Anda di halaman 1dari 14

ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Kabupaten Sidenreng

Baharuddin Andang
STIKES Muhammadiyah Sidrap
Sidrap, Indonesia
baharuddin.andang@yahoo.com

Abstrak Permasalahan yang dibahas dalam berjalan secara efektif, hal ini dibuktikan sejak
penelitian ini adalah Bagaimana pelaksanaan 2009 – 2014 belum ada produk peraturan
Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat daerah yang telah ditetapkan DPRD dibatalkan
Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang. oleh gubernur atau menteri dalam negeri.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian Namun demikian masih ada perda yang sudah
ini bertujuan untuk mengetahui dan lama telah disyahkan tetapi belum
menjelaskan pelaksanaan fungsi legislasi Dewan ditindaklanjuti melalui peraturan bupati yang
Perwakilan Rakyat Daerah. Metode yang luput dari pengawasan DPRD.
digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif
deskriptif atau naturalistik, yaitu untuk Kata Kunci : Pelaksanaan, Fungsi Legislasi,
mengetahui bagaimana pelaksanaan fungsi DPRD.
legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Unit
analisis dalam penelitian ini adalah anggota I. PENDAHULUAN
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Teknik Dalam sistem pemerintahan yang demokratis,
pengumpulan data terdiri atas: 1. Teknik konsep kedaulatan sangat menentukan untuk
Pengumpulan Data Primer dilakukan melalui
wawancara, dokumentasi dan observasi. 2.
dijadikan sebagai parameter. Dalam sistem
Teknik Pengumpulan data sekunder dilakukan tersebut dinyatakan bahwa tidak ada kekuasaan
melalui studi kepustakaan dan studi mutlak dan semua keputusan politik harus
dokumenter. Data diolah dan dianalisis secara mendapatkan persetujuan dari rakyat secara
kualitatif dengan proses sebagai berikut: langsung maupun tidak langsung melalui sistem
pengumpulan data, mereduksi data, perwakilan.
mensistematisasi data. Selanjutnya dilakukan
penafsiran data dihubungkan dengan teori-teori, Lembaga legislatif adalah lembaga yang penting
pendapat-pendapat dan aturan-aturan formal. dalam sebuah sistem politik di sebuah negara,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) khususnya di negara yang menjalankan sistem
Perencanaan fungsi legislasi Dewan Perwakilan politik demokrasi, karena salah satu fungsi dari
Rakyat Daerah belum sepenuhnya berjalan lembaga legislatif adalah fungsi pengawasan
secara optimal. Hal ini disebabkan keterbatasan terhadap lembaga eksekutif. Selain itu, lembaga
anggaran, keterbatasan sumber daya manusia legislatif juga merupakan lembaga yang memiliki
anggota dewan serta tidak tersedianya tenaga
ahli alat kelengkapan dewan yang kompeten;
fungsi yang lebih prinsipil, yaitu to legislate alias
2). Pelaksanaan fungsi legislasi Dewan membuat undang-undang, Darmawan, (2003:73).
Perwakilan Rakyat Daerah belum berjalan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
secara maksimal. Hal ini dapat dilihat dari
Pemerintahan Daerah telah melimpahkan
minimnya perda inisiatif yang dihasilkan; 3)
Evaluasi fungsi legislasi Dewan Perwakilan
kekuasaan baik secara politik maupun secara
Rakyat Daerah efektifitas aturannya sudah administratif kepada daerah untuk

8 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

menyelenggarakan kewenangan sesuai dengan peraturan daerah setiap tahun anggaran. Maka
prakarsa dan inisiatif masyarakat di daerah kecuali yang menjadi fungsi pokok dari DPRD adalah
6 (enam) kewenangan yang masih menjadi pembentukan peraturan daerah sebagai landasan
kewenangan pemerintah pusat antara lain politik hukum bagi pemerintah daerah dalam membuat
luar negeri, moneter dan fiscal nasional, agama, kebijakan publik. Sebagaimana dijelaskan bahwa
pertahanan, keamanan, dan yudisial. Pelimpahan dalam konsep demokrasi menempatkan partisipasi
kewenangan itulah yang disebut dengan “otonomi sebagai intinya, berarti menghendaki
daerah”. diikutsertakannya masyarakat dalam pembuatan
kebijakan publik (public policy).
Pelimpahan kewenangan itu sekaligus juga
memindahkan fokus politik ke daerah karena pusat Untuk memperjuangkan kepentingan dan
kekuasaan tidak hanya dimonopoli oleh aspirasi dari masyarakat tersebut, pemerintah
pemerintah pusat seperti di era Orde Baru daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Sentralisasi), namun telah terdistribusi ke daerah Kabupaten Sidenreng Rappang sebagai
dan disertai pula dengan pemberian kekuasaan representasi perwakilan rakyat dalam struktur
yang lebih besar kepada Dewan Perwakilan Rakyat kelembangaan pemerintahan daerah. Pemerintah
Daerah dalam menjalankan fungsi Legislasi, daerah menjalankan fungsi pemerintahan dan
Budgeting dan Controling. Karena diharapkan DPRD menjalankan fungsi legislasi, fungsi anggaran
dengan “Otonomi Daerah” Dewan Perwakilan (budgeting) dan fungsi pengawasan (Controlling).
Rakyat Daerah mampu meningkatkan peran
Selanjutnya di Kabupaten Sidenreng Rappang
pembuatan peraturan daerah yang sesuai dengan
masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses
dinamika perkembangan serta tuntutan dan
pembuatan peraturan daerah khususnya ranperda
kebutuhan hukum masyarakat di daerah.
inisiatif DPRD, hal itu dapat ditunjukkan ketika
DPRD diberi hak prakarsa mengajukan pembahasan ranperda biasanya DPRD
rancangan peraturan daerah (ranperda), hak mengundang unsur-unsur yang mewakili
amandemen (mengubah ranperda baik secara masyarakat seperti LSM, insan pers, tokoh
substansial maupun redaksional), dan hak anggaran masyarakat, mahasiswa dan tokoh pemuda untuk
termasuk mengajukan RAPBD. Sehubungan sharing pendapat. Begitu pula dalam proses
dengan itu Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan perumusan Naskah Akademik dan naskah
Rakyat Daerah dilaksanakan secara teknis dengan Ranperda, DPRD bekerjasama dengan pihak
berpedoman pada peraturan perundang-undangan perguruan tinggi melakukan kajian akademis
yang berlaku. berdasarkan data hasil penelitian yang telah
dilaksanakan di masyarakat.
Pada hakikatnya fungsi utama dari legislatif
daerah adalah membuat peraturan daerah Pelaksanaan fungsi legislasi DPRD tidak
(legislasi), hal ini juga sejalan dengan fungsi-fungsi terlepas dari dukungan pelaksanaan fungsi
yang lain seperti fungsi pengawasan (controlling) anggaran (budgeting), sebab fungsi penganggaran
yang juga merupakan bagian dari fungsi legislasi, merupakan salah satu fungsi DPRD yang
karena dalam menjalankan fungsi pengawasan diwujudkan dalam penyusunan dan penetapan
tentunya terlebih dahulu melahirkan peraturan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
daerah yang dijadikan sebagai dasar dan acuan bersama-sama dengan pemerintah daerah. Dalam
dalam melakukan pengawasan terhadap melaksanakan fungsi penganggaran tersebut,
pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Begitu DPRD harus terlibat secara aktif, proaktif dan
juga fungsi angggaran (budgeting) yang merupakan bukan reaktif, sebagai lembaga legitimasi usulan
bagian dari fungsi legislasi karena untuk RAPBD yang diajukan oleh pemerintah daerah.
menetapkan APBD juga ditetapkan dengan

