Anda di halaman 1dari 27

Cintya amalia 1102019047 C-23

LO. 1 . Memahami dan Menjelaskan Vaskularisasi Jantung


LI. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Vaskularisasi Jantung
Jantung berfungsi mengalirkan darah tetapi jantung sendiri memerlukan darah
yang berisi oksigen dan nutrient untuk metabolisme otot. Jantung mendapatkan
darah dari 2 arteri yaitu A. coronaria dextra dan A. coronaria sinistra. Kedua arteri
tersebut berasal dari ostium arteria coronaria dalam sinus aorta. Pembuluh darah
ini semula berjalan ke permukaan superficial disebut juga arteria epicardia.
Kemudia berangsur-angsur tenggelam dan ditutupi oleh jaringan lemak sehingga
tidak kelihatan dipermukaan. Darah mengalir ke arteria tersebut pada saat jantung
diastole. Pada saat itu darah terkumpul di sinus coronaries dan tekanannya tinggi
tetapi valva semilunaris aorta tertutup. Pada saat inilah darah dari sinus aorta
mengalir ke A. coronaria sinistra dan A. coronaria dextra.

Arteri
Jantung mendapat darah dari arteri coronaria dextra dan sinistra, yang berasal dari
aorta ascendens tepat diatas valva aorta. Arteria coronaria dan cabang-cabang
utamanya terdapat di permukaan jantung, terletak didalam jaringan ikat
subepikardial.
1. Arteri coronaria dextra
Berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan kedepan diantara truncus pulmonalis
dan auricular dextra, arteri ini berjalan turun hampir ventrikel kedalam sulcus
atrioventricular dextra, dan pada pinggir inferior jantung pembuluh ini melanjut
ke posterior sepanjang sulcus atrioventricularis untuk beranastomosis dengan
arteri coronaria sinistra didalam sulcus interventricularis posterior.
Cabang-cabang arteri coronaria dextra sebagi berikut
Rami Marginalis: memperdarahi atrium dextra dan ventriculus sinistra
Cintya amalia 1102019047 C-23

Rami Interventricularis (descendens) Posterior : memperdarahi 2 dinding


belakang ventrikel,epikardium,atrium dextra dan SA node
2. Arteri coronaria sinistra
Yang lebih besar dibandingkan dengan arteri coronaria dextra, mendarahi
sebagian besar jantung, termasuk sebagian besar atrium sinistra, ventriculus
sinistra, dan septum ventricular. Arteria ini berasal dari posterior kiri sinus aorta
ascendens dan berjalan kedepan diantara truncus pulmonalis dan auricula sinistra.
Kemudian pembuluh ini berjalan di sulcus atrioventricularis anterior dan ramus
circumflexus.

Cabang-cabang dari arteri coronaria sinistra:


Rami interventricularis (descendens) Anterior: memperdarahi ventrikel dextra dan
sinistra
Rami sirkumfleksa: memperdarahi bagian belakang bawah ventrikel sinistra dan
atrium sinistra

Vena
Vena-vena cardiaca
Vena berjalan bersama a. coronaria → mengalir ke atrium kanan melalui sinus
coronarius → sinus coronarius mengalir ke atrium kanan di sebelah kiri dan diatas
pintu vena cava inferior.
Vena besar jantung mengikuti cabang interventricular anterior dari a. coronaria
sinistra → mengalir kembali ke sebelah kiri pada sulcus atrioventrikular.
Vena tengah jantung mengikuti a. interventricular posterior, dan bersama-sama
dengan vena kecil jantung yang mengkuti a. marginalis → sinus coronarius. Sinus
coronarius mengalirkan sebagian besar dari darah vena jantung.
1. Vena yang bermuara terlebih dahulu ke sinus coronaries :
V. Cordis magna ( V.Interventricularis Anterior)
V. Cordis parva
V. Cordia media (V.Interventricularis Posterior)
V. Cordis obliq (V. Oblique Atrium Sinistra)
2. Vena yang langsung bermuara ke Atrium dextra
V. Cordis minimi (THEBESII) merupakan vena-vena kecil yang langsung
mengalir ke dalam bilik-bilik jantung.
V. Cordis anterior merupakan vena-vena kecil yang menyilang sulcus
atrioventricular dan mengalir langsung ke atrium kanan.

LI. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Histologi Vaskularisasi Jantung


1. Arteri Sedang
1) Tipe muscular atau distribusi arteri
2) Tunika intima terdiri dari sel endotel dan membrana basalis
3) Membrane elastika interna terlihat jelas
4) Tunika media, lapisan otot polos tebal dengan serat elastin dan kolagen
5) Membrane elastika eksterna tidak setegas elastika interna
6) Tunika adventitia mulai terlihat vasa vasorum
2. Vena Sedang
Cintya amalia 1102019047 C-23

1) Dindingnya tipis, lumennya lebar dan tampak bergelombang


2) Tunika intima (sel endotel, jaringan ikat, dan elastin)
3) Tunika media, tipis dan terdiri dari otot polos
4) Tunika adventitia lebih tebal

3. Aterosklerosis
1) Makro: plak arematosa yang khas (atheroma); lesi pada intima, putih
kekuningan, menonjol ke dalam lumen pembuluh darah.
2) Mikro: topi fibrosa superfisial yang mengandung sel otot polos, leukosit,
dan matriks jaringan ikat padat menutupi pusat nekrotik yang mengandung
sel mati, lipid, celah-celah kolestrol, sel buih terisi lipid (makrofag dan sel
otot polos).
4. Infark Miokard
Makroskopis :
6-12 jam: lesi agak pucat
18-24 jam: jaringan infark berwarna pucat sianotik
Minggu 1: lesi kekuningan dan melunak
Setelah 7-10 hari terbentuk jaringan granulasi hiperemik yang
melingkar dan meluas secara progresif
Setelah 6 minggu terbentuk jaringan ikat fibrosa

