Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

K3 PERTAMBANGAN
(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Implementasi K3)

Dosen Pengampu :
Reny Indrayani, S.KM., M.KKK

Disusun Oleh:
KELOMPOK 5

Nur Rodhiatur Rizqiah Maulida 182110101020


Prisilia Celyn Zalsabilla 182110101142
Alfi Khusnul Laily 182110101152

PROGAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karuniaya-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “K3 Pertambangan”. Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Implementasi K3.
Penghargaan dan rasa terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada :
1. Dr. Anita Dewi PS., S.KM., M.Kes., Reny Indrayani, S.KM., M.KKK., Ragil
Ismi Hartanti, dr., M.Sc. selaku dosen pengajar atas bimbingan dan nasihat serta
ilmu yang diberikan sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Orang tua kami, atas segala restu dan dukungannya dalam bentuk apapun.
3. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya tugas
ini.
Selaku penyusun kami berharap semoga tugas ini dapat dipahami dan berguna
bagi para pembacanya. Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan, untuk itu adanya kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan di
masa yang akan mendatang.

Jember, 22 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
2.1 Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan Yang Baik..............................................................................................3
2.1.1 Acuan Yang Digunakan..............................................................................3
2.1.2 Ruang Lingkup............................................................................................4
2.2 SNI 13-7083-2005 Tata Cara Induksi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
(K3 ) Pertambangan.....................................................................................................16
2.2.1 Pengertian, Tujuan dan Manfaat safety induction.....................................16
2.2.2 Penerima safety induction..........................................................................18
2.2.3 lnduksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja...............................................18
2.2.4 Jenis safety induction.................................................................................18
2.3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 234 Tahun 2003 Tentang Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Pada Sektor
ESDM Daerah Tertentu...............................................................................................21
2.3.1 Waktu Kerja...............................................................................................21
2.3.2 Waktu Istirahat..........................................................................................22
2.3.3 Upah Kerja Lembur...................................................................................22
2.4 Studi Kasus.......................................................................................................23

ii
BAB III PENUTUP.........................................................................................................25
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................25
3.2 Saran.................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Prosedur permohonan, evaluasi , pengesahan KTT/PLT/KTBT......................4
Gambar 2 Prosedur permohonan, evaluasi pengesahan pengawas operasional................4

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Waktu kerja menurut Kepmenakertrans Nomor 234 Tahun 2003....................21
Tabel 2. Waktu istirahat menurut Kepmenakertrans Nomor 234 Tahun 2003...............22
Tabel 3. Upah kerja lembur menurut Kepmenakertrans Nomor 234 Tahun 2003..........23
Tabel 4. Upah kerja lembur untuk waktu kerja diatas 7 jam/hari...................................23

v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sektor pekerjaan di Indonesia sangatlah beragam mulai dari sektor


informal hingga sektor formal. Mayoritas penduduk Indonesia menurut jenis
pekerjaan utamanya yaitu sebagai tenaga produksi, operator alat angkut dan
pekerja kasar. Menurut data dari SAKERNAS 2020 penduduk Indonesia yang
bekerja dengan pekerjaan utama di sektor pertambangan dan penggalian sebesar
1,05% (Badan Pusat Statistik, 2020). Dunia pertambangan cukup dikenal dengan
baik oleh pekerja, karena dari pengolahan tambang tersebut menghasilkan produk
yang sangat bermanfaat seperti minyak dan gas yang dapat digunakan sebagai
bahan untuk kehidupan sehari-hari, selain itu juga ada mineral yang dihasilkan
seperti tembaga, emas, dan lain sebagainya.

Pada sektor pertambangan jumlah insiden kecelakaan telah dilaporkan dari


berbagai negara hingga menimbulkan banyak korban. Menurut Dhillon 2010
dalam (Saleh dan Wahyu, 2019), setiap tahun terdapat ribuan orang meninggal
dunia dan terluka di sektor pertambangan di seluruh dunia. Indonesia sebagai
negara yang memiliki wilayah pertambangan di beberapa daerah yakni tambang
batu bara di Kalimantan, tambang emas di Papua, tambang pasir di Bangka
Belitung dan sebagainya. Pada tahun 2016, BPJS ketenagakerjaan melaporkan,
angka kecelakaan kerja di Indonesia hingga akhir tahun 2015 terjadi sekitar
105.182 kasus atau mengalami peningkatan hingga 5% setiap tahunnya. Pada
tahun 2019 pertambangan mineral mengungguli pertambangan batu bara pada
setiap kategori kecelakaan. Total kecelakaan kerja di pertambangan mineral
tercatat 90 kasus, sedangkan pada tambang batu bara tercatat 67 kasus (Anonim,
2021).

Banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi di sektor pertambangan


membuktikan masih perlu adanya peningkatan pengetahuan terkait dengan
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja khususnya di bidang pertambangan
untuk meminimalisir kejadian yang tidak di inginkan di tempat kerja. Pemerintah,
perusahaan pertambangan, pekerja dan masyarakat sekitar juga harus saling

1
bekerja sama untuk mengurangi dampak yang mungkin terjadi atas aktivitas
pertambangan baik yang telah selesai maupun yang masih berjalan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaiamana dasar hukum dari Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia Nomor 1827 Tahun 2018 Tentang Kaidah
Pertambangan Yang Baik?
2. Bagaimana dasar hukum dari SNI 13-7083-2005 Tentang Induksi K3
Pertambangan?
3. Bagaimana dasar hukum dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 234 Tahun 2003 Tentang Waktu
Kerja dan Waktu Istirahat Pada Sektor ESDM Daerah Tertentu?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui dasar hukum kesehatan dan keselamatan kerja pada


sektor pertambangan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengkaji Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia Nomor 1827 Tahun 2018 Tentang Kaidah Pertambangan Yang
Baik.
2. Mengkaji SNI 13-7083-2005 Tentang Induksi K3 Pertambangan.
3. Mengkaji Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 234 Tahun 2003 Tentang Waktu Kerja dan Waktu
Istirahat Pada Sektor ESDM Daerah Tertentu.

