ASPEK-ASPEK EJAAN
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Makalah yang berjudul Aspek Ejaan dalam Karya
Tulis Ilmiah.
Terima kasih saya ucapkan kepada dosen pengampuh Elly Anjarsari, S.Si., M.Pd yang telah
membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada
teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas
ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa laporan Makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga laporan Makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
aspek fonologis yang dimana didalam sebuah kalimat ada yang menyangkut
penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad
aspek morfologi yang dimana didalam sebuah kalimat ada yang menyangkut
penggambaran satuan-satuan morfemis
aspek sintaksis dimana didalam sebuah kalimat ada yang menyangkut penanda ujaran
berupa tanda baca.
MACAM-MACAM EJAAN
Ejaan ini dulunya diciptakan oleh van Ophuhysen atau yang juga dikenal dengan ejaan Balai
Pustaka dipergunakan sejak tahun 1901 hingga bulan Maret 1947 dulunya ejaan ini disebut Ejaan
van Ophuysen karena ejaan itu merupakan hasil karya dari Ch. A. van Ophuysen yang dibantu
oleh Engku Nawawi.
2. Ejaan Swandi
Ejaan Swandi atau Republik merupakan hasil penyederhanaan dari pada Ejaan van Ophuysen
yang mulai berlaku pada tanggal 19 Maret 1947 berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A. Kenapa
disebut Ejaan Soewandi, karena waktu itu yang menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan Republik Indonesia adalah Mr. Suwandi, maka ejaan tersebut dikenal pula atau
dinamakan juga dengan Ejaan Suwandi.
3. Ejaan Pembaharuan
Ejaan pemabaharuan adalah suatu ejaan yang direncanakan untuk memperbaharui Ejaan
Republik dengan Melalui Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954, Prof. M. Yamin
menyarankan agar ejaan Soewandi disempurnakan. Adanya pembaharuan yang disarankan
panitia yang diketuai Prijono dan E. Katoppo antara lain. Konsep Ejaan Pembaharuan yang telah
berhasil disusun itu dikenal sebuah nama yang diambil dari dua nama tokoh yang pernah
mengetuai kepanitiaan ejaan itu.
Yaitu Profesor Prijono dan E. Katoppo. Pada tahun 1957 panitia dilanjutkan itu berhasil
merumuskan patokan-patokan ejaan baru, membuat standar satu fonem satu huruf, dan
diftong ai, au, dan oi dieja menjadi ay, aw, dan oy. Selain itu, tanda hubung juga tidak
digunakan dalam kata berulang yang memiliki makna tunggal seperti kupukupu dan alunalun.
Akan tetapi, hasil kerja panitia itu tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga ejaan itu pun
belum pernah diberlakukan.
4. Ejaan Melindo
Ejaan Melindo (Melayu- Indonesia), penyusunan ejaan ini disusun pada tahun 1959 atas
kerja sama Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu, yang dalam hal ini adalah Malaysia
Perubahan yang diajukan dalam ejaan ini mmengalami insiden yang ndak jauh berbeda dari
Ejaan Pembaharuan.
Perumusan Ejaan Melindo ini diawali dengan diselenggarakannya Kongres Bahasa Indonesia
yang kedua pada tahun 1945, di Medan, Sumatera Utara adanya rumusan Ejaan Melindo adalah
merupakan bentuk penyempurnaan dari ejaan sebelumnya. Tetapi Ejaan Melindo ini belum
sempat dipergunakan, karena pada masa-masa itu terjadi konfrontasi antara negara kita Republik
Indonesia dengan pihak Malaysia.
Ejaan Melindo ini bertujuan untuk menyeragamkan ejaan yang digunakan kedua negara.
Secara ‘kan ya Indonesia dan Malaysia bahasanya mirip-mirip, Tapi sayang, ejaan ini pun gagal
diresmikan akibat ketegangan politik antara Indonesia dan Malaysia waktu itu
Ejaan baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh Panitianya
masih campuran antara Indonesia dan Malaysia Para pelaksananya pun di samping terdiri dari
panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu
konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat
keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67,tanggal 19 september 1967 Isinya
juga nggak jauh berbeda dari Ejaan yang Disempurnakan (yang akan dijelaskan selanjutnya).
Ejaan ini berlaku sejak tahun 1972 sampai 2015, Pada waktu pidato kenegaraan untuk
memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17
Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden
Republik Indonesia.
Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai
oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada
Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.
Ejaan ini mengatur secara lengkap tentang kaidah penulisan bahasa Indonesia, antara lain:
tentang unsur bahasa serapan, tanda baca, pemakaian kata, pelafalan huruf “e”. penggunaan
huruf kapital, dan penggunaan cetak miring. Selain itu, huruf “f”, “v”, “q”, “x”, dan “z” yang
kental dengan unsur bahasa asing resmi menjadi bagian Bahasa Indonesia.
Pemakaian Huruf Salah satu bagian pemakaian huruf yang perlu dicermati kembali dalam
penulisan karya tulis ilmiah adalah persoalan pemenggalan kata. Penulis karya tulis ilmiah sering
mengalami kesulitan memenggal kata pada pergantian baris.
Secara umum pemenggalan kata dasar dilakukan dengan mencermati kaidah-kaidah berikut.
Jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara
kedua huruf vokal itu, misalnya: ma-af, bu-at, ma-in, pa-ut, po-in
Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara
dua buah huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu, misalnya:
ma-kan, ke-me-na-kan, mu-ta-khir, ca-ri, ke-ci-pir, me-du-la.
Jika di tengah kata ada huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara
kedua huruf konsonan itu, misalnya: tan-pan, sam-bung, ge-ring-sing.
Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di
antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua, misalnya: in-stru-
men-tal, des-krip-si, bang-krut.
Pemakaian huruf kapital dan huruf miring dalam penulisan karya ilmiah sering
menyimpang dari kaidah-kaidah ejaan. Pengapitalan dan pemiringan huruf sering dilakukan
karena huruf awal dari kata-kata dan kata yang dicetak miring dianggap penting.
Contoh:
(a) Penambahan Program Studi di Universitas dilakukan untuk ...
(b) Sebagai calon terpilih Gubernur dan Wakil Gubernur mereka ...
(c) Dalam pandangan Hukum Adat seseorang wajib menaati Awig-Awig ...
(d) Mereka berlayar ke Teluk dan menyeberangi Selat sehingga perjalanan ...
c. Penulisan Kata
Penulisan kata yang perlu mendapat perhatian dalam penulisan karya tulis ilmiah adalah
penulisan bentuk ulang, gabungan kata, kata depan, kata si dan sang, Partikel, singkatan dan akronim,
serta angka dan bilangan.
Berdasarkan taraf integrasinya unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dipilah
menjadu dua, yakni unsur serapan yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia
dan unsur serapan yang pelafalan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
Unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, misalnya: reshuffle
[rie`syafel] dan shuttle cock [syatel`kak], sedangkan unsur serapan serapan yang pelafalan dan
penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia diusahakan agar ejaan asingnya hanya
diubah 15 seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.