Adoc - Pub Bab I Pendahuluan Karsinoma Payudara Merupakan Keg
Adoc - Pub Bab I Pendahuluan Karsinoma Payudara Merupakan Keg
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
payudara tiap tahunnya. Karsinoma ini merupakan salah satu masalah kesehatan
yang penting dan menjadi penyebab kematian terbanyak pada perempuan. Angka
perkiraan 1,67 juta kasus karsinoma baru yang didiagnosis pada tahun (Globocan,
2012). Angka kejadian pada negara berkembang mencapai 6%, di mana angka
kejadiannya mencapai dua kali lipat pada daerah lain (Muhammad et al., 2012).
Sekitar 100.000 kasus baru terdiagnosis dan sekitar 30.000 pasien meninggal
sekitar 26.000 kasus baru dan 15.000 kematian terjadi setiap tahunnya (Tanwani
Ahli Patologi Indonesia (IAPI) pada tahun 2011, karsinoma payudara di Indonesia
mengalami peningkatan menjadi 28,99%. Sementara itu di Bali pada tahun 2011
1
2
Karsinoma payudara di dunia lebih sering terjadi pada wanita dengan usia
yang lebih tua dengan puncak insiden pada usia 75-80 tahun. Karsinoma payudara
sangat jarang terjadi sebelum usia 25 tahun (Lester, 2015). Di Indonesia dan Bali,
sebagian besar kasus karsinoma payudara terdiagnosis pada rentang usia 35-44
biologis karsinoma yaitu tipe histologis atau molekular serta perluasan dan
menjadi dua kelompok yaitu faktor prognosis yang berhubungan dengan perluasan
tumor, invasi limfovaskular, metastasis kelenjar getah bening, dan metastasis jauh.
(kelenjar), pleomorfia inti sel, dan hitung mitosis per 10 lapang pandang besar.
Penilaian derajat histologis ini mengacu pada Nottingham Grading System atau
disebut juga Nottingham Combined Histologic Grade/Patey & Scarff and Bloom
& Richardson modified by Elston & Ellis (Colditz dan Chia, 2012).
3
berkembang dengan pesat dan mulai turut dipertimbangkan sebagai salah satu
faktor prognosis (Scully et al., 2012). Tumor microenvironment terdiri dari sel
stromal, sel sistem imun dan inflamasi, faktor pertumbuhan, pembuluh darah dan
limfe, serta matriks ekstraseluler (ECM). Pada keadaan normal jaringan stroma
supresi respon imun dan menekan proses karsinogenesis. Akan tetapi sel
untuk mendukung pertumbuhan dan sifat progresivitas tumor (Li et al., 2007;
Rohan et al., 2014). Sel-sel epitelial dapat juga berkonversi menjadi sel-sel
transition (EMT). Hal ini akan meningkatkan kapasitas migrasinya (Lee and
Nelson, 2012).
protein matrix metalloproteinases yaitu MMP-2, MMP-3, dan MMP-9 (Lee dan
Nelson, 2012).
tergantung pada zinc dan terlibat dalam degradasi matriks ekstraselular baik pada
proses fisiologis maupun patologis. Pada keadaan fisiologis MMP ini membantu
proses patologis, MMP terlibat pada terjadinya sirosis, artritis, dan kanker (Farina
regulasi melalui interaksi antara sel tumor dengan lingkungan mikro di sekitarnya,
yaitu sel stroma, sel endotel, dan sel radang. Sudah sangat diakui peranan sel
radang seperti makrofag, neutrofil, sel mast sel dendritik, dan sel T pada inisiasi
dan progresi tumor. Sel tumor ini mampu menghasilkan faktor-faktor pro-
inflamasi dan MMP berperan pada progresivitas tumor (Deryugina dan Quigley,
2006).
spesifik terlibat pada semua tahap progresivitas sel kanker mulai dari proliferasi,
berubah dari bentuk sel epitel yang tidak mampu bergerak menjadi sel
mesenkimal yang mampu bergerak (Farina dan Mackay, 2014). MMP-9 ini
histologis pada karsinoma payudara sudah pernah dilakukan. Pada penelitian yang
5
jaringan payudara normal tidak ditemukan adanya ekspresi dari MMP-9 (Yousef
et al., 2014).
karsinoma payudara stadium II dan III. Didapatkan korelasi yang signifikan antara
al., 2015).
al., 2013).
6
secara imunohistokimia dalam prospektif seri besar dari 421 pasien kanker
payudara. MMP-9 terekspresi dalam sitoplasma sel-sel ganas dan stroma. Ekspresi
tinggi MMP-9 dalam sel karsinoma terkait stadium tumor, sedangkan ekspresi
tidak ada korelasi yang signifikan antara ekspresi MMP-9 dengan semua variabel
histologis pada karsinoma payudara sudah pernah dilakukan akan tetapi masih
pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik sampai saat ini belum pernah
tersebut.
apakah ada hubungan antara ekspresi MMP-9 dengan derajat histologis pada
1.2.Rumusan Masalah
ekspresi MMP-9 dengan derajat histologis pada karsinoma payudara invasif tipe
yang paling dominan pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian
1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1.Manfaat Akademik
spesifik.
8
spesifik.
1.4.2.Manfaat Praktis
tinggi berkaitan dengan derajat histologis yang lebih tinggi pula dan memiliki
prognosis yang lebih buruk, sehingga penanganan karsinoma payudara invasif tipe
TINJAUAN PUSTAKA
Karsinoma duktal dan lobular merupakan tumor yang paling sering didapat
meliputi 70-80% dari keseluruhan karsinoma invasif pada payudara (Ellis et al.,
pada kelenjar getah bening maupun dapat bermetastasis jauh (Lester, 2010).
3. Tubular carcinoma
4. Cribriform carcinoma
5. Mucinous carcinoma
9
7. Metaplastic carcinoma
Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik yang sebelumnya disebut juga
karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik adalah keganasan yang terjadi pada
sel-sel epitel duktuli payudara, terutama sel-sel dari terminal duct lobular unit
(TDLU) yang ditandai adanya invasi ke stroma jaringan dan tumor ini tidak
komponen gambaran tidak spesifiknya lebih dari 50% massa tumor dengan
kurang dari 50% atau sekitar 10% - 49% dari massa tumor dan sisanya adalah tipe
spesifik maka disebut kelompok campuran yaitu campuran karsinoma invasif tipe
10
11
perkiraan 1,67 juta kasus karsinoma baru yang didiagnosis pada tahun 2012 (25%
yang paling sering dan penyebab kematian terbanyak pada wanita baik di negara
mencapai 6%, di mana angka kejadiannya mencapai dua kali lipat pada daerah
lain (Muhammad et al., 2012). Setiap tahun di Amerika Serikat sekitar 100.000
kasus baru terdiagnosis dan sekitar 30.000 pasien meninggal akibat karsinoma ini.
Sedangkan di Inggris sekitar 26.000 kasus baru dan 15.000 kematian terjadi setiap
Ahli Patologi Indonesia (IAPI) pada tahun 2006 karsinoma payudara menempati
peningkatan menjadi 28,99%. Sementara itu di Bali pada tahun 2006, karsinoma
payudara merupakan karsinoma kedua yaitu sebesar 21,45%. Pada tahun 2011
2011).
Karsinoma payudara lebih sering terjadi pada wanita dengan usia yang lebih
tua dengan puncak insiden pada usia 75-80 tahun. Usia rata-rata saat diagnosis
12
adalah 61 tahun pada wanita kulit putih, 56 tahun pada Hispanik, dan 46 tahun
usia 25 tahun (Lester et al., 2015). Di Indonesia dan Bali, sebagian besar kasus
Diagnosis pada karsinoma payudara berdasarkan tipe histologis saja tidak cukup
untuk menentukan terapi akhir. Oleh karena itu, dibuatlah sistem derajat
karakteristik tumor yaitu formasi tubular (kelenjar), pleomorfisme inti sel, dan
hitung mitosis. Sistem ini menggunakan skor 1 sampai skor 3 yang dinilai secara
atau kelenjar yang jelas menunjukkan adanya lumen di tengahnya. (Ellis et al.,
2012). Seluruh bagian tumor ditinjau dengan lapangan pandang kecil. Ambang
13
batas yang dipakai adalah 10% dan 75%. Skor 1 apabila mayoritas tumor
memiliki struktur tubular dan kelenjar sebanyak > 75%, skor 2 bila tumor
bila tumor mengandung struktur tubular sebanyak < 10% disajikan dalam gambar
Pleomorfisme inti sel dinilai dari regularitas ukuran inti dan bentuk sel epitel,
tanda bertambahnya skor pleomorfisme inti sel (Ellis et al., 2012). Dimulai dari
nilai skor 1 sampai 3. Skor 1 bila inti hampir serupa ukurannya (<1,5 kali dari sel-
14
sel epitelial payudara normal), batasnya regular, kromatin inti uniform, beberapa
kasar, sedikit variasi bentuk dan ukurannya (pleomorfia inti yang minimal), dan
anak inti tidak tampak jelas. Dikatakan skor 2 apabila sel lebih besar daripada sel
normal, inti membesar (1,5-2 kali ukuran inti sel-sel epitelial normal) terdapat
variasi yang sedang dalam ukuran dan bentuknya (pleomorfia inti ringan sampai
sedang), inti open vesikular, dan anak inti terlihat namun kecil dan tidak nyata.