2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan Yang Baik
2.1.1 Acuan Yang Digunakan

a. Undang – Undang
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
b. Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara
2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air
3. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan
Reklamasi Hutan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara
6. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan
Pascatambang
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun
9. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015 tentang Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral
10. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah

3
c. Peraturan Menteri
1. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral
2. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26
Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan
Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara
2.1.2 Ruang Lingkup

a. Lampiran I : Pedoman Permohonan, Evaluasi, dan/atau Pengesahan


Kepala Teknik Tambang, Penanggung Jawab Teknik dan Lingkungan,
Kepala Tambang Bawah Tanah, Pengawas Operasional, Pengawas Teknis,
dan/atau Penanggung Jawab Operasional
1. Pengertian
a) KaIT ( Kepala Inspektur Tambang ) adalah pejabat yang secara ex-
officio menduduki jabatan Direktur yang mempunyai tugas pokok dan
fungsi di bidang keteknikan dan lingkungan pertambangan mineral dan
batubara.
b) Inspektur Tambang adalah orang yang ditunjuk dan diberikan tugas,
tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan pengawasan atas
kegiatan usaha pertambangan.
c) KTT ( Kepala Teknik Tambang ) adalah posisi tertinggi dalam struktur
organisasi lapangan pertambangan yang memimpin dan bertanggung
jawab atas terlaksananya operasional pertambangan sesuai kaidah teknik
pertambangan. Tugas yang dilakukan oleh KTT adalah :
1) Membuat peraturan internal perusahaan mengenai penerapan kaidah
teknik pertambangan yang baik
2) Mengangkat pengawas operasional dan pengawas teknis
3) Mengesahkan PJO
4) Melakukan evaluasi kinerja PJO
5) Menerapkan standar sesuai dengan ketentuan perundang – undangan

Adapun syarat / kriteria dalam menjadi KTT / PTL :

4
1) KTT Kelas I
a. Tahapan kegiatan pertambangan yang menggunakan metode
tambang semprot (Hidrolis), tambang terbuka, tambang bawah
tanah, kuari, kapal keruk, dan/atau kapal isap.
b. Jumlah produksi rata-rata
c. Jumlah pekerja lebih dari 200 (dua ratus) orang
d. Memiliki Sertifikat Kompetensi Pengawas Operasional
Utama (POU) atau sertifikat kualifikasi yang diakui oleh
KaIT.
2) KTT Kelas II

a. Tahapan kegiatan pertambangan operasi produksi dengan


metode tambang semprot (Hidrolis), tambang terbuka,
kuari, kapal keruk/kapal isap

b. Jumlah produksi rata-rata memenuhi target sesuai dengan


perundang – undangan

c. Jumlah pekerja kurang dari atau sama dengan 200 (dua


ratus) orang

d. Memiliki sertifikat kompetensi Pengawas Operasional


Madya (POM) atau sertifikat kualifikasi yang diakui oleh
KaIT.

3) KTT Kelas III


a. Tahapan kegiatan pertambangan
b. Jumlah produksi rata-rata memenuhi target sesuai dengan
perundang – undangan
c. Tanpa menggunakan bahan peledak
d. Jumlah pekerja kurang dari atau sama dengan 50 (lima
puluh) orang
e. Memiliki sertifikat kompetensi Pengawas Operasional
Pertama (POP) atau sertifikat kualifikasi yang diakui oleh
KaIT.

5
4) KTT Kelas IV
a. untuk pemegang Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
b. mempunyai sertifikat kualifikasi yang diakui oleh KaIT
atau telah mengikuti pendidikan atau bimbingan teknis
terkait penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik
d) Penanggung Jawab Teknik adalah posisi tertinggi dalam struktur
organisasi lapangan yang memimpin dan bertanggung jawab atas
terlaksananya operasional pengolahan dan atau pemurnian sesuai dengan
kaidah teknik pengolahan atau pemurnian.
e) Kepala Tambang Bawah Tanah adalah orang yang menduduki jabatan
struktur bawah tanah yang memimpin dan bertanggung jawab atas
terlaksananya operasional tambang bawah tanah sesuai kaidah teknik
pertambangan. KTBT memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Memiliki Sertifikat Kompetensi Pengawas Operasional
Utama (POU) atau sertifikat kualifikasi yang diakui oleh
KaIT
2) Bekerja dalam divisi tambang bawah tanah dan menduduki
jabatan tertinggi dalam divisi tersebut.

Adapun tugas dan fungsi KTBT yaitu :

1) Mengatur semua kegiatan dalam operasi penambangan sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
petunjuk dari KTT
2) Memastikan bahwa dilakukan pencatatan yang teliti terhadap
jumlah orang yang masuk setiap gilir kerja pada tambang
bawah tanah
3) Menjamin persediaan dan penyaluran barang kebutuhan
pendukung kegiatan tambang bawah tanah
4) Melakukan pemeriksaan terhadap semua administrasi dan
bagian-bagian tambang bawah tanah yang paling kurang
sekali dalam 3 (tiga) bulan.

6
f) Pengawas Operasional adalah orang yang ditunjuk oleh KTT / PTL
dalam melaksanakan inspeksi, pemeriksaan, dan pengujian kegiatan
operasional pertambangan di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Kriteria
Pengawas Operasional meliputi:
1) Memiliki sertifikat kompetensi Pengawas Operasional atau
sertifikat kualifikasi yang diakui oleh KaIT sesuai jenjang
jabatannya
2) Menduduki jabatan di dalam divisi atau departemen
operasional pertambangan
3) Memiliki anggota yang berada di bawahnya dan/atau
melakukan pengawasan terhadap divisi atau departemen
lainnya

Adapun Tugas dan tanggung jawab Pengawas Operasional yaitu :

1) Bertanggung jawab kepada KTT/PTL untuk keselamatan dan


kesehatan semua pekerja tambang yang menjadi bawahannya
2) Melaksanakan inspeksi, pemeriksaan, dan pengujian
3) Bertanggung jawab kepada KTT/PTL atas keselamatan,
kesehatan, dan kesejahteraan dari semua orang yang
ditugaskan kepadanya
4) Membuat dan menandatangani laporan pemeriksaan,
inspeksi, dan pengujian
g) Pengawas Teknik adalah orang yang ditunjuk oleh KTT / PTL atas
keselamatan pemasangan, pemeliharaan, pemeriksanan, dan pengujian
terhadap sarana, tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang - undangan. Kriteria Pengawas Teknis meliputi:
1) Memiliki sertifikat kompetensi Pengawas Teknis sesuai
dengan bidang pekerjaannya
2) Memiliki kewenangan dan bertanggung jawab terhadap suatu
peralatan, permesinan, dan kelistrikan
3) Syarat lain yang ditentukan oleh KTT/PTL

7
sesuai dengan kebutuhan kegiatan operasional tambang.

Adapun tugas dan fungsi Pengawas Teknis yaitu :

1) Bertanggung jawab kepada KTT/PTL untuk keselamatan


pemasangan dan pekerjaan serta pemeliharan yang benar
semua sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan
pertambangan yang menjadi tugasnya.
2) Merencanakan dan menekankan dilaksanakannya jadwal
pemeliharaan yang telah direncanakan serta semua perbaikan
sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan yang
dipergunakan.
3) Mengawasi dan memeriksa semua sarana, prasarana,
instalasi, dan peralatan pertambangan dalam ruang lingkup
yang menjadi tanggung jawabnya.
4) Menjamin bahwa selalu dilaksanakan penyelidikan,
pemeriksaan, dan pengujian sarana, prasarana, instalasi, dan
peralatan pertambangan.
5) Melaksanakan penyelidikan, pemeriksaan, dan pengujian
sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan
sebelum digunakan, setelah dipasang kembali, dan/atau
diperbaiki.
6) Membuat dan menandatangani laporan dari penyelidikan,
pemeriksaan, dan pengujian sarana, prasarana, instalasi, dan
peralatan pertambangan.
h) PJO ( Penanggung Jawab Operasional ) adalah orang yang menduduki
jabatan tertinggi dalam struktur organisasi perusahaan jasa pertambangan
di wilayah kegiatan usaha pertambangan dan bertanggung jawab kepada
KTT / PTL atas dilaksanakan dan ditaatinya peraturan perundang –
undangan.
i) KPO ( Kartu Pengawas Operasional ) adalah kartu yang dimiliki oleh
pengawas operasional yang diterbitkan dan disahkan oleh KaIT.
2. Prosedur permohonan, evaluasi, pengesahan KTT/ PTL/ KTBT

