Anda di halaman 1dari 55

i

SKRIPSI
UJI TOKSISITAS EKSTRAK AIR BUNGA LAWANG (Illicium verum
Hook.f) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST
(BSLT)

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Strata Satu

CRESENTIA IRENE ISKANDAR


102014161

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
2018
ii

KEASLIAN SKRIPSI
Saya mahasiswa Jurusan Kedokteran, Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana,
Nama Mahasiswa : Cresentia Irene Iskandar
Nomor Induk Mahasiswa : 102014161
Jurusan : Kedokteran

Dengan ini menyatakan bahwa karya skripsi yang saya buat dengan judul “UJI
TOKSISITAS EKSTRAK AIR BUNGA LAWANG (Illicium verum Hook.f) DENGAN
METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)” adalah :

1. Dibuat dan diselesaikan sendiri, dengan menggunakan hasil kuliah, tinjauan lapangan
dan buku-buku serta jurnal acuan yang tertera di dalam referensi pada karya tugas
akhir saya.
2. Bukan merupakan duplikasi karya tulis yang sudah dipublikasikan atau yang pernah
dipakai untuk mendapatkan gelar sarjana di universitas lain, kecuali pada bagian-
bagian sumber informasi dicantumkan dengan cara referensi yang semestinya.
3. Bukan merupakan karya terjemahan dari kumpulan buku atau jurnal acuan yang
tertera di dalam referensi pada karya tugas akhir saya.

Kalau terbukti saya tidak memenuhi apa yang telah dinyatakan di atas, maka karya tugas
akhir ini batal.
Jakarta, 12 Februari 2018
Yang membuat pernyataan

Cresentia Irene Iskandar


iii

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


FAKULTAS KEDOKTERAN

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI


UJI TOKSISITAS EKSTRAK AIR BUNGA LAWANG (Illicium verum Hook.f)
DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)
Oleh:

Nama Mahasiswa : Cresentia Irene Iskandar


Nomor Induk Mahasiswa : 102014161
Jurusan : Kedokteran
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dan dipertahankan dalam ujian komprehensif
guna mencapai gelar Sarjana Strata Satu pada Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana – Jakarta
Jakarta, 12 Februari 2018
Menyetujui:
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Dr. Dra. Rina Priastini, MKes) (dr. Ninik Wibawani)


Ketua Jurusan/Manajer PSSK

(dr. Ernawaty Tamba, MKM)


iv

Lembar Pengesahan Karya Tulis Akhir (Skripsi)

Judul Skripsi : UJI TOKSISITAS EKSTRAK AIR BUNGA LAWANG (Illicium


verum Hook.f) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY
TEST (BSLT)
Nama : Cresentia Irene Iskandar
NIM : 102014161
Jakarta, 12 Februari 2018
Pembimbing Utama :Dr. Dra. Rina Priastini, MKes (……………..)

Pembimbing Pendamping :dr. Ninik Wibawani (……..………)

Penguji :Prof. Dr. Kris Timotius (……………..)

Manager PSSK :dr.Ernawaty Tamba, MKM (……………..)

Dekan FK Ukrida :dr. Antonius Ritchi Castilani, M.Si. DFM (……………..)


v

Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang telah diberikan-Nya,
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “ UJI TOKSISITAS EKSTRAK
AIR BUNGA LAWANG (Illicium verum Hook.f) DENGAN METODE BRINE SHRIMP
LETHALITY TEST (BSLT) ” ini ditujukan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan
akademik guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Strata Satu Universitas Kristen Krida
Wacana. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dukungan serta doa dari
berbagai pihak, Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Dra. Rina Priastini,
MKes selaku Pembimbing Utama, beliau selain memberi bimbingan, juga sangat banyak
membantu penulis dari sebelum penelitian hingga penulisan Skripsi ini. Selain itu, penulis
juga menghaturkan terimakasih kepada dr. Ninik Wibawani selaku Pembimbing Pendamping,
yang juga banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Kepada Pimpinan
Fakultas Kedokteran Ukrida yang telah memberikan dukungan dan penyediaan fasilitas dan
kebijaksanaan yang sangat membantu mahasiswa untuk melaksanakan penelitian, penulis
sampaikan banyak terimakasih. Selanjutnya, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada
tim penelitian dan staf laboran Fakultas Kedokteran Ukrida, yang selalu menjadi tim yang
solid. Kepada kedua orangtua penulis, yang selalu menjadi pendukung dan motivator dari
awal menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida, juga menjadi inspirasi penulis dalam
menentukan judul ini. Kepada semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per
satu, terimakasih untuk segala bantuan, dukungan dan fasilitas yang telah diberikan. Akhir
kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan sangat bermanfaat bagi penulis.
Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Segala pujian,
hormat dan kemuliaan hanya bagi nama-Nya.

Jakarta, 12 Februari 2018

Cresentia Irene Iskandar


vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI


Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Krida Wacana, saya yang bertanda tangan
dibawah ini:

Nama :Cresentia Irene Iskandar

NIM :102014161

Program Studi :S-1 Kedokteran

Fakultas :Kedokteran

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas


Kristen Krida Wacana Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas skripsi saya yang berjudul: “ UJI TOKSISITAS EKSTRAK AIR BUNGA
LAWANG (Illicium verum Hook.f) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY
TEST (BSLT) ”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini,
Universitas Kristen Krida Wacana berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan skripsi
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik
Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 12 Februari 2018

Yang membuat pernyataan

(Cresentia Irene Iskandar)


vii

ABSTRAK
UJI TOKSISITAS EKSTRAK AIR BUNGA LAWANG (Illicium verum Hook.f)
DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

Cresentia Irene Iskandar

102014161

(xii + 47 halaman : 4 gambar; 6 tabel; 5 lampiran)

Penggunaan obat-obat moderen sebagai pengobatan sekarang sudah banyak di gunakan oleh
masyarakat. Hampir sebagian besar dari obat-obat tersebut terbuat dari bahan sintetik atau
kimia yang dapat menimbulkan berbagai efek samping. Oleh karena itu, tidak sedikit juga
masyarakat yang kini mulai beralih menggunakan pengobatan tradisional salah satunya
dengan menggunakan tanaman-tanaman herbal. Bunga lawang merupakan salah satu contoh
tanaman yang cukup banyak digunakan oleh masyarakat khususnya di Asia dan dipakai
untuk mengobati sakit perut, perut kembung, antispasmodik, ekspektoran dan diuretik. Selain
itu beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa bunga lawang juga efek antioksidan. Pada
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis toksik dari infusa bunga lawang terhadap
larva Artemia salina dengan metode BSLT. Dosis yang digunakan pada penelitian ini adalah
200 µg/mL, 400 µg/mL, 800 µg/mL, 1600 µg/mL dan 3200 µg/mL. Hasil dari penelitian ini
didapatkan kematian terbanyak larva Artemia salina adalah pada konsentrasi 3200 µg/mL
dengan persentase kematian sebesar 53%. Untuk memastikan ada tidaknya efek toksik
terhadap pemberian infusa bunga lawang maka dilakukan Uji Probit. Pada Uji Probit
diperoleh nilai LC50 adalah 4.507 µg/mL. Dari hasil penelitian maka dapat dikatakan bahwa
infusa bunga lawang tidak memiliki sifat toksik terhadap larva Artemia salina hal ini
dikarenakan nilai LC50 pada infusa bunga lawang > 1000 µg/mL.

Kata Kunci: Bunga Lawang, Illicium verum, Toksisitas Akut, LC50, BSLT, pekak

Referensi: 21 (1982-2016)
viii

ABSTRACT
TOXICITY TEST OF WATER EXTRACTION OF BUNGA LAWANG (Illicium verum
Hook.f) WITH BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT) METHOD

Cresentia Irene Iskandar


102014161
(xii + 47 halaman : 4 gambar; 6 tabel; 5 lampiran)

The use of modern medicine as a treatment is now widely used by the community. Most of
these drugs are made of synthetic or chemical materials that can cause various side effects.
Therefore, people begin to use traditional medicine for alternative treatment by using herbs.
Bunga lawang is one example of a plant that is quite widely used by people, especially in
Asian and used to treat stomach pain, flatulence, antispasmodic, expectorant and diuretic. In
addition, several studies have also shown that Bunga lawang is also has an antioxidant effect.
In this study aims to determine the toxic dose of Bunga lawang infused to Artemia salina
larvae with BSLT method. The doses used in this study were 200 µg/mL, 400 µg/mL, 800
µg/mL, 1600 µg/mL dan 3200 µg/mL. The results of this study, obtained the most deaths
Artemia salina larvae is at a concentration of 3200 μg / mL with a percentage of death of
53%. To ascertain the presence or absence of toxic effect on infusion of Bunga lawang, Probit
Test is done. In Probit Test obtained LC50 value is 4.507 μg / mL. From the results of the
research it can be said that Bunga lawang infused has no toxic effect to the Artemia salina
this is because the value of LC50 of Bunga lawang infused > 1000 μg / mL.