Dan skor 3 bila inti semakin membesar (>2 kali ukuran inti sel epitel normal),
ukuran dan bentuknya sangat bervariasi (pleomorfia inti berat), biasanya dengan
bentuk bizarre dan sangat besar, kromatin inti vesikular, sering dengan anak inti
yang sangat jelas terlihat disajikan dalam gambar 2.2 (Anonim, 2005; Hoda et al.,
2014).
Gambar 2.2 Gambaran inti dari karsinoma payudara invasif. A. Derajat rendah
dengan inti kecil. B. Derajat sedang. C. Derajat tinggi dengan pleomorfik inti
yang memiliki nukleolus yang prominen. (Hoda et al., 2014).
15
Hitung mitosis dilakukan dimulai dari bagian tepi tumor dan bila terdapat
menghitung jumlah mitosis per 10 lapang pandang besar mikroskop atau High
Power Field (HPF) dengan pembesaran 400x. Cut-off point untuk skor mitosis
pandang besar (objektif 40x) disajikan dalam gambar 2.3 (Colditz and Chia,
2012).
Gambar 2.3 Hitung skor mitosis berdasarkan luas lapang pandang besar
mikroskop (Colditz and Chia, 2012).
16
dengan rentang 3-9, kemudian dikatakan derajat histologis 1 atau baik bila skor
yang didapat adalah 3-5, derajat histologis 2 atau sedang bila total skor yang
didapat adalah 6-7 sedangkan derajat histologis 3 atau buruk bila total skor yang
didapat 8-9 (disajikan dalam tabel 2.1 dan gambar 2.4) (Lester et al., 2015;
Gambaran Skor
Bentukan tubular dan kelenjar
Pada mayoritas tumor (> 75%) 1
Derajat sedang (10-75%) 2
Sedikit atau tidak ada (<10%) 3
Pleomorfia inti
Sel-sel uniform, kecil, pleomorfia inti ringan 1
Peningkatan sedang dalam bentuk dan ukuran (pleomorfia 2
sedang) 3
Bentuk sangat bervariasi (pleomorfia berat)
Hitung mitosis
Tergantung dari luas lapang pandang besar mikroskop Lihat nilai pada
gambar 2.3
Derajat akhir
Dijumlah semua skor dari bentukan kelenjar, pleomorfia inti
sel, dan hitung mitosis per 10 lapang pandang besar
Derajat histologis I : total skor 3 – 5
Derajat histologis II : total skor 6 – 7
Derajat histologis III : total skor 8 – 9
17
Gambar 2.5 Gambaran karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik derajat
histologis I, II, dan III (Lester, 2010)
18
Sistem stadium karsinoma payudara yang dipergunakan adalah sistem TNM dari
tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N), dan metastasis jauh (M) (Ellis
yaitu stadium 0, I, II, III, dan IV yang memberikan informasi tentang keadaan
penyakit ( ukuran tumor, invasi kulit atau dinding dada, dan keterlibatan kelenjar
demi kepentingan pengobatan, konseling, dan uji klinis (Ellis et al.,2012; Moelans
2.1.5 Karsinogenesis
pengaruh hormonal (Lester et al., 2015). Pada literatur lain dikatakan faktor diet,
faktor hormonal dan reproduksi, serta faktor terpapar radiasi juga ikut
dengan karsinoma payudara akan lebih berisiko. Faktor hormonal dan reproduksi
nulliparitas, usia saat kelahiran anak pertama, tidak menyusui, usia menopause,
dan penggunaan kontrasepsi oral. Sedangkan faktor diet berupa peningkatan berat
kurangnya asupan buah dan sayuran, merokok serta alkohol (Colditz and Chia,
2012).
20
Adanya mutasi gen BRCA 1 pada kromosom 17q21.3 dan mutasi gen BRCA
2 pada kromosom 13q12-13 pada beberapa kasus menunjukkan bahwa mutasi ini
sangat berpengaruh. Kedua gen ini berperan dalam repair DNA sebagai gen
supresor karena inaktif atau defek keduanya germ line mutation dan somatic
faktor risiko yang telah disebutkan nuliparitas, usia subur yang lama, usia lanjut
saat memiliki anak pertama menunjukkan peranan kadar estrogen terhadap risiko
penekan tumor yaitu BRCA1, BRCA2, dan gen P53 serta onkogen yang terdiri
dari gen HER2, gen apoptosis, gen reseptor steroid (Estrogen Receptor dan
Progesteron Receptor), gen adhesi sel dan invasif, serta gen angiogenesis.
sel-sel yang telah menjadi sel kanker. Beberapa onkogen seperti Bax dan Bcl2, c-
myc dan P53 terlibat dalam pengaturan sinyal proapoptosis dan anti apoptosis
yang dikontrol oleh beberapa gen. Bcl2 mengatur pelepasan protein mitokondria
21
dengan jalan mengontrol kematian sel yang dimediasi P53 (Boder, 2013).
morfologi dan biologis karsinoma biasanya terbentuk pada tahap insitu, karena di
sebagian besar kasus lesi insitu mirip karsinoma invasif yang menyertai. Langkah
akhir dari karsinogenesis adalah perubahan lesi insitu menjadi karsinoma invasif
kanker payudara (Gambar 2.6). Jalur yang terbanyak adalah terjadinya karsinoma
BRCA2. Jalur ini berhubungan dengan delesi kromosom 16q dan penambahan
ditemukan adalah flat epithelial atypia dan atypical hyperplasia. Jalur kedua yaitu
karsinoma HER2 positif. Ditemukan pada penderita dengan mutasi germline TP53
22
dan terjadi amplifikasi gen HER2. Lesi prekursor yang ditemukan adalah atypical
apocrine adenosis. Jalur yang paling jarang adalah karsinoma ER dan HER2
negatif. Pada karsinoma ini lesi prekursor tidak jelas, kemungkinan karena
perkembangan lesi yang sangat cepat menjadi karsinoma. Sering ditemukan pada
terjadi mutasi pada TP53 (Tamaki et al., 2013; Lester et al., 2015).
Solid tumor merupakan “organ like structure” terdiri atas sel tumor dan stromal.
dari sel stromal, sel sistem imun dan inflamasi, faktor pertumbuhan, jaringan
pembuluh darah dan limfe, serta matriks ekstraseluler (ECM). Pada keadaan
stimulus dari sel-sel karsinoma (Li et al., 2007; Rohan et al., 2014).
awal pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Reaktivasi EMT pada masa
memulihkan jaringan yang rusak. EMT juga terlibat dalam proses patologis
gambar 2.7. Sel epitelium yang tipikal adalah lembaran sel yang dihubungkan
dengan kompleks junctional yang spesifik antar selnya, meliputi tight junctions,
pergerakan dan disosiasinya dari lembaran sel (Lee and Nelson, 2012).
dan tidak memiliki kompleks adesi interseluler spesifik. Sel ini memiliki bentuk
yang relatif elongated dibandingkan sel epitelial dan menunjukkan polaritas end-
to-end dan adesi fokal. Hal ini meningkatkan kapasitas migrasinya. Sel-sel
Gambar 2.7
Gambaran umum sel-sel epitelial dan mesenkimal (Lee and Nelson, 2012).
pada fenotip seluler. Selama EMT, sel-sel epitelial mengubah struktur perlekatan
25
sel dan polaritasnya sehingga menjadi terisolir, motil, dan resisten terhadap
bagaikan sebuah proses yang terlindung, akan tetapi kenyataannya, proses yang
berhubungan dengan EMT dapat bervariasi dalam intensitas mulai dari kehilangan
polaritas sel yang tersamar sampai pemrograman ulang sel secara total
(Gambar 2.8). Tipe 1 EMT melibatkan transisi dari sel epitel primordial ke sel
fibrosis atau menginduksi invasi, dan dalam banyak kasus, sel-sel mesenkimal
sekunder. Tipe 2 EMT melibatkan transisi dari sel epitel sekunder untuk jaringan
luka dan regenerasi jaringan. Selama jaringan fibrosis, tipe 2 EMT terus merespon
Nelson, 2012).