8
Gambar 1 Prosedur permohonan, evaluasi , pengesahan KTT/PLT/KTBT

3. Prosedur permohonan, evaluasi, pengesahan pengawas operasional


Gambar 2 Prosedur permohonan, evaluasi pengesahan pengawas operasional

4. Prosedur permohonan, evaluasi, pengesahan dan evaluasi kinerja PJO


a. Adminitratif
1) Riwayat hidup calon PJO
2) Memilik jabatan tertinggi, didukung surat-surat pernyataan dari
perusahaan
3) Bagi Warga negara asing, setelah disahkan, dialnjutkan dengan Uji
4) Kemahiran Bahas Indonesia
b. Teknis
1) Memahami segala aspek peraturan, teknis, maupun keselamatan
pertambangan
2) Sertifikat kualifikasi yang diakui oleh KaIT berdasarkan
pertimbangan KTT
b. Lampiran II : Pedeoman Pengelolaan Teknis Pertambangan
1) Eksplorasi
a) Perencanaan
9
b) Pelaksanaan
c) Pernyataan sumber daya cadangan
2) Studi kelayakan
a) Ketentuan umum
b) Sumber daya cadangan
3) Konstruksi, dan pengujian alat pertambangan (commisioning)
a) Ketentuan umum
b) Perencanaan
c) Pelaksanaan
4) Pemanfaatan teknologi, kemampuan rekayasa, rancang bangun,
pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan
Pemanfaatan teknologi untuk pertambangan hanya dapat dilakukan
berdasarkan hasil kajian teknis seperti :
a) Latar belakang pemilihan teknologi
b) Jenis dan spesifikasi peralatan
c) Pertimbangan kesesuaian teknologi dengan karakteristik pertambangan
Indonesia
d) Analisis risiko
e) Tingkat produktivitas atau efisiensi yang ditawarkan
f) Kriteria keberhasilan penerapan teknologi;
5) Pemasangan tanda batas
a) Kompilasi data wilayah dan persiapan teknis
b) Pengukuran titik batas
c) Pemasangan tanda batas
d) Pemeliharaan tanda bata
e) Kompetensi tenaga pelaksana pengukuran
6) Penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian, pengangkutan, dan
pengelolaan teknis pascatambang
a) Ketentuan umum
b) Perencanaan
c) Pelaksanaan

10
c. Lampiran III : Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Pertambangan dan
Keselamatan Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral dan Batubara
1. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan dan
Pengolahan Pemurnian Mineral dan Batubara
a) Keselamatan Kerja Pertambangan dan Pengolahan dan/atau Pemurnian
1) Manajemen risiko
2) Program keselamatan kerja
3) Pendidikan dan pelatihan keselamatan kerja
4) Kampanye
5) Administrasi keselamatan kerja
6) Manajemen keadaan darurat
7) Inspeksi keselamatan kerja
8) Penyelidikan kecelakaan dan kejadian berbahaya
b) Kesehatan Kerja Pertambangan dan Pengolahan dan/atau
Pemurnian
1) Program kesehatan kerja
2) Hygiene dan sanitasi
3) Penglolaan ergonomic
4) Pengelolaan makanan, minuman dan gizi pekerja tambang
5) Diagnosis dan pemeriksaan penyakit akibat kerja
c) Lingkungan kerja
2. Pelaksanaan Keselamatan Operasi Pertambangan dan Pengolahan Pemurnian
Mineral dan Batubara
a) Sistem dan Pelaksanaan Pemeliharaan/Perawatan Sarana,
Prasarana, Instalasi, dan Peralatan Pertambangan
b) Pengamanan instalasi
c) Tenaga Teknis Pertambangan yang Berkompeten di Bidang Keselamatan
Operasi
d) Kelayakan Sarana, Prasarana, Instalasi, dan Peralatan Pertambangan
e) Evaluasi Laporan Hasil Kajian Teknis Pertambangan
f) Keselamatan Bahan Peledak dan Peledakan
g) Keselamatan fasilitas pertambangan

11
h) Keselamatan Ekspolarasi
i) Keselamatan tambang permukaan
j) Keselamatan tambang bawah tanah
k) Keselamatan kapal keruk / isap
l) Keselamatan pengolahan dan pemurnian
d. Lampiran IV : Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
Pertambangan Mineral dan Batubara
1. Dalam penerapannya sistem manajeman keselamatan pertambangan mineral
dan batubara dibagi menjadi beberapa elemen, yaitu :
a) Kebijakan
Dalam proses pembuatan kebijakan, para pemegang kekuasaan
perusahaan jasa pertambangan perlu memperhatikan prinsip dasarnya
yang meliputi :
1) Penyusunan kebijakan
2) Isi kebijakan
3) Penetapan kebijakan
4) Komunikasi kebijakan
5) Tinajuan kebijakan
b) Perencanaan
1) Hasil proses penelaahan awal yang mencakup
2) Manajemen risiko
3) Identifikasi dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan dan persyaratan lainnya yang terkait.
4) Penetapan tujuan, sasaran, dan program
5) Rencana kerja, anggaran, dan biaya
c) Organisasi dan personel
d) Implementasi
1) Pelaksanaan pengelolaan operasional
2) Pelaksanaan pengelolaan lingkungan kerja
3) Pelaksanaan pengelolaan kesehatan kerja
4) Pelaksanaan pengelolaan KO Pengolahan dan/atau Pemurnian
5) Penetapan sistem perancangan dan rekayasa

12
6) Penetapan sistem pembelian
7) Pengelolaan keadaan darurat
8) Penyediaan dan penyiapan pertolongan pertama pada kecelakaan
9) Pelaksanaan keselamatan di luar pekerjaan.
e) Pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut

1) Pemantauan dan pengukuran kinerja

2) Inspeksi pelaksanaan keselamatan pengolahan dan/atau


pemurnia

3) Evaluasi kepatuhan terhadap ketentuan peraturan


perundang- undangan dan persyaratan lainnya yang
terkait

4) Hasil laporan dari penyelidikan kecelakaan, kejadian


berbahaya, kejadian akibat penyakit tenaga kerja, dan data
rekaman penyakit akibat kerja

5) Evaluasi pengelolaan administrasi keselamatan


pengolahan dan/atau pemurnian

6) Audit internal penerapan SMKP khusus Pengolahan


dan/atau Pemurnian

7) Rencana perbaikan dan tindak lanjut.

f) Dokumentasi

1) Penyusunan manual SMKP

2) Pengendalian dokumen

3) Pengendalian rekaman

4) Penetapan jenis dokumen dan rekaman.

g) Tinjauan manajemen dan peningkatan kinerja

13
1) Tinjauan hasil dari tindak lanjut rencana perbaikan.