Key Word: Bunga Lawang, Illicium verum, Acute Toxicity, LC50, BSLT, star anise

Reference: 21 (1982-2016)
ix

DAFTAR ISI

SKRIPSI ................................................................................................................................. i

KEASLIAN SKRIPSI .......................................................................................................... ii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI ...................................................... iii

Lembar Pengesahan Karya Tulis Akhir (Skripsi) ........................................................... iv

Kata Pengantar ..................................................................................................................... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI ............................................. vi

ABSTRAK ........................................................................................................................... vii

ABSTRACT ....................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xii

BAB I ..................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 3
1.3 Hipotesis ................................................................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................................................. 3
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................................. 3

BAB II .................................................................................................................................... 4
2.1 Uji Toksisitas ........................................................................................................................... 4
2.2 Bunga Lawang ......................................................................................................................... 6
x

2.2.1 Deskripsi............................................................................................................................ 6
2.2.2 Klasifikasi.......................................................................................................................... 7
2.2.3 Manfaat dan Kandungan................................................................................................. 8
2.2.3.1 Antivirus......................................................................................................................... 9
2.2.3.2 Antimikroba................................................................................................................. 10
2.2.3.3 Antifungal .................................................................................................................... 10
2.2.3.4 Anti insektisida ............................................................................................................ 11
2.2.3.5 Antioksidan .................................................................................................................. 11
2.3 Artemia salina ........................................................................................................................ 11
2.3.1 Deskripsi.......................................................................................................................... 12
2.3.2 Siklus hidup .................................................................................................................... 13
2.3.3 Klasifikasi........................................................................................................................ 15
2.4 Metode BSLT ......................................................................................................................... 15
2.5 Kerangka Teori ..................................................................................................................... 16
2.6 Kerangka Konsep .................................................................................................................. 17

BAB III ................................................................................................................................ 18


3.1 Desain Penelitian ................................................................................................................... 18
3.2 Tempat dan Waktu ............................................................................................................... 18
3.3 Populasi Penelitian ................................................................................................................ 18
3.4 Sampel Penelitian .................................................................................................................. 18
3.4.1 Besar Sampel .................................................................................................................. 19
3.4.2 Cara Pengambilan Sampel ............................................................................................ 19
3.4.3 Kriteria Inklusi ............................................................................................................... 19
3.4.4 Kriteria Eksklusi ............................................................................................................ 19
3.5 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................................................... 19
3.5.1 Alat Penelitian ................................................................................................................ 19
3.5.2 Bahan Penelitian............................................................................................................. 20
3.6 Cara Kerja ............................................................................................................................. 20
3.7 Variabel Penelitian ................................................................................................................ 22
3.7.1 Variabel Terikat ............................................................................................................. 22
3.7.2 Variabel Bebas ................................................................................................................ 22
xi

3.8 Definisi Operasional .............................................................................................................. 22


3.9 Dana Penelitian................................................................................................................ 23
3.10 Analisis Data ........................................................................................................................ 23

BAB IV ................................................................................................................................ 24
4.1 Hasil Penelitian ...................................................................................................................... 24
4.2 Pembahasan ........................................................................................................................... 27

BAB V .................................................................................................................................. 30
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................................ 30
5.2 Keterbatasan Penelitian.................................................................................................. 30
5.3 Saran................................................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 31


xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Tanaman Bunga Lawang (Illicium verum) .............................................................. 7


Gambar 2. 2 Artemia salina ........................................................................................................... 13
Gambar 2. 3 Siklus Hidup Artemia salina .................................................................................... 14

Gambar 4. 1 Jumlah rata-rata kematian larva Artemia salina (%) ......................................... 25

DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Beberapa Kandungan Zat yang Terdapat pada Buah Illicium verum....................... 8
Tabel 2. 2 Komposisi Zat pada Minyak Atsiri Bunga Lawang ..................................................... 9
Tabel 2. 3 Modalitas Reproduksi Artemia salina ......................................................................... 13

Tabel 4. 1 Uji Anova Kematian Larva Artemia salina ................................................................ 26


Tabel 4. 2 Uji BNT Kematian Larva Artemia salina ................................................................... 26

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Mortalitas Larva Artemia salina .................................................................... 33
Lampiran 2. Uji Probit Artemia salina yang Terpapar Infusa Bunga Lawang ........................ 33
Lampiran 3. Uji One Way Anova Artemia salina yang Terpapar Infusa Bunga Lawang ....... 38
Lampiran 4. Uji BNT Artemia salina yang Terpapar Infusa Bunga Lawang........................... 39
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian ............................................................................................ 41
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini penggunaan obat-obatan moderen yang berbahan kimia banyak beredar
dan digunakan oleh masyarakat. Obat-obat tersebut telah teruji efektifitasnya mampu
menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Hampir sebagian besar obat-obatan moderen
mampu mencapai target sasaran hingga tingkat gen.1 Namun disisi lain, biaya obat-obatan
tersebut cukup mahal, selain itu tidak sedikit juga dari obat-obatan berbahan kimia
menimbulkan efek samping, baik dari ringan hingga berat seperti mulut kering, reaksi alergi,
gangguan pencernaan, gangguan penglihatan, hepatotoksik, nefrotoksik dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebelum menggunakan obat-obatan kita harus memperhatikan efek samping
apa yang dapat muncul serta memperhatikan fungsi dari organ tubuh yang menjadi target
sasaran dari efek samping tersebut. Karena berbagai efek samping yang tidak disukai tersebut,
banyak masyarakat kini mulai beralih menggunakan bahan-bahan alam sebagai salah satu
sumber pengobatan. Penggunaan bahan alam sebagai obat herbal merupakan salah satu
alternatif pengobatan yang baik untuk mengobati suatu penyakit termasuk kanker.1

Penggunaan bahan alam sebagai salah satu pengobatan tradisional telah banyak
digunakan oleh masyarakat. Di beberapa negara Asia dan Afrika, sekitar 80% masyarakat
bergantung pada pengobatan tradisional. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan
budaya bangsa berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang secara turun-
temurun telah diwariskan sehingga perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar dapat
digunakan lebih luas lagi oleh masyarakat. Jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai
bahan obat yaitu umbi, akar, batang, daun, bunga, buah, biji dan sebagainya. Obat-obat herbal
ini biasanya digunakan sebagai alternatif pengobatan, khususnya bagi masyarakat yang
tinggal di daerah pedesaan selain karena alami, mudah didapat, harga yang murah dan
memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat-obatan berbahan kimia.
Menkes menyatakan, salah satu tantangan utama dalam penggunaan obat tradisional di

Universitas Kristen Krida Wacana


2

Indonesia adalah presepsi konsumen yang cenderung menganggap bahwa obat tradisioinal
(herbal) selalu aman.2

Pemakaian bahan alam sebagai obat tradisional di masyarakat dijamin keamanannya


oleh pemerintah dengan mengimplementasikannya dalam Permenkes
No.760/Menkes/Per/IX/1992, tentang pedoman fitofarmaka. Sebelum menjadi sediaan
fitofarmaka, semua bahan alam harus melewati beberapa tahapan yaitu tahap pemilihan, uji
farmakologik, uji toksisitas, uji farmakodinamik, pengembangan sediaan, penapis fitokimia
dan standarisasi serta uji klinik.3

Bunga lawang (Illicium verum) merupakan suatu tanaman hijau berukuran sedang
yang memiliki bunga berwarna ungu-kemerahan dan memiliki bentuk seperti bintang. Bunga
lawang banyak ditemukan didaerah tropis dan subtropis di Asia terutama di China Selatan
dan Vietnam.4 Bunga lawang banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bumbu / rempah
masakan dan juga untuk pengobatan tradisional untuk mengobati sakit perut, sepsis, perut
kembung, antispasmodik, stimulan, antireumatik, ekspektoran dan diuretik. Selain itu
beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa bunga lawang juga berfungsi sebagai
antibakteria, antifungal dan juga memiliki efek antioksidan. Zaman dulu, masyarakat juga
merekomendasikan bunga lawang untuk mempermudah kelahiran dan untuk meningkatkan
libido, selain itu juga untuk menghilangkan ketidak nyamanan saat menopause.5,6 Di
Indonesia sendiri, kegunaan dari bunga lawang hingga saat ini masih kurang dipublikasikan.
Oleh karena itu, salah satu tujuan lain penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi lebih dalam
mengenai bunga lawang khususnya di Indonesia.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian mengenai


bunga lawang pun semakin banyak dilakukan. Bunga lawang telah dikembangkan menjadi
salah satu bahan baku obat untuk pengobatan penyakit gangguan pernafasan yang disebabkan
oleh virus influenza (H5N1) yaitu Oseltamivir (Tamiflu). Kandungan Shikimic Acid yang
terdapat pada kelopak bunga lawang merupakan bahan dasar untuk sintesis Tamiflu.6 World
Health Organization (WHO) merekomendasikan penggunaan Oseltamivir dan antivirus
lainnya untuk pengobatan influenza musiman dan H5N1.7 Di Indonesia, Menteri Kesehatan
Indonesia terus menyediakan dan mendistribusikan jutaan Oseltamivir ke seluruh pusat

Universitas Kristen Krida Wacana


3

kesehatan dan rumah sakit untuk pengobatan H5N1. Pada suatu penelitian, dikatakan bahwa
dampak pemberian Oseltamivir terhadap infeksi virus H5N1 dalam 48 jam pertama
menunjukkan hasil yang signifikan dalam hal angka harapan hidup, dimana menurunkan
tingkat kematian melalui penghambatan penyebaran infeksi bahkan jika pengobatan
diberikan terlambat hingga 6-8 hari setelah onset.8

1.2 Rumusan Masalah


Hingga saat ini belum ada penelitian yang tertuju pada pengujian toksisitas akut
infusa bunga lawang terhadap larva Artemia salina dengan menggunakan metode BSLT
khususnya di Indonesia.

1.3 Hipotesis
Penggunaan bunga lawang sebagai obat tradisional bersifat toksik terhadap larva
Artemia Salina dalam dosis tinggi.

1.4 Tujuan Penelitian


Pada penelitian ini terdapat dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
umum merupakan tujuan akhir dari penelitian yang hendak dicapai. Tujuan umum
merupakan hal-hal yang akan dinilai atau diperoleh dari penelitian.

1.4.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui dosis toksik infusa bunga lawang dengan metode BSLT.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Untuk menilai batas aman penggunaan bunga lawang sebagai obat tradisional.
2. Untuk mengetahui LC50 penggunaan infusa bunga lawang terhadap Artemia salina.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah agar masyarakat dapat mengoptimalkan manfaat dari
bunga lawang sebagai salah satu obat tradisional dengan dosis yang sesuai.