Mikro: tampak miokard pada beberapa bagian nekrosis, sebagian fibrosis,


serta sebagian hipervaskuler.
Cintya amalia 1102019047 C-23

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Kelainan Jantung


LO 2.1. Memahami dan Menjelaskan Kriteria Sindroma Koroner Akut
Angina pectoris tidak stabil : Manifestasi khas angina, tanpa peningkatan enzim biomarka
jantung, dengan atau tanpa perubahan EKG yang menunjukan iskemia.
Infark Miokard (NSTEMI) : Manifestasi khas angina, disertai peningkatan enzim penanda
jantung, tanpa adanya gambaran elevasi segmen ST pada EKG
STEMI : Manifestasi khas angina disertai peningkatan enzim penanda
jantung, dengan adanya gambaran elevasi segmen ST pada EKG
Perbedaan Karakteristik ACS
Angina Pektoris tidak stabil NSTEMI STEMI
Keluhan klinis
Angina saat istirahat, durasi >20 menit; atau Presentasi Klinis menyerupai
Angina pertama kali hingga aktivitas fisik menjadi sangat terbatas; SKA pada umumnya. Namun
atau kadang pasien datang dengan
Angina progresif: pasien dengan angina stabil, terjadi perburukan: gejala atipikal: nyeri pada
frekuensi lebih sering, durasi lebih lama, muncul dengan aktivitas lengan atau bahu, sesak napas
ringan akut, sinkop atau aritmia
Angina pada SKA sering disertai keringat dingin (respon simpatis), Pasien dengan STEMI biasanya
mual muntah, lemas. telah memiliki riwayat angina
atau PJK, usia lanjut dan
kebanyakan laki-laki
Pemeriksaan Fisik
Sering kali normal. Pada beberapa kasus dapat ditemui tanda-tanda Penilaian umum: kecemasan,
kongesti dan instabilitas hemodinamik sesak, keringat dingin, tanda
Levine, kadang normotensive
atau hipertensif. Pemeriksaan
fisik lainnya dapat berupa tanda
perburukan gagal jantung.
Klasifikasi Killip dapat
digunakan untuk mengevaluasi
hemodinamik dan prognosis
pasien dengan SKA
Pemeriksaan EKG
Gambaran depresi segmen ST, horizontal maupun down-sloping, Elevasi segmen ST >0,1 mV
yang > 0,05 mV pada dua atau lebih sadapan sesuai region dinding yang dihitung mulai dari titik J
ventrikelnya dan atau inversi gelombang T >0,1 mV pada dengan pada dua atau lebih sadapan
gelombang R prominen atau rasio R/S <1 sesuai region dinding
Pada keadaan tertentu EKG 12 sadapan dapat normal, terutama ventrikelnya. Namun khusus
pada iskemia posterior (sadapan V7-V9) atau ventrikel kanan pada sadapan V2-V3 batasan
Cintya amalia 1102019047 C-23

(sadapan V3R-V4R) elevasi menjadi >0,2 mV pada


Dianjurkan pemeriksaan EKG serial setiap 6 jam untuk mendeteksi laki-laki usia >40 tahun;>0,25
kondisi iskemia yang dinamis. mV pada laki-laki usia <40
tahun atau >0,15mV pada
perempuan.
Pemeriksaan Biomarka Jantung
Tidak ada peningkatan troponin Peningkatan troponin T danatau Peningkatan troponin T (untuk
T danatau CKMB CKMB (4-6 jam stlh onset) diagnosis akut) dan/atau CKMB
(untuk diagnosis dan melihat
luas infark)

Profil Biomarka Jantung


Marker/Petanda Mulai meningkat Kadar puncak Kembali normal
Myoglobin 1-4 jam 6-7 jam 24 jam
CKMB 3-12 jam 24 jam 48-72 jam
Troponin I 3-12 jam 24 jam 5-10 hari
Troponin T 3-12 jam 12jam-2 hari 5-14 hari
LDH 10 jam 24-48 jam 10-14 hari

Klasifikasi Sindroma Koroner Akut


Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan
pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial
infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator kejadian
oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi
untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa
Cintya amalia 1102019047 C-23

menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen
ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak
memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T,
gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan
(Gambar 1). Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan
kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang
lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka
jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST
Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak
stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai
ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal
atas (upper limits of normal, ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan
kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang
10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik
sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG
diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.

LO 2.2. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Sindroma Koroner

Anamnesis. Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal
(angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa
tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular,
bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten
(>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.

Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina
tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau
rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien
usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal
menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan
ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada
pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan angina setelah terapi
nitrat sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis SKA.

Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien dengan
karakteristik sebagai berikut :

1. Pria
Cintya amalia 1102019047 C-23

2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri perifer /


karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah pintas
koroner, atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus,
riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang,
risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol Education Program)

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia, komplikasi


iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut,
suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk
mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut,
hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap
SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi
katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak
seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.

Pemeriksaan elektrokardiogram

Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada iskemia harus
menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat.
Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien
dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan
V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien
di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul
kembali.

Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu:
normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi
segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan
atau tanpa inversi gelombang T.

Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan.
Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria dan perempuan pada
sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik
beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan
V1-3 pada pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV.
Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang
usia, adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R
dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV dianggap lebih
tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal,
sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada
pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA
Cintya amalia 1102019047 C-23

dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan


baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan
EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil
pemeriksaan marka jantung tersedia.

Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG

Sadapan dengan Deviasi Segmen


Lokasi Iskemia atau Infark
ST
V1-V4 Anterior
V5-V6, I, aVL Lateral
II, III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R, V4R Ventrikel kanan

Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien dengan LBBB
baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST ≥1 mm pada sadapan dengan
kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti
ini disebut sebagai perubahan konkordan yang mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas
rendah untuk diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan
dengan kompleks QRS negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah.

Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi segmen ST yang
persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau
Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia
adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan
depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20menit), dan
dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris ≥0,2 mV
mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut.

Pemeriksaan marka jantung

Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis miosit jantung dan
menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung
hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan
penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat
meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal
jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat
meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik
akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya
troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis
miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai
spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
Cintya amalia 1102019047 C-23

Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T menunjukkan kadar
yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam
setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan
hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat
dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah)
dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih
terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural.