2) Tinjauan manajemen dipimpin oleh manajemen tertinggi


perusahaan pemegang izin

3) Dilakukan secara berkala dan hasilnya didokumentasikan.

2. Audit sistem manajemen keselamatan pertambangan digunakan untuk


pengukuran kinerja dan pencapaian penerapan SMKP. Audit dilakukan
secara internal maupun eksternal yang menggunakan skema seperti :
a) Permulaan audit
b) Pelaksanaan tinjauan dokumen
c) Persiapan untuk kegiatan audit lapangan
d) Pelaksanaan untuk kegiatan audit lapangan
e) Penyiapan, pengesahan dan penyampaian laporan audit
f) Penyelesaian audit
g) Pelaksanaan tindak lanjut audit
e. Lampiran V : Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pertambangan Mineral dan Batubara
1. Pedoman pengelolaan lingkungan hidup pertambangan mineral dan
batubara meliputi:
a) Pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan eksplorasi
Kegiatan yang dilakukan terdiri dari :
1) Pembukaan lahan kegiatan eksplorasi
2) Pembuatan jalan akses eksplorasi
3) Pembuatan sumur uji dan parit uji
4) Pengeboran
5) Kajian geokimia
b) Pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan konstruksi
1) Pembukaan lahan untuk kegiatan konstruksi
2) Pembangunan sarana dan prasarana
3) Pembuatan jalan akses
4) Pengelolaan lingkungan hidup pada bengkel

14
5) Pengelolaan lingkungan hidup pada fasilitas pengisian bahan bakar
cair
6) Penggunaan generator listrik
7) Kolam pengendap
c) Pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan penambangan
1) Pembukaan lahan untuk kegiatan penambangan
2) Mempertimbangan kecukupan volume tanah zona
3) Pembuatan jarak aman
4) Mempertimbangkan kajian hidrologi dan hidrogeologi
5) Peledakan tidak boleh menimbulkan kerusakan pada lingkungan
sekitar
6) Penimbunan bantuan penutup
7) Pengelolaan air larian permukaan
8) Pengelolaan air asam tambang
9) Tambang bawah tanah
10) Tambang semprot
11) Tambang kapal keruk darat
12) Tambang kapal keruk laut
13) Tambang ekstraksi cair
d) Pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan pengangkutan
1) Meminimalkan konsentrasi debu
2) Pengangkutan hasil pengolahan menggunakan pipa
3) Pembongkaran alat dan barang diupayakan pencegahan
pencemaran dan perusakan lingkungan
4) Jika terjadi tumpahan saat pengangkutan maka akan dilakukan
pengelolaan
e) Pengelolaan lingkungan hidup kegiatan pengolahan dan/ atau
pemurnian
1) Kegiatan pengolahan disarankan menggunakan air kerja secara
sirkulasi tertutup
2) Emisi cerobong dari fasilitas pengolahan wajib memenuhi baku
mutu

15
3) Jika terjadi tumpahan saat pengangkutan maka akan dilakukan
pengelolaan
4) Produk hasil pengolahan yang mengandung bahan radioaktif akan
dilakukan pengelolaan kembali
5) Proses pengolahan bijih emas tidak menggunakan air raksa
6) Fasilitas penyimpanan sisa hasil proses pengolahan dan/ atau
pemurnian yang dibangun disesuaikan dengan tempat dan
peraturan yang berlaku
7) Pelindian timbunan bijih
f) Pemantauan lingkungan hidup
Guna mencegah dan menanggulangi adanya pencemaran atau
perusakan lingkungan hidup, dilakukan pemantauan lingkungan seperti
pemantauan kualitas air permukaan, kualitas dan kuantitas air
tanah, kualitas air laut, kualitas air limbah, kualitas tanah,
kualitas udara, keanekaragaman hayati, penurunan permukaan
tanah, atau erosi dan sedimentasi.
g) Penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
1) Tata cara baku penanggulangan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup
2) Upaya penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup
h) Sistem pengelolaan perlindungan lingkungan hidup pertambangan
Dalam sistem pengelolaan perlindungan, menggunakan analisis tentang
dampak lingkungan dengan memperhatikan :
1) Kebijakan internal pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
yang ditandatangani oleh pimpinan tertinggi perusahaan
2) Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
yang terintegrasi dengan perencanaan tambang
3) Struktur organisasi yang menangani lingkungan hidup
pertambangan dan diisi oleh tenaga teknis pertambangan yang
berkompeten di bidang lingkungan pertambangan
4) Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan;

16
5) Program evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup pertambangan
6) Dokumentasi pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
7) Tinjauan manajemen terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup pertambangan.
i) Penghargaan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
f. Lampiran VI : Pedoman Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Serta
Pascaoperasi Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan
dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Sedangkan
kegiatan pascatambang merupakan kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut
setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan
fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah
pertambangan. Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang serta Pascaoperasi pada
kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara seperti :
1. Penyusunan Rencana Reklamasi, Rencana Pascatambang, dan Rencana
Pascaoperasi
a) Penyusunan Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi
b) Penyusunan Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi
c) Penyusunan Rencana Pascatambang
d) Penyusunan Rencana Pascaoperasi
2. Penilaian dan Persetujuan
a) Penilaian dan Persetujuan Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi
b) Penilaian dan Persetujuan Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi
c) Penilaian dan Persetujuan Rencana Pascatambang
d) Evaluasi dan Persetujuan Rencana Pascaoperasi
3. Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang
a) Jaminan Reklamasi
b) Jaminan Pascatambang
4. Pelaksanaan Reklamasi, Pascatambang, dan Pascaoperasi

17
Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang dipimpin oleh Kepala Teknik
Tambang yang dibantu oleh tenaga teknis pertambangan yang berkompeten dalam
perencanaan dan pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang.
a) Pelaksanaan Reklamasi
Pelaksanaan reklamasi dibagi menjadi dua yaitu pelaksanaan reklamasi tahap
eksplorasi dan reklamasi tahap operasi produksi
b) Pelaksanaan Pascatambang
Kegiatan pelaksanaan pascatambang dilaksanakan paling lambat sekitar 30
hari kalender setelah kegiatan penambangan, pengolahan, dan/atau pemurnian
berakhir sesuai dengan rencana pascatambang yang telah disetujui.
c) Pelaksanaan Pascaoperasi
Kegiatan pelaksanaan pascaoperasi dilaksanakan paling lambat sekitar 30 hari
kalender setelah kegiatan pengolahan, dan/atau pemurnian berakhir sesuai
dengan rencana pascaoperasi yang telah disetujui.
5. Pelaporan dan Pencairan Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang
a) Pelaporan reklamasi dan pencairan jaminan reklamasi
b) Pelaporan pascatambang dan pascaoperasi, serta pencairan jaminan
pascatambang
c) Pelaporan pihak ketiga
6. Penyerahan Lahan Reklamasi
Penyerahan lahan pascatambang kepada pihak yang berhak sesuai dengan
Undang – Undang melalui Direktur Jenderal atas nama Menteri. Sebelum
penyerahan lahan, para pemegang IUP dan IUPK mengajukan persetujuan
penyerahan lahan reklamasi. Dalam penyerahan reklamasi ini, yang belum
menjadi rencana pascatambang harus diubah menjadi perencanaan
pascatambang. Segala bentuk hasil peninjauan di lapangan harus dimasukkan
pula di dalam berita acara saat penyerahan.
7. Penyerahan Lahan Pascatambang dan Pascaoperasi.
Penyerahan lahan pascatambang kepada pihak yang berhak sesuai dengan
Undang – Undang melalui Direktur Jenderal atas nama Menteri. Sebelum
penyerahan lahan, para pemegang IUP dan IUPK mengajukan persetujuan