9 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

Sebagai pedoman dalam pelaksanaan fungsi selaras dengan dokumen perencanaan


legislasi DPRD, secara kelembagaan telah pembangunan yang sudah ditetapkan berdasarkan
dibuatkan dasar hukum berdasarkan Undang- Undang-Undang nomor 25 tahun 2004 tentang
undang No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, Perencanaan Pembangunan Nasional.
DPD dan DPRD menyusul ditetapkannya
Berkaitan dengan masalah tersebut di atas,
Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2010.
sangat penting untuk mendalami pelaksanaan fungsi
Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan
legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib
Kabupaten Sidenreng Rappang ini, oleh karena itu
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dengan
penulis tertarik untuk mengkaji mengenai “Analisis
demikian regulasi ini dapat diharapkan mampu
Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan
mengoptimalkan produk legislasi daerah yang
Rakyat Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang”
berasal dari inisatif Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Berdasarkan uraian latar belakang dan alur
berpikir di atas, maka dapat dirumuskan masalah
Selanjutnya berdasakan Undang-undang
yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu: Bagaimana
Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
analisis pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan
Peraturan Perundang-undangan, serta Peraturan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidenreng
Menteri Dalam Negeri nomor 01 tahun 2014
Rappang ?
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah,
bahwa proses pembentukan peraturan perundang- Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
undangan meliputi tahap perencanaan, persiapan, pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan
perumusan, pembahasan, pengesahan atau Rakyat Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang.
penetapan dan pengundangannya.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
Secara normatif, peraturan perundang- manfaat sebagai berikut:
undangan memberikan kewenangan yang besar
a. Manfaat akademis, yakni :
kepada DPRD dalam melaksanakan peran dan
fungsinya, sehingga masyarakat sangat 1) Secara umum, memberikan manfaat
mengharapkan menguatnya peran DPRD, baik kepada berbagai kalangan yang ingin
dalam pelaksanaan fungsi legislasi, fungsi anggaran mengkaji lebih dalam tentang fungsi
dan fungsi pengawasan, Namun dalam realitas legislasi Dewan Perwakilan Rakyat
pelaksanaannya, kondisi tersebut masih tidak Daerah.
terlepas dari kuatnya dominasi eksekutif
(pemerintah daerah) terutama bupati sebagai 2) Sebagai bahan referensi dan/atau literatur
pimpinan eksekutif. pembanding bagi kalangan akademisi
dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
Keterlibatan anggota DPRD diimplementasikan khususnya ilmu administrasi kebijakan
dalam setiap proses/tahapan penyusunan APBD publik
yang diagendakan sesuai dengan Undang-Undang
nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, b. Manfaat praktis, yakni:
Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 1) Secara khusus, memberikan kontribusi
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan pemikiran dalam penguatan fungsi legislasi
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah. Di sini anggota DPRD dituntut untuk 2) Sebagai bahan referensi bagi anggota
piawai mengagregasikan dan mengartikulasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
kepentingan rakyat, tuntutan dan kebutuhan rakyat

10 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

Pemerintah Daerah dalam meningkatkan Sejalan dengan itu, Wildavsky, (Parsons 2001 :
kinerja legislasinya. 456) menyatakan bahwa analisis kebijakan sebagai
“seni” dan “keterampilan” bertujuan untuk
1. Analisis Kebijakan
mengklarifikasi nilai-nilai yang menginformasikan
Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan baik itu analisis proses pembuatan keputusan
pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan maupun bentuk pengetahuan yang dipakai dalam
kebijakan. Dalam menciptakan pengetahuan proses tersebut. Jadi analisis pembuatan
tentang proses pembuatan kebijakan, analis keputusan dapat dilihat sebagai analisis yang
kebijakan meneliti sebab, akibat, dan kinerja melibatkan dua dimensi analisis tentang [analysis
kebijakan dan program publik. for] dan analisis di dalam [analysis in] yang salling
terkait satu sama lain.
Analisis kebijakan pada dasarnya sebuah
aktivitas bootstrapping. Tidak ada teori atau model Meskipun kita memisahkannya atau membuat
yang memadai untuk menjelaskan kompleksitas perbedaan antara dua kerangka penjelasan
aktivitas kebijakan di negara modern. Analisis tersebut, kita perlu mengetahui bagaimana model-
harus menerima sifat pluralistis dari penelitian model analisis ini saling tumpangtindih dan saling
baik dari kualitas interdisipliner investigasinya berinteraksi.
maupun dalam hal perlunya toleransi hermeneutic
2. Pembuatan Keputusan dan
terhadap diversitas. Karenanya analis kebijakan
Implementasi Kebijakan
memerlukan pemahaman atas jaringan ide-ide.
Ketika kita menganalisis kebijakan publik kita Pembuatan keputusan banyak dilakukan di
mencoba memahami pemikiran tentang proses berbagai macam organisasi. Pembuatan keputusan
dan problem. itu adalah merupakan salah satu fungsi utama
administrasi atau manager organisasi, termasuk
Secara detail dinyatakan Dunn, (2003: 22-23) manager organisasi publik. Proses pembuatan
bahwa proses analisis kebijakan adalah serangkaian keputusan bukanlah pekerjaan yang mudah dan
aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses sederhana. Hal ini telah mengundang banyak para
kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. ahli untuk memikirkan cara atau teknik pembuatan
Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses keputusan yang paling baik.
pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai
serangkaian tahap yang saling bergantung dan Fermana (2009: 38) menyatakan bahwa
diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, keputusan dan pembuatan suatu kebijakan publik
formulasi kebijakan, advokasi kebijakan, harus mengakomodasi tuntutan masyarakat, yang
implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. tuntutan tersebut didelegasikan kepada seseorang
Analsis kebijakan dapat menghasilkan informasi atau kelompok dalam model demokrasi
yang relevan dengan kebijakan pada satu, perwakilan. Selanjutnya dikatakan bahwa pada
beberapa, atau seluruh tahap dari proses intinya keputusan dan pembuatan kebijakan publik
pembuatan kebijakan, tergantung pada tipe oleh pemerintah adalah public policy consists of
masalah yang dihadapi klien yang dibantunya. political decisions for implementaing program to
achieve societal goal (Kebijakan publik terdiri dari
Analisis keputusan berkaitan dengan apa yang keputusan politis untuk mengimplementasikan
oleh Lassewell diringkaskan sebagai “siapa yang program dalam meraih tujuan demi kepentingan
mendapatkan sesuatu, kapan dan bagaimana ia masyarakat).
mendapatkannya” Lasswell dalam (Parsons, 2001
:247). Analisis pembuatan keputusan adalah Dalam menganalisis proses pembuatan
keputusan dapat dikelompokkan disiplin-disiplin
semacam penjelasan yang bertujuan untuk
tersebut dalam 5 (lima) kategori dan pendekatan
menerangkan atau mendeskripsikan bagaimana
utama, yaitu: (a) kekuasaan, (b) rasionalitas, (c)
satu keputusan atau serangkaian keputusan dibuat.