Tipe 3 EMT terjadi pada sel-sel karsinoma yang telah terbentuk sebagai
tumor padat dan berhubungan dengan transisi ke sel-sel tumor metastatik yang
memiliki potensi untuk bermigrasi melalui aliran darah, dan dalam beberapa kasus
26
membentuk tumor sekunder di tempat lain melalui MET. Selama tipe 3 EMT,
Gambar 2.8
Berbagai jenis tipe EMT (Lee and Nelson, 2012).
morfologi seluler, adesi, dan kapasitas migrasi. Berbagai marka biologis telah
perubahan yang terjadi selama EMT tidak selalu identik dan mungkin ditentukan
Tabel 2.2 Kriteria mayor untuk mendeteksi EMT, termasuk marka-marka yang
sudah ditegakkan, fenotip ((Lee and Nelson, 2012).
EMT Proteome
Protein yang menurun selama EMT
- E-cadherin, ZO-1, mucin1, cytokeratin, occludin, desmoplakin,
collagen IV, laminin 1, MiR-200 family
Protein yang meningkat selama EMT
- Faktor transkripsi: Snail (Snai1/Snail1), Slug (Snai2/Snail2), ZEB1
(TCF8/δEF1), ZEB2 (SIP1), E47 (TCF3), E2-2 (TCF4, Twist1,
FOXC2
- Matrix metalloproteinases: MMP2, MMP3, MMP9
- Protein permukaan sel: N-cadherin, OB-cadherin, α5β1 integrin, αVβ6
integrin, DDR2
- Marka cytoskeletal: vimentin, fibronectin, αSMA, FSP1
- Faktor transkripsi yang bertranslokasi dalam inti: β-catenin, NF-ƙB,
Smad 2/3
- miRNA: miR 10b, miR-21x
- HSP-47
Perubahan Minor
zinc. Protein ini terlibat dalam degradasi matriks ekstraselular, serta berperan
penting pada proses fisiologis maupun patologis. Pada keadaan fisiologis MMP
pada proses patologis, MMP terlibat pada terjadinya sirosis, arthritis dan
karsinoma (Yabluchanskiy et al., 2013; Gong et al., 2014). Jerome Gross dan
Charles Lapiere adalah orang yang pertama kali menemukan MMP pada
metamorfosis ekor kecebong di tahun 1962. Triple helix kolagen didegradasi jika
Domain ini mengandung “Cystein switch” yakni residu cystein unik dan
selalu terjaga, yang berinteraksi dengan zinc pada bagian aktif. Saat
aktivasi enzim, bagian ini akan dipecah secara proteolitik oleh furin secara
2) Domain katalitik yang menjadi penanda struktural corak pengikat zinc. Ion
Zn2+, diikat oleh tiga residu histidin membentuk area aktif. Area aktif ini
atau bagian penghubung yang terbuat dari 75 rantai asam amino berfungsi
disediakan oleh struktur ini dipercaya terlibat dalam interaksi antar protein
MMPs. Archetypal MMPs terbagi lagi menjadi tiga kelompok kecil sesuai dengan
furin recognition motif termasuk diantaranya secreted, membrane type dan type II
menjadi bentuk aktif. Regulasi ini terjadi baik pada tingkat mRNA maupun
30
aktivasi protein melalui aktivator dan inhibitornya serta berbagai sel di lingkunagn
sekitar tumor. Seperti misalnya MMP-9 pada karsinoma payudara invasif tipe
tidak spesifik mengalami regulasi melalui interaksi antara sel tumor dengan
lingkungan mikro di sekitarnya seperti sel stroma, sel endotel, makrofag, maupun
sel radang neutrofil. Sudah sangat diakui peranan sel radang seperti makrofag,
neutrofil, sel mast sel dendritik, dan sel T pada inisiasi dan progresi tumor. Sel
pada progresivitas tumor (Deryugina dan Quigley, 2006). Co-culture sel tumor
sel tumor dan menekan regulasi inhibitornya (TIMPs) di sel stroma. Co-culture sel
tumor dengan sel endotel juga mampu meningkatkan ekspresi MMP-9 serta
meningkatkan kemampuan invasi sel tumor melalui peningkatan sekresi IL-6 oleh
sel endotel. Sitokin dan faktor pertumbuhan yang dikeluarkan oleh sel tumor,
ekspresi MMP-9, baik melalui jalur autokrin maupun parakrin (Gong et al., 2014).
di mana MMP memegang peranan penting pada proses remodeling ECM yang
penghambatnya.
Gambar 2.9
Fungsi seluler MMP selama perkembangan dan fisiologis normal
(Ansari et al., 2013).
keganasan. Pada kondisi ini MMP dihasilkan langsung oleh sel tumor maupun sel
fibroblast pada stroma dan sel makrofag melalui rangsangan sel tumor (Gialeli et
al., 2010; Kumar et al., 2015). Selanjutnya MMP akan menyebabkan degradasi
komponen ECM pada membran basalis dan jaringan ikat interstisial yang tersusun
diawali oleh interaksi antara sel tumor dengan ECM. Pertama-tama sel tumor
dan secara cepat mencapai sirkulasi dengan cara menembus membran basalis
pembuluh darah. Proses ini berulang lagi jika emboli sel tumor mengalami
Tahap pertama proses invasi yaitu disosiasi sel terjadi karena kelainan
antar sel berkurang sehingga sel mudah terlepas dari tumor primer dan meluas ke
jaringan sekitarnya. Tahap kedua berupa proses degradasi lokal membran basalis
dan jaringan ikat interstisial. Proses ini melibatkan enzim proteolitik seperti MMP
yang dapat disekresikan langsung dari sel tumor atau dari induksi terhadap sel
stroma seperti fibroblast dan sel inflamasi. Protease lain yang juga disekresikan
tumor, MMP bukan hanya mengubah komponen yang tidak larut pada membran
basalis dan matriks interstisial, tetapi juga melepaskan growth factor yang
disimpan ECM seperti misalnya VEGF (Deryugina and Quigley, 2006; Bouchet
site tersusun atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site oleh
ulangan tiga fibronektin yang memfasilitasi degradasi substrat besar seperti elastin
dan penghancuran kolagen (Gambar 2.10) (Patil and Kundu, 2006). Dalam regio
ini, asam amino Asp309, Asn319, Asp232, Tyr320 dan Arg3076 penting untuk
pengikat gelatin. Catalytic site tetap dipertahankan dalam bentuk tidak aktif oleh
yang bergantung MMP-9, interaksi dengan TIMP dan lokalisasi permukaan sel.
dan melepaskan ikatan kolagen sebelum dipecahkan oleh enzim lainnya (Loffek et
Gambar 2.10
Struktur MMP-9 (Gelatinase B) (Loffek et al., 2011)
sekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblast di stroma, sel endotelial, sel
34
and Hansch, 2006; Loffek et al., 2011). Akibatnya aktivasi dan produksi MMP-9
Selain fungsinya dalam proses metastasis, MMP 9 juga memainkan peran penting
(Vempati et al., 2007; Farina and Mackay, 2014; Gong et al, 2014). Mekanisme
1 mengarahkan MMP-9 untuk terlibat dalam proses patologis tumor (Gialeli et al.,
mendegradasi kolagen tipe IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan
vaskuler; fibronektin dan gelatin yang memegang peranan penting dalam proses
invasi dan metastasis, namun juga memiliki potensi pro-onkogenik antara lain
menempati inti sel, meskipun memiliki sinyal lokalisasi inti klasik yang rendah
Gelatinase inti ini mendegradasi matriks protein inti yaitu PARP (poly-ADP-
dalam berbagai tipe sel dan disekresikan dalam bentuk komplek pro-MMP-
35
9/TIMP-1. Lingkungan tumor yang mengandung sel tumor, stroma, dan elemen
Infiltrasi neutrofil pada tumor menyebabkan keluarnya MMP-9 yang tidak terikat
TIMP dan memfasilitasi perubahan sifat sel tumor (Gambar 2.11) (Gialeli et al.,
Gambar 2.11
Peranan MMP-9 yang tidak terikat TIMP yang berasal dari sel radang PMN sel
tumor dalam inisiasi tumor dan promosi instabilitas genetik. melalui degradasi
ECM, pelepasan dan aktivasi kemokin, sitokin, dan growth factor (Farina and
Mackay, 2014)
Peranan MMP-9 yang berasal dari sel radang neutrofil juga tampak pada
inisiasi adenoma intestinal. Ini dibuktikan oleh penurunan lesi adenoma sebanyak
defisiensi MMP-9. Pada tumor hepar MMP-9 dilaporkan menginisiasi sel tumor
melalui pelepasan proteolitik dan aktivasi TGFβ dan VEGF. Sementara pada
mana ekspansi klonal sel ini merupakan langkah penting proses progresivitas
Stem cell niche merupakan lokasi spesifik dan unik yang mengatur jumlah,
self-renewal dan pembelahan stem cell baik pada sel normal maupun sel tumor.