18
penyerahan lahan. Segala bentuk hasil peninjauan di lapangan harus dimasukkan
pula di dalam berita acara saat penyerahan.
g. Lampiran VII : Pedoman Pelaksanaan Konservasi Mineral dan Batubara

1. Pelaksanaan konservasi mineral dan batubara pada kegiatan usaha


pertambangan mineral dan batubara

a) Perencanaan recovery penambangan oleh IUP Eksplorasi dan IUPK


Eksplorasi

Recovery penambangan adalah angka yang menunjukkan


perbandingan antara produksi penambangan dengan jumlah cadangan
pada periode tertentu, dinyatakan dalam persen. Kegiatan yang dilakukan
dengan cara :

1) Menyusun studi kelayakan dengan memperhitungkan recovery


penambangan yang optimal

2) Melakukan kajian pada saat menyusun Studi Kelayakan

3) Menyusun kajian teknis pertambangan aspek konservasi dan


menyampaikan dalam laporan khusus

4) Menyusun kajian teknis pertambangan aspek konservasi dan


menyampaikan dalam laporan khusus

b) Perencanaan recovery pengolahan

Recovery pengolahan ialah angka yang menunjukkan


perbandingan antara jumlah batubara atau kandungan unsur utama yang
dihasilkan dari proses pengolahan dengan jumlah batubara atau
kandungan unsur utama dalam bijih yang dimasukkan ke dalam proses
pengolahan, dinyatakan dalam persen. Kegiatan dalam perencaan ini
yaitu :

1) Menyusun studi kelayakan dengan memperhitungkan recovery

19
pengolahan yang optimal
2) Menyusun kajian untuk mendapatkan recovery pengolahan yang
optimal pada saat penyusunan Studi Kelayakan
3) Menyusun kajian teknis pertambangan aspek konservasi dan
menyampaikan laporan khusus apabila tidak dapat merencanakan
recovery pengolahan optimal
4) Pengelolaan batubara kualitas rendah, mineral kadar rendah, dan
mineral ikutan
5) Pengelolaan batubara kualitas rendah, mineral kadar rendah,
mineral ikutan, sisa hasil pengolahan dan pemurnian, serta
cadangan marginal
6) Pendataan cadangan mineral dan batubara yang tidak tertambang
serta sisa hasil pengolahan dan pemurnian.

2. Pelaksanaan konservasi mineral dan batubara pada kegiatan usaha


pertambangan mineral dan batubara

a) Perencanaan dan pelaksanaan recovery pengolahan

b) Pengelolaan sisa hasil pengolahan dan pemurnian

c) Pendataan sisa hasil pengolahan dan pemurnian.

3. Pelaksanaan konservasi mineral dan batubara melaksanakan konservasi


mineral dan batubara

Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara dalam rangka


penerapan kaidah teknik pertambangan dan/atau kaidah teknik pengolahan
dan/atau pemurnian yang baik. Konservasi mineral dan batubara bertujuan
dalam rangka optimalisasi pengelolaan, pemanfaatan dan pendataan
sumberdaya mineral dan batubara secara terukur, efisien, bertanggung
jawab dan berkelanjutan.

20
h. Lampiran VIII : Pedoman Kaidah Teknik Usaha Jasa Pertambangan
Usaha Jasa Pertambangan dan Evaluasi Kaidah Teknik Usaha Jasa
Pertambangan
Jasa pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan
kegiatan usaha pertambangan. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam
rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, dan penjualan serta pascatambang.
Yang dilakukan dalam jasa pertambangan ialah :
1. Teknik Pertambangan Usaha Jasa
Penentuan kegiatan yang akan diserahkan kepada Perusahaan Jasa
Pertambangan dengan dibagi menjadi jasa inti dan non inti. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh perusahaan jasa pertambangan melalui program kemitraan.
Dalam melakukan teknik pertambangan, perlu memerhatikan hal berikut :
a) Penentuan Kualifikasi Perusahaan Jasa Pertambangan
Kegiatan inti dapat dilakukan oleh perusahaan jasa pertambangan pemegang
IUJP dan perusahaan jasa pertambangan yang telah memiliki izin yang
diterbitkan oleh instansi terkait.
b) Pemilihan Perusahaan Jasa Pertambangan
Kegiatan ini dilakukan oleh pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi
Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, dan IUJP mengutamakan
perusahaan jasa pertambangan lokal. Berkoordinasi dengan dinas yang
membidangi pertambangan dan energi serta perdagangan provinsi untuk
mendapatkan daftar perusahaan jasa pertambangan lokal. Berkoordinasi
dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara untuk mendapatkan daftar
perusahaan jasa pertambangan nasional.
c) Penggunaan Perusahaan Jasa Pertambangan
Penggunaan Jasa Pertambangan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan
dan/atau pemurnian, meliputi pemenuhan kewajiban perusahaan jasa
pertambangan dan penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik.
d) Kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan jasa pertambangan ialah :

21
1) Melaksanakan ketentuan aspek teknis, konservasi, keselamatan, dan
lindungan lingkungan pertambangan
2) Mengangkat penanggung jawab operasional
3) Memiliki tenaga teknis pertambangan yang berkompeten
4) Pemegang IUJP yang diterbitkan oleh Menteri melaporkan IUJP-nya
kepada gubernur tempat kegiatan usahanya sebelum memulai kegiatan
usahanya.
2. Evaluasi Penerapan Kaidah Teknik Usaha Jasa Pertambangan
Evaluasi penerapan kaidah teknik usaha jasa pertambangan dilakukan
terhadap:
a) Laporan kegiatan secara berkala dari perusahaan jasa pertambangan
kepada Menteri atau gubernur sesuai kewenangannya melalui pemegang
IUP, IUPK, dan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan
dan/atau pemurnian
b) Informasi yang memuat berdasarkan alasan penggunaan perusahaan jasa
Penanaman Modal Asing (PMA) dan alasan penggunaan tenaga kerja
asing (TKA)
c) Penerapan aspek teknis, konservasi, keselamatan, dan lindungan
lingkungan pertambangan
d) Proses pengesahan PJO oleh KTT.
2.2 SNI 13-7083-2005 Tata Cara Induksi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
(K3 ) Pertambangan
2.2.1 Pengertian, Tujuan dan Manfaat safety induction