Universitas Kristen Krida Wacana


4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uji Toksisitas


Toksin atau racun merupakan suatu senyawa yang dapat menimbulkan efek
kerusakan bagi organisme hidup.9 Untuk pengujian toksisitas dapat dibedakan menjadi tes in
vivo dan tes in vitro. Tes in vivo untuk menilai efek akut, subkronik dan kronik. Sedangkan
tes in vitro untuk menilai genotoksisitas atau transformasi sel. Secara tradisional, dasar untuk
penentuan toksisitas suatu senyawa uji telah di administrasikan secara in vivo untuk satu atau
lebih spesies hewan percobaan, diikuti dengan pemeriksaan tanda-tanda klinis toksisitas dan
atau kematian pada tes akut. Selain itu, pemeriksaan patologi juga untuk menilai kelainan
jaringan juga dilakukan , terutama untuk tes dengan jangka waktu yang lebih lama. Hasil tes
ini kemudian digunakan dengan berbagai teknik ekstrapolasi untuk memperkirakan
bahayanya bagi manusia.10

Uji toksisitas akut digunakan untuk mengukur efek samping yang terjadi dalam waktu
singkat setelah pemberian dosis tunggal yang meningkat secara teratur pada beberapa
kelompok hewan dari jenis yang sama. Pengamatan kematian hewan coba dalam waktu 24
jam digunakan untuk menghitung Lethal Dose 50 (LD50) dan hewan coba dipelihara selama
14 hari. Pengujian ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis hewan, sekurang-kurangnya
jenis hewan pengerat dan satu jenis hewan bukan pengerat. Uji toksisitas akut merupakan
prasyarat formal keamanan calon fitofarmaka (obat) sebelum digunakan pada masyarakat.
Spektrum toksikologi yang perlu mendapat perhatian khusus adalah kemungkinan adanya
efek toksik pada sistem organ vital seperti kardiovaskular, susunan saraf gastroiniestinaple,
pernafasan dan lain-lain. Jika suatu sediaan fitofarmakan mempunyai efek toksis pada sistem
ini, umumnya akan terdeteksi pada tahap uji toksisitas akut. 3,10

Efek yang ditemui dengan uji toksisitas akut umumnya berupa mortalitas atau
morbiditas. Dari sudut pandang kuantitatif, efek ini diukur sebagai Lethal Dose 50 (LD50),
Effective Dose 50 (ED50), Lethal Concentration 50 (LC50) atau Effective Concentration 50
(EC50). LD50 dan ED50 mewakili dosis dari suatu bahan / senyawa yang dapat menyebabkan

Universitas Kristen Krida Wacana


5

kematian (LD50) atau dosis efektif (ED50) pada 50% populasi yang mendapat perlakuan. LC50
dan EC50 mewakili konsentrasi dari suatu bahan / senyawa terhadap organisme yang terpapar
yang dapat menyebabkan kematian (LC50) atau konsentrasi efektif (EC50) pada 50% populasi
yang terpapar. LD50 dan ED50 biasanya dinormalisasikan terhadap berat badan hewan
misalnya miligram senyawa/kilogram berat badan. Sedangkan LC50 dan EC50 biasanya
dinormalisasikan terhadap lingkungan dimana organisme tersebut terpapar misalnya
miligram senyawa / liter untuk organisme air. Langkah-langkah uji toksisitas ini digunakan
untuk menetapkan tingkat toksisitas untuk suatu bahan kimia. Hasil uji toksisitas akut ini
juga digunakan untuk mengidentifikasi dosis kimia untuk menjadi subletal dan evaluasi
toksisitas kronik. Akhirnya, hasil dari uji toksisitas akut ini juga dapat digunakan untuk
memberikan informasi mengenai cara kerja dari suatu toksin.11

Uji toksisitas subkronik dibuat berdasarkan hasil uji toksisitas akut. Uji ini dapat
memberikan gambaran mengenai toksisitas calon fitofarmaka pada penggunaan berulang
untuk jangka waktu yang relatif lebih panjang. Uji ini biasanya dilakukan 28 sampai 90 hari
terhadap hewan coba tikus atau anjing pada pemberian secara oral, 21 sampai 28 hari pada
pemberian secara dermal dan 28 sampai 90 hari pada pemberian secara inhalasi. Pemeriksaan
organ vital seperti hepar, ginjal, paru, otak, sistem hematologi dikerjakan dengan metode
standar (baku), termasuk pemeriksaan histopatologi. Bila pada hasil pemeriksaan uji
toksisitas akut terlihat adanya gejala toksik pada organ hati dan atau ginjal maka parameter
perlu dilengkapi dengan parameter biokimia mengenai hati dan ginjal.3,10

Uji toksisitas kronik diprioritaskan untuk calon fitofarmaka yang penggunaannya


berulang / berlanjut dalam jangka waktu yang sangat lama (lebih kurang 6 bulan). Rancangan
uji toksisitas kronik ini berdasarkan hasil dari uji toksisitas subkronik. Uji toksisitas kronik
ini dilakukan selama masa hidup dari organ penting hewan percobaan. Lamanya pengujian
kronik umumnya sekitar 1 tahun atau lebih. Biasanya pada percobaan ini sering
menggunakan tikus atau anjing, untuk menilai karsinogenisitas sering menggunakan tikus
dan mencit.3,10

Universitas Kristen Krida Wacana


6

2.2 Bunga Lawang


Bunga lawang/adas bintang/Star Anise/Illicium verum merupakan tanaman hijau
yang banyak ditemukan di daerah tropis maupun subtropis terutama di China Selatan dan
Vietnam yang banyak digunakan sebagai rempah / bumbu makanan. Selain itu bunga lawang
juga banyak digunakan sebagai obat tradisional khususnya di Asia berdasarkan publikasi dari
Ministry of Health oh the People’s Republic of China pada Maret 2002. Beberapa penelitian
sebelumnya mengenai Illicium verum berfokus pada penerapannya pada makanan dan
pengobatan, namun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa minyak esensial dari
Illicium verum secara biologi aktif dapat digunakan untuk mengontrol Sitophilus zeamais,
Blattella germanica, Lasioderma serricorne, Callosobruchus chinensis, Aedes aegypti dan
Culex pipiens.12 Selain itu belum ditemukan adanya kontraindikasi terhadap herbal atau
interaksi obat.

2.2.1 Deskripsi
Bunga lawang memiliki pohon yang berukuran sedang yaitu memiliki tinggi 8-15 m
dan diameter 30 cm dengan batang yang bulat lurus, hijau dan cabang yang licin. Memiliki
kulit batang berwarna putih hingga abu-abu terang. Daun bunga lawang memiliki panjang 6-
12 cm, berselang-seling, sederhana, keras, bersinar, licin, biasanya penuh pada satu bundel
pada akhir percabangan. Memiliki bunga yang besar, terdapat 2 alat reproduksi, berdiameter
1-1,5 cm, berwarna pink muda hingga merah atau kuning-kehijauan dan soliter. Buah bunga
lawang seperti berkapsul, memiliki bentuk seperti bintang yang terdiri dari 5 hingga 10
kelopak dengan rata-rata sekitar 8 kelopak. Setiap kelopak merupakan tempat biji. Buah
bunga lawang biasanya dipetik sebelum matang dan kering. Biji bunga lawang memiliki
warna coklat mengkilap atau kemerahan dengan kandungan minyak atsiri yang tinggi.6

Universitas Kristen Krida Wacana


7

Gambar 2. 1 Tanaman Bunga Lawang (Illicium verum)13

2.2.2 Klasifikasi
Taksonomi Illicium verum6

Kingdom : Plantae

Phylum : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Order : Austrobaileyales

Family : Illiciaceae

Genus : Illicium

Species : Illicium verum

Universitas Kristen Krida Wacana


8

2.2.3 Manfaat dan Kandungan


Buah bunga lawang mengandung tanin dan minyat atsiri (9-10%) yang terdiri dari
anethole (85-90%), α-pinene, limonene, α-phellandrene, α-terpineol, farnesol dan safrol.
Mereka merupakan 14 komponen hidrokarbon dan 22 derivat oksigenasi hidrokarbon dan
sedikit komponen nitrogen ρ-ally anisole, ρ-cumicaldehyde, ρ-allylpen, anisylacetone,
anisaldehyde linoleic acid (1-4 methoxyphenyl)-prop-2-one, foeniculin dan palmitic acid.
Kandungan baru, yang baru saja ditemukan adalah phenylpropanoid glucosides, yang dikenal
sebagai phenylpropanoid, alkylglucosides dan Seco-
Cycloartane;3,4seco(242)cycloartane4(28),24(diene)3,26-dioic acid.26, methyl ester dari
nigranoic acid dari dichloromethane merupakan ekstrak dari daun Illicium verum.6

Tabel 2. 1 Beberapa Kandungan Zat yang Terdapat pada Buah Illicium verum6

Nomor Kandungan Zat


1 Trans-anethole
2 Cis-anethole
3 α-pinene
4 α-phellandrene
5 Limonene
6 Cymene
7 Linalool
8 Terpinen-4-ol
9 α-terpineole
10 Shikimic Acid
11 Estragole
12 Anisylacetone
13 Ρ-anisaldehyde
14 Β-caryophyllene
15 Foeniculin
16 Linoleic Acid
17 Palmitic Acid
18 1-(4'-methoxyphenyl-1,2,3-
trihydroxypropane(R)-sec-butyl-β-D
glucopyranoside

Analisis kandungan dari minyak atsiri bunga lawang dengan GCMS (Gas
Chromatography-Mass Spectrometry Analysis) mengidentifikasi 13 komponen,
dipresentasikan 95,74% oleh hydro-distilled essential oils. Komponen utamanya berupa

Universitas Kristen Krida Wacana


9

trans-anethole (82,7%), carryo-phyllene (4,8%) dan limonene (2,3%). Hasil ini juga sama
dengan penelitian lainnya, bahwa kandungan utama dari minyak bunga lawang adalah trans-
anethole dengan nilai berkisar 86,0% sampai 93,0%. Selain itu juga dilaporkan hal yang sama
dengan nilai berkisar antara 86,66% hingga 94,21%.4

Tabel 2. 2 Komposisi Zat pada Minyak Atsiri Bunga Lawang4

Nomor Kandungan LRI Area (%)

1 α-Pinene 939 0.18


2 Β-Pinene 985 0.20
3 Myrcene 993 0.40
4 α-Phellandrene 1006 0.24
5 Limonene 1036 2.30
6 γ-Terpineol 1072 0.45
7 Linalool 1107 0.67
8 α-Terpineol 1190 0.30
9 Estragole 1195 1.80
10 Trans-Anethole 1286 82.7
11 α-Cubebene 1392 0.30
12 Carryophyllene oxide 1573 4.80
13 α-Humulene 1597 1.40
LRI : Linear Retention Index