Pemeriksaan laboratorium

Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus dikumpulkan di ruang gawat darurat
adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal,
dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.

Pemeriksaan foto polos dada

Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang gawat darurat untuk tujuan
pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan
penyakit penyerta.

Pemeriksaan Noninvasif

emeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan gambaran fungsi


ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan diagnosis banding. Hipokinesia atau
akinesia segmental dari dinding ventrikel kiri dapat terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat
iskemia menghilang. Selain itu, diagnosis banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati
hipertrofik, atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui pemeriksaan ekokardiografi. Jika
memungkinkan, pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus tersedia di ruang
gawat darurat dan dilakukan secara rutin dan sesegera mungkin bagi pasien tersangka SKA.

Stress test seperti exercise EKG yang telah dibahas sebelumnya dapat membantu menyingkirkan
diagnosis banding PJK obstruktif pada pasien-pasien tanpa rasa nyeri, EKG istirahat normal dan
marka jantung yang negatif.

Multislice Cardiac CT (MSCT) dapat digunakan untuk menyingkirkan PJK sebagai penyebab
nyeri pada pasien dengan kemungkinan PJK rendah hingga menengah dan jika pemeriksaan
troponin dan EKG tidak meyakinkan.

Pemeriksaan Invasif (Angiografi Koroner). Angiografi koroner memberikan informasi


mengenai keberadaan dan tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan segera dilakukan untuk
tujuan diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan diagnosis banding yang tidak jelas.
Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya pada arteri sirkumfleksa, sangat penting pada pasien
yang sedang mengalami gejala atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan perubahan
Cintya amalia 1102019047 C-23

EKG diagnostik. Pada pasien dengan penyakit pembuluh multipel dan mereka dengan stenosis
arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian kardiovaskular yang serius,
angiografi koroner disertai perekaman EKG dan abnormalitas gerakan dinding regional
seringkali memungkinkan identifikasi lesi yang menjadi penyebab. Penemuan angiografi yang
khas antara lain eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi, penampakkan yang kabur, dan filling
defect yang mengesankan adanya trombus intrakoroner.

Tingkat peluang SKA segmen ST non elevasi

(dikutip dari Anderson JL, et al. J Am Coll Cardiol 2007;50:e1-157)

KEMUNGKINAN BESAR Salah satu KEMUNGKINAN KEMUNGKINAN KECIL Salah


dari: SEDANG Salah satu dari: satu dari:
Nyeri di dada atau di lengan
Nyeri dada atau lengan kiri yang
kiri
Anamnesis berulang Mempunyai riwayat PJK, Nyeri dada tidak khas angina
Pria, usia >70 tahun,
termasuk infark miokard
diabetes mellitus
Pemeriksaan Regurgitasi mitral, hipotensi, Penyakit vaskular ekstra Nyeri dada timbul setiap
fisik diaphoresis, edema paru, atau ronkhi kardiak dilakukan palpasi palpasi
Gelombang Q yang
Depresi segmen ST ≥1 mm atau menetap
Gelombang T mendatar atau
inversi gelombang T yang baru (atau
EKG inversi <1 mm di sadapan dengan
dianggap baru) di beberapa sadapan Depresi segmen ST 0,5-1 gelombang R yang dominan
prekordial mm atau inversi gelombang
T >1 mm
Marka Kadar troponin I/T atau CKMB
Normal Normal
jantung meningkat

LO 2.3. Memahami dan Menjelaskan Terapi Awal Sindroma Koroner Akut

TINDAKAN UMUM DAN LANGKAH AWAL

Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu segera menetapkan diagnosis kerja
yang akan menjadi dasar strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal
adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA
atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau
marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat
MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.

1. Tirah baring (Kelas I-C)


2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri <95%
atau yang mengalami distres respirasi (Kelas I-C)
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa
mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIa-C)
Cintya amalia 1102019047 C-23

4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C)
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)

a.Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I-B) atau

b.Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75


mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel) (Kelas I-C).

6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). jika nyeri dada tidak hilang
dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali.
Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga
dosis NTG sublingual (kelas I-C). dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat
(ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas IIa-B).

1. Evaluasi dan penanganan awal pada pasien dengan nyeri dada atau diduga suatu iskemia
atau infark jantung:
a. Lakukan ABC, pemasangan monitor, serta siapkan alat resusitasi dan defibrilasi
b. Berikan O2, nitrogliserin sublingual atau spray, aspirin dosis awal 160-325 mg,
dan morfin IV bila diperlukan
c. Pasang EKG 12 sadapan. Bila ditemukan STEMI rujuk atau persiapkan terapi
reperfusi
2. Terapi reperfusi segera, wajib pada pasien STEMI dalam 12 jam pertama setelah awitan
nyeri dada. Pilihan metode reperfusi berupa terapi fibrinolitik, mapun intervensi
percutaneous coronary intervention (PCI) atau CABG, sesuai dengan resiko pasien,
penyakit comorbid, serta berat dan banyaknya lesi berdasarkan angiografi coroner. Pada
kasus NSTEMI, intervensi PCI atau CABG mendesak dalam jangka waktu 2 jam (urgent
PCI) diperlukan bila ditemui minimal satu tanda berikut: angina pectoris yang tidak dapat
diatasi dengan medikamentosa, gagal jantung berat, instabilitas hemodinamik atau
aritmia ventricular maligna.
3. Tatalaksana awal NSTEMI dan Angina tak stabil
a. Terapi anti iskemia: nitrogliserin sublingual 0,4 mg atau isosorbid dinitrat (ISDN)
5 mg setiap 5 menit
b. Penggunaan morfin IV dapat dipertimbangkan untuk mengatasi nyeri dada dan
ansietas.
c. Penggunaan beta-blocker berguna untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung
(menurunkan laju jantung, kontraktilitas dan tekanan darah), serta mencegah
terjadinya iskemia berulang, aritmia ventricular dan memperbaiki prognosis.
Cintya amalia 1102019047 C-23

d. Inisiasi terapi antitrombotik (antiplatelet atau antikoagulan); antiplatelet


menghambat COX-1 (aspirin) dikombinasi dengan penghambat reseptor P2Y12
(clopidogrel, prasugrel); antokoagulan; penghambat thrombin indirek (UFH),
penghambat faktor Xa dan penghambat faktor Xa indirek.