Menurut Silalahi (1995) Safety Induction adalah sebuah pengenalan dasar-


dasar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang berkaitan dengan potensi
bahaya, alat pelindung diri (APD) yang wajib digunakan, tanggap darurat dan tata
cara penyelematam kepada tenaga kerja, visitor (tamu), dan dilakukan oleh
supervisi divisi K3/safety serta menjadi pengendalian kecelakaan kerja. Tujuan
umum safety induction adalah memberitahu kepada pekerja/tamu mengenai
bahaya-bahaya keselamatan dan kesehatan kerja yang terdapat selama bekerja
atau melakukan kunjunan sehingga bisa sadar dan melakukan tindakan

22
pengendalian terhadap bahaya tersebut. Adapun berikut ini merupakan tujuan dan
manfaat safety induction (Siswanto and Salim, 2020):

a) Tujuan safety induction :


- Memberikan pemahaman tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) di dalam proyek. Memberikan informasi terbaru tentang kondisi
dalam proyek sebab kondisi dalam proyek bisa berubah setiap hari.
- Memberikan pemahaman tentang peraturan yang berlaku dan sanksi apa
yang diberikan jika melanggar peraturan di proyek tersebut.
- Memberikan informasi tentang prosedur kerja yang ada di wilayah
lingkungan kerja.
b) Manfaat dari safety induction antara lain:
- Seseorang lebih memahami tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) saat berada di lingkungan kerja.
- Mendapatkan informasi terbaru tentang kondisi dalam lingkungan kerja.
- Lebih memahami potensi bahaya yang mungkin terjadi di dalam ngkungan
kerja dan memahami bagaimana cara mengatasinya.
- Meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan saat berada dalam
lingkungan kerja.

Penerapan safety induction adalah wajib sebagaimana seperti yang sudah


dijelaskan bahwa Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 Pasal 9 ayat 1
dan 2 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dinyatakan bahwa :

1. Pengurus diwajibkan menunjukan dan men-jelaskan pada tiap tenaga


kerja baru tentang
- kodisi-kondisi dan bahaya-bahaya yang dapat timbul dalam tempat
kerja serta cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
perkerjaannya.
- Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam
tempat kerjanya;
- Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
- Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

23
2. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan
setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat
tersebut di atas.

2.2.2 Penerima safety induction

Adapun berikut ini merupakan siapa saja yang berhak menerima safety
induction (Husnul Fitri S.K.M, 2019):

1. Karyawan baru di suatu perusahaan tambang, karena pada umumnya


karyawan baru sama sekali belum mengetahui kondisi dalam tambang,
walaupun karyawanbaru ini telah memiliki pengalaman di tambang lainnya,
tetap harus di beri induksi saat berada di perusahaan baru.
2. Seseorang bukan karyawan yang mendapat ijin untuk memasuki wilayah
pertambangan, maka sebelumnya harus diberikan induksi terlebih dahulu.
3. Karyawan yang baru selesai dari cuti kerja. Walupun sudah lama menjadi
karyawan di perusahaan tersebut, karyawan ini harus tetap diberi induksi
safety setelah dia kembali dari cuti kerjanya. Hal ini dilakukan karena kondisi
dalam tambang sudah banyak berubah(seperti arah jalan tambang) selama dia
pulang cuti.
2.2.3 lnduksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. lnduksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus diberikan pada karyawan


dan tamu.
2. lnduksi harus dilakukan di ruangan khusus.
3. Bahan/materi induksi harus tersedia dalam jumlah yang sesuai dengan jumlah
peserta dan jenis induksi.
4. Alat bantu untuk mempermudah dan memperjelas penyampaian materi
induksi harus disesuaikan dengan jenis dan kondisi yang ada.di lokasi.
5. Setiap perserta induksi harus mengisi daftar hadir dan daftar periksa.
6. Daftar periksa yang telah ditandatangani peserta dan penyaji induksi
diarsipkan oleh bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
7. Hasil induksi didokumentasikan oleh perusahaan.

24
8. Jenis induksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah induksi umum,
induksi lokal, induksi tamu, dan induksi ulang.

2.2.4 Jenis safety induction

Berdasarkan SNI 13-7083-2005 tentang Tata cara induksi Keselamatan


dan Kesehatan Kerja (K3) pertambangan terdapat beberapa jenis safety induction
yaitu :

1. lnduksi umum
a. lnduksi harus diberikan kepada karyawan baru yang akan melakukan
pekerjaan di perusahaan.
b. lnduksi dilakukan oleh orang yang berkompeten yang diberi wewenang
oleh perusahaan.
c. Topik materi induksi harus dimasukkan dalam suatu daftar periksa dan
akan menjadi acuan bagi pelaksana induksi. Topik tersebut sekurang-
kurangnya mencakup:
- Hak dan kewajiban karyawan dan pengusaha dalam ha1 Keselamatan
dan Kesehatan Kerja berdasarkan peraturan yang berlaku.
- Kebijakan dan sistem manejemen K3 perusahaan.
- Peraturan umum Keselamatan dan Kesehatan Kerja perusahaan.
- Prestasi K3 dan pengalaman kegagalan sistem K3 (Kecelakaan).
- Gambaran umum kegiatan perusahaan dan struktur organisasi
perusahaan.
- Prosedur penanganan gawat darurat, nomor telepon, komunikasi
saluran radio.
- Prosedur evakuasi dan tempat berkumpul bila ada kebakaran dan atau
keadaan darurat.
- Denah lokasi tambang dan Pusat Pertolongan Pertama Kecelakaan
(P3K).
d. lnduksi diakhiri dengan evaluasi tertulis dan diberikan kartu identitas
karyawan.
e. Peserta dan penyaji induksi menandatangani daftar periksa.

25
2. lnduksi lokal
a. lnduksi harus diberikan kepada karyawan yang sudah mendapatkan
induksi umum dan karyawan pindahan mutasi.
b. lnduksi harus diberikan oleh pengawas atau orang yang ditunjuknya yang
memiliki pengetahuan yang cukup tentang daerah tersebut dan prosedur
keselamatan terkait,
c. Topik materi lnduksi sekurang-kurangnya dimasukkan dalam suatu daftar
periksa dan akan menjadi acuan bagi pelaksana induksi. Topik tersebut
sekurang-kurangnya mencakup:
- Prosedur evakuasi dan tempat berkumpul bila ada kebakaran di
lokasi
- Pengenalan terhadap lokasi dan alat kerja serta fasilitas lainnya
- Potensi bahaya dan kecelakaan yang pernah terjadi di lokasi kerja
- Alat pelindung diri yang wajib untuk lokasi tersebut
- Gambaran umum kegiatan departemenlunit kerja dan struktur
organisasinya
- Prosedur kerja yang terkait dengan tugas yang akan dikerjakan atau
akan segera dilakukan.
d. lnduksi diakhiri dengan evaluasi tertulis,
e. Peserta dan penyaji induksi menandatangani daftar periksa.
3. lnduksi tamu
a. lnduksi dilakukan saat tamu akan masuk ke daerah kerja.
b. lnduksi untuk tamu diberikan oleh pegawai K3 ataupetugas lain yang
ditunjuk.
c. Topik materi induksi dimasukan dalam suatu brosur yang disediakan
khusus untuk petunjuk tarnu, mencakup:
- Gambaran umum perusahaan.
- Kebijakan perusahaan tentang K3,
- Kewajiban tamu selama berada di lingkungan pekerjaan.
- Tempat berkumpul bila ada kebakaran dan fasilitas lainnya.
d. Para tamu tersebut selalu didampingi oleh pengawas daerah kerja atau
orang yang ditunjuknya bila tamu tersebut hendak ke lapangan.