2.2.3.1 Antivirus
Shikimic Acid merupakan peralihan hidroaromatik pada jalur umum biosintesis
aromatik asam amino pada tumbuhan, bakteri dan jamur. Shikimic Acid yang terkandung di
dalam bunga lawang digunakan sebagai prekursor untuk sintesis antiflu yaitu Oseltamivir
(Tamiflu), suatu inhibitor untuk virus influenza H1N1 pada flu babi, virus influenza tipe A
dan B dan virus influenza H5N1 pada flu burung.6,14 Shikimic Acid ini berasal dari esktraksi
pada kelopak buah bunga lawang. Ekstrak Shikimic Acid ini dapat dipisahkan dari buah
bunga lawang (sekitar lima menit) dengan menggunakan air panas pada suhu 120 oC atau
lebih untuk mendapatkan hasil 100%. Hasil ekstraksi Shikimic Acid mendekati 97%
diperoleh dengan menggunakan air pada suhu 70 oC dengan waktu yang sedikit lebih panjang
(sekitar sepuluh menit) dibandingkan dengan pada suhu 120 0C.6

Universitas Kristen Krida Wacana


10

Tamiflu merupakan satu-satunya obat oral yang disetujui untuk mengobati


influenza.14 Tamiflu merupakan obat baru yang dikenal sebagai neuraminidase inhibitor.
Permukaan virus influenza mengandung protein neuraminidase yang memungkinkan
partikel virus baru untuk menempel pada permukaan sel inang. Enzim neuraminidase
memutuskan ikatan yang menghubungkan antara partikel virus baru dengan bagian luar sel
yang terinfeksi, menyebabkan mereka terlepas dan menginfeksi sel lainnya dan
menyebabkan terjadinya penyebaran infeksi. Neuraminidase inhibitor menghambat aktivitas
enzim dan mencegah pelepasan partikel virus baru yang nantinya akan menghambar
penyebaran infeksi.6

2.2.3.2 Antimikroba
Ekstrak etanol mentah dari buah bunga lawang menunjukkan aktivitas antimikroba
terhadap S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 2592, P. aeruginosa ATCC 27853, C. albicans
ATCC, A. mentagrophyte. Ekstrak mentah hexane dan dichloromethane menunjukkan
aktivitas antibakterial terhadap S. aureus ATCC 25923. Aktivitas antimikroba oleh ekstrak
buah bunga lawang ini karena adanya kandungan anethole.6 Selain itu phenolic dan flavonoid
juga diteliti memiliki aktivitas sebagai antimikroba.4

2.2.3.3 Antifungal
Minyak atsiri bunga lawang mampu menghambat pertumbuhan miselium dari B.
cinerea dan C. gloeosporioides hingga 90%.6 Secara Gas Chromatography-Mass
Spectrometry dan bioassay, menunjukkan kandungan trans-anethole pada I. verum
merupakan kandungan utama yang berfungsi sebagai antifungal. Selain itu, trans-anethole
juga memiliki manfaat sebagai anti insektisida, larvasida dan antimikroba.4-6 Ekstrak I. verum
pada konsentrasi 4mg/ml mampu menghambat pertumbuhan E. flucosum dan T.
mentagrophytes. Ekstrak I. verum pada konsentrasi 16 mg/ml mampu mengontrol
pertumbuhan Dermatophyte. Selain itu ekstrak I. verum juga mampu menghambat
pertumbuhan A. niger yang merupakan salah satu jamur saprofit yang diketahui
menghasilkan mycotoxin pada produk pertanian dan makanan.6

Universitas Kristen Krida Wacana


11

Minyak atsiri bunga lawang menunjukkan efektifitas sebagai antifungal dan mampu
menghambat secara sempurna (100%) pertumbuhan jamur F. Graminearum, F. solani dan F.
oxysporum pada konsentrasi rendah 100 ppm. Di sisi lain, F. verticillioides mampu dihambat
65,11% pada konsentrasi 100 ppm dan secara sempurna pada konsentrasi 400 ppm. Pada
konsentrasi 100 ppm mampu menghambat A. flavus 83,2%, A. parasiticus 72.8% dan
dihambat sempurna pada konsentrasi 200 ppm.4

2.2.3.4 Anti insektisida


Minyak atsiri bunga lawang ditemukan memiliki kegunaan sebagai anti insektisida
melawan larva kumbang tepung terigu dan Tribolium castaneum dewasa. Minyak atsiri
menyebabkan keracunan pada larva dan Tribolium castaneum dewasa dengan pengasapan.
LC50 untuk membunuh larva adalah 18,43µl dan 19,83µl untuk dewasa. EC50 untuk
menghambat perubahan larva menjadi pupa adalah 11,97µl. Selain itu kandungan aktif
phenylpropene dan e-anethole pada bunga lawang mampu membunuh 80,3% Blattella
germanica.6

2.2.3.5 Antioksidan
Antioksidan memiliki fungsi melindungi sel dari kerusakan yang diinduksi oleh stres
oksidatif dimana yang menyebabkan terjadinya penuaan, penyakit degeneratif dan kanker.
Tingginya kandungan polyphenols mempengaruhi tingkat aktivitas antioksidan suatu buah
dan sayur.4 Aktivitas antioksigenik pada bunga lawang dan ekstraknya memiliki potensi
antioksidan yang tinggi, hal ini disebabkan karena tingginya kadar phenolic (10,025 ppm)
dan flavonoids (5500 ppm).4,6

2.3 Artemia salina


Artemia salina (L.) merupakan hewan artropoda air primitif (air asin) dari keluarga
Artemiidae yang sudah ada sekitar 100 juta tahun yang lalu. Oleh Linnaeus (1758) diberi
nama Cyncer salinus, namun 61 tahun kemudian oleh Leach (1819) diubah menjadi Artemia

Universitas Kristen Krida Wacana


12

salina.15 Pertama kali ditemukan di Danau Urmia pada 982 oleh seorang fotografer Iran dan
kemudian pada 1756 Schlosser berhasil memfoto Artemia salina jantan dan betina.16

Artemia salina merupakan salah satu organisme yang digunakan untuk uji toksisitas
terhadap berbagai bahan kimia. Selain itu juga banyak digunakan pada industri akuakultur
terutama pada tahap larva sebagai makanan hidup untuk banyak spesies ikan dan kerang-
kerangan.15,16

2.3.1 Deskripsi
Tubuh Artemia salina terdiri atas 3 segmen yaitu kepala, toraks dan abdominal.
Perbedaan morfologi jantan dan betina berada pada jarak maksimal antara komposisi mata,
panjang dari antena utama, lebar dari segmen abdominal ketiga, total panjang badan,
diameter komposisi mata, dan panjang abdomen.15

Artemia salina jantan dewasa memiliki panjang sekitar 8-10 mm, dan betina dewasa
memiliki panjang sekitar 10-12 mm. Dewasa memiliki 3 mata dan 11 pasang kaki. Warna
dari Artemia salina dewasa tergantung dari konsentrasi garam pada air, dari hijau hingga
merah (konsentrasi tertinggi adalah merah). Selain itu darah mereka mengandung pigmen
hemoglobin.16

Kurangnya kompetisi di lingkungan yang ekstrim, menyebabkan mereka dapat


berkembang biak membentuk populasi yang besar dimana kondisi yang memungkinkan
mereka untuk bereproduksi (panas, cahaya matahari, tingginya konsentrasi garam).16

Artemia salina jantan memiliki 2 organ reproduksi. Rahim dari Artemia salina betina
dapat menampung hingga 200 telur. Mereka termasuk spesies ovipar (bertelur) dan
ovovivipar (bertelur melahirkan). Kedua cara reproduksi ini tergantung pada kondisi
hidupnya, ovovivipar ketika kondisi baik dan ovipar ketika kondisi kurang baik. Telur yang
mereka hasilkan, akan mengapung di air dan dapat berkembang menjadi nauplia (larva) atau
jika kondisi tidak baik akan berubah menjadi kista (bentuk dorman) yang dapat bertahan
dalam waktu yang lama pada masa kemarau. Jika kondisi lingkungan kembali membaik, kista

Universitas Kristen Krida Wacana


13

akan kembali hidup dan menetas menjadi larva. Makanan Artemia salina berupa alga, protoza
dan detritus.16

Gambar 2. 2 Artemia salina17

2.3.2 Siklus hidup


Cara reproduksi Artemia salina tergantung dari kondisi lingkungan yaitu konsentrasi
oksigen di dalam air dan fluktuasinya, kadar garam, dan lain-lain. Hubungan antara kadar
garam dengan cara reproduksi, jika kadar garam dibawah 150 ppt maka mereka bereproduksi
dengan cara ovivivipar dan jika kadar garam berkisar antara 150-200 ppt maka mereka
bereproduksi dengan cara ovipar.15

Tabel 2. 3 Modalitas Reproduksi Artemia salina15

Reproduksi

Ovipar Ovovivipar

Rendahnya kadar O2 (tingginya tingkat Tingginya kadar O2 (rendahnya tingkat


salinitas) salinitas)

Kuatnya fluktuasi O2 Lemahnya fluktuasi O2

Kaya makanan (seperti alga hijau) Sedikit makanan (seperti debris organik)

Universitas Kristen Krida Wacana


14

Reproduksi secara ovipar. Setelah kopulasi, telur yang dibuahi akan memasuki
tahap grastula dan diselubungi oleh lapisan coklat yang keras yang terdiri atas kitin,
lipoprotein dan lain-lain. Kista akan mengapung di air dan harus melewati masa kekeringan.
Kista akan menjadi larva jika kondisi lingkungan membaik.15

Reproduksi secara ovovivipar. Telur yang dibuahi berkembang memasuki tahap


grastula dan terus berkembang di dalam tubuh betina. Telur menetas menjadi nauplia yang
memiliki warna keputih-putihan. Nauplia merupakan larva yang tidak memiliki sirip.