Terapi Fibrinolitik pada STEMI

Obat fibrinolitik yang dikenal hingga saat ini ada dua: fibrin non-spesifik seperti streptokinase
(SK) dan fibrin spesifik seperti alteplase (tPA). Kontraindikasi absolut fibrinolitik; riwayat
pendarahan intracranial kapanpun; adanya trauma/pembedahan, adanya pendarahan aktif

LO 2.4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Atherosklerosis dan Nyeri Dada


Aterosklerosis adalah penyakit degenerative progresif pada arteri yang menyebabkan oklusi
(sumbatan bertahap) pembuluh tersebut, mengurangi aliran darah yang melaluinya.
Aterosklerosis ditandai dengan plak-plak yang terbentuk dibawah lapisan dalam pembuluh di
dinding arteri. Plak aterosklerotik terdiri dari inti kaya lemak yang dilapisi oleh pertumbuhan
abnormal sel otot polos, ditutupi oleh tudung jaringan ikat kaya-kolagen. Setelah terbentuk plak,
plak membentuk tonjolan ke dalam lumen pembuluh.
1. Aterosklerosis berawal dari cedera dinding pembuluh darah, yang memicu respons
peradangan yang menyiapkan tahap-tahap pembentukan plak. Dalam keadaan normal,
peradangan adalah suatu respons protektif untuk melawan infeksi dan mendorong
perbaikan jaringan yang rusak. Namun jika penyebab cedera menetap di dalam dinding
pembuluh, respons peradangan ringan berkepanjangan selama beberapa decade dapat
secara perlahan menyebabkan pembentukan plak arteri dan penyakit jantung. Hal yang
dicurigai merusak arteri dan mungkin memicu respons, radikal bebas, tekanan darah
tertinggi, homosistein, bahan kimia yang dibebaskan dari sel lemak, atau bahkan bakteri
atau virus yang merusak dinding pembuluh darah. Bahan pemicu tersering tampaknya
kolesterol teroksidasi.
2. Tahap awal aterosklerosis biasanya ditandai oleh akumulasi lipoprotein berdensitas
rendah (LDL) yang berikatan dengan suatu protein pembawa dibawah endotel. Seiring
dengan menumpuknya LDL didalam dinding pembuluh, produk kolesterol ini teroksidasi,
terutama oleh zat-zat sisa oksidatif yang dihasilkan oleh sel pembuluh darah. Zat-zat sisa
ini adalah radikal bebas, yaitu partikel defisien-elektron yang sangat tidak stabil dan
menyebabkan kerusakan sel melalui pengambilan electron dari molekul-molekul lain.
Vitamin antioksidan yang mencegah oksidasi LDL, misalnya vit E, vit C, dan beta
karoten, memperlambat pengendapan plak
3. Sebagai respons terhadap keberadaan LDL teroksidasi atau iritan lain, sel-sel endotel
menghasilkan bahan-bahan kimia yang menarik monosit ke tempat peradangan. Sel-sel
imun ini memicu repons peradangan local.
4. Setelah meninggalkan darah dan masuk ke dinding pembuluh, monosit menetap
permanen, membesar dan menjadi sel fagositik besar yang dinamai makrofag. Makrofag
Cintya amalia 1102019047 C-23

dengan rakus memfagosit LDL teroksidasi hingga sel ini dipenuhi oleh butir-butir lemak
sehingga tampak berbusa di bawah mikroskop. Makrofag yang sangat membengkak ini,
yang kini disebut foam sel, menumpuk dibawah dinding pembuluh darah dan membentuk
fatty streak, bentuk paling dini plak aterosklerotik
5. Karena itu, tahap paling awal pada pembentukan plak adalah akumulasi endapan kaya-
kolesterol dibawah endotel. Penyakit berkembang sewaktu sel-sel otot polos didalam
pembuluh darah bermigrasi dari lapisan otot pembuluh darah ke tepat di bawah endotel
dan menutupi akumulasi lemak tersebut. Migrasi ini dipicu oleh bahanbahan kimia yang
dibebaskan di tempat peradangan. Di lokasinya yang baru, sel-sel otot polos yang
menutupinya bersama-sama membentuk plak matang.
6. Seiring dengan perkembangannya, plak secara progresif menonjol ke dalam lumen
pembuluh. Plak yang menonjol mempersempit lubang yang dapat dilalui oleh darah.
7. LDL teroksidasi menghambat pelepasan nitrat oksida dari sel endotel dan ikut
mempersempit pembuluh. Nitrat oksida adalah caraka kimiawi local yang menyebabkan
relaksasi lapisan sel otot polos normal di dinding pembuluh darah. Relaksasi sel-sel otot
polos ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Karena pelepasan nitrat oksida
berkurang, pembuluh darah yang rusak akibat pembentukan plak ini tidak mudah
berdilatasi seperti pembuluh normal.
8. Plak yang menebal juga menghambat pertukaran nutrient bagi sel-sel yang terletak di
dalam dinding arteri yang terkena sehingga terjadi degenerasi dinding disekitar plak.
Daerah yang rusak kemudian diinvasi oleh fibroblast (sel pembentuk jaringan parut) yang
membentuk jaringan ikat kaya-kolagen yang menutupi plak.
9. Pada tahap lanjut penyakit Ca2+ sering mengendap di plak. Pembuluh yang terkena
menjadi keras dan tidak mudah mengembang.
Angina Pektoris; nyeri dada biasanya kambuh setiap kali kebutuhan O2 jantung melebihi
kemampuan aliran darah koronaria sebagai contoh saat olahraga atau stress. Nyeri diperkirakan
terjadi akibat stimulasi ujung-ujung saraf jantung oleh akumulasi asam laktat ketika jantung
melakukan metabolisme anaerob yang terbatas.