Pada sel tumor stem cell niche ini mempengaruhi heterogenitas tumor, metastasis
dan resistensi terapi yang diregulasi oleh kondisi-kondisi di dalam tumor dan
didukung oleh stress yang berhubungan dengan tumor seperti misalnya hipoksia.
MMP-9 dikatakan berimplikasi terhadap perubahan perilaku stem cell niche dan
sehingga menyebabkan aktivasi dan mobilisasi stem cell hemopoetik. Hal ini
difasilitasi oleh perubahan bentuk stem cell terikat membran menjadi stem cell
bebas yang mampu meningkatkan promosi c-KIT terkait proliferasi sel. MMP-9
juga melepaskan stem cell prekursor sel endothelial dari sumsum tulang yang
dan reseptor kemokin CXCR4 penting dalam fungsi sel progenitor dan induksi
berhubungan dengan proses transisi EMT dan sekaligus menjadi penyebab EMT
(Gambar 2.12) (Gialeli et al., 2010). Ini merupakan proses perubahan sel epitel
yang tidak dapat bergerak menjadi sel mesenkimal yang mampu bergerak. Proses
ini penting pada pertumbuhan (tipe 1), penyembuhan luka normal atau fibrosis
patologis (tipe 2) dan proses metastasis sel karsinoma (tipe 3). Sel EMT tipe 3
37
dalam dehistologis sel karsinoma maupun aktivasi dalam stem cell, mampu
menginduksi fenotip dan motilitas sel karsinoma menjadi invasif (Farina and
Mackay, 2014).
Gambar 2.12
Transisi epitelial menjadi mesenkimal (EMT) yang dipicu MMP-9
(Farina and Mackay, 2014)
terlibat pada semua tahap progresivitas sel kanker mulai dari proliferasi,
perubahan bentuk stem cell niche menjadi bentuk bebas, dan selanjutnya
angiogenesis pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik dipicu melalui
ini difasilitasi oleh MMP-9 yang tidak terikat TIMP-1 yang sekaligus mampu
melepaskan faktor pertumbuhan FGF dan VEGF dari matriks. Proses metastasis
dimudahkan oleh kemampuan sel tumor untuk berubah dari bentuk sel epitel yang
tidak mampu bergerak menjadi sel mesenkimal yang mampu bergerak (EMT).
Matriks metalloproteinase-9 dikatakan juga terlibat pada proses ini (Farina dan
Mackay, 2014).
dan peranan MMP-9 pada karsinoma payudara. Pada penelitian yang dilakukan
Penelitian serupa dilakukan oleh Yousef et al. terhadap 200 kasus karsinoma
MMP-9 dilakukan secara semi kuantitatif berdasarkan presentase jumlah sel yang
akan tampak berwarna coklat pada sitoplasma sel epitel ganas maupun stroma
(Gambar 2.12). Pada penelitian ini, sampel dibagi menjadi dua yaitu ekspresi
39
MMP-9 dengan tingkat rendah dan tingkat tinggi. Hasil dari penelitian ini
didapatkan ekspresi MMP-9 tingkat tinggi pada karsinoma payudara derajat tinggi
Gambar 2.13
Ekspresi MMP-9 pada jaringan payudara normal
A. Pulasan positif lemah MMP-9 pada kelenjar payudara
normal yang terpulas pada sel epitel luminal dan myoepitel. Sel stromal di
sekitarnya tidak terpulas (pada 75% pasien) B. Pulasan positif lemah MMP-9
pada sitoplasma sel epitel luminal, myoepitel, dan sel stroma di antara asinus
jaringan payudara normal (Yousef et al.,2014).
Penelitian karsinoma payudara di negara Irak tahun 2015 yang dilakukan oleh
dan III. Penelitian dilakukan dengan jumlah pasien sebanyak 64 orang. Hal ini
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna ekspresi MMP-
payudara bila ditinjau dari sudut pandang variabel derajat histologis (Vasaturo et
al., 2012).
pada jaringan kanker payudara dengan jaringan payudara yang normal. Dimana
2013).
dalam prospektif seri besar dari 421 pasien kanker payudara. MMP-9 terekspresi
dalam sitoplasma sel-sel ganas dan stroma. Ekspresi tinggi MMP dalam sel
korelasi yang signifikan antara ekspresi MMP-9 dengan semua variabel penelitian
klinikopatologisnya.
BAB III
serta metastasis. Pada karsinoma payudara tipe tidak spesifik, progresivitas sel
tumor yaitu formasi tubular (kelenjar), pleomorfisme inti sel, dan jumlah mitosis.
cukup untuk menentukan terapi akhir dan memprediksi prognosis pasien. Oleh
Proses invasi serta metastasis melibatkan beberapa tahap salah satunya adalah
catalytic site tersusun atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site
oleh ulangan tiga fibronektin yang memfasilitasi degradasi kolagen tipe IV.
42
43
sekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblas di stroma, sel endotel pembuluh
tersebut. Faktor pertumbuhan dan sitokin yang disekresikan oleh sel tumor,
dan vaskulargenik. Pada saat proses angiogenik oleh sel tumor terjadi, MMP-9
serpin protease nexin-1 (PN-1) yang penting pada proses invasi dan angiogenesis.
proses yang kompleks. MMP-9 memegang peranan penting pada hampir setiap
MMP-9 diduga berkaitan dengan derajat karsinoma payudara invasif tipe tidak
penelitian ini.
44
Derajat Histologis I
Derajat Histologis II
Gambar 3.1
Bagan Konsep Penelitian
METODE PENELITIAN
Gambar 4.1
Bagan Rancangan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah gambaran mikroskopis dari bahan biopsi dan
derajat histologis I, II, dan III yang diperiksa secara histopatologi di Bagian/SMF
45
46
bahan biopsi dan operasi mastektomi penderita karsinoma payudara invasif tipe
tidak spesifik derajat histologis I, II, dan III yang diperiksa imunohistokimia
4.4.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua sediaan blok parafin dari penderita
karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik derajat histologis I, II, dan III yang
diperiksa secara histopatologi dari hasil biopsi dan operasi mastektomi di Bali.
Populasi penelitian ini adalah sediaan blok parafin dari penderita karsinoma
payudara invasif tipe tidak spesifik derajat histologis I, II, dan III yang diperiksa
Sampel penelitian ini adalah sediaan blok parafin penderita karsinoma payudara
invasif tipe tidak spesifik derajat histologis I, II, dan III yang diperiksa secara
UNUD/RSUP Denpasar dari tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 31 Juli 2016
1. Sediaan blok parafin yang berasal dari bahan biopsi atau operasi payudara
tidak spesifik karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik dan memenuhi
kriteria karakteristik bentukan tubular, pleomorfia inti, dan hitung mitosis per
2. Sediaan blok parafin yang berasal dari bahan biopsi atau operasi karsinoma
1. Sediaan dari sisa frozen section karsinoma payudara invasif tipe tidak
spesifik.
2. Sediaan yang mengandung infiltrasi padat sel radang PMN neutrofil dan
makrofag.
3. Sediaan dari bahan biopsi dengan ukuran yang tidak mencukupi untuk
Pada penelitian ini besar sampel dihitung dengan rumus (Araoye, 2003):
n= Z α2PQ
d2
Keterangan:
n = besar sampel
terdahulu
Q = 1-P
Jumlah sampel (n) dihitung dengan rumus di atas. Di mana Zα2 yaitu 1,96 x 1,96
dikalikan dengan P sebesar 0,545, kemudian dikalikan oleh Q yaitu 1-P = 0,455.