Kista (0,2-0,3 mm) berubah menjadi larva nauplia (0,45 mm) dalam waktu 24-36 jam.
Nauplia membutuhkan waktu 3 minggu untuk menjadi dewasa (maksimal 12 mm). Kista
sangat tahan terhadap lingkungan yang ekstrim. Kadar garam yang tinggi 70 ppt,
menyebabkan nauplia tidak dapat menetas karena gradien osmotik yang terlalu tinggi. Kadar
garam dibawah 5 ppt menyebabkan kista dapat menetas, tetapi menyebabkan nauplia dapat
cepat mati. Kista dapat bertahan dari kontak terhadap cairan agresif, kekeringan yang ekstrim,
rendahnya oksigen dan terhadap pestisida.15

Nauplia tumbuh optimal pada suhu 28oC dan 35 ppt. Suhu letal adalah 0oC dan 37-
38oC. Larva hanya memiliki 1 mata (photoreceptor). Dimana nanti akan bertambah 2 mata,
dengan total mata menjadi 3 mata. Nauplia adalah fototaksik, sedangkan dewasa tidak.
Mereka berenang melewati kolom air (fototaksis) menggunakan antena. Mandibula berfungsi
untuk menyaring air dan fitoplankton.15

Gambar 2. 3 Siklus Hidup Artemia salina18

Universitas Kristen Krida Wacana


15

2.3.3 Klasifikasi
Taksonomi Artemia salina15

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Subphylum : Crustacea

Class : Branchiopoda

Order : Anostraca

Family : Artemiidae

Genus : Artemia

Species : Artemia salina

2.4 Metode BSLT


Metode awal yang sering dipakai untuk mengamati toksisitas suatu senyawa dan
merupakan suatu uji penapis terhadap kandungan aktif tanaman sebelum digunakan adalah
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan cara Meyer. Cara ini sering dipakai karena relatif
murah, cepat dan hasilnya dapat dipercaya. Metode ini ditujukan terhadap tingkat kematian
larva Artemia salina yang disebabkan oleh kandungan aktif tanaman uji. Hasil yang diperoleh
dihitung sebagai nilai LC50, dimana jumlah konsentrasi tanaman uji yang dapat
menyebabkan kematian terhadap larva Artemia salina sebanyak 50% setelah dilakukan
inkubasi 24 jam. Senyawa dengan LC50 < 1000 µg/ml dapat dianggap sebagai suatu senyawa
aktif.19 Cara yang dilakukan adalah dengan menghitung semua hewan yang hidup dan hewan
yang mati. Setelah itu menghitung rasio kematian dengan membagi jumlah hewan yang mati
dengan hewan yang hidup. Setelah itu dilakukan penentuan presentase kematian dengan cara
rasio kematian dikali 100%. Dihitung tingkat kematian dengan menggunakan analisa Probit,
yaitu dengan membandingkan antara jumlah larva yang mati dengan jumlah total larva.20

Universitas Kristen Krida Wacana


16

Variabel penting untuk membiakan Artemia salina adalah suhu, salinitas, pH, cahaya
dan oksigen. Suhu optimal untuk penetasan telur Artemia salina adalah 25-30oC, kadar
salinitas 30-35 ppt, dan pH 8-9 (bersifat basa). Jika pH yang digunakan dibawah 5 atau diatas
10, maka udang tersebut akan mati. Cahaya yang sangat minimal sangat dibutuhkan dalam
proses penetasan dan akan menguntungkan bagi pertumbuhannya. Selain itu juga diperlukan
oksigen yang cukup agar larva dapat hidup dan berkembang.20

Tabung yang akan digunakan sebanyak 6 tabung. 1 tabung sebagai kontrol, dimana
tidak diberikan infusa bunga lawang tetapi hanya diisi oleh air biasa dan 20 larva Artemia
salina. Sedangkan 5 tabung lainnya akan diberikan infusa bunga lawang dengan dosis yang
berbeda-beda dan 20 larva Artemia salina pada masing-masing tabung. Dosis yang
digunakan pada keempat tabung ini adalah 200 µg/mL, 400 µg/mL, 800 µg/mL, 1600 µg/mL
dan 3200 µg/mL. Setelah itu dilakukan pengamatan kematian larva selama 24 jam. Percobaan
ini dilakukan sebanyak 3x pengulangan (replikasi).20 Pemilihan dosis ini berdasarkan
referensi dosis yang digunakan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh mahasiswa
Fakultas Kedokteran Ukrida.

2.5 Kerangka Teori

Universitas Kristen Krida Wacana


17

2.6 Kerangka Konsep

Universitas Kristen Krida Wacana


18

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk mengetahui
toksisitas akut infusa bunga lawang dengan metode BSLT.

3.2 Tempat dan Waktu


Penelitian bertempat di Laboratorium Penelitian Fakultas Kedokteran Kristen Krida
Wacana yang dilaksanakan pada bulan September hingga November 2017.

3.3 Populasi Penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah larva Artemia salina.
No Kode Perlakuan Populasi Artemia salina Dosis Uji Infusa Bunga
(µg/mL) (ekor) Lawang (µg/mL)
1 0 (K0) 20 0
2 200 (K1) 20 200
3 400 (K2) 20 400
4 800 (K3) 20 800
5 1600 (K4) 20 1600
6 3200 (K5) 20 3200
Jumlah 120

Dalam penelitian ini akan dilakukan pengulangan/replikasi sebanyak 3x, sehingga


jumlah larva Artemia salina yang akan digunakan adalah sebanyak 360 ekor.

3.4 Sampel Penelitian


Sampel penelitian yang akan digunakan adalah larva Artemia salina.

Universitas Kristen Krida Wacana


19

3.4.1 Besar Sampel


Pada penelitian menggunakan 6 tabung, 1 tabung sebagai kontrol dan 5 tabung
lainnya akan diberikan infusa bunga lawang dengan dosis yang berbeda yaitu 200 µg/mL,
400 µg/mL, 800 µg/mL, 1600 µg/mL dan 3200 µg/mL. Keenam tabung tersebut masing-
masing akan dimasukan 20 ekor larva Artemia salina.

3.4.2 Cara Pengambilan Sampel


Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan metode simple random
sampling terhadap larva Artemia salina.

3.4.3 Kriteria Inklusi


Larva Artemia salina yang berumur 48 jam yang masih bergerak aktif.

3.4.4 Kriteria Eksklusi


Larva Artemia salina yang tidak menunjukkan pergerakan sebelum perlakuan.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian


Untuk melakukan uji toksisitas ini diperlukan beberapa alat dan bahan penelitian.

3.5.1 Alat Penelitian


 Aerator
 Corong
 Aluminium foil
 Gelas ukur 10 mL
 Vial
 Mortar
 Blender
 Pipet tetes
 Mikropipet

Universitas Kristen Krida Wacana


20

 Kertas saring
 Kertas pH
 Timbangan
 Pemanas air
 Termometer
 Loop / kaca pembesar
 Labu erlenmeyer ukuran 250 mL
 Batang pengaduk
 Lampu 5 watt
 Gelas beaker 250 mL
 Gelas breaker 1000 mL

3.5.2 Bahan Penelitian


 Telur Artemia salina
 Bunga lawang
 Garam tanpa iodium
 Aquades
 Ragi (fermipan)

3.6 Cara Kerja


Tahap I : Pembiakan Artemia salina
a. Dilarutkan 50 g garam tanpa iodium dengan 500 mL air, kemudian disaring
menggunakan kertas saring lalu dimasukan ke dalam gelas breaker berukuran
1000 mL
b. Air garam yang telah disaring, dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan
kertas pH, dimana pH yang digunakan berkisar antara 8-9.
c. Gelas breaker yang berisi air garam, dimasukan aerator agar ada udara untuk
larva Artemia salina bernafas.

Universitas Kristen Krida Wacana


21

d. Setelah itu, diberikan penerangan dengan menggunakan lampu berukuran 5 watt


yang dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan telur.
e. Telur Artemia salina ditimbang terlebih dahulu sebanyak 1 g.
f. Lalu telur dimasukan ke dalam bejana penetas yang telah berisi air garam
tersebut dan disinari dengan lampu.
g. Setelah 24 jam, telur akan menetas menjadi larva dan akan bergerak secara alami.
h. Telur yang telah menetas tersebut diberikan ragi yang telah ditimbang sebanyak
0,1 g dan dilarutkan dalam air sebanyak 10 mL.
i. Ragi tersebut diteteskan ke dalam gelas breaker yang berisi larva Artemia salina
yang telah hidup sebanyak 1 tetes setiap hari sebagai makanan untuk larva
Artemia salina.
j. Larva yang digunakan adalah larva yang berumur 48 jam dan bergerak aktif.
Tahap II : Pembuatan infusa bunga lawang
a. Ditimbang 10 g bunga lawang kering
b. Dihancurkan/blender buah bunga lawang kering
c. Ditimbang serbuk buah bunga lawang masing-masing 0,02 g; 0,04 g; 0,08 mg;
0,16 g dan 0,32 g
d. Dimasukan kedalam 100 mL aquadest
e. Dipanaskan selama 15-20 menit hingga mencapai suhu 90oC
f. Didiamkan hingga dingin
g. Disaring menggunakan kertas saring kedalam labu Erlenmeyer berukuran 250 mL
Tahap III : Pembuatan pakan Artemia salina
a. Ragi (permifan) ditimbang sebanyak 0,1 g kemudian dimasukan ke dalam vial
dan ditambahkan 10 mL aquades untuk mengencerkan ragi, lalu diaduk hingga
homogen. Diteteskan 1 tetes untuk makanan larva Artemia salina.
Tahap IV : Uji toksisitas
a. Larva Artemia salina yang telah berumur 48 jam dan bergerak aktif diambil
dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 20 ekor ke dalam gelas breaker yang
telah berisi larutan air garam.
b. Menghitung Artemia salina dapat menggunakan bantuan loop atau kaca pembesar.

Universitas Kristen Krida Wacana


22

c. Infusa bunga lawang pada masing-masing konsentrasi, dimasukkan dengan


menggunakan mikropipet berukuran 1000 µL.
d. Pada setiap percobaan diteteskan ragi sebanyak 1 tetes untuk makanan larva
Artemia salina.
e. Percobaan diamati selama 24 jam, dan hitung berapa banyak larva yang mati.
f. Lakukan pengulangan dengan cara yang sama sebanyak 3x pengulangan.