LO 2.5. Memahami dan Menjelaskan Morfologi Oklusi Pembuluh Darah Koroner

LO 2.6. Memahami dan Menjelaskan Mikroskopis Infark Miokard


Cintya amalia 1102019047 C-23

LO 2.7. Memahami dan Menjelaskan Faktor Risiko PJK


Cintya amalia 1102019047 C-23

Tidak dapat diubah


- Usia (laki-laki > 45tahun; perempuan > 55 tahun atau menopause premature tanpa terapi
penggantian estrogen)
- Riwayat CAD pada keluarga (MI pada ayah atau saudara laki-laki sebelum berusia 55
tahun atau pada ibu atau suadara perempuan sebelum berusia 65 tahun)

Dapat Diubah
- Hiperlipidemia (LDL-C); batas atas, 130-159 mg/dL; tinggi >160 mg/dL
- HDL-C rendah: <40mg/dL
- Hipertensi (>140/90 mmHg)
- Merokok
- Diabete Melitus
- Obesitas
- Hiperhomosisteinemia

Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat
PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah
menurut NCEP (National Cholesterol Education Program)
Faktor risiko utama/mayor ( secara tunggal dapat menyebabkan aterosklerosis) :
- dislipidemia ( hiperlipoproteinemia),
- hipertensi
- merokok
Faktor risiko minor
genetik, usia lanjut, perilaku dan gaya hidup, stress, obesitas, faktor pembekuan dan fibrinolisis,
protein, infeksi, inflamasi.
Resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa dan diabetes mellitus dianggap ekivalen dengan
PJK,
 Dimasukkan dalam faktor risiko mayor

Faktor risiko lama & baru.


Faktor risiko baru antara lain :
hs-CRP, SAA (serum amyloid antigen), IL-6, PAI-1(plasminogen activator inhibitor-
1),homosistein,
faktor Von Willebrand, CMV, H.pylori, C.pneumoniae
Amat baru : sd-LDL, oxidized LDL, Myeloperoxidase

Homosistein dan risiko PKV


Cintya amalia 1102019047 C-23

 Peningkatan kadar homosistein  meningkatkan angka kejadian PKV


 Faktor risiko independent
 Mekanisme : injuri pada endotel, peningkatan oksidasi LDL, peningkatan tromboksan
yang menyebabkan agregasi tromb dan inhibisi aktivasi antikoagulan protein C.
 Hemostasis : Peningkatan homosistein  meningkatkan faktor-faktor yang memudahkan
pembekuan darah dan menghambat faktor yang berfungsi sebagai antikoagulan 
meningkatkan risiko stroke. 

Petanda inflamasi
hs-CRP
 CRP sebagai petanda inflamasi mempunyai peran baru pada penyakit kardiovaskuler
yaitu sebagai penanda risiko relative dalam meramalkan kejadian baru ( pencegahan
primer), maupun kekambuhan ( pencegahan sekunder).
 Pengukuran kadar CRP ( high-sensitivity CRP/ hs-CRP) menggunakan metode yang
peka, dapat mengukur sampai kadar 0,1 mg/L.
 Risiko relatif rendah, sedang dan tinggi bila kadar hs-CRP < 0,1, 1.0-3.0, dan > 3.0
mg/L

SINDROM METABOLIK
 Adalah keadaan klinis pada seseorang dengan sekumpulan kelainan metabolik, antara
lain dislipidemia, hiperglikemia, hiperurikemia, hipertensi dan obesitas. Kondisi ini
dikaitkan dengan risiko PKV, stroke, DM tipe 2 dan kematian.
 Diketahui sejak tahun 1923 dengan berbagai nama : “ Sindrom X “ , kemudian menjadi
“ Sindrom resistensi insulin”
 Definisi SM terus berkembang, beberapa rekomendasi telah dihasilkan oleh para ahli.
 Mekanisme dasar : hipotesis yang paling diterima adalah resistensi insulin.
 The Deadly Quartet ( Kaplan 1989) : Obesity, Diabetes, Hypertension, Dyslipidemia
 
Salah satu definisi menurut NCEP:ATP III, 2001
Diagnosis dapat ditegakkan bila terdapat 3 atau lebih kelainan berikut:
 Obesitas sentral : lingkar pinggang ( waist circumference) > 102 (lelaki) dan
> 88 (perempuan)
 Kolesterol HDL rendah : < 40 mg/dL (lelaki),
< 50 mg/dL(perempuan)
 Hipertensi > 130/ > 85 mmHg
 Hipertrigliseridemia : trigliserida > 150 mg/dL
 Glukosa plasma puasa > 110 mg/dL
Cintya amalia 1102019047 C-23

Manifestasi Klinis
1. Nyeri
Jika otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang disebut
iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolisme yang
berlebihan menyebabkan kram atau kejang.
2. Angina
Merupakan perasaan sesak di dada atau perasaan dada diremas-remas,
yang timbul jika otot jantung tidak mendapatkan darah yang cukup. Jenis dan
beratnya nyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi pada setiap orang. Beberapa
orang yang mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak merasakan nyeri sama
sekali (suatu keadaan yang disebut silent ischemia).
3. Sesak nafas

Gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak merupakan akibat
dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru (kongesti pulmoner
atau edema pulmoner).
4. Kelelahan atau kepenatan
Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot selama
melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan penderita merasa lemah dan
lelah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk mengatasinya, penderita
biasanya mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau mengira gejala ini sebagai
bagian dari penuaan.
5. Palpitasi (jantung berdebar-debar)
6. Dalam kondisi sakit : nyeri terutama di dada sebelah kiri tulang bagian atas dan
tengah sampai ke telapak tangan.
7. Terjadinya sewaktu dalam keadaan tenang
- Demam.
- Mual-mual dan muntah, perut bagian atas kembung dan sakit
- Debar jantung abnormal
- Tekanan darah rendah
- Gerakan menjadi lamban (kurang semangat)
-Pingsan
- Tenaga dan pikiran menjadi lemah
Nyeri dada yang menjalar hingga ke ekstremitas superior kiri, keringat dingin,
mual, muntah, sakit kepala, pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali,
hipertensi, bising jantung dan kelainan bunyi jantung.