11 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

pilihan publik dan alternatifnya, (d) institusional dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-
dan psikologis. kejadian Mazmanian dan Sabatier, (Widodo,
2011:87).
Selanjutnya, salah satu tahapan penting dalam
siklus kebijakan publik adalah implementasi Untuk mengkaji dengan baik suatu
kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya implementasi kebijakan publik maka perlu
merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diketahui variabel dan faktor-faktor yang
diputuskan oleh legislatif atau para pengambil mempengaruhinya. Untuk itu, diperlukan suatu
keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang model kebijakan guna menyederhanakan
berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan.
tahapan implementasi menjadi begitu penting Terdapat banyak model yang dapat dipakai untuk
karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa menganalisis sebuah implementasi kebijakan,
jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan diantaranya adalah model implementasi yang
benar. Dengan kata lain implementasi merupakan dikemukakan oleh George Edward III.
tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara
Edward melihat implementasi kebijakan sebagai
maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu
suatu proses yang dinamis, dimana terdapat
sendiri.
banyak faktor yang saling berinteraksi dan
Terdapat beberapa konsep mengenai mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-
implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui
beberapa ahli. Secara Etimologis, implementasi bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut
menurut kamus Webster yang dikutib oleh terhadap implementasi. Oleh karena itu, Edward
Solichin Abdul Wahab bahwa konsep menegaskan bahwa dalam studi implementasi
implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan
implement.. Dalam kamus besar Webster, to pokok yaitu: 1) Apakah yang menjadi prasyarat
implement (mengimplementasikan) berarti to bagi implementasi kebijakan ? 2) Apakah yang
provide the means for carrying out (menyediakan menjadi faktor utama dalam keberhasilan
sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give implementasi kebijakan?
practical effect to (untuk menimbulkan
Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward
dampak/akibat terhadap sesuatu. Webster,
mengajukan empat faktor yang berperan penting
(Wahab 2006:64).
dalam pencapaian keberhasilan implementasi.
Pengertian implementasi selain menurut “Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
Webster di atas, juga didefinisikan menurut Van atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu
Meter dan Van Horn bahwa: Implementasi adalah faktor communication, resources, disposition,
“tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh dan bureucratic structure. “ Edward, (Widodo,
individu/pejabat atau kelompok-kelompok 2011:96-110).
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada
Sejalan dengan Model Kebijakan Edward III,
tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan
Meter dan Horn (Indiahono, 2009:38-39),
dalam keputusan kebijakan” (Van Meter dan Van
Horn, (Wahab, 2006:65). menyatakan bahwa beberapa variabel yang dapat
mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan
Definisi lain juga diutarakan oleh Mazmanian sebagai berikut: (1) standard dan sasaran
dan Sabatier yang menjelaskan makna kebijakan, (2) kinerja kebijakan, (3) sumber daya,
implementasi dengan mengatakan bahwa: hakikat (4) komunikasi antar badan pelaksana, (5)
utama implementasi kebijakan adalah memahami karakteristik badan pelaksana, (6) lingkungan
apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu sosial, ekonomi dan politik, (7) sikap pelaksana.
program dinyatakan berlaku atau dirumuskan.
Subarsono, (2010:87) menyatakan bahwa
Pemahaman tersebut mencakup usaha-usaha
untuk mengadministrasikan-nya dan menimbulkan dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik

12 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Menurut Rakhmat (2009:135), bahwa masalah