26
e. Tamu yang sudah mendapat induksi diberikan tanda pengenal tamu/visiior.
4. lnduksi ulang
a. lnduksi diberikan kepada karyawan yang dinilai belum cukup
pengetahuannya tentang aspek K3 atau dijumpai tidak cakap dalam
melaksanakan suatu prosedur kerja (SOP).
b. lnduksi diberikan berkaitan dengan suatu pelanggaran atas prosedur kerja
tertentu yang telah berakibat kecelakaan.
c. lnduksi diberikan oleh pengawaslatasan langsung dan dibatasi hanya pada
topik yang terkait dengan pelanggaran prosedur atau kekurangtahuannya
tersebut.
d. Hasil induksi dikirimkan ke bagian keselamatan kerja untuk dilaporkan ke
Kepala Teknik Tambang.

2.3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia


Nomor 234 Tahun 2003 Tentang Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Pada
Sektor ESDM Daerah Tertentu
2.3.1 Waktu Kerja

Waktu kerja merupakan waktu yang digunakan untuk melakukan


pekerjaan pada satu periode tertentu. Perusahaan menetapkan salah satu dan atau
beberapa waktu kerja sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan, berikut
merupakan waktu kerja yang terdapat dalam Kepmenakertrans No 234 tahun
2003 :

Tabel 1. Waktu kerja menurut Kepmenakertrans Nomor 234 Tahun 2003

Waktu Kerja Jam/hari Jam/minggu


6 hari/minggu atau 7 7 40
hari/minggu
5 hari/minggu 8 40
Satu Periode Jam/hari Jam/hari
9 45 jam/5 hari
10 50 jam/5 hari
11 55 jam/5 hari
9 63 jam/7 hari
10 70 jam/7 hari
11 77 jam/7 hari
9 90 jam/10 hari
10 100 jam/10 hari
27
11 110 jam/10 hari
9 125 jam/14 hari
10 140 jam /14 hari
11 154 jam/14 hari

Waktu kerja diatas tidak termasuk dengan waktu istirahat yang sekurang-
kurangnya selama 1 jam, namun pada waktu kerja dengan satuan satu periode
kerja sudah termasuk dalam waktu kerja lembur dikarenakan melebihi 7 jam
dalam 1 hari.

Pengusaha dapat melakukan pergantian atau perubahan waktu kerja,


namun hal tersebut harus dikomunikasikan terlebih dahulu kepada pekerja/buruh
selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal perubahan dilaksanakan.
Perubahan waktu kerja juga harus dilaporkan atau diberitahukan secara tertulis
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di tingkat
Kabupaten/Kota.

Perusahaan yang menggunakan waktu kerja tersebut haruslah melaporkan


pelaksanaannya dalam waktu 3 bulan sekali pada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota dengan tambusan kepada
menteri. Isi dari laporan tersebut adalah :

a. Waktu kerja yang dipilih dan ditetapkan sertam waktu istirahat


b. Jumlah pekerja / buruh yang dipekerjakan
c. Daftar upah kerja lembur tetap
d. Perubahan pelaksanaan waktu kerja

2.3.2 Waktu Istirahat

Pelaksanaan dari waktu istirahat diatur dalam perjanjian kerja, peraturan


perusahaan atau perjanjian kerja bersama, sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Tabel 2. Waktu istirahat menurut Kepmenakertrans Nomor 234 Tahun 2003

Waktu Kerja Waktu Istirahat (hari)


6 hari/minggu atau 7 1
hari/minggu
5 hari/minggu 2

28
Perusahaan harus menggunakan perbandingan waktu kerja dan waktu
istirahat 2:1 untuk waktu kerja 1 periode dengan ketentuan maksimum 14 hari
terus menerus dan istirahat minimum 5 hari dengan upah tetap dibayar.

2.3.3 Upah Kerja Lembur

Upah kerja lembur adalah upah yang harus dibayarkan kepada


buruh/pekerja yang telah melakukan pekerjaan lebih dari 7 jam dalam 1 hari dan
40 jam dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja atau 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam
dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja.

Tabel 3. Upah kerja lembur menurut Kepmenakertrans Nomor 234 Tahun 2003

Waktu Kerja Upah kerja lembur


Lembur pada hari biasa
6 hari/minggu atau 7  1,5 x upah satu jam
hari/minggu  2 x upah satu jam
5 hari/minggu
Lembur pada hari istirahat mingguan dan hari libur resmi
Setiap jam dalam 2 x upah satu jam
batas 7 jam
Jam kerja pertama >7 3 x upah satu jam
jam
Jam kerja kedua >7 4 x upah satu jam
jam dan seterusnya

Perhitungan upah kerja lembur berdasarkan upah bulanan = 1/173 upah


sebulan. Jika upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka
perhitungan upah kerja lembur adalah 100% dari upah. Jika upah terdiri dari
upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, maka perhitungan upah
kerja lembur berdasarkan pada hasil perhitungan yang lebih besar antara :

a) 100% upah pokok + tunjangan tetap ; atau


b) 75% dari upah keseluruhan

Tabel 4. Upah kerja lembur untuk waktu kerja diatas 7 jam/hari

Waktu Kerja Upah kerja lembur


9 jam/hari 3,5 x upah satu jam
10 jam/hari 5,5 x upah satu jam
11 jam/hari 7,5 x upah satu jam

29
2.4 Studi Kasus

Judul : Analisis Keberhasilah Reklamasi berdasarkan Keputusan Menteri Energi


dan Sumber Daya Mineral Nomor 1827 Tahun 2018 pada Lahan Bekas Tambang
Air Jelitik 3 PT TIMAH Tbk Kabupaten Bangka

Penulis : Regita Kasih Parenty, Delita Ega Andini, Guskarnali

Lokasi Penelitian : Lahan Air Jelitik 3, Desa Jelitik, Kecamatan Sungailiat,


Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Metode Penelitian : kualitatif deskriptif berupa pengamatan dan pengukuran


langsung serta studi literatur terkait dengan reklamasi lahan air jelitik 3 menurut
matrik 16 dan matrik 17 Kepmen ESDM No. 1827 Tahun 2018

Hasil penelitian :

Hasil dari penelitian tersebut terjadi keberhasilan dalam pelaksanaan reklamasi


lahan ditinjau dari matrik 16 yang mrliputi keberhasilan penatagunaan lahan,
penebaran tanah zona pengakaran, pengendalian erosi dan sedimentasi,
penanaman tanaman penutup (cover crop), penanaman tanaman cepat tumbuh,
penanaman tanaman jenis lokal dengan pengendalian air asam tambang,
penutupan tajuk dan perawatan.