3.7 Variabel Penelitian


Variabel penelitian memuat variabel-variabel yang akan diukur selama penelitian.
Terdiri atas variabel terikat dan variabel bebas.

3.7.1 Variabel Terikat


Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya. Dalam
penelitian ini variabel terikatnya adalah LC50 (Lethal Concentration).

3.7.2 Variabel Bebas


Variabel bebasa merupakan variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Dalam
penelitian ini variabel bebasnya adalah konsentrasi infusa bunga lawang.

3.8 Definisi Operasional


a. Infusa Bunga Lawang. Bunga lawang (Illicium verum) merupakan tanaman hijau
aromatik yang banyak ditemukan di daerah tropis maupun subtropis terutama di
China Selatan dan Vietnam yang banyak digunakan sebagai rempah / bumbu
makanan. Bunga lawang ini akan dibuat infusa, dimana infusa bunga lawang ini akan
dilakukan uji toksisitas akut dengan metode BSLT menggunakan larva Artemia
salina.
b. Mortalitas larva Artemia salina. Pengamatan jumlah kematian larva Artemia salina
dilakukan 24 jam setelah diberikan perlakuan dengan infusa Bunga Lawang dengan
konsentrasi yang berbeda. Larva Artemia salina yang mati tidak menunjukkan adanya
pergerakan selama pengamatan.

Universitas Kristen Krida Wacana


23

c. LC50 (Lethal Concentration 50). LC50 digunakan untuk menghitung dosis optimal
dengan menghitung 50% larva Artemia salina yang mati setelah 24 jam pemberian
infusa bunga lawang dengan dosis yang berbeda-beda. Suatu senyawa dianggap
toksik jika nilai LC50 < 1000 µg/mL, sehingga akan menyebabkan kematian pada 50%
hewan uji.

3.9Dana Penelitian
Rencana perkiraan dana yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu :
a. Telur Artemia salina = Rp 200.000,-
b. Garam bata = Rp 40.000,- / pak
c. Bunga lawang = Rp 20.000,- / 100 gram
d. Lampu 5 watt = Rp 18.000,-
e. Aerator 5 buah = Rp 150.000,-
f. Ragi = Rp 5.000,- / bks

3.10 Analisis Data


Untuk menguji toksisitas infusa bunga lawang terhadap larva Artemia salina di
lakukan dengan Uji Probit. Uji Probit yaitu membandingkan antara jumlah larva yang mati
dan jumlah total larva. Dibuat grafik log konsentrasi terhadap mortalitas. Nilai LC50
diperoleh dengan cara menarik garis pada nilai 50% dari sumbu mortalitas sampai memotong
sumbu grafik. Perpotongan garis ditarik ke garis konsentrasi dimana konsentrasi zat yang
menyebabkan kematian 50% larva yang disebut LC50. Untuk menghitung LC50 digunakan
kurva yang menyatakan log konsentrasi sebagai sumbu x dan % mortalitas sebagai sumbu y.
Apabila didapatkan adanya perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan di
lakukan Uji One Way Anova. Apabila terdapat perbedaan yang bermakna maka di lakukan
Uji BNT (Beda Nyata Terkecil).

Universitas Kristen Krida Wacana


24

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Telah dilakukan penelitian terhadap uji toksisitas akut infusa bunga lawang dengan
metode BSLT. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Fakultas Kedokteran
Ukrida pada bulan September hingga November 2017. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental yang menggunakan desain penelitian Post-test only with controlled group
design. Subjek dari penelitian ini menggunakan larva Artemia salina yang harus ditetaskan
terlebih dahulu dan telah memenuhi syarat kriteria subjek penelitian.

Penelitian ini menggunakan enam kelompok perlakuan dengan konsentrasi larutan


infusa bunga lawang yang berbeda dan pada masing-masing perlakuan dimasukan air garam
sebanyak 50 mL dan 20 ekor larva Artemia salina. Pada kelompok perlakuan pertama yaitu
kontrol, dimana dimasukan air garam sebanyak 50 mL dan larva Artemia salina sebanyak 20
ekor. Kelompok perlakukan kedua, ditambahkan infusa bunga lawang dengan konsentrasi
200 µg/mL. Kelompok perlakuan ketiga, ditambahkan infusa bunga lawang dengan
konsentrasi 400 µg/mL. Kelompok perlakuan keempat, ditambahkan infusa bunga lawang
dengan konsentrasi 800 µg/mL. Kelompok perlakukan kelima, ditambahkan infusa bunga
lawang dengan konsentrasi 1600 µg/mL. Kelompok perlakuan keenam, ditambahkan infusa
bunga lawang dengan konsentrasi 3200 µg/mL. Uji toksisitas akut tersebut dilakukan dengan
menghitung jumlah larva Artemia salina yang mati setelah pengamatan 24 jam. Pada
penelitian ini dilakukan replikasi/pengulangan sebanyak tiga kali. Seluruh hasil penelitian
tersebut dikumpulkan dan dicatat, lalu dilakukan pengolahan dan analisis data menggunakan
program SPSS.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada (Lampiran 1), dimana penelitian
dimulai pada pukul 11.00 WIB dan diamati pada pukul 11.00 WIB keesokan harinya. Dari
hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa hasil perlakuan dari kelompok kontrol selalu
dalam kondisi baik dimana tidak ada larva Artemia salina yang mati pada tiga kali
pengulangan. Pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 200 µg/mL juga dalam kondisi

Universitas Kristen Krida Wacana


25

baik dimana tidak ada larva Artemia salina yang mati pada tiga kali pengulangan. Sedangkan
pada kelompok perlakuan lainnya didapatkan adanya kematian larva Artemia salina dengan
jumlah yang bervariasi. Lalu dilakukan penjumlahan dan dihitung rata-rata jumlah kematian
larva Artemia salina dalam tiga kali pengulangan.

100%
90%
80%
Persentase Kematian (%)

70%
60% 53
50
50%
40%
30%
18
20% 15
10%
0 0
0%
0 200 400 800 1600 3200
Konsentrasi (µg/ml )

Gambar 4. 1 Jumlah rata-rata kematian larva Artemia salina (%)

Pada grafik diatas, menunjukkan bahwa percobaan pada kelompok kontrol dan
kelompok 200µg/ml tidak terdapat adanya kematian dari larva Artemia salina. Pada
kelompok 400µg/ml terdapat angka kematian larva Artemia salina sebesar 15%, pada
kelompok 800µg/ml terdapat angka kematian sebesar 18%, pada kelompok 1600µg/ml
terdapat angka kematian sebesar 50% dan pada kelompok 3200µg/ml terdapat angka
kematian sebesar 53%.

Untuk memastikan ada tidaknya efek toksik terhadap pemberian infusa bunga lawang,
maka dapat dilakukan Uji Statistik Uji Probit seperti pada Lampiran 2. Berdasarkan Uji
Probit diperoleh nilai LC50 adalah 4.507 µg/mL. Dari hasil penelitian maka dapat dikatakan
bahwa infusa bunga lawang tidak memiliki sifat toksik terhadap larva Artemia salina hal ini
dikarenakan nilai LC50 pada infusa bunga lawang > 1000 µg/mL.

Universitas Kristen Krida Wacana


26

Sedangkan untuk mengetahui apakah ada tidaknya perbedaan yang bermakna antara
kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan maka perlu dilakukan Uji Anova seperti pada
Lampiran 3.

Pada Uji one way Anova ini terlihat apakah diantara setiap kelompok perlakuan
memiliki perbedaan yang bermakna atau tidak. Pada Tabel 4.1 didapatkan hasil bahwa setiap
kelompok perlakuan memiliki perbedaan bermakna, hal ini dapat dinilai dari nilai sig. 0,000
yang berarti p < 0,05. Karena didapatkan adanya perbedaan bermakna antara setiap kelompok
perlakuan, maka dapat dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil / LSD (Least Significance
Different) untuk menentukan apakah rata-rata kelompok perlakuan berbeda secara statistik
atau tidak seperti yang tertera pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 1 Uji Anova Kematian Larva Artemia salina

ANOVA
Mati
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 335.111 5 67.022 29.424 .000
Within Groups 27.333 12 2.278
Total 362.444 17

Tabel 4. 2 Uji BNT Kematian Larva Artemia salina

Kelompok K0 K1 K2 K3 K4 K5
K0 - 0.000 3.000* 3.667* 10.000* 10.667*
K1 0.000 - 3.000* 3.667* 10.000* 10.667*
K2 3.000* 3.000* - 0.667 7.000* 7.667*
K3 3.667* 3.667* 0.667 - 6.333* 7.000*
K4 10.000* 10.000* 7.000* 6.333* - 0.667
K5 10.667* 10.667* 7.667* 7.000* 0.667 -
*p<0.05 (berbeda bermakna)

Pada Tabel 4.2, kelompok kontrol tidak memiliki perbedaan bermakna terhadap
kelompok perlakuan dengan konsentrasi 200µg/ml karena didapatkan nilai p > 0,05.

Universitas Kristen Krida Wacana


27

Sedangkan terhadap kelompok 400µg/ml, 800µg/ml 1600µg/ml dan 3200µg/ml memiliki


perbedaan yang bermakna karena didapatkan nilai p < 0,05.

Pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 200µg/ml, tidak memiliki perbedaan


bermakna terhadap kelompok kontrol karena didapatkan nilai p > 0,05. Sedangkan terhadap
kelompok 400µg/ml, 800µg/ml, 1600µg/ml dan 3200µg/ml memiliki perbedaan yang
bermakna karena didapatkan nilai p < 0,05.

Pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 400µg/ml, tidak memiliki perbedaan


bermakna terhadap kelompok 800µg/ml karena didapatkan nilai p > 0,05. Sedangkan
terhadap kelompok kontrol, 200µg/ml dan 1600µg/ml dan 3200µg/ml memiliki perbedaan
yang bermakna karena didapatkan nilai p < 0,05.

Pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 800µg/ml, tidak memiliki perbedaan


bermakna terhadap kelompok 400µg/ml karena didapatkan nilai p > 0,05. Sedangkan
terhadap kelompok kontrol, 200µg/ml, 1600µg/ml dan 3200µg/ml memiliki perbedaan yang
bermakna karena didapatkan nilai p < 0,05.

Pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 1600µg/ml, tidak memiliki perbedaan


bermakna terhadap kelompok 3200µg/ml karena didapatkan nilai p > 0,05. Sedangkan
terhadap kelompok kontrol, 200µg/ml, 400µg/ml dan 800µg/ml memiliki perbedaan yang
bermakna karena didapatkan nilai p < 0,05.

Pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 3200µg/ml, tidak memiliki perbedaan


bermakna terhadap kelompok 1600µg/ml karena didapatkan nilai p > 0,05. Sedangkan
terhadap kelompok kontrol, 200µg/ml, 400µg/ml dan 800µg/ml memiliki perbedaan yang
bermakna karena didapatkan nilai p < 0,05.

4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah infusa bunga lawang memiliki efek
toksik terhadap larva Artemia salina atau tidak. Penelitian ini menggunakan bunga lawang

Universitas Kristen Krida Wacana


28

kering yang bisa didapatkan di pasar dalam kondisi kering. Bunga lawang kering tersebut
lalu dihancurkan menjadi serbuk dengan cara diblender. Setelah itu serbuk bunga lawang
tersebut ditimbang sesuai dengan jumlah masing-masing yaitu 0,02 g; 0,04 g; 0,08 g; 0,16 g
dan 0,32 g dan masing-masing dilarutkan ke dalam 100 mL akuades pada gelas breaker. Lalu
campuran bunga lawang tersebut dipanaskan selama 15-20 menit hingga mencapai suhu
900C. Tujuannya yaitu agar zat aktif pada bunga lawang tersebut tidak rusak akibat
pemanasan. Setelah selesai dipanaskan, infusa bunga lawang tersebut disaring menggunakan
kertas saring dan dimasukan ke dalam labu erlenmeyer.

Selanjutnya dilakukan penetasan telur Artemia salina. Dimana harus membuat air
garam terlebih dahulu sebagai tempat hidup Artemia salina. Air garam ini dibuat sebanyak 2
tabung yaitu untuk tempat penetasan telur Artemia salina dan untuk tabung perlakuan. Garam
yang digunakan adalah garam bata dimana harus digerus terlebih dahulu menggunakan
mortar menjadi partikel-partikel kecil dengan tujuan untuk mempercepat pelarutannya dalam
air. Garam yang telah digerus ditimbang sebanyak 50 g dan dilarutkan kedalam air sebanyak
500 mL. Setelah itu diaduk dan dilakukan pengukuran pH. pH yang diharapkan adalah basa
sekitar 8-9 dengan tujuan agar menyerupai dengan habitat asli larva Artemia salina. Setelah
itu, masukan aerator ke dalam tabung air garam. Lalu, telur Artemia salina ditimbang
sebanyak 1 g dan dimasukan ke dalam tabung dan diberikan penyinaran menggunakan lampu
5 watt. Tujuan diberikannya penerangan yaitu untuk memicu pergerakan dari larva Artemia
salina agar memisahkan diri dari cangkangnya karena larva Artemia salina merupakan
hewan fototaksis yaitu bergerak karena adanya rangsangan cahaya. Telur Artemia salina
dibiarkan menetas selama 48 jam.

Air garam lainnya dibagi ke dalam enam gelas breaker berukuran 250 mL sebanyak
masing-masing 50 mL. Setelah itu dimasukan larva Artemia salina yang berusia 48 jam dan
bergerak aktif dengan menggunakan pipet tetes ke dalam gelas percobaan masing-masing
sebanyak 20 ekor. Untuk memudahkan penghitungan bisa menggunakan bantuan kaca
pembesar. Pada kelompok kontrol hanya berisi 20 ekor larva Artemia salina dan air garam
sebanyak 50 mL. Sedangkan pada kelompok perlakuan lainnya ditambahkan infusa bunga
lawang dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 200 µg/mL, 400 µg/mL, 800 µg/mL, 1600

Universitas Kristen Krida Wacana


29

µg/mL dan 3200 µg/mL. Lalu, masing-masing kelompok perlakuan ditutup menggunakan
aluminium foil dan diberikan sedikit celah sebagai tempat jalan masuknya oksigen ke dalam
gelas. Selain itu, semua kelompok perlakuan harus diberikan penerangan yang cukup.
Pengamatan dilakukan setelah 24 jam.

Pada hasil penelitian seperti yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa,
kematian terbanyak larva Artemia salina terdapat pada kelompok perlakuan dengan
kosentrasi 3200 µg/mL Berdasarkan Uji Probit diperoleh nilai LC50 adalah 4.507 µg/ml. Dari
hasil penelitian maka dapat dikatakan bahwa infusa bunga lawang tidak memiliki sifat toksik
terhadap larva Artemia salina hal ini dikarenakan nilai LC50 pada infusa bunga lawang >
1000 µg/ml. Oleh karena itu, infusa bunga lawang lebih cocok digunakan sebagai antioksidan.
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, bahwa bunga lawang memiliki potensi
antioksidan yang tinggi, hal ini disebabkan karena tingginya kadar phenolic (10,025 ppm)
dan flavonoids (5500 ppm).4,6 Menurut Meyer et al. (1982), bahwa suatu ekstrak memiliki
aktivitas toksik apabila dapat membunuh 50% hewan uji pada konsentrasi <1000 µg/mL.
Selain itu McLaughlin et al. (1991) menuliskan nilai LC50 <30 µg/mL bersifat sitotoksik, 30-
200 µg/mL berpotensi sebagai antibakteria sedangkan 200-1000 µg/mL berpotensi sebagai
pestisida.20

Pada beberapa penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa bunga lawang dapat


berfungsi sebagai antivirus, antimikroba, antifungal dan sebagai anti insektisida. Hal ini
disebabkan karena tingginya kandungan minyak atsiri pada bunga lawang.4 Minyak atsiri
dapat diperoleh dari akar, batang, daun maupun bunga tanaman. Minyak atsiri sendiri
memiliki sifat-sifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi,
mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanamannya dan umumnya larut
dalam perlarut organik dan tidak larut dalam air.21 Pada penelitian ini menggunakan infusa
dari bunga lawang. Karena metode yang digunakan adalah infusa, hal ini dapat menjadi salah
satu faktor kandungan minyak atsiri tidak larut dalam air sehingga tidak memiliki efek toksik
terhadap larva Artemia salina. Selain itu dengan menggunakan metode infusa, kita tidak tahu
pasti kandungan apa yang dominan dari infusa bunga lawang tersebut.

Universitas Kristen Krida Wacana


30

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Infusa bunga lawang tidak memiliki sifat toksik atau bersifat aman terhadap larva
Artemia salina hingga konsentrasi 3200 µg/ml. Pada Uji Probit didapatkan nilai LC50 adalah
4.507 µg/ml. Oleh karena itu, infusa bunga lawang lebih cocok digunakan sebagai
antioksidan karena tidak memiliki zat aktif yang berpotensi sebagai obat.

5.2 Keterbatasan Penelitian


1. Kesulitan dalam mengatur jadwal penelitian dengan jadwal perkuliahan sehingga
jadwal penelitian tertunda dari jadwal yang diharapkan.
2. Kesulitan dalam penghitungan jumlah larva Artemia salina, dikarenakan ukuran
subjek yang terlalu kecil dan transparan.

5.3 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yaitu uji toksisitas subkronik pada mencit untuk
menilai dosis maksimal yang aman untuk dikonsumsi oleh manusia.
2. Perlu dilakukan penelitian lainnya menggunakan ekstrak minyak atsiri pada buah
Bunga Lawang.

Universitas Kristen Krida Wacana


31

DAFTAR PUSTAKA

1. Prasad S, Tyagi AK. Traditional medicine : The Goldmine for Modern Drugs. Adv Tech
Biol Med.2015;3(1) : 1-2
2. Departemen Kesehatan Indonesia. Integrasi pengobatan tradisional dalam sistem
kesehatan nasional. Sumber : http://www.depkes.go.id/article/view/1706/integrasi-
pengobatan-tradisional-dalam-sistem-kesehatan-nasional.html. Diakses pada 25 April
2017.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia
Nomor 761/MENKES/SK/IX/1992 tentang pedoman fitofarmaka menteri kesehatan
republik indonesia. 1992.
4. Aly SE, Sabry BA, Shaheen MS, Hathout AS. Assessment of antimycotoxigenic and
antioxidant activity of star anise (Illicium verum) in vitro. Journal of the Saudi Society
of Agricultural Sciences.2016;5(1) : 20-27.
5. Huang Y, Zhao J, Zhou L et al. Antifungal activity of the essential oil of Illicium verum
fruit and its main component trans-anethole. Molecules.2010;15 : 7558-69.
6. Chouksey D, Sharma P, Pawar RS. Biological activities and chemical constituents of
Illicium verum hook fruits (Chinese star anise). Der Pharmacia Sinica.2010;1(3):1-10.
7. Kosasih H, Bratasena A, Pangesti K, Laras K, Samaan G. Managing seasonal influenza:
oseltamivir treatment policy in Indonesia ?. Acta Medical Indonesiana-The Indonesian
Journal of Internal Medicine. 2014;46(1) : 58-63.
8. Adisasmito W, Aisyah DN, Aditama TY, Kusriastuti R, Trihono, Suwandono A et al.
Human influenza A H5N1 in Indonesia: health care service-associated delays in
treatment initiation. BMC Public Health. 2013;13:571.
9. Hodgson E. Introduction to toxicology. Dalam : Hodgson E. A Textbook of Modern
Toxicology. Edisi ke-4. US : John Wiley & Sons.2010.h.3-5.
10. Hodgson E. Toxicity testing. Dalam : Hodgson E (Ed). A textbook of modern toxicology.
Edisi ke-4. US : John Wiley & Sons.2010.h.409-16,21,27.
11. Leblanc GA. Acute toxicity. Dalam : Hodgson E (Ed). A textbook of modern toxicology.
Edisi ke-4. US : John Wiley & Sons.2010.h.225-9.