Badan-badan tersebut melaksana- kan pekerjaan- kebijakan (policy problem) adalah masalah publik
pekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang yang menyangkut kepentingan orang banyak.
membawa dampak pada warga negaranya. Masalah kebijakan dapat berupa masalah tidak
Implementasi melibatkan usaha dari policy makers strategis dan masalah trategis. Masalah strategis
untuk mempengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut mencakup empat syarat yaitu; luas cakupannya,
“street level bureaucrats” untuk memberikan jangka waktunya panjang, mempunyai keterkaitan
pelayanan atau mengatur perilaku kelompok yang luas dengan pihak lain, dan mengandung
sasaran (target group). resiko. Identifikasi masalah kebijakan juga dapat
dilihat dari tipe masalahnya yaitu : sederhana, agak
Oleh karena itulah untuk kebijakan yang
sederhana dan rumit.
sederhana, implementasi hanya melibatkan satu
badan yang berfungsi sebagai implementor, Menurut Anderson, (1990) bahwa proses
misalnya kebijakan Badan Legislasi dalam pembuatan kebijakan publik adalah serangkaian
mengubah draf rancangan peraturan daerah aktivitas yang dilakukan melalui tahap-tahap
inisiatif DPRD. pembuatan kebijakan dalam suatu sistem politik.
3. Konteks Pembuatan Keputusan Untuk itu dalam pembuatan kebijakan publik ada
lima tahapan atau prosedur, yaitu 1) identifikasi
Model kekuasaan (power) memandang masalah publik, 2) agenda kebijakan dan partisipasi
pembuatan keputusan sebagai sesuatu yang masyarakat, 3) formulasi kebijakan, 4)
dibentuk dan ditentukan oleh struktur implementasi kebijakan, dan 5) evaluasi kebijakan.
kekuasaan seperti : kelas; orang kaya, tatanan
birokratis dan tatanan politik, kelompok Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Dror
penekan, dan kalangan profesional atau ahli 1971 dalam (Rakhmat, 2009:13), hanya membagi
pengetahuan teknis. Dalam hal ini akan tiga tahapan besar dalam proses pembuatan
diuraikan 6 (enam) pendekatan dan variasinya: kebijakan publik, yaitu 1) meta policy making stage,
a) Elitisme, berfokus pada cara kekuasaan 2) policy making stage, 3) post policy making stage.
dikonsetrasikan, 5. Partisipasi Masyarakat dalam Proses
b) Pluralisme, berfokus pada cara kekuasaan Pembuatan Kebijakan
didistribusikan,
c) Marsisme, berfokus pada konflik kelas Secara luas, partisipasi dapat diartikan sebagai
dan kekuasaan ekonomi, demokratisasi politik: masyarakat yang
d) Korporatisme, berfokus pada kekuasaan menentukan tujuan, strategi dan perwakilannya
kepentingan yang terorganisir, dalam pelaksanaan kebijaksanaan atau
e) Profesionalisme, berfokus pada pembangunan. Secara sempit, partisipasi dapat
kekuasaan kalangan profesional, diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam
f) Teknokrasi, berfokus pada kekuasaan keseluruhan proses perubahan dan pengembangan
pakar teknis. masyarakat sesuai dengan arti pembangunan
sendiri.
4. Analisis Proses Pembuatan Kebijakan Untuk membuat suatu kebijakan yang
Proses pembuatan kebijakan publik selalu mencerminkan kepentingan publik, maka
diawali oleh serangkaian kegiatan yang saling diperlukan adanya partisipasi publik yang lebih
bertautan dan berhubungan antara satu dengan baik, secara kualitas dan kuantitas. Demokrasi di
yang lain. Proses tersebut terdiri dari kegiatan sebuah negara baru bermakna bila segala bentuk
penyusunan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, urusan publik didiskusikan secara bersama-sama.
adopsi kebijakan, implementasi dan evaluasi atau Dalam konteks ini, demokrasi mensyaratkan
penilaian sebuah kebijakan publik.

13 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

sebuah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh undang, dan dalam pembahasan suatu rancangan
banyak orang, bukan satu orang saja. Walaupun undang-undang. Partisipasi itu kemudian
pembuat kebijakan (policy makers) adalah lembaga meningkat dengan memberikan masukan kepada
formal pemerintah, namun masyarakat adalah fraksi-fraksi atau langsung kepada anggota DPR.
bagian yang ada di dalamnya. Peningkatan partisipasi juga terllihat dengan
seringnya diadakan seminar-seminar atau kegiatan
Berkaitan dengan partisipasi kuantitatif dan
semacamnya yang berkaitan dengan rancangan
kualitatif, secara detail diklasifikasikan Muhajirin,
undang-undang.
(Imron, 2008) bahwa partisipasi masyarakat
digolongkan ke dalam tipologinya, ialah partisipasi Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun
kuantitatif dan partisipasi kualitatif. Partisipasi 2011 Pasal 96 (1) Masyarakat berhak memberikan
kuantitatif menunjuk kepada frekuensi masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam
keikutsertaan terhadap implementasi pembentukan peraturan perundang-undangan. (2)
kebijaksanaan, sementara partisipasi kualitatif Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana
menunjuk kepada tingkat dan derajatnya. dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a.
rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja;
Lembaga Legislatif sebagai wadah perpanjangan
c. sosialisasi; dan/atau d. seminar, lokakarya,
tangan dari partai politik sekaligus menjadi wadah
dan/atau diskusi. (3) Masyarakat sebagaimana
rakyat berorganisasi dan menyalurkan aspirasinya
dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan
sudah seharusnya semakin memainkan peran
atau kelompok orang yang mempunyai
penting mendorong terciptanya partisipasi publik
kepentingan atas substansi rancangan peraturan
yang berkualitas.
perundang-undangan, (4) Untuk memudahkan
Dari aspek sosiologis, dikemukakan masyarakat dalam memberikan masukan secara
Koentjoroningrat, (Imron, 2008) bahwa partisipasi lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada
masyarakat berdasarkan posisi individu dalam ayat (1), setiap rancangan peraturan perundang-
kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh
dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus; masyarakat.
kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai
Prinsip partisipatif menunjukkan bahwa
individu dalam aktivitas bersama pembangunan.
masyarakat yang akan memperoleh manfaat dari
Sejalan dengan itu, Haricahyono, (2001:47), satu kebijakan publik harus turut serta di dalam
menyatakan bahwa partisipasi adalah suatu usaha proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain,
terorganisir dari para warga negara untuk masyarakat menikmati manfaat kebijakan publik
mempengaruhi bentuk jalannya kebijakan yang tersebut bukan semata-mata produk kebijakan
diambil oleh pemerintah. Setiap negara mempunyai tersebut tetapi dari keikutsertaan dalam
ruang dan atensi tersendiri terhadap kemungkinan- prosesnya. Prinsip partisipatif dalam penyusunan
kemungkinan partisipasi politik warga negaranya. kebijakan publik membantu terselenggaranya
proses perumusan kebijakan yang tepat sesuai
Dari perspektif proses pembuatan regulasi,
dengan kebutuhan, dan memudahkan penentuan
Hikam, (Maria Farida Indrati, 2006:146)
prioritas (transparansi).
menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam
rangka pembentukan undang-undang sudah mulai
6. Konsep Legislasi, Fungsi Legislasi dan Badan
terbangun”. Awalnya partisipasi masyarakat
Legislasi Daerah
dimulai dengan pemberian masukan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat, baik melalui komisi Konsep yang dapat memenuhi tuntutan
atau Badan Legislasi, mulai dari penyusunan kebutuhan masyarakat pada negara demokrasi
program legislasi, penyiapan rancangan undang- adalah menyangkut ‘perwakilan politik’. Dalam hal