Lalu dibagi dengan d2 yaitu 0,0225. Dan didapatkan hasil yang paling besar yaitu
42,34. Oleh karena adanya kemungkinan drop out/data blank, maka ditambahkan
10% sehingga sampel menjadi 42,34 + 4,234 = 46,57 dan dibulatkan menjadi 47
sampel. Jadi besar sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 47 sampel.
b. Populasi terjangkau yang telah memenuhi syarat diambil secara random untuk
1. Karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik adalah keganasan yang terjadi
pada sel-sel epitel duktuli payudara, terutama sel-sel dari terminal duct
lobular unit (TDLU) yang ditandai adanya invasi ke stroma jaringan dan
komponen gambaran tidak spesifiknya lebih dari 50% massa tumor dengan
kurang dari 50% atau sekitar 10-49% dari massa tumor dan sisanya adalah
40 kali, dilihat seluruh lapang pandang. Skor 1 bila bentukan tubular lebih
dari 75%, skor 2 bentukan tubular 10%-75%, skor 3 bila bentukan tubular
sampai pembesaran kuat 400x dilihat seluruh lapang pandang. Skor 1 bila sel-
sel uniform, kecil, pleomorfia inti ringan, skor 2 bila peningkatan inti sedang
dalam bentuk dan ukuran dikatakan pleomorfia inti sedang, skor 3 bila bentuk
Penghitungan dengan cara mencari massa tumor yang padat dan dinilai secara
random meaner. Skor 1 bila hitung mitosis ≤ 12 per 10 lapang pandang besar
mikroskop, skor 2 bila hitung mitosis 13-24 per 10 lapang pandang besar
mikroskop dan skor 3 bila hitung mitosis ≥ 25 per 10 lapang pandang besar
keganasan payudara yang terjadi pada sel-sel epitel duktuli payudara yang
ditandai adanya invasi ke stroma jaringan dan tumor tidak membentuk suatu
pola tipe histologik tertentu sesuai kriteria WHO tahun 2012 dengan skor
payudara yang ditandai adanya invasi ke stroma jaringan dan tumor tidak
membentuk suatu pola tipe histologik tertentu sesuai kriteria WHO tahun
2012 dengan skor total derajat histologis bernilai 6 atau 7 poin berdasarkan
payudara yang ditandai adanya invasi ke stroma jaringan dan tumor tidak
membentuk suatu pola tipe histologik tertentu sesuai kriteria WHO tahun
2012 dengan skor total derajat histologis bernilai 8 atau 9 poin berdasarkan
merk Olympus CX21 dimulai dari pembesaran lemah 40 kali untuk melihat
52
persentase sel tumor yang terpulas positif sampai pembesaran kuat 400 kali
untuk menilai intesitas pewarnaan pada sel yang terpulas positif. Sel yang
maka dibagi menjadi skor 0-4 yaitu : 0 (tidak terwarnai), 1+ (1-10% sel
menunjukkan pulasan positif MMP-9 maka dibagi menjadi skor 0-3 yaitu : 0
(negatif), 1 (lemah), 2 (sedang) dan 3 (kuat). Skor persentase dari sel yang
didapatkan hasil perkalian 0-12 dan dibagi menjadi skor 0-4 yaitu tingkat
rendah dan skor 5-12 yaitu tingkat tinggi (Yousef et al.,2014). Pemeriksaan
pasien.
7. Ekspresi MMP-9 adalah imunoskor dari skor presentase sel yang dikalikan
dengan intensitas warna dan kemudian akan diuji analisis dengan Chi-square
8. Dari ketiga faktor derajat histologis yaitu formasi tubular, pleomorfia inti, dan
hitung mitosis akan diuji analisis dengan uji regresi logistik untuk
53
ekspresi MMP-9.
invasif tipe tidak spesifik derajat histologis I, II, dan III yang diperiksa
5. DAB (3,3’-diaminobenzidine).
6. Streptavidin Peroxidase.
9. Xylol.
untuk mencari data pasien yang menderita karsinoma payudara invasif tipe
54
tidak spesifik derajat histologis I, II, III dari 1 Januari 2013 sampai dengan
31 Juli 2016.
7. Gelas obyek merk Sail dan Sigma dengan ukuran lebar satu inchi, panjang
8. Pipet mikro.
9. Staining jar.
11. Rotator.
payudara invasif tipe tidak spesifik derajat histologis I, II, III dari bahan biopsi
Januari 2013 sampai dengan 31 Juli 2016 di Bagian /SMF Patologi Anatomi
dikumpulkan, dievaluasi, dan dilakukan diagnosis ulang oleh peneliti dan dua
3. Apabila dalam proses penilaian ditemukan preparat yang sulit dievaluasi oleh
karena warna yang mulai pudar, maka akan dilakukan proses pewarnaan
4. Memilih preparat yang digunakan sebagai dasar untuk mencari blok parafin.
5. Peneliti mencari blok parafin yang sesuai dengan preparat yang dipilih dan
Abcam.
56
Denpasar.
10. Slide preparat H&E yang sudah selesai dinilai rediagnosis, dikembalikan ke
c. Catat dan buat ilustrasi hasil pemeriksaan makroskopis tersebut pada form.
d. Jika sampel besar, lakukan pemilihan sampel sesuai kaidah keilmuan. Jika
(24 jam).
parafin).
f. Tempelkan hasil potongan mikrotom di atas gelas obyek merk Sail Brand
dengan ukuran lebar satu inchi, panjang tiga inchi dan tebal 1,2 mm; yang
menggunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, dan alkohol 50%,
15 menit.
mengunakan alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol 80%, dan alkohol 95%
penutup.
n. Beri label.
59
ketebalan tiga μm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah
9. Analisis data
61
Gambar 4.2
Alur Penelitian
62
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows
1. Analisis deskriptif.
2. Uji korelasi dengan uji chi square berdasarkan uji silang 3x2.
3. Uji korelasi dengan uji one way Annova bila berdistribusi normal atau uji
5. Uji kemaknaan ditentukan pada p<0,05. Presisi data ditentukan dengan nilai
HASIL PENELITIAN
47 sampel karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik derajat histologis I, II,
dan III. Sampel tersebut terdiri dari 7 sampel derajat histologis I, 18 sampel
derajat histologis II, dan 22 sampel derajat histologis III. Subyek penelitian
berasal dari blok parafin bahan biopsi dan operasi mastektomi dari penderita
karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik yang diperiksa secara histopatologi
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari tanggal 1 Januari 2013 sampai 31 Juli
penelitian ini, data usia dilakukan analisis deskriptif terlebih dahulu dan hasil
Rentang usia pasien pada penelitian ini bervariasi yaitu mulai dari usia 30
tahun sampai 70 tahun dengan jumlah terbanyak pada rentang usia 40-49 tahun
baik pada derajat histologis I, II, maupun III (Tabel 5.1 dan Gambar 5.1).
63
64
Tabel 5.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Kelompok Usia dan Derajat Histologis
30-39 Tahun 1 1 2 4
40-49 Tahun 4 3 11 18
50-59 Tahun 0 9 7 16
60-69 Tahun 2 4 2 8
70-79 Tahun 0 1 0 1
Jumlah 7 18 22 47
Gambar 5.1.
Karakteristik Usia Subyek Penelitian
tipe tidak spesifik dalam penelitian ini adalah 51,45±8,87 tahun, sedangkan rerata
Derajat Histologis
Variabel Seluruh
derajat
I II III
I 7 14,9
II 18 38,3
III 22 46,8
sebanyak 18 kasus (38,3%), dan derajat histologis III sebanyak 22 kasus (46,8%)
Gambar 5.2.
Karakteristik Derajat Histologis
66
Pada penelitian ini didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 5.4.
Karakteristik Jumlah %
Skor Presentase Sel Ekspresi MMP-9
(0) 0% 0 0
(1) 1-10% 2 4,3
(2) 10-50% 8 17
(3) 50-70% 10 21,3
(4) 70-100% 27 57,4
Hasil presentase sel pulasan ekspresi MMP-9 dari 47 sampel didapatkan hasil
sebagai berikut: tidak tampak ekspresi MMP-9 (skor 0) sebanyak 0 kasus (0%),
ekspresi MMP-9 1-10% (skor 1) sebanyak 2 kasus (4,3%), ekspresi MMP-9 10-
kasus (57,4%). Hasil intensitas warna pulasan ekspresi MMP-9 dari 47 sampel
didapatkan hasil sebagai berikut: tidak terpulas MMP-9 (skor 0), intensitas lemah
(55,3%), dan intensitas kuat (skor 3) sebanyak 7 kasus (14,9%). Berdasarkan hasil
tersebut maka disimpulkan bahwa ekspresi MMP-9 tingkat rendah (yang bernilai
0–4) sebanyak 20 kasus (42,5%) dan ekspresi MMP-9 tingkat tinggi (yang
I II III
Jumlah 7 18 22
68
I II III
Skor 0 (negatif) 0 0 0
Skor 1 (lemah) 3 6 5
Skor 2 (sedang) 4 9 13
Skor 3 (kuat) 0 3 4
Jumlah 7 18 22
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 5.5 dapat dilihat skor presentase
sel ekspresi MMP-9 pada derajat histologis I didapatkan skor 0 sebanyak 0 kasus,
skor 1 sebanyak 0 kasus, skor 2 sebanyak 5 kasus, skor 3 sebanyak 2 kasus, dan
skor 1 sebanyak 2 kasus, skor 2 sebanyak 2 kasus, skor 3 sebanyak 3 kasus, dan
kasus, skor 1 sebanyak 0 kasus, skor 2 sebanyak 1 kasus, skor 3 sebanyak 5 kasus,
dan skor 4 sebanyak 16 kasus. Sedangkan intensitas warna ekspresi MMP-9 pada
sebanyak 3 kasus, skor 2 (sedang) sebanyak 4 kasus, dan skor 3 (kuat) sebanyak 0
skor 1 (lemah) sebanyak 6 kasus, skor 2 (sedang) sebanyak 9 kasus, dan skor 3
69
kasus, dan skor 3 (kuat) sebanyak 4 kasus. Kemudian skor presentase sel
tingkat rendah dengan nilai 0-4 dan nilai 5-12 ekspresi MMP-9 tingkat tinggi.