LO 2.8. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana PJK

Penyekat Beta (Beta blocker). Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya
terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium. Terapi
hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler yang
Cintya amalia 1102019047 C-23

signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat
oral cukup memadai dibandingkan injeksi. Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP
atau NSTEMI, terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat
indikasi kontra (Kelas I-B). penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama
(Kelas I-B). Penyekat beta juga diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel
kiri selama tidak ada indikasi kontra (Kelas I-B). Pemberian penyekat beta pada pasien dengan
riwayat pengobatan penyekat beta kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila
termasuk klasifikasi Kilip ≥III (Kelas I-B). Beberapa penyekat beta yang sering dipakai dalam
praktek klinik dapat dilihat pada tabel 12.

Jenis dan dosis penyekat beta untuk terapi IMA

Penyekat beta Selektivitas Aktivitas agonis parsial Dosis untuk angina


Atenolol B1 - 50-200 mg/hari
Bisoprolol B1 - 10 mg/hari
Carvedilol a dan b + 2x6,25 mg/hari, titrasi sampai

maksimum 2x25 mg/hari


Metoprolol B1 - 50-200 mg/hari
Propanolol Nonselektif - 2x20-80 mg/hari

Nitrat. Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan
berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen
miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang
normal maupun yang mengalami aterosklerosis.

1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode
angina (Kelas I-C).
2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut sebaiknya mendapat
nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada indikasi kontra (Kelas I-C).

3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau hipertensi
dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak
boleh menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat
beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I) (Kelas I-B).
4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30
mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala
gagal jantung, atau infark ventrikel kanan (Kelas III-C).
5. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor
fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat untuk
terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan (Kelas III-C).

Jenis dan dosis nitrat untuk terapi IMA

Nitrat Dosis
Cintya amalia 1102019047 C-23

Isosorbid dinitrate (ISDN) Sublingual 2,5–15 mg (onset 5 menit) Oral 15-80 mg/hari dibagi 2-3 dosis

Intravena 1,25-5 mg/jam


Isosorbid 5 mononitrate Oral 2x20 mg/hari
Oral (slow release) 120-240 mg/hari
Nitroglicerin Sublingual tablet 0,3-0,6 mg–1,5 mg (trinitrin, TNT, glyceryl trinitrate) Intravena 5-200 mcg/menit

Calcium channel blockers (CCBs). Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator
arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil dan
diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV Node yang menonjol dan sekaligus efek
dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang.
Oleh karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi
angina vasospastik. Studi menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya
memperlihatkan hasil yang seimbang dengan penyekat beta dalam mengatasi keluhan angina.

1. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi pasien yang telah
mendapatkan nitrat dan penyekat beta (Kelas I-B).
2. CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI dengan indikasi kontra
terhadap penyekat beta (Kelas I-B).
3. CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai pengganti terapi
penyekat beta (Kelas IIb-B).
4. CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik (Kelas I-C).
5. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release) tidak direkomendasikan
kecuali bila dikombinasi dengan penyekat beta. (Kelas III-B).

Jenis dan dosis penghambat kanal kalsium untuk terapi IMA

Penghambat kanal kalsium Dosis


Verapamil 180-240 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Diltiazem 120-360 mg/hari dibagi 3-4 dosis
Nifedipine GITS (long acting) 30-90 mg/hari
Amlodipine 5-10 mg/hari

Antiplatelet

1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan dosis loading
150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjang,
tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan (Kelas I-A).
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin dan
dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko perdarahan
berlebih (Kelas I-A).
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama DAPT
(dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan
pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu
diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia ≥65
tahun, serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).
Cintya amalia 1102019047 C-23

4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan sejak
kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis (Kelas I-C).
5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian iskemik sedang
hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis loading 180 mg, dilanjutkan
90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan awal.
Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah mendapatkan clopidogrel
(pemberian clopidogrel kemudian dihentikan) (Kelas I-B).
6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan ticagrelor.
Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari (Kelas I-A).
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti dosis
tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima
strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor (Kelas I-B).
8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu
dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa risiko
perdarahan yang meningkat (Kelas IIa-B).

9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu
menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu dipertimbangkan
penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian pemberian ticagrelor atau
clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali bila terdapat risiko kejadian
iskemik yang tinggi (Kelas IIa-C).
10. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau dilanjutkan)
setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman (Kelas IIa-B).
11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat COX- 2 selektif dan
NSAID non-selektif ) (Kelas III-C).

Keterngan: DAPT perlu tetap diberikan selama 12 bulan tanpa memperdulikan jenis stent.

Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA

Antiplatelet Dosis
Aspirin Dosis loading 150-300 mg, dosis pemeliharaan 75-100 mg
Ticagrelor Dosis loading 180 mg, dosis pemeliharaan 2x90 mg/hari
Clopidogrel Dosis loading 300 mg, dosis pemeliharaan 75 mg/hari

Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa

Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa dan
antikoagulan dibuat berdasarkan risiko kejadian iskemik dan perdarahan (Kelas I-C).
Penggunaan penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan pada pasien IKP yang
telah mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi (misalnya peningkatan troponin, trombus yang
terlihat) apabila risiko perdarahan rendah (Kelas I-B). Agen ini tidak disarankan diberikan
secara rutin sebelum angiografi (Kelas III-A) atau pada pasien yang mendapatkan DAPT yang
diterapi secara konservatif (Kelas III-A).
Cintya amalia 1102019047 C-23

Antikogulan. Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin.

1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan terapi


antiplatelet (Kelas I-A).
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan
berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut. (Kelas I-C).
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko yang
paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan (Kelas I-A).
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus UFH
(85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat
reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP (Kelas I-B).
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko perdarahan
rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia (Kelas I-B).
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat molekul
rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan apabila
fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia (Kelas I-C).
7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu dilanjutkan
hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit (Kelas I-A).
8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan (Kelas III-B).