Universitas Kristen Krida Wacana


32

12. Zhou BG, Wang S, Dou TT, Li MY, Hua RM, Li SG et al. Aphicidal Activity of Illicium
verum Fruit Extracts and Their Effects on The Acetylcholinesterase and Glutathiones-
transferases Activities in Myzus persicae (Hemiptera:Aphididae). Journal of Insect
Science.2016;16(1) : 11;1-7.
13. Lixandru M. Properties and Benefits of Star Anise. Sumber : Natureworld
https://www.natureword.com/tag/illicium-verum/. Diakses pada 23 Desember 2017.

14. Borah JC. Shikimic acid: a highly prospective molecule in pharmaceutical industry.
Current Science. 2015;109(9) : 1672-679.
15. Dumitrascu M. Artemia salina. Balneo-Research Journal.2011;2(4) : 119-122.
16. Asem A, Ponyani NR, Escalante PDLR. The genus Artemia Leach, 1819 (Crustacea:
Branchiopoda). I. True and false taxonomical descriptions.
Lat.Am.J.Aquat.Res.2010;38(3):501-6.
17. Aquaterraria. Artemia salina. Sumber : http://www.aquaterraria.com/atlas/artemia-
salina.htm. Diakses pada 23 Desember 2017.
18. Algae Research and Supply. Grazing kit for brine shrimp and algae culturing kit. Sumber :
https://algaeresearchsupply.com/products/grazing-kit-brine-shrimp-and-algae-
culturing-kit-measure-trophic-level-exchange. Diakses pada 23 Desember 2017.

19. Lisdawati V, Wiryowidagdo S, Kardono LBS. Brine shrimpt lethality test (BSLT) dari
berbagai fraksi ekstraksi daging buah dan kulit biji mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa). Bul.Penel.Kesehatan.2006;34(3):111-8.
20. Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, McLaughlin JL. Brine
shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta
Medica.1982;45 : 31-34.
21. Setya NH, Budiarti A, Mahfud. Proses Pengambilan Minyak Atsiri Dari Daun Nilam
Dengan Pemanfaatan Gelombang Mikro (microwave). Jurnal Teknik ITS.2012;1(1).
F25-F29.

Universitas Kristen Krida Wacana


33

Lampiran 1. Data Mortalitas Larva Artemia salina

Konsentrasi N Jumlah larva Jumlah Persentase Rata-rata


(µg/ml) Artemia salina (ekor) mati (%) (%)
0 1 20 0 0 0
2 20 0 0
3 20 0 0
200 1 20 0 0 0
2 20 0 0
3 20 0 0
400 1 20 4 20 15
2 20 2 10
3 20 3 15
800 1 20 6 30 18
2 20 3 15
3 20 2 10
1600 1 20 10 50 50
2 20 12 60
3 20 8 40
3200 1 20 9 45 53
2 20 10 50
3 20 13 65

Lampiran 2. Uji Probit Artemia salina yang Terpapar Infusa Bunga Lawang

Probit Analysis
Data Information
N of Cases
Valid 15
Rejected Missing 0
LOG Transform Cannot be 0
Done
Number of Responses > 0
Number of Subjects
Control Group 3

Universitas Kristen Krida Wacana


34

Convergence Information
Number of Optimal Solution
Iterations Found
PROBIT 13 Yes

Parameter Estimates
95% Confidence Interval
Parameter Estimate Std. Error Z Sig. Lower Bound Upper Bound
PROBITa Kelompok 3.585 .529 6.777 .000 2.549 4.622
Intercept -2.344 .295 -7.948 .000 -2.639 -2.049
a. PROBIT model: PROBIT(p) = Intercept + BX (Covariates X are transformed using the base 10.000
logarithm.)

Chi-Square Tests
Chi-Square dfb Sig.
PROBIT Pearson Goodness-of-Fit Test 12.269 13 .506a
a. Since the significance level is greater than .050, no heterogeneity factor is used in the
calculation of confidence limits.
b. Statistics based on individual cases differ from statistics based on aggregated cases.

Universitas Kristen Krida Wacana


35

Cell Counts and Residuals


Number of Observed Expected
Number Kelompok Subjects Responses Responses Residual Probability
PROBIT 1 .000 20 0 .191 -.191 .010
2 .000 20 0 .191 -.191 .010
3 .000 20 0 .191 -.191 .010
4 .301 20 4 2.058 1.942 .103
5 .301 20 2 2.058 -.058 .103
6 .301 20 3 2.058 .942 .103
7 .477 20 6 5.262 .738 .263
8 .477 20 3 5.262 -2.262 .263
9 .477 20 2 5.262 -3.262 .263
10 .602 20 10 8.526 1.474 .426
11 .602 20 12 8.526 3.474 .426
12 .602 20 8 8.526 -.526 .426
13 .699 20 9 11.284 -2.284 .564
14 .699 20 10 11.284 -1.284 .564
15 .699 20 13 11.284 1.716 .564

Universitas Kristen Krida Wacana


36

Confidence Limits
95% Confidence Limits for Kelompok 95% Confidence Limits for log(Kelompok)a
Probability Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate Lower Bound Upper Bound
PROBIT .010 1.012 .607 1.351 .005 -.217 .131
.020 1.205 .774 1.552 .081 -.111 .191
.030 1.347 .903 1.695 .129 -.044 .229
.040 1.464 1.014 1.812 .166 .006 .258
.050 1.567 1.114 1.913 .195 .047 .282
.060 1.661 1.206 2.005 .220 .081 .302
.070 1.747 1.293 2.089 .242 .112 .320
.080 1.828 1.376 2.168 .262 .138 .336
.090 1.905 1.455 2.243 .280 .163 .351
.100 1.979 1.532 2.314 .296 .185 .364
.150 2.316 1.892 2.642 .365 .277 .422
.200 2.625 2.227 2.950 .419 .348 .470
.250 2.923 2.546 3.261 .466 .406 .513
.300 3.218 2.853 3.592 .508 .455 .555
.350 3.519 3.148 3.955 .546 .498 .597
.400 3.830 3.435 4.362 .583 .536 .640
.450 4.157 3.718 4.819 .619 .570 .683
.500 4.507 4.004 5.337 .654 .603 .727
.550 4.886 4.300 5.927 .689 .633 .773
.600 5.303 4.613 6.607 .725 .664 .820
.650 5.772 4.953 7.405 .761 .695 .870
.700 6.312 5.331 8.359 .800 .727 .922
.750 6.950 5.766 9.538 .842 .761 .979
.800 7.738 6.287 11.057 .889 .798 1.044
.850 8.769 6.949 13.146 .943 .842 1.119
.900 10.264 7.873 16.358 1.011 .896 1.214
.910 10.661 8.114 17.247 1.028 .909 1.237
.920 11.111 8.383 18.268 1.046 .923 1.262
.930 11.627 8.689 19.462 1.065 .939 1.289
.940 12.232 9.043 20.888 1.088 .956 1.320
.950 12.961 9.464 22.644 1.113 .976 1.355
.960 13.872 9.984 24.899 1.142 .999 1.396

Universitas Kristen Krida Wacana


37

.970 15.081 10.660 27.983 1.178 1.028 1.447


.980 16.853 11.630 32.685 1.227 1.066 1.514
.990 20.077 13.338 41.762 1.303 1.125 1.621
a. Logarithm base = 10.

Universitas Kristen Krida Wacana


38

Lampiran 3. Uji One Way Anova Artemia salina yang Terpapar Infusa Bunga Lawang

Descriptives
Mati
95% Confidence Interval for Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Kontrol 3 .00 .000 .000 .00 .00 0 0
200 3 .00 .000 .000 .00 .00 0 0

400 3 3.00 1.000 .577 .52 5.48 2 4


800 3 3.67 2.082 1.202 -1.50 8.84 2 6
1600 3 10.00 2.000 1.155 5.03 14.97 8 12
3200 3 10.67 2.082 1.202 5.50 15.84 9 13
Total 18 4.56 4.617 1.088 2.26 6.85 0 13

Test of Homogeneity of Variances


Mati
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.171 5 12 .047

ANOVA
Mati
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 335.111 5 67.022 29.424 .000
Within Groups 27.333 12 2.278
Total 362.444 17

Universitas Kristen Krida Wacana


39

Lampiran 4. Uji BNT Artemia salina yang Terpapar Infusa Bunga Lawang
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Mati
LSD
95% Confidence Interval
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Kontrol 200 .000 1.232 1.000 -2.68 2.68
400 -3.000* 1.232 .031 -5.68 -.32
800 -3.667* 1.232 .012 -6.35 -.98
1600 -10.000* 1.232 .000 -12.68 -7.32
3200 -10.667* 1.232 .000 -13.35 -7.98
200 Kontrol .000 1.232 1.000 -2.68 2.68
400 -3.000* 1.232 .031 -5.68 -.32
800 -3.667* 1.232 .012 -6.35 -.98
1600 -10.000* 1.232 .000 -12.68 -7.32
3200 -10.667* 1.232 .000 -13.35 -7.98
400 Kontrol 3.000* 1.232 .031 .32 5.68
200 3.000* 1.232 .031 .32 5.68
800 -.667 1.232 .598 -3.35 2.02
1600 -7.000* 1.232 .000 -9.68 -4.32
3200 -7.667* 1.232 .000 -10.35 -4.98
800 Kontrol 3.667* 1.232 .012 .98 6.35
200 3.667* 1.232 .012 .98 6.35
400 .667 1.232 .598 -2.02 3.35
1600 -6.333* 1.232 .000 -9.02 -3.65
3200 -7.000* 1.232 .000 -9.68 -4.32
1600 Kontrol 10.000* 1.232 .000 7.32 12.68
200 10.000* 1.232 .000 7.32 12.68
400 7.000* 1.232 .000 4.32 9.68
800 6.333* 1.232 .000 3.65 9.02
3200 -.667 1.232 .598 -3.35 2.02
3200 Kontrol 10.667* 1.232 .000 7.98 13.35
200 10.667* 1.232 .000 7.98 13.35
400 7.667* 1.232 .000 4.98 10.35
800 7.000* 1.232 .000 4.32 9.68
1600 .667 1.232 .598 -2.02 3.35

Universitas Kristen Krida Wacana


40

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Means Plots

Universitas Kristen Krida Wacana


41

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Universitas Kristen Krida Wacana


42

Universitas Kristen Krida Wacana


43

Universitas Kristen Krida Wacana

Anda mungkin juga menyukai