Pada derajat histologis I terdapat 6 kasus ekspresi MMP-9 tingkat rendah dan 1
kasus ekspresi MMP-9 tingkat tinggi. Pada derajat histologis II terdapat 9 kasus
ekspresi MMP-9 tingkat rendah dan 9 kasus ekspresi MMP-9 tingkat tinggi. Pada
derajat histologis III terdapat 5 kasus ekspresi MMP-9 tingkat rendah dan 17
maka dilakukan uji korelasi uji chi square berdasarkan uji silang 3x2 seperti
Tabel 5.7 Uji Chi square antara Derajat Histologis dengan Ekspresi MMP-9
I 6 1
II 9 9 0,010
III 5 17
70
Berdasarkan uji chi square maka terdapat hubungan yang bermakna antara
derajat histologis dengan ekspresi MMP-9 pada karsinoma payudara invasif tipe
Pada penelitian ini data ekspresi MMP-9 terlebih dahulu diuji normalitas data.
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Shapiro-Wilk didapatkan data MMP-9 tidak
Tabel 5.8
Hasil Uji Normalitas Data Ekspresi MMP-9
Tabel 5.9
Perbandingan Ekspresi MMP-9 antar Kelompok Derajat Histologis
Kelompok Subyek n p
Derajat histologis I 7
71
Tabel 5.10
Perbandingan Ekspresi MMP-9 antara Derajat Histologis I dan II
Mean
Kelompok Subjek N U p
MMP-9
Tabel 5.11
Perbandingan Ekspresi MMP-9 antara Derajat Histologis I dan III
Mean
Kelompok Subjek N U p
MMP-9
Tabel 5.12
Perbandingan Ekspresi MMP-9 antara Derajat Histologis II dan III
Mean
Kelompok Subjek N U p
MMP-9
Pada Tabel 5.10-5.12 tampak hasil analisis kemaknaan dengan uji Mann-
72
Whitney. Hasil tes perbandingan ekspresi MMP-9 antara derajat histologis I dan II
25,25%, nilai U=23 dan nilai p=0,014. Hasil tes perbandingan ekspresi MMP-9
antara derajat histologis I dan III menunjukkan bahwa nilai mean derajat
histologis III (81,36%) lebih tinggi dibandingkan nilai mean derajat histologis I
(42,86%) dengan perbedaan selisih 38,5%, nilai U=8 dan nilai p=0,000. Hasil tes
bahwa mean derajat histologis III (81,36%) lebih tinggi dibandingkan nilai mean
derajat histologis II (68,11%) dengan perbedaan selisih 13,25%, nilai U=115 dan
nilai p=0,024. Hal ini berarti bahwa ekspresi MMP-9 paling tinggi ditemukan
pada kelompok derajat histologis III, lalu derajat histologis II, dan ekspresi MMP-
9 paling rendah pada derajat histologis I karsinoma payudara invasif tipe tidak
spesifik (p<0,05).
spesifik derajat histologis I, II, dan III dapat dilihat pada Gambar 5.3, 5.4 dan 5.5.
73
Gambar 5.3
Ekspresi MMP-9 pada derajat histologis I dengan intensitas lemah (insert)
Gambar 5.4
Ekspresi MMP-9 pada derajat histologis II dengan intensitas sedang (insert)
74
Gambar 5.5
Ekspresi MMP-9 pada derajat histologis III dengan intensitas kuat (insert)
5.2.2 Pengaruh Faktor Karakteristik Derajat Histologis
pleomorfia inti, dan hitung mitosis per 10 lapang pandang besar. Mengetahui
faktor karakteristik derajat histologis yang paling dominan yang dipengaruhi oleh
Uji regresi logistik dilakukan dan didapatkan hasil bahwa hitung mitosis
merupakan faktor yang paling dominan. Pada hitung mitosis didapatkan hasil
yang bermakna dengan hasil p=0,012 (p<0,05), sedangkan untuk faktor formasi
tubular dan pleomorfik inti didapatkan hasil yang tidak bermakna dengan masing-
masing nilai p=0,922 dan p=0,594 dimana p>0,05 seperti yang disajikan pada
Tabel 5.13.
75
PEMBAHASAN
terlibat pada semua tahap progresivitas sel kanker mulai dari proliferasi,
perubahan bentuk stem cell niche menjadi bentuk bebas, dan selanjutnya
angiogenesis pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik dipicu melalui
ini difasilitasi oleh MMP-9 yang tidak terikat TIMP-1 yang sekaligus mampu
melepaskan faktor pertumbuhan FGF dan VEGF dari matriks. Proses metastasis
dimudahkan oleh kemampuan sel tumor untuk berubah dari bentuk sel epitel yang
tidak mampu bergerak menjadi sel mesenkimal yang mampu bergerak (EMT).
Matriks metalloproteinase-9 dikatakan juga terlibat pada proses ini (Farina dan
Mackay, 2014).
Derajat histologis karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dinilai
76
77
tiga karakteristik tumor yaitu formasi tubular, pleomorfia inti sel, dan hitung
histologis dibagi menjadi 3 yaitu derajat histologis I, derajat histologis II, dan
derajat histologis III (Lester et al., 2015; Colditz and Chia, 2012; Hoda et al.,
2014).
spesifik mengalami regulasi melalui interaksi antara sel tumor dengan lingkungan
mikro di sekitarnya seperti sel stroma, sel endotel, makrofag, maupun sel radang
neutrofil. Sudah sangat diakui peranan sel radang seperti makrofag, neutrofil, sel
mast sel dendritik, dan sel T pada inisiasi dan progresi tumor. Sel tumor ini
progresivitas tumor (Deryugina dan Quigley, 2006). Co-culture sel tumor dengan
sel stroma secara in vitro mampu meningkatkan ekspresi pro-MMP-9 di sel tumor
dan menekan regulasi inhibitornya (TIMP) di sel stroma. Co-culture sel tumor
meningkatkan kemampuan invasi sel tumor melalui peningkatan sekresi IL-6 oleh
sel endotel. Sitokin dan faktor pertumbuhan yang dikeluarkan oleh sel tumor,
ekspresi MMP-9, baik melalui jalur autokrin maupun parakrin (Gong et al., 2014).
sel stroma, endotel, maupun sel radang neutrofil baik pada karsinoma payudara
invasif tipe tidak spesifik dengan histologis tinggi maupun rendah. Hal ini
78
membuktikan bahwa MMP-9 dihasilkan baik oleh sel tumor itu sendiri maupun
bermakna pada derajat tinggi dibandingkan derajat rendah, dimana ekspresi tinggi
bermakna dengan nilai r=0,518 dan p=0,0000. Dan dari penelitian ini disimpulkan
Penelitian serupa dilakukan oleh Yousef et al. terhadap 200 kasus karsinoma
MMP-9 dilakukan secara semi kuantitatif berdasarkan presentase jumlah sel yang
terpulas positif dengan intensitas pewarnaan. Hasil dari penelitian ini didapatkan
ekspresi MMP-9 tingkat tinggi pada karsinoma payudara derajat tinggi. Ekspresi
klinis. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa MMP-9 adalah calon gen atau
dengan jumlah pasien sebanyak 64 orang. Hal ini serupa dengan metode
79
secara berbeda pada jaringan kanker payudara dengan jaringan payudara yang
berbeda diatur dalam jaringan kanker payudara dan berperan pada derajat
besar untuk dipelajari sebagai penanda diagnostik dan target terapi (Benson et al.,
2013).