Jenis dan dosis antikoagulan untuk IMA

Antikoagulan Dosis
Fondaparinuks 2,5 mg subkutan
Enoksaparin 1mg/kg, dua kali sehari
Bolus i.v. 60 U/g, dosis
Heparin tidak maksimal 4000 U.
terfraksi Infus i.v. 12 U/kg selama
24-48 jam dengan dosis maksimal 1000 U/jam target aPTT 11/2-2x kontrol

Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan

1. Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan risiko


perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau ketat (Kelas I-A).
2. Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapat indikasi dapat
diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin dan dipilih targen INR terendah
yang masih efektif. (Kelas IIa-C).
3. Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada penderita tua
atau yang risiko tinggi perdarahan, target INR 2- 2,5 lebih terpilih (Kelas IIb-B).

Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin

Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi remodeling dan
menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard yang disertai gangguan fungsi
sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis. Penggunaannya terbatas pada pasien
Cintya amalia 1102019047 C-23

dengan karakteristik tersebut, walaupun pada penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah
terbukti menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik.

1. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang, kecuali ada indikasi
kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40% dan pasien dengan diabetes
mellitus, hipertensi, atau penyakit ginjal kronik (PGK) (Kelas I-A).
2. Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selain seperti di atas
(Kelas IIa-B). Pilih jenis dan dosis inhibitor ACE yang telah direkomendasikan
berdasarkan penelitian yang ada (Kelas IIa-C).
3. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark mikoard yang intoleran
terhadap inhibitor ACE dan mempunyai fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%, dengan atau
tanpa gejala klinis gagal jantung (Kelas I-B).

Jenis dan dosis inhibitor ACE untuk IMA

Inhibitor
dosis
ACE
Captopril 2-3 x 6,25-50 mg
Ramipril 2,5-10 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis
Lisinopril 2,5-20 mg/hari dalam 1 dosis
Enalapril 5-20 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis

Statin

Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor
hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada semua penderita
UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
indikasi kontra (Kelas I-A). Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar
rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL (Kelas I-
A). Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.

LO 2.9. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi PJK


Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart
Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di negara-
negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung
terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan
ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan
penyakit kardiovaskuler pada 2010. Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka
kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada
wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan
29% pada wanita.
Cintya amalia 1102019047 C-23

Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25 orang setiap
tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan
nomer satu di dunia.
Menurut Raharjoe (2011) penyakit kardiovaskular adalah penyebab mortalitas tertinggi di
dunia dimana, dilaporkan sebanyak 30% dari mortalitas global. Pada tahun 2010, penyakit
kardiovaskular kira – kira telah membunuh 18 juta orang, 80% terdapat di Negara berkembang,
seperti Indonesia.Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam.
Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial
yang menjadikan Indonesia saat ini yang menghadapi " threeple burden diseases". Namun tetap
saja penyebab angka kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner – "the silence
killer". Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai
26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun
terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian
akibat PJK adalah 16 %. kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4 %.
Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di Indonesia.

Memahami dan Menjelaskan Gambaran EKG Normal


Hasil rekaman EKG dicetak dalam kertas grafik yang memiliki garis horizontal dan vertical
dengan jarak 1 mm, garis tebal 5 mm. Garis horizontal menggambarkan waktu: 1 mm = 0,04 s;
dan garis vertical menggambarkan voltase: 1 mm = 0,1 mV. Rekaman sering dibuat dengan
kecepatan 25 mm/s. Terdapat 6 lead standar (limb lead) yang menangkap aktivitas listrik jantung
dari 6 sudut potongan frontal atau vertical, serta 6 lead precordial yang menangkap aktivitas
listrik secara horizontal.
a. Sadapan bipolar standar (Einthoven’s Triangle): lead 1, 2 dan 3
b. Sadapan unipolar yang diperkuat: lead aVR, aVL dan aVF
c. Sadapan unipolar precordial; V1-6
Sistematika Pembacaan EKG
EKG layak dibaca apabila gelombang P positif di lead II dan negative di aVR; bila tidak pikirkan
kemungkinan kesalahan pemasangan lead terlebih dahulu sebelum mencari diagnosis banding.
1. Frekuensi (laju QRS)
a. Untuk irama regular: 300/jumlah kotak besar antara R-R atau 1500/jumlah kotak kecil
antara R-R
b. Untuk irama ireguler: mengukur EKG strip sepanjang 6s, hitung jumlah gelombang QRS
dalam 6s, kemudian dikalikan 10 atau dalam 12s dikali 5
2. Irama Sinus: gelombang QRS yang selalu didahului oleh gelombang P. Syarat iramma
sinus pada jantung yang normal
a. Laju: 60-100kali/menit
b. Ritme: interval P-P regular
c. Gelombang P: positif di lead II, selalu diikuti kompleks QRS
d. PR interval: 0,12-0,20 detik dan konstan dari beat to beat
e. Durasi QRS: kurang dari 0,10 s kecuali gangguan konduksi intraventrikel
3. Menentukan aksis jantung, dengan menghitung jumlah resultan defleksi positif dan
negative QRS rata-rata dari lead I (sumbu X) dan lead aVF (sumbu Y).
Cintya amalia 1102019047 C-23