14 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

ini diuraikan Arbi Sanit (1985), bahwa: “Konsep diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah
perwakilan politik terdiri dari dua aspek, yaitu bersama kepala daerah. Untuk memudahkan
demokrasi perwakilan dan pemerintahan pelaksanaan fungsi legislasi di DPRD, maka
perwakilan”. Kiranya dengan hal tersebut maka dibentuk satu alat kelengkapan yaitu Badan
konsepsi negara demokrasi menunjukkan bahwa Legislasi Daerah. Badan Legislasi Daerah
sumber kekuasaan negara adalah rakyat, oleh merupakan alat kelengkapan yang bersifat tetap
karena itu dalam konsep negara demokrasi yang dibentuk dalam rapat paripurna DPRD.
kekuasaan itu berada di tangan rakyat. Susunan dan keanggotaan Badan Legislasi Daerah
dibentuk pada masa keanggotaan DPRD dan
Posisi legislatif di dalam sistem politik Indonesia
permulaan tahun sidang.
yaitu sebagai badan pemerintahan yang sangat
berpengaruh terhadap jalannya suatu sistem Dalam hal fungsi legislatif yang dimiliki oleh
politik. Dalam menjalankan perannya badan DPR dan DPRD, menunjukkan bahwa dirinya
legislatif melakukan rekruitmen politik dan sebagai badan perwakilan rakyat dituntut untuk
komunikasi politik. Rekruitmen politik di jalankan senantiasa mampu menampung aspirasi dan
badan legislatif dengan partai politik sedangkan kepentingan masyarakat yang diwakilinya dengan
komunikasi politik dijalankan dengan badan cara memasukannya ke dalam undang-undang,
eksekutif guna membahas perumusan kebijakan. peraturan daerah dan APBN/APBD yang
dihasilkannya. Memuaskan kehendak masyarakat
Legislasi daerah adalah instrumen perencanaan
atau kemauan umum adalah esensi dari fungsi
program di daerah termasuk di dalamnya adalah
anggota serta badan legislatif selaku wakil rakyat.
pembentukan ranperda. Proses pembentukan
ranperda setidaknya melalui dua jalur. Pertama, Badan Legislasi Daerah dibentuk oleh DPRD
melalui prakarsa eksekutif, dimana sebuah dan merupakan alat kelengkapan DPRD yang
rancangan masuk ke DPRD dari pemerintah bersifat tetap. DPRD menetapkan susunan dan
daerah untuk dibahas pada rapat dewan dan keanggotaan pada permulaan masa keanggotaan
dianalisis apakah layak untuk ditindak lanjuti dalam DPRD dan permulaan tahun sidang. Jumlah
pansus. Kedua adalah melalui inisiatif DPRD anggota ditetapkan dalam rapat Paripurna DPRD
berdasarkan skala prioritas yang telah disusun menurut perimbangan dan pemerataan jumlah
selama tahun berjalan di dalam Program Legislasi anggota tiap-tiap fraksi.
Daerah (Prolegda).
Selanjutnya tugas dan kewenangan Badan
Fungsi legislasi adalah salah satu fungsi utama Legislasi Daerah menurut Peraturan DPRD
yang dimiliki lembaga legislatif yang berkaitan Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 1 tahun
dengan kegiatan pembentukan kebijakan publik 2010 Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan
yang disepakati bersama oleh para wakil rakyat Rakyat Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang
atas nama seluruh rakyat yang diwakili. Hanya saja, sebagai berikut:
agar kebijakan-kebijakan itu bersifat mengikat,
a) Penyusunan rancangan program legislasi
maka dituangkan dalam bentuk hukum tertentu
daerah yang memuat daftar urutan
sebagai ‘legislative acts’, yaitu dalam bentuk prioritas rancangan peraturan daerah
undang-undang. Karena itu, fungsi legislasi itu beserta alasannya untuk setiap tahun
disebut sebagai fungsi pembentukan peraturan anggaran di lingkungan DPRD.
perundang-undangan.
b) Koordinasi untuk pembentukan program
Fungsi ini hanya dimiliki anggota DPR atau legislasi daerah antara DPRD dan
anggota DPRD, yang tidak dimiliki lembaga pemerintah daerah,
pemerintahan yang lain. Fungsi legislasi DPRD

15 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

c) Menyiapkan rancangan peraturan daerah dalam bentuk pembahasan Anggaran Pendapatan


usul DPRD berdasarkan prioritas yang dan Belanja Daerah (APBD) sedangkan
telah ditetapkan, pelaksanaan fungsi pengawasan diimplementasikan
d) Melakukan pengharmonisasian, oleh DPRD untuk mengawasi kebijakan
pembulatan dan pemantauan konsepsi pemerintah daerah termasuk mengawasi
rancangan peraturan daerah yang implementasi peraturan daerah yang telah
diajukan anggota, komisi dan/atau disepakati bersama.
gabungan komisi sebelum peraturan Sejalan dengan regulasi di atas, terjadi proses
daerah tersebut disampaikan kepada
interaksi antara institusi penyelenggara pemerintah
pimpinan DPRD,
daerah dan masyarakat dan interaksi antara
e) Memberikan pertimbangan terhadap pemerintah daerah dan DPRD pada proses
rancangan peraturan daerah yang formulasi kebijakan pemerintahan daerah.
diajukan oleh anggota, komisi dan/atau Penerapan desentralisasi yang diawali sejak
gabungan komisi, di luar prioritas terbitnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999
rancangan peraturan daerah tahun telah membentuk dinamika publik lokal yang
berjalan atau di luar rancangan peraturan memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan
daerah yang terdaftar dalam program kondisi daerah. Dinamika ini juga terlihat dalam
legislasi daerah, bentuk hubungan antara pemerintah daerah
f) Mengikuti perkembangan dan melakukan dengan DPRD sebagai wujud dari fungsi mengatur
evaluasi terhadap pembahasan materi (policy formulation) dan fungsi mengurus (policy
muatan rancangan peraturan daerah implementation) yang dimiliki oleh pemerintah
melalui koordinasi dengan komisi daerah bersama DPRD.
dan/atau panitia khusus,
Hubungan kedua penyelenggara pemerintahan
g) Memberikan masukan kepada pimpinan daerah tersebut menjadi salah satu faktor yang
DPRD atas rancangan peraturan daerah menentukan keberhasilan pelaksanaan
yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah, pemerintahan daerah, walaupun sebenarnya
dan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak
h) Membuat laporan kinerja pada pasa akhir hanya ditentukan oleh proses interaksi antara
keanggotaan DPRD baik yang sudah pemerintah daerah dan DPRD, tetapi tentu juga
maupun yang belum terselesaikan untuk melibatkan interaksi dengan berbagai institusi
dapat digunakan sebagai bahan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi.
komisi pada masa keanggotaan
berikutnya. Sejalan dengan itu, Rondinelli (1983:27)
menyatakan bahwa salah satu faktor penentu
7. Hubungan Pemda dan DPRD dalam keberhasilan penyelenggaraan desentralisasi adalah
Pembentukan Peraturan Daerah hubungan antara penyelenggara pemerintahan di
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun tingkat lokal. Dalam konteks ini hubungan antara
2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- pemerintah daerah dan DPRD sebagai institusi
Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, utama yang melaksanakan tanggung jawab
DPR, DPD dan DPRD, tiga fungsi DPRD yaitu mengelola urusan daerah menjadi salah satu faktor
fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi penting keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.
pengawasan. Dari tiga fungsi tersebut dua
diantaranya diimplementasikan bersama antara
DPRD dan pemerintah daerah, yaitu fungsi legislasi
dalam bentuk pembahasan perda, fungsi anggaran