80
dan MMP-9 yang dianalisis secara imunohistokimia dalam prospektif seri besar
dari 421 pasien kanker payudara. MMP-9 terekspresi dalam sitoplasma sel-sel
ganas dan stroma. Ekspresi tinggi MMP dalam stadium tumor, sedangkan ekspresi
et al., 2014).
limfonodi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan
antara ekspresi MMP-9 dengan semua variabel penelitian yang dievaluasi (Wu et
al., 2014).
Pada penelitian yang kami lakukan pada 47 kasus karsinoma payudara invasif
tipe tidak spesifik. Dengan jumlah sampel masing-masing yaitu derajat histologis
derajat histologis III sebanyak 18 kasus (46,8%). Hasil presentase sel pulasan
ekspresi MMP-9 dari 47 sampel didapatkan hasil sebagai berikut: tidak tampak
ekspresi MMP-9 (skor 0) sebanyak 0 kasus (0%), ekspresi MMP-9 1-10% (skor 1)
warna pulasan ekspresi MMP-9 dari 47 sampel didapatkan hasil sebagai berikut:
tidak terpulas MMP-9 (skor 0), intensitas lemah (skor 1) sebanyak 14 kasus
disimpulkan bahwa ekspresi MMP-9 yang bernilai rendah ada 20 kasus (42,5%)
utama dari membran basalis epitel dan vaskuler, namun juga memiliki
penting dalam proses transisi epitel menjadi mesenkimal atau yang dikenal
EMT. Epithelial mesenchymal transition ada 3 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3.
Tipe 3 dari EMT ini berfungsi dalam progresi tumor maupun aktivasi dalam stem
cell serta pergerakan sel kanker menjadi invasif (Gialeli et al., 2010; Farina dan
Mackay, 2014).
Proses angiogenik oleh sel tumor terjadi kemudian MMP-9 juga merangsang
yaitu FGF dan VEGF, serpin protease nexin-1 (PN-1, urokinase plasminogen
activator (uPA) yang penting pada proses invasi dan angiogenesis pada keganasan
(Patil dan Kundu, 2006; Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay, 2014).
histologis pada penelitian ini menunjukkan peranan penting MMP-9 pada setiap
agresivitas karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik. Namun hingga saat ini
belum terdapat kesepakatan tentang nilai cut off point ekspresi MMP-9 pada
aplikasi klinis.
biasa disebut dengan Nottingham Grading System. Sistem ini menilai karsinoma
payudara berdasarkan tiga karakteristik yaitu formasi tubular, pleomorfia inti sel,
dan hitung mitosis per 10 lapang pandang besar. Selain didapatkannya hubungan
bermakna antara derajat histologis dengan ekspresi MMP-9, pada penelitian ini
dilakukan pula uji regresi logistik untuk menilai faktor karakteristik derajat
83
histologis (formasi tubular, pleomorfia inti sel, atau hitung mitosis) yang paling
bahwa hitung mitosis merupakan faktor yang paling dominan dengan nilai
p=0,012 (p<0,05). Sedangkan untuk faktor formasi tubular dan pleomorfia inti
didapatkan hasil yang tidak bermakna dengan masing-masing nilai p=0,922 dan
p=0,594 dimana p>0,05. Hal ini sejalan dengan Boder pada tahun 2013 yang
penunjuk faktor prognosis yang lebih baik daripada formasi tubular dan
pleomorfia inti.
Ekspresi MMP-9 lebih tinggi pada derajat histologis yang tinggi termasuk
pada hitung mitosis yang tinggi. Hitung mitosis dapat dipengaruhi oleh laju
proliferasi sel, dimana semakin tinggi laju proliferasi maka akan semakin tinggi
pula hitung mitosisnya dan hal ini menunjukkan suatu agresivitas karsinoma
tersebut. Formasi tubular dan pleomorfia inti tidak berpengaruh dominan oleh
karena penilaian dari kedua hal ini sangatlah subyektif, selain itu pada kedua
kriteria, yaitu seperti lama atau cepatnya suatu jaringan tersebut mendapatkan
fiksasi, tipe dari cairan fiksasi yang dipakai, tingkat pH buffer formalin, dan dilusi
tubular, pleomorfia inti, dan hitung mitosis tetap memiliki peranan yang penting
7.1 Simpulan
7.2 Saran
faktor prognosis yang lebih buruk, sehingga dapat dipakai untuk petunjuk klinis
karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik dapat dilakukan lebih baik lagi.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan cut off point ekspresi
MMP-9 pada karsinoma payudara invasif tipe tidak spesifik sehingga didapatkan
85
86
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, M.A., Shaikh, S., Muteeb, G., Rizvi, D., Shakil, S., Alam, A.,Tripathi, R.,
Ghazal, F., Rehman, A., Ali, S.Z., Pandey, A.K., Ashraf, G.M. 2013. Role
of Matrix Metalloproteinases in Cancer. In : Ashraf, G.M., Sheikh, I.A.,
editors. Advanced in Protein Chemistry. USA : OMICS group ebook. p.
4-10.
Colditz, G., Chia, K.S. 2012. Invasive Breast Carcinoma: Introduction and
General Feature. In: Lakhani, S.R., Ellis, I.O., Schnitt, S.J., Tan, P.H.,
Vijver, M.J., editors. WHO Classification of Tumours of the Breast
87
Deryugina, E.I dan Quigley, P.J. 2006. Matrix metalloproteinases and tumor
metastasis. Cancer Metastasis Rev; 25: p. 9-34.
Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2006. Kanker di Indonesia Tahun 2006. Data
Histopatologik. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.
Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2011. Kanker di Indonesia Tahun 2011. Data
Histopatologik. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.
Ellis, I.O., Collins, L., Ichihara, S., MacGrogan, S. 2012. Invasive Carcinoma of
No Special Type. In: Lakhani, S.R., Ellis, I.O., Schnitt, S.J., Tan, P.H.,
Vijver, M.J., editors. WHO Classification of Tumours of the Breast
Fourth Edition. Lyon: International Agency for Research on Cancer. p.
34-38.
Falck, A.K., Ferno, M., Bendahl, P.O., Ryden, L. 2013. St Gallen Molecular
Subtypes in Primary Breast Cancer and Matched Lymp Node Metastases-
Aspect on Distribution and Prognosis for Patients with Luminal A
Tumours: Result from a Proapective Randomised Trial. BMC Cancer, 13:
558. Available from: http://www.biomedcentral.com. Accessed January
10, 2016.
Hoda, S.A., Brogi, E., Koerner, F.C., Rosen, P.P. 2014. Invasive Ductal
Carcinoma: Assessment of Prognosis with Morphologic and Biologic
88
Irianawati, Harijadi, Prabawa S., Hermanto Y., Septiana A., Arditya, B. 2012. The
correlation between TAM, MVD, VEGF, and MMP-9 expressions among
various histological progression, histological grading and staging of
breastcancer.Availablefrom:http://jurnal.ugm.ac.id/bik/article/view/3271.
com. Accessed January 7, 2016.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C. 2015. Cellular Responses to Stress
and Toxic Insult: Adaptation, Injury, and Death. Robbin and Cotran’s
Pathology Basic of Diseases. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 1-26.
Lee, K., Nelson, C.M. 2012. New Insights into the Regulation of
Epithelial–Mesenchymal Transition and Tissue Fibrosis. International
Review of Cell and Molecular Biology, Volume 294. Elsevier Inc. p. 173-
193.
Lester, S.C. 2015. The Breast. In: Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C.,
editors. Robbin and Cotran’s Pathology Basic of Diseases Eighth
Edition.Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 1043-1071.
Li, H., Fan, X., Houghton, J. 2007. Tumor microenvironment: The role of the
tumor stroma in cancer. Available from:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/jcb.21159/full. Accessed
February 27, 2016.
Loffek, S., Schilling, O., Franzke, C-W. 2011. Biological role of matrix
metalloproteinases: a critical balance. Eur Respir J, 38: p. 191–208.
Mahmood, N.A., Fakhoury, R.M., Yaseen, N.Y., Moustafa, M.E. 2015. Matrix
Metaalloproteinases MMP2 and MMP9 Expression in Stages II-III
Breast Cancer in Iraqi Women. AL-Mustansiriya Univ, Baghdad Iran.
Availablefrom:http://pearlresearchjournals.org/journals/jmbsr/index.html.
Accessed February 27, 2016.
Moelans, C.B., Diest, P.J. 2013. Breast: Ductal Carcinoma. Atlas Genet Cytogenet
Oncol Haematol, 17(3).
Nagase, H., Visse, R., Murphy, G. 2005. Structure and function of matrix
metalloproteinases and TIMPs. Cardiovascular Research. 69: 562-573.