30
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Pedoman pelaksanaan keselamatan pertambangan dan keselamatan pengolahan


dan atau pemurnian mineral dan batubara terdiri dari 2 bagian yaitu :
- Pelaksanaan K3 pertambangan dan pengolahan dan atau pemurnian mineral
dan batubara
- Pelaksanaan operasi pertambangan dan pengolahan dan atau pemurnian
mineral dan batubara
2. Pelaksanaan keselamatan pertambangan dan keselamatan pengolahan dan atau
pemurnian mineral dan batubara diharuskan mencapai tiga aspek yaitu:
keselamatan kerja, kesehatan kerja, dan lingkungan kerja.
3. Safety Induction adalah sebuah pengenalan dasar-dasar keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) yang berkaitan dengan potensi bahaya, alat pelindung diri
(APD) yang wajib digunakan, tanggap darurat dan tata cara penyelematam
kepada tenaga kerja, visitor (tamu), dan dilakukan oleh supervisi divisi
K3/safety serta menjadi pengendalian kecelakaan kerja. Tujuan umum safety
induction adalah memberitahu kepada pekerja/tamu mengenai bahaya-bahaya
keselamatan dan kesehatan kerja yang terdapat selama bekerja atau melakukan
kunjunan sehingga bisa sadar dan melakukan tindakan pengendalian terhadap
bahaya tersebut.
4. Berdasarkan SNI 13-7083-2005 tentang Tata cara induksi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) pertambangan terdapat beberapa jenis safety induction
yaitu : lnduksi umum, lnduksi lokal, Induksi tamu dan Induksi ulang
5. Waktu Kerja dalam peraturan Kemenakertrans RI No Kep:234/MEN/2003
merupakan waktu untuk melakukan pekerjaan pada satu periode tertentu.
Sehingga apabila waktu kerja yang melebihi tujuh jam dalan satu hari dan 40
jam dalam satu minggu untuk enam hari kerja atau delapan jam dalam satu hari
dan 40 jam satu minggu untuk 5 lima hari kerja merupakan waktu kerja lembur
6. Pengusaha dapat melakukan pergantian atau perubahan waktu kerja, namun hal
tersebut harus dikomunikasikan terlebih dahulu kepada pekerja/buruh selambat-
lambatnya 30 hari sebelum tanggal perubahan dilaksanakan.

31
7. Perusahaan harus menggunakan perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat
2:1 untuk waktu kerja 1 periode dengan ketentuan maksimum 14 hari terus
menerus dan istirahat minimum 5 hari dengan upah tetap dibayar.

3.2 Saran

Diharapkan setiap perusahaan atau instansi untuk selalu menerapkan


kaidah pertambangan yang baik sesuai dengan Kepmen 1827 Tahun 2018 dan
setiap perusahaan atau instansi harus selalu memberikan safety induction kepada
pihak yang berhak dan sesuai dengan kriteria pelaksaan safety induction serta
pelaksaan operasional perusaah haruslah sesuai dengan peraturan yang berlaku
dan melakukan komunikasi kepada pekerja/buruh ketika terdapat perubahan atau
penambahan jam kerja. Selain itu, perlu diadakannyaa monitoring untuk seluruh
kegiatan tersebut agar terlaksana dengan baik.

32
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2021. Ratifikasi KONVENSI ILO 176 tentang K3 Tambang – SP KEP SPSI
[WWW Document]. URL https://spkep-spsi.org/2021/09/06/ratifikasi-konvensi-
ilo-176-tentang-k3-tambang/ (accessed 9.24.21).
Badan Pusat Statistik, 2020. Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2020 1–25.
Bennet Silalahi. 1995. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
Husnul Fitri S.K.M, 2019. Safety Induction bagi Pekerja. Garuda Systrain Interindo.
URL https://www.garudasystrain.co.id/perkenalan-keselamatan-bagi-pekerja/
(accessed 9.21.21).
Saleh, L.M., Wahyu, A., 2019. K3 Pertambangan Kajian Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Sektor Pertambangan. Deepublish.
Siswanto, A.B., Salim, M.A., 2020. PENGARUH SAFETY INDUCTION, REWARD,
AND PUNISHMENT TERHADAP KEDISIPLINAN K3. Jurnal Teknik Sipil
12.

33
NOTULENSI

Pertanyaan : Wanda Tiara Saputri (182110101099)

1. Telah dijelaskan ada beberapa macam induksi, apa media yang digunakan untuk
pelaksaan di setiap macam induksinya?

Jawaban : Untuk media pemberian induksi sebenernya hampir sama dengan media
yang digunakan untuk memberikan safety induction, yaitu media cetak seperti booklet,
flip chart, poster, media elektronik seperti video, televisi penyampaian informasi, radio
penyampaian informasi, film strip kemudian media papan seperti papan yang dipasang
ditempat yang mudah terbaca dan berisi informasi K3. Namun yang membedakan
adalah isi materi yang diwajibkan sesuai sni 13-7083-2005 dan juga menyesuaikan
untuk sasarannya

Pertanyaan : Eka Lutfiatul Hasanah (182110101045)

1. Lokasi pertambangan banyak yang dekat dengan rumah warga, artinya


lingkungan dan warga sekitar juga bisa terkena dampak dari bahaya yang ada di
pertambangan. Saya juga beberapa artikel bahwa banyak warga sekitar
pertambangan yang terkena dampak dari pertambangan seperti terdampak debu
batu bara, lingkungan tercemar, dsb. Memang sudah ada peraturan terkait k3
pertambangan untuk menghindari terjadinya PAK KAK dan kerusakan
lingkungan, namun pada kenyataannya kasus terdampaknya pertambangan
terhadap warga dan lingkungan sekitar masih tinggi. Lalu bagaimana menurut
kelompok anda terkait kasus tersebut dan bagaimana upaya efektif untuk
mengatasi masalah tersebut ?

Jawaban : Lokasi tambang yang dekat dengan rumah warga memang menjadi
persoalan diakarenakan akan muncul dampak kesehatan yang sangat fatal bagi
penduduk sekitar, upaya efektif yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut
adalah dengan melakukan komunikasi antara pemilik project pertambangan dengan
dinas lingkungan hidup sekitar terkait dengan AMDAL dan peraturan yang harus
dipatuhi oleh perusahaan pertambangan. Selain itu juga, sebelum melakasanakan
pekerjaan pertambangan disuatu tempat haruslah memiliki IUP (Izin Usaha
Pertambangan) yang didalamnya terdapat syarat mengenai pertimbangan jarak aman
melakukan penambangan terhadap rumah penduduk.

Anda mungkin juga menyukai