (4)-nya itu dalam persetujuan DPR. perubahan keempat. Nah, tadi 10. Istilah pengesahan dalam Undang- kami belum mendengar Undang harus dimaknai sebagai bagaimana Pemerintah persetujuan DPR. menjelaskan soal ini, ketika ada perubahan rumpunnya di konstitusi, lalu menyatakan bahwa 11. Berdasar pada Putusan MK tentang apa yang ada dalam Undang- Piagam ASEAN. undang-undang Undang Nomor 24 Tahun 2000 ini yang mengesahkan suatu perjanjian masih konstitusional? bukan dimaksudkan untuk 13. Jangan-jangan ada semangat di mengesahkan perjanjian tersebut dalam Undang-Undang Nomor 24 menjadi berlaku karena Tahun 2000 itu yang sebetulnya pemberlakuan suatu perjanjian sudah tidak tertampung lagi atau tergantung pada syarat yang tidak mampu lagi menampung apa ditetapkan oleh perjanjian itu yang ada dalam Pasal 11 yang sendiri dan bukan ditetapkan oleh baru versi setelah ada perubahan undang-undang negara yang konstitusi itu. meratifikasinya. 12. undang-undang aquo harus Hakim Arief Hidayat dimaknai sebagai persetujuan DPR 14. Dari permohonan pemohon ini ada kepada Presiden untuk melakukan kekhawatiran bahwa Indonesia pengesahan dalam rangka akan dirugikan dari berlaku nya pemberlakuan perjanjian perjanjian internasional. Jadi ini internasional. permohonan yang sangat positif 13. Bila Pasal 9 ayat (2) dikabulkan untuk NKRI. Jangan sampai maka: pertama, ketiadaan prosedur Indonesia dirugikan karena tunduk internal dalam pengesahan pada perjanjian internasional. perjanjian internasional, kedua, 15. Bagaimana penjelasan mengenai DPR harus menangani semua perjanjian yang bisa dilakukan oleh perjanjian internasional; ketiga, Presiden, perjanjian antar negara, akan terjadi kekosongan hukum; antar sektor swasta, antar institusi, keempat, menghilangkan praktik baik bilateral, regional maupun ketatanegaraan. multilateral. Itu penjelasan nya bagaimana? Mengenai Pasal 10 dan Pasal 11 ayat 16. Bagaimana Pemerintah (1) UU aquo menggandeng institusi lain dalam 14. Pasal 11 ayat (3) UUD 1945 telah fungsi nya sebagai supervisi mendelegasikan kepada terhadap perjanjian internasional pembentuk UU untuk mengatur sehingga pemberlakuannya tidak lebih lanjut bagaimana mengatur merugikan negara Indonesia. bentuk dan model persetujuan DPR. 17. Mohon berikan penjelasan Serta kriteria yang butuh mengenai ketika Indonesia sudah persetujuan DPR. berkomitmen dengan suatu 15. Penetapan kriteria yang perjanjian Internasional yang membutuhkan persetujuan DPR kemudian implikasinya merugikan berbeda praktiknya dari satu negara Indonesia, apakah bisa tidak negara dengan negara lain. Karena melakukan perjanjian itu? bergantung pada politik hukum masing-masing negara. 16. Penetapan kriteria bukan soal statis namun soal dinamis. 17. Perjanjian yang mengharuskan persetujuan DPR telah diakomodasi dalam UU Perdagangan. 18. Pemohon tidak mengajukan kepada Mahkamah untuk mencabut Pasal 10 UU aquo. Namun dianggap bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945. 19. AIIB bukan perjanjian utang luar negeri melainkan perjanjian pendirian organisasi internasional atau pendirian bank yang bersifar prosedural. Pernyataan Penutup 20. Batu uji Pasal 11 ayat (2) UUD 1945 dianggap keliru. sehingga menghasilkan kesimpulan dan bahkan Permohonan Petitum yang justru bertentangan dengan niat awal Para Pemohon untuk memperkuat peran DPR. 21. Apabila petitum 2.1 mengenai Pasal 2 UU aquo dikabulkan, maka pemerintah tidak diwajibkan lagi berkonstultasi dengan DPR yang akibatnya kewenangan DPR menjadi berkurang. 22. Apabila petitum 2.2 dan 2.4 dikabulkan maka, tidak ada lagi kriteria perjanjian internasional yang tidak memerlukan persetujuan DPR. Dan semua perjanjian harus mendapat persetujuan DPR. 23. Apabila petitum 2.3 dikabulkan, maka petitum 2.2 dan 2.4 harus ditolak karena akan melahirkan pertentangan dengan petitum 2.3 yang mempertahankan kriteria. 24. Menolak permohonan pemohon seluruhnya dan tidak dapat diterima. 25. Menerima keterangan pemerintah secara keseluruhan. 26. Menetapkan Pasal 2, Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 dan Pasal 11 ayat (1) UU aquo tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.