Scully.O.J., Bay, B., Yip, G., Yu, Y. 2012. Breast Cancer Metastasis. Available
from: http://cgp.iiarjournals.org/content/9/5/311.short. Accessed January
17, 2016.
Tamaki, M., Kamio, T., Kameoka, S., Kojimahara, N., Nishikawa, T. 2013. The
Relevance of the Intrinsic Subtype to the Clinicopathological Features
and biomarkers in Japanese Breast Cancer Patients. World Journal of
Surgical Oncology, 11: 293. Available from:
http://www.wjso.com/content/11/1/293. Accessed January 27, 2016.
Vandooren, J., Van Den Steen, P.E., Opdenakker, G. 2013. Biochemistry and
molecular biology of gelatinase B or matrix metalloproteinase-9 (MMP-
9): the next decade. Crit Rev Biochem Mol Biol; 48(3): p. 222-72.
Vasaturo, F., Solai, F., Malacrino, C., Nardo T., Vincenzi, B., Modesti, M., Scarpa
S. 2012. Plasma levels of matrix metalloproteinases 2 and 9 correlate
with histological grade in breast cancer patients. University Sapienza
Italy. Available from:
90
http://www.pubpdf.com/search/author/Fortunata+Vasaturo. Accessed
February 27, 2016.
Vempati, P., Emmanouil, D., Karagianis., Popel, A.S. 2007. A Biochemical Model
of Matrix Metallopreoteinase 9 Activation and Inhibition. J.Biomol.
Chem , 282: p. 37585-37596.
Wu, Q., Yang, Q., Huang, Y., She, H., Liang, J., Yang, Q., Zhang, Z. 2014.
Expression and Clinical Significance of Matrix Metalloproteinase-9 in
Lymphatic Invasiveness and Metastasis of Breast Cancer. Xiamen
University China. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4028268/. Accessed
February 27, 2016.
Yabluchanskiy, A., Ma, Y., Padmanabhan, R.I., Hall, M.E., Lindsey, M.L. 2013.
Matrix Metalloproteinase-9: Many Shades of Function of Cardivascular
Disease. Physiology; 28: p. 391-403.
Yousef, E.M., Tahir, M.R., Pierre, Y.S., Gaboury, L.A.. 2014. MMP-9 expression
varies according to molecular subtypes of breast cancer. Available from:
http://www.biomedcentral.com/1471-2407/14/609. Accessed January 17,
2016.
91
No TOTAL HASIL
No. PA USIA MMP-9
. GRAD TUBULA PLE MITOSI JUMLA PRESENTASE INTENSITA PERKALIA
E R O S H SKOR SEL S N
848PP2013 62 1 5 R
1 2 2 1 2 1 2
2730PP201 4 R
48 1
2 4 2 1 1 3 1 3
566PP2015 38 1 3 T
3 1 1 1 3 2 6
802PP2015 44 1 5 R
4 1 2 2 2 2 4
2371PP201 3 R
40 1
5 5 1 1 1 2 2 4
931PP2016 60 1 4 R
6 1 2 1 2 1 2
1922PP201 4 R
45 1
7 6 2 1 1 2 2 4
445PP2014 70 2 7 T
8 2 2 3 3 2 6
2348PP201 7 T
60 2
9 4 3 2 2 3 2 6
2404PP201 7 T
64 2
10 4 3 2 2 4 2 8
2931PP201 6 R
39 2
11 4 3 2 1 2 2 4
3015PP201 7 R
40 2
12 4 3 2 2 4 1 4
5848PP201 7 R
63 2
13 4 2 3 1 1 3 3
430PP2015 67 2 6 T
14 3 2 1 4 2 8
1533PP201 7 R
58 2
15 5 3 3 1 4 1 4
1818PP201 6 T
55 2
16 5 3 2 1 4 3 12
7 R
2344PP201 55 2
17 5 3 3 1 4 1 4
2848PP201 7 T
55 2
18 5 2 3 2 4 2 8
3060PP201 6 R
54 2
19 5 2 3 1 4 1 4
3271PP201 7 R
45 2
20 5 3 2 2 3 1 3
795PP2016 57 2 6 R
21 3 2 1 4 1 4
982PP2016 54 2 7 R
22 3 2 2 1 2 2
1449PP201 6 T
44 2
23 6 2 3 1 4 2 8
2599PP201 7 T
57 2
24 6 2 3 2 4 2 8
2752PP201 6 T
51 2
25 6 3 2 1 2 3 6
339PP2014 53 3 9 T
26 3 3 3 3 2 6
739PP2014 49 3 8 T
27 2 3 3 4 2 8
752PP2014 69 3 3 3 2 8 2 1 2 R
28
798PP2014 30 3 3 2 3 9 3 2 6 T
29
860PP2014 43 3 3 3 3 9 4 1 4 R
30
1421PP201 3 3 3 9 4 2 8 T
58 3
31 4
94
1664PP201 3 2 3 8 4 1 4 R
49 3
32 4
3659PP201 3 3 3 9 3 2 6 T
51 3
33 4
3790PP201 3 3 2 8 4 3 12 T
64 3
34 4
5497PP201 3 3 3 9 3 2 6 T
45 3
35 4
149PP2015 48 3 3 3 2 8 4 2 8 T
36
417PP2015 44 3 3 3 2 8 4 2 8 T
37
592PP2015 45 3 3 2 3 8 4 2 8 T
38
940PP2015 57 3 3 3 3 9 4 3 12 T
39
2053PP201 3 3 3 9 4 2 8 T
48 3
40 5
2341PP201 3 3 3 9 4 2 8 T
45 3
41 5
2391PP201 3 3 3 9 4 2 8 T
45 3
42 5
2402PP201 3 3 2 8 4 3 12 T
54 3
43 5
2973PP201 3 3 2 8 3 1 3 R
55 3
44 5
27PP2016 54 3 3 3 2 8 4 1 4 R
45
382PP2016 48 3 3 3 3 9 4 2 8 T
46
603PP2016 39 3 3 2 3 8 4 3 12 T
47
Catatan :
a. Skor persentase sel yang terpulas (distribusi) : 0 (tidak terwarnai), 1 (1-10% sel
terpulas), 2 (10-50% sel terpulas), 3 (50-70% sel terpulas), dan 4 (70-100%).
b. Skor intensitas warna coklat pada sel ganas, sel stroma, sel radang, dan
pembuluh darah : 0 (negatif), 1 (lemah), 2 (sedang), dan 3 (kuat).
c. Hasil perkalian skor presentase sel dan skor intensitas warna dibagi menjadi dua
kategori yaitu : 0-4 tingkat rendah dan 5-12 tingkat tinggi.
95
Frequencies
Statistics
N Valid 47 47 47 47 47 47
Missing 0 0 0 0 0 0
Mode 45 3 3 3 1a 5
Minimum 30 1 1 1 1 4
Maximum 70 3 3 3 3 8
Frequency Table
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Grade
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tubular
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pleomorfik
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Mitosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Kelompok_usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
N Valid 7 18 22
Missing 40 29 25
Mode 38a 55 45
Minimum 38 39 30
Maximum 62 70 69
Frequencies
Statistics
N Valid 47 47 47 47 47
Missing 0 0 0 0 0
Mode 4 2 8 2
Minimum 1 1 2 1
Maximum 4 3 12 2
Frequency Table
Persentase_sel
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Intensitas
100
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Hasil_kali
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
MMP9
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
MMP_9
101
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Crosstabs
Cases
Count
Grade
1 2 3 Total
Kelompok_usia 4 1 1 2 4
5 4 3 11 18
6 0 9 7 16
7 2 4 2 8
8 0 1 0 1
Total 7 18 22 47
102
Chi-Square Tests
N of Valid Cases 47
a. 11 cells (73.3%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .15.
Crosstabs
Cases
Count
MMP9
R T Total
Grade 1 6 1 7
2 9 9 18
3 5 17 22
Total 20 27 47
Chi-Square Tests
103
N of Valid Cases 47
Histologis
104
Histologis
Logistic Regression
108
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
Coefficients
a. Method: Enter
d. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than
.001.
Chi-square df Sig.
Model Summary
Model Summary
1 4.842 7 .679
MMP9 = R MMP9 = T
2 3 4.330 3 1.670 6
3 4 3.302 1 1.698 5
4 4 2.639 2 3.361 6
5 0 .747 2 1.253 2
6 3 2.523 4 4.477 7
7 1 .947 4 4.053 5
8 0 .152 1 .848 1
9 1 1.446 9 8.554 10
Classification Tablea
Predicted
MMP9
Percentage
Observed R T Correct
T 5 22 81.5
110
Correlation Matrix