4. Penilaian komponen P-QRS-T

Komponen EKG Fisiologi Penilaian


Gelombang P Merupakan sistol atrium Paling dinilai pada lead II dan
(depolarisasi atrium). Setengah V1: Morfologi bulat dan tidak
gelombang P pertama terjadi tajam; durasi tidak lebih dari
karena stimulasi atrium kanan 0,12 s; tinggi tidak lebih dari 2,5
dan setengah gelombang P mm
berikutnya (downslope) terjadi
karena stimulasi atrium kiri
Komplek QRS Merupakan sistol ventrikel Lebar 0,06-0,12s; progresi RS
(depolarisasi ventrikel) normal atau tidak; ada/tidaknya
Terdapat gelombang Q (defleksi hipertrofi ventrikel kiri atau
negative pertama: merupakan kanan; ada/tidaknya Q patologis
depolarisasi septum
intraventrikel) dengan durasi
normal (kecuali lead III dan
aVR) kurang dari 0,04 s dan
kurang dari sepertiga tinggi
gelombang R pada lead
bersangkutan.
Gelombang T Repolarsasi ventrikel Tinggi kurang dari 5mm pada
lead ekskremitas atau 10 mm
pada lead precordial
Gelombang U Penyebabnya masih Bentuk bulat kecil, amplitude
kontroversial, diduga akibat kurang dari 1,5 mm
repolarisasi serabut purkinje
Interval PR Merupakan perlambatan Interval 0,12-0,20 s
fisiologis di AV node dan
berkas His
Segmen ST Tanda awal repolarisasi Bila J point berada dibawah
ventrikel kiri dan kanan. Titik garis isoelektris >1mm disebut
pertemuan antara akhir depresi segmen ST dan jika
kompleks QRS dan awal berada di atas garis isoelektrik
segmen ST disebut J point >1mm disebut elevasi segmen
ST
Interval QT Aktivitas total ventrikel (mulai Durasi normal tergantung dari
dari depolarisasi ventrikel usia, jenis kelamin, dan denyut
hingga repolarisasi) jantung. Rata-rata kurang dari
Cintya amalia 1102019047 C-23

0,44s.

1.8 encegahan
1. Pola makan sehat
Hindari makanan yang banyak mengandung lemak jenuh atau yang
mengandung kolesterol tinggi. Seafood memiliki kandungan kolesterol tinggi
yang dapat membahayakan jantung. Kurangi menyantap makanan yang digoreng
yang banyak mengandung lemak, sebaliknya makanan dapat diolah dengan cara
direbus, dikukus atau dipanggang. Menggoreng dengan menggunakan minyak
zaitun memiliki kandungan lemak yang sedikit sehingga bisa menjadi pilihan bila
harus mengolah makanan dengan cara digoreng.

2. Hindari makanan dengan kandungan gula tinggi


seperti soft drink, usahakan menggunakan gula jagung. Jangan pula tertalu
banyak mengkonsumsi karbohirat, karena dalam tubuh, karbohidrat akan dipecah
menjadi lemak. Sebaliknya, konsumsi oat atau gandum yang dapat membantu
menjaga jantung tetap sehat.

3. Menjaga Tubuh ideal dari kegemukan


karena seseorang yang memiliki lingkar pinggang lebih dari 80 cm,
berisiko lebih besar terkena penyakit ini.

4. Tidak Merokok
Cintya amalia 1102019047 C-23

Mengisap rokok sangat tidak baik untuk kesehatan jantung, maka segera
hentikan kebiasaan ini agar jantung tetap sehat.

5. Hindari Stres
Stres memang sangat sulit dihindari jika hidup di kota besar seperti Jakarta
yang dikenal karena kemacetan dan kesibukannya. Saat seseorang mengalami
stres, tubuhnya akan mengeluarkan hormon cortisol yang menyebabkan pembuluh
darah menjadi kaku. Hormon norepinephrine akan diproduksi tubuh saat
menderita stres, yang akan mengakibatkan naiknya tekanan darah. Maka, sangat
baik bila Anda menghindari stres baik di kantor atau di rumah.
6. Hipertensi
Problem hipertensi atau tekanan darah tinggi juga bisa menyebabkan
penyakit jantung. Hipertensi dapat melukai dinding arteri dan memungkinkan
kolesterol LDL memasuki saluran arteri dan meningkatkan penimbunan plak.
7. Obesitas
Kelebihan berat atau obesitas meningkatkan tekanan darah tinggi dan
ketidaknormalan lemak. Menghindari atau mengobati obesitas atau kegemukan
adalah cara utama untuk menghindari diabetes. Diabetes mempercepat penyakit
jantung koroner dan meningkatkan risiko serangan jantung
8. Olahraga secara teratur.
Anda dapat melakukan kegiatan olahraga seperti berjalan kaki, jalan cepat,
atau jogging. Kegiatan olahraga yang bukan bersifat kompetisi dan tidak terlalu
berlebihan dapat menguatkan kerja jantung dan melancarkan peredaran darah ke
seluruh tubuh.
9. Konsumsi Antioksidan
Polusi udara, asap kendaraan bermotor atau asap rokok menciptakan
timbulnya radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas dapat menyebabkan bisul
atau endapan pada pembuluh darah yang dapat menyebabkan penyumbatan.
Untuk mengeluarkan kandungan radikal bebas dalam tubuh, perlu adanya
antioksidan yang akan menangkap dan membuangnya. Antioksidan dapat
diperoleh dari berbagai macam buah-buahan dan sayuran.

2.9 Komplikasi

1. Nyeri dada (angina).


Cintya amalia 1102019047 C-23

Ketika arteri koroner sempit, jantung tidak dapat menerima darah yang cukup, hal
ini dapat menyebabkan nyeri dada (angina) atau sesak napas
2. Serangan jantung
Jika ruptur plak kolesterol dan membentuk bekuan darah, penyumbatan komplit
arteri dapat memicu serangan jantung. Kurangnya aliran darah ke jantung
mungkin kerusakan pada otot jantung. Jumlah kerusakan sebagian bergantung
pada seberapa cepat perawatan.
3. Gagal jantung.
Jika beberapa area jantung secara kronis kekurangan oksigen dan nutrisi karena
aliran darah berkurang, atau jika jantung telah rusak oleh serangan jantung,
jantung mungkin menjadi terlalu lemah untuk memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Kondisi ini dikenal sebagai gagal jantung.
4. Irama jantung abnormal (aritmia).
Suplai darah yang tidak memadai ke jantung atau kerusakan jaringan jantung
dapat mengganggu dengan impuls listrik jantung menyebabkan irama jantung
yang abnormal.
2.10 Prognosis
Prognosis dari sindroma koroner akut, terutama grup NSTEMI dan angina tidak stabil,
bervariasi karena pasiennya juga heterogen. Untuk menilai prognosisnya maka yang
harus dilakukan adalah stratifikasi risiko. Stratifikasi risiko dapat dilakukan dengan
sistem skoring. Sistem skoring tersebut adalah :

Anda mungkin juga menyukai