16 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

II. METODE PENELITIAN peraturan-peraturan, keputusan-keputusan


Metode penelitian kualitatif dinamakan juga serta berbagai referensi hasil kajian lainnya.
sebagai pendekatan naturalistik. Sering juga c. Observasi, yaitu dengan melakukan
disebut metode interpretatif karena data hasil pengamatan langsung kepada anggota
penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selaku
terhadap data yang dikemukakan di lapangan. aktor pelaksana fungsi DPRD.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, data 2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder, melalui :
yang dikumpulkan berupa kata-kata, dengan a. Studi Kepustakaan (Library Research)
maksud untuk mencatat, mendeskripsikan dan Yaitu dengan mengumpulkan data dan
menginterpretasikan fungsi legislasi Dewan informasi melalui literatur yang relevan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidenreng dengan judul penelitian seperti buku-buku,
Rappang. artikel, tesis/skripsi dan makalah yang
Dari pengertian penelitian deskriptif di atas, memiliki relevansi dengan masalah yang
peneliti dapat mengetahui bahwa penelitian diteliti.
deskriptif pada dasarnya adalah memberikan b. Studi Dokumenter (Dokumentary)
gambaran secara jelas sesuai dengan fakta yang Yaitu dengan menggunakan catatan-catatan
sebenarnya yang ditemui di lapangan dan didukung yang ada di lokasi serta dokumen-dokumen,
data yang tingkat validasinya kuat. foto-foto hasil dokumentasi kegiatan
Dengan demikian tulisan ini akan berisi kutipan- pelaksanaan fungsi legislasi di Dewan
kutipan data yang sesuai fakta di lapangan. Data- Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
data tersebut berasal dari naskah wawancara yang Sidenreng Rappang yang relevan dan
diperoleh dari aktor yang dijadikan informan, mendukung objek penelitian.
catatan dan dokumen resmi lainnya yang
digambarkan secara obyektif. Teknik analisis data yang dipakai adalah
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data teknis analisis kualitatif. Setelah data terkumpul,
untuk mendapatkan informasi tentang Pelaksanaan maka langkah selanjutnya adalah mereduksi data,
Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mensistematisasi, mengolah dan menganalisis data.
akan digali oleh peneliti sebagai instrumen, Selanjutnya dilakukan penafsiran data dihubungkan
melalui: dengan teori-teori, pendapat-pendapat aturan-
1. Teknik Pengumpulan Data Primer melalui : aturan formal.
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini
dilakukan dengan teknik sebagai berikut: III. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Wawancara terbuka dan mendalam (Depth-
Interview), yaitu teknik pengumpulan data A. Perencanaan Fungsi Legislasi DPRD
dengan mengajukan pertanyaan kepada Terbentuknya Badan Legislasi Daerah di
orang yang berhubungan dengan objek DPRD diharapkan menjadi momentum untuk
penelitian atau key informan secara terbuka dapat membangun kapasitas legislasi anggota
melalui wawancara peneliti dengan dewan yang menghasilkan peraturan daerah
stakeholder Pelaksanaan Fungsi Legislasi (perda) yang berkualitas dan tepat. Oleh karena
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu keberadaan Balegda DPRD juga diharapkan
Kabupaten Sidenreng Rappang. Dengan berpengaruh pada pembuatan peraturan daerah
menggunakan alat yang dinamakan interview inisiatif. Sesuai hasil wawancara penulis dengan
guide (pedoman wawancara). salah seorang informan yang mengatakan bahwa
b. Dokumentasi, yaitu dengan cara melalui keberadaan Badan Legislasi Daerah DPRD
kajian literatur, dokumen, undang-undang, memudahkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat

17 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

Daerah untuk mengembangkan potensi dan legislasi daerah tapi pembahasan dan
kreativitasnya dalam proses perencanaan dan penetapannya sebagai perda pada tahun 2012.
perumusan ranperda inisiatif yang lebih baik. Pada tahun 2012 Ranperda yang diprogramkan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 hanya 1 perda inisiatif yang diselesaikan pada
tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan tahun 2013, sedangkan 3 ranperda lainnya dibahas
Perundang-undangan, Proses perencanaan dan ditetapkan pada awal tahun 2014.
pelaksanaan fungsi legislagi DPRD diawali dengan Namun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa
pelaksanaan Workshop DPRD dan pemerintah masih banyaknya produk peraturan daerah yang
daerah untuk membahas program legislasi daerah merupakan prakarsa pemerintah daerah
(Prolegda) jangka waktu 1 tahun didasarkan skala dibandingkan dengan inisiatif dari DPRD
prioritas sebelum penetapan Ranperda tentang disebabkan sinergisme kemitraan dan kesetaraan
APBD. antara legislatif dan eksekutif belum dapat berjalan
Penyusunan Prolegda antara DPRD secara optimal. Kesetaraan hubungan tersebut
dikoordinir oleh DPRD melalui Balegda. seringkali dimaknai lain, yang dapat mengurangi
Sedangkan Penyusunan Prolegda di lingkungan fungsi dan kewenangan dewan. Padahal jika
pemerintah daerah dikoordiniri oleh Bagian merujuk pada pasal 3 (a) Peraturan Pemerintah
Hukum Sekretariat Daerah dengan No. 16 tahun 2010 yang menyatakan bahwa
mengikutsertakan instansi terkait. Sebagai hasil “DPRD mempunyai tugas dan wewenang
rumusan bersama, maka disepakati program membentuk peraturan daerah”. Maksudnya bahwa
legislasi daerah yang dimuat dalam tabel berikut “leading sector” pembentukan peraturan daerah
ini: seharusnya ada di tangan DPRD
Namun demikian, kenyataan menunjukkan
Tabel 1 bahwa dalam kurun waktu 5 tahun anggaran,
Daftar Prolegda Kabupaten Sidenreng Rappang
prosentase peraturan daerah inisiatif DPRD
tahun 2010 – 2014
masih sangat rendah dibanding peraturan daerah
No Tahun Jumlah Prolegda Realisasi prakarsa pemerintah daerah, yaitu hanya 24 %.
Hal tersebut menjadi indikator masih rendahnya
1. 2010 33 25 peran anggota dewan dalam melaksanakan fungsi
2. 2011 27 15 legislasi.
3. 2012 18 14 Kondisi tersebut kontradiktif dengan
4. 2013 23 12
5. 2014 25 2
tuntutan dari regulasi dan harapan masyarakat
Total 126 68 agar anggota DPRD dapat melaksanakan fungsi,
Sumber : Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kab. Sidrap tugas dan kewenangannya secara optimal.
Anggota DPRD dituntut untuk tanggap terhadap
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa tidak kepentingan rakyat yang diwakilinya, dan
semua program legislasi daerah dapat organisasi politik tempatnya berkiprah.
direalisasikan dengan baik. Pada tahun 2010 dari Berdasarkan peraturan DPRD Nomor 1
33 program legislasi daerah 25 berhasil tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten
direalisasikan menjadi perda, sedangkan, pada Sidenreng Rappang pasal 101 ayat (3) Rancangan
tahun 2014 dari 25 prolegda sampai bulan Mei peraturan daerah diajukan berdasarkan program
baru 2 yang terealisasi. legislasi daerah. Selanjutnya dijelaskan dalam ayat
Perlu diketahui bahwa tidak adanya perda (4) Dalam keadaan tertentu, DPRD atau bupati
inisiatif pada tahun 2009 disebabkan ketika itu dapat mengajukan rancangan peraturan daerah di
anggota DPRD baru saja dilantik pada tanggal 29 luar program legislasi daerah.
Septermber 2009, sedangkan tahun 2011 baru Hasil wawancara dengan Kepala Bagian
sebatas pengusulan 4 ranperda dalam program Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Sidenreng

18 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

Rappang menyatakan bahwa: “Hubungan yang aktif di dalam rapat-rapat pembahasan ranperda
harmonis dan sinergitas antara anggota DPRD dan APBD disebabkan faktor malas dan keterbatasan
pemerintah daerah sangat mempengaruhi proses sumber daya manusia yang dimiliki, akibatnya
pembuatan perda. Hal ini dilakukan sejak proses sering terjadi pembicaraan yang tidak fokus pada
perumusan prolegda yang disepakati bersama substansi dan bahkan tidak jarang rapat tidak
antara DPRD dan pemerintah daerah melalui memenuhi korum berdasarkan Peraturan DPRD
forum WorkShop. Namun demikian dalam nomor 1 tahun 2010.
keadaan tertentu dapat dilakukan di luar dari
Terkait dengan pelaksanaan fungsi legislasi,
prolegda.
DPRD dalam mengalokasikan anggaran yang
Dari hasil wawancara di atas menunjukkan
mendukung pelaksanaan program legislasi daerah
hubungan harmonis dan sinergitas antara anggota
yang telah disepakati bersama antara DPRD dan
DPRD dan pemerintah daerah dalam perumusan
pemerintah daerah melalui Work shop kemudian
program legislasi daerah sangat menentukan baik
ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD. Untuk
secara kuantitas maupun kualitas perencanaan
mendukung kelancaran pelaksanaan program
ranperda setiap tahunnya.
legislasi dalam bentuk kegiatan penyusunan draft
Hasil wawancara yang telah dilakukan
inisiatif, DPRD mengalokasikan anggaran sebesar
kepada beberapa anggota Badan Legislasi DPRD,
Rp. 40 juta per perda di Sekretariat DPRD yang
mereka menyatakan bahwa keberadaan Badan
ditetapkan melalui Perda APBD. Jadi sukses
Legislasi Daerah DPRD sangat membantu dalam
tidaknya pelaksanaan fungsi legislasi ini juga sangat
melakukan verifikasi terhadap Naskah Akademik
tergantung dari dukungan anggaran yang tersedia
dan naskah ranperda sebelum dibahas melalui
melalui penetapan APBD.
rapat pansus. Dari jawaban di atas
mengindikasikan bahwa betapa besar peran dan Sebagai informasi dukungan anggaran yang
manfaat dari badan legislasi daerah, namun dialokasikan khusus untuk perjalanan dinas anggota
demikian, kenyataan menunjukkan bahwa dalam DPRD dalam rangka pembahasan Ranperda selama
proses pembentukan ranperda inisiatif DPRD, 1 tahun anggaran dapat dilihat dalam tabel berikut
masih sangat minim bila dibandingkan dengan ini:
perda prakarsa pemerintah daerah. Hal ini dapat Tabel 3
dilihat dalam tabel berikut ini: Rincian Anggaran Belanja Langsung Perjalanan Dinas
Tabel 2 Pembahasan Ranperda tahun 2013
Daftar Anggaran Peraturan Daerah tahun 2009 – 2014
Kode Rincian Perhitungan
Rek. Uraian Volume Harga Jumlah (Rp)
Tahun Perda Total Perda Total
Satuan
N Anggar Prakarsa Anggaran Inisiatif Anggaran
o an Pemda (Rp) DPRD (Rp) 1.20.0 Kunjungan
4.15.0 kerja
1. 2009 10 46.500.000 0 0
6.5.2. Pembahasan
2. 2010 23 451.364.000 3 120.000.000
2.15.0 Rancangan
3. 2011 17 327.000.000 0 0 2 Peraturan 12 x 1 14.600.000 Rp. 175.200.000
4. 2012 3 73.079.000 4 160.000.000 Daerah 9 x 2 x1 12.110.000 Rp. 217.980.000
5. 2013 7 169.200.000 1 40.000.000 Ketua 10 x 1 8.741.000 Rp. 87.410.000
6. 2014 5 155.246.000 3 160.000.000 Wakil Ketua 7 x 27 8.600.000 Rp.1.625.400.000
45 11 Sekretaris 4x6 7.370.000 Rp. 176.880.000
Sumber : Bagian Hukum Sekretariat DPRD Kabupaten Anggota 2 x 15 5.745.000 Rp. 172.350.000
Sidenreng Rappang Struktural
Pendamping
Idealnya setiap anggota DPRD memahami Rp.2.455.220.000
makna anggaran itu sendiri dengan baik. Tapi Sumber : Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Tahun
Anggaran 2014.
kenyataannya masih banyak personil anggota
DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang yang tidak

19 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

Jadi total anggaran yang dipergunakan DPRD


pada tahun 2013 untuk kunjungan kerja dalam
rangka pembahasan Peraturan Daerah ditambah IV. KESIMPULAN
dengan dana kerjasama dengan pihak ketiga = Berdasarkan penyajian data fokus penelitian
Rp2.455.220.000+Rp.40.000.000 = Rp. dan hasil pembahasan yang telah dilaksanakan,
2.495.220.000,- Hanya berhasil membuat 1 (satu) maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
produk legislasi inisiatif DPRD, Total anggaran 1. Perencanaan fungsi legislasi Dewan
tersebut termasuk kontribusi Bimbingan Teknik Perwakilan Rakyat Daerah belum berjalan
(Bimtek) untuk peningkatan kapasitas SDM
secara optimal. Hal ini disebabkan
anggota dewan.
keterbatasan sumber daya manusia anggota
Meskipun demikian, ternyata dukungan dewan dan tidak tersedianya tenaga ahli alat
anggaran sebesar itu belum mampu mengatasi kelengkapan yang kompeten.
kurangnya kuantitas produk hukum yang lahir dari 2. Pelaksanaan fungsi legislasi Dewan Perwakilan
inisiatif DPRD. Sebab kondisi tersebut tidak Rakyat Daerah belum sepenuhnya dapat
terlepas dari minimnya pengetahuan dan memenuhi tuntutan dari regulasi dan harapan
pengalaman sebagian besar anggota dewan dalam masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan dengan
proses perumusan kebijakan terutama penyusunan masih minimnya perda inisiatif DPRD.
legal drafting. 3. Evaluasi fungsi legislasi Dewan Perwakilan
Selanjutnya dalam pelaksanaan fungsi Rakyat Daerah efektifitas aturannya sudah
pengawasan DPRD, pengawasan DPRD berjalan sesuai regulasi, hal ini dibuktikan
dilaksanakan melalui rapat kerja maupun rapat bahwa periode 2009-2014 semua peraturan
dengar pendapat. Apabila dipandang perlu DPRD daerah yang telah diundangkan, tidak satupun
membentuk panitia khusus untuk membahas yang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri.
secara mendalam terhadap suatu permasalahan.
Pansus juga melakukan pengawasan dan evaluasi
terhadap muatan laporan LKPj tentang arah DAFTAR PUSTAKA
kebijakan umum pemerintah daerah setiap
tahunnya. DPRD juga menilai sejauhmana realisasi [1.] Anderson, JE., 1990 Public Policy Making Hoolt.
rencana pembangunan daerah yang dilaksanakan Rinehart and Weston, New York.
pemerintah daerah. [2.] Darmawan, Ikhsan, 2003. Analisis Sistem Politik
Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Selain itu, pengawasan DPRD juga dilakukan
dalam bentuk pembahasaan perhitungan APBD [3.] Dunn, William, N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan
Publik. Gajah Mada University Press.
setiap tahun yang dikemas dalam Ranperda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, [4.] Fermana, Surya, 2009. Kebijakan Publik Sebuah
Tinjauan Filosofis. Ar-Ruzz Media. Jogyakarta.
berisi tentang laporan realisasi anggaran, laporan
aliran kas, neraca dan catatan atas laporan [5.] Haricahyono, 2001. Dimensi Pendidikan Moral. IKAPI.
Semarang.
keuangan, yang dilengkapi dengan penilaian kinerja
berdasarkan tolok ukur Renstra. Namun demikian [6.] Imron, Ali. 2008. Kebijakan Pendidikan di Indonesia.
biasanya pembahasan LKPJ Bupati dan perhitungan Jakarta:Bumi Aksara.
APBD, pansusnya direkrut dari Badan Anggaran [7.] Indiahono, Dwiyanto, 2009. Kebijakan Publik Berbasis
DPRD sehingga mekanisme pembahasannya tidak Dynamic Policy Analysis. Gaya Media. Yogyakarta.
melalui komisi seperti pada pembahasan ranperda [8.] Indrati, Maria, 2006. Ilmu Perundang-undangan: Dasar-
APBD, akibatnya hasil pengawasannya kurang dasar Pem-bentukannya. Kanisius. Yogyakarta.
maksimal karena hanya dilakukan oleh sebagian [9.] Parsons, Wayne, 2001. Public Policy: Pengantar Teori
anggota DPRD. & Praktik Analisis Kebijakan. Kencana. Jakarta.

20 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)
ISBN: 978-602-50710-1-0 Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017 KNAPPPTMA KE-6

[10.] Rakhmat, 2009. Teori Administrasi dan Manajemen


Publik. Pustaka Arif. Jakarta.
[11.] Rondinelli, A Dennis, 1983. Decentalization and
Development. Sage Publication. California.
[12.] Sanit, Arbi, 1985. Perwakilan Politik Di Indonesia.
Rajawali. Jakarta.
[13.] Soebarsono, 2010. Analisis Kebijakan Publik Konsep
Teori dan Aplikasi. Pustaka Pelajar. California
[14.] Wahab, Abdul dkk. 2006. Analisis Kebijaksanaan, Dari
Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara. Jakarta.
[15.] Widodo, Joko 2011. Good Governance Telaah dari
Dimensi Akuntabilitas, Kontrol Birokrasi pada Era
Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia.
Surabaya.

Sumber Lain
[1.] Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. tentang
Otonomi Daerah.
[2.] Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. tentang
Pemeritahan Daerah.
[3.] Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004. Tentang
Perencanaan Pembangunan Nasional.
[4.] Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. tentang
Keuangan Negara.
[5.] Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD.
[6.] Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
[7.] Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
[8.] Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang
Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan
Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
[9.] Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
[10.] Permendagri Nomor 01 Tahun 2014 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
[11.] Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 01 tahun 2010
tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Sidenreng Rappang.

21 Prosiding Konferensi Nasional Ke- 6


Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (APPPTMA)

Anda mungkin juga menyukai