Anda di halaman 1dari 9

Bau Mene

Pengaruh Budaya Islam di Pulau Misool

PENGARUH BUDAYA ISLAM DI PULAU MISOOL,


KABUPATEN RAJA AMPAT

Bau Mene
(Balai Arkeologi Jayapura)
Abstract

Raja Ampat is part of the province of West Papua which consists of four major
islands, namely Pulau Waigeo, Salawati, Batanta and Misool and small islands
in the vicinity. Misool Island is located in the southern part of the range of the
Raja Ampat archipelago. The area is geographically possible to the cultural
contacts with the Islamic community, such as Ternate and Tidore. Research with
archaeological survey found some evidence of the influence of Islamic culture
in the district of South Misool, West Misool, Misool Misool East and North.
The findings in the form of manuscripts, musical instruments, tombs, mosques,
the former palace, Klauster settlements, old wells and finding fragments of
ceramics and pottery and stone swearing. In addition, at the time the site of
Islam, during the later also received the Dutch colonial influence as evidenced
by the discovery of a police station, the hostel employee Netherlands, and the
Dutch administrative offices. This shows that the dimensions of the site are
very diverse and its dynamics will be described in this paper.

Key words: Archaeology remains, Islam culture, Misool island

Pendahuluan

Kepulauan Raja Ampat terletak di bagian barat Pulau Papua, Provinsi Papua Barat
terdiri atas empat pulau besar, yaitu Pulau Waigeo, Salawati, Batanta dan Misool serta
pulau-pulau kecil di sekitarnya. Pulau ini letaknya cukup strategis sehingga menjadi
tempat persinggahan para musafir, penyiar agama, dan para pelaut yang datang secara
silih berganti (Yaam, 1996 dalam Tim Peneliti 2010). Raja Ampat pernah menjadi wilayah
kekuasaaan Kesultanan Tidore. Berdasarkan cerita dalam perjalanan Thomas Forrest
pada tahun 1774 Sultan Bacan cukup berpengaruh di kepulauan ini ( Miller, 2012).

Papua TH. IV NO. 2 / November 2012 43


Bau Mene
Pengaruh Budaya Islam di Pulau Misool

Pulau Misool terletak di bagian selatan dari Kepulauan Raja Ampat. Secara
geografis memungkinkan untuk terjadinya kontak budaya dengan masyarakat Islam di
luar Pulau Misool yang sudah terlebih dahulu menganut agama Islam seperti Ternate dan
Tidore (Ambary, 1995).
Penelitian arkeologi Islam di Papua pertama kali oleh Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional di Kecamatan Waigeo Selatan dengan temuan berupa masjid, makam, naskah-
naskah Islam dan pecahan keramik. Kemudian Proyek Penelitian Purbakala Irian Jaya
melakukan penelitian di Kecamatan Kokas, Kabupaten Fak-Fak serta di Kabupaten
Kaimana dilaksanakan oleh Balai Arkeologi Jayapura.
Informasi yang didapatkan bahwa di Pulau Misool terdapat beberapa kampung
Islam dan pernah berdiri beberapa kerajaan Islam diantaranya di Kampung Lilinta,
Waigama dan Fapanlap serta terdapat beberapa tinggalan Islam pada wilayah ini.
Berdasarkan informasi ini maka pada tahun 2012 diadakan penelitian, penelitian tentang
peninggalan Islam di Pulau Misool belum pernah dilakukan sehingga gambaran mengenai
tinggalan arkeologi Islam belum diperoleh.
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan diungkapkan adalah:
Kapan pengaruh budaya Islam mulai masuk di Misool? Siapa pembawa Islam di Misool?
Bagaimana proses masuknya Islam di Misool? Bagaimana karakter budaya Islam dalam
akulturasi dengan budaya lokal dan bagaimana perkembangan Islam di Misool?
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui awal pengaruh budaya Islam mulai
masuk di Misool, pembawa dan proses masuknya Islam, karakter budaya Islam dalam
akulturasi dengan budaya lokal serta perkembangan Islam di Misool.
Strategi penelitian diawali dengan tahap pengumpulan data melalui studi pustaka
untuk memperoleh data melalui sumber tertulis berupa buku, laporan dan tulisan-tulisan
yang berkaitan dengan pokok pembahasan.

Masuknya Islam

Untuk wilayah Papua sejarah masuknya Islam sejauh ini belum ada data yang
pasti ada beberapa versi tentang masuknya Islam di Papua pada umumnya mereka
mengklaim bahwa Islam lebih dahulu hadir ke wilayah mereka berdasarkan tradisi lisan,
tidak terdapat bukti sejarah ataupun arkeologis yang dapat mendukung kebenaran tradisi
lisan tersebut. Penelusuran sejarah awal Islamisasi di Papua, dapat digali dengan melihat

44 Papua TH. IV NO. 2 / November 2012


Bau Mene
Pengaruh Budaya Islam di Pulau Misool

beberapa versi mengenai kedatangan Islam di beberapa tempat di Papua. Versi mengenai
Islamisasi di Papua, setidaknya terdapat 7 versi, yaitu sebagai berikut:

1. Versi Papua
Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di sebagian rakyat
asli Papua, khususnya yang tinggal di Raja Ampat, Fak-fak, Kaimana, dan Teluk
Bintuni. Teori ini memandang Islam bukanlah berasal dari luar Papua bukan dibawa
dan disebarkan oleh Kerajaan Tidore atau pedagang Muslim dan da’i dari Arab,
Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi. Namun, Islam berasal dari Papua sejak Pulau
Papua diciptakan Allah Swt. Agama Islam telah terdapat di Papua bersamaan dengan
adanya Pulau Papua sendiri. Tidak hanya Islam, Kristen juga telah terdapat di Papua
sebelum agama Kristen disebarkan ke Papua.

2. Versi Aceh
Menurut sejarah lisan dari daerah Kokas, Fak-fak bahwa Syekh Abdurrauf yang
merupakan putra ke-27 dari Wliyullah Syekh Abdul Qadir Jaelani dari Kerajaan
Samudera Pasai mengutus Tuan Syekh Iskandar Syah untuk melakukan perjalanan
dakwah ke Nuu War (Papua) sekitar abad XIII tepatnya 17 Juli 1224, datang Syekh
Iskandar Syah di Mesia atau Mes, kini Distrik Kokas Kabupaten Fak-fak. Orang
pertama yang menjadi murid Syekh Iskandar Syah bernama Kriskris. Saat itu Syekh
Iskandar Syah mengatakan; “jika kamu mau maju, mau aman, mau berkembang,
maka kamu harus mengenal Alif Lam Ha (maksudnya Allah) dan Mim Ha Mim Dal
(maksudnya Muhammad)”. Kriskris mengucapkan dua kalimat syahadat, tiga bulan
kemudian, Kriskris diangkat menjadi Imam pertama dan beliau sudah menjadi raja
pertama di Patipi, Fak-fak.
3. Versi Arab
Dalam catatan sejarah Kerajaan Nuu Iha (sekarang Sirisori) di Ambon sekitar tahun
1212 sampai 1215 terdapat tiga orang mujahidin datang dari Irak, masing-masing
Syekh Abdul Aziz Assegaf Maulana Malik Ibrahim, Syekh Abdul Rahman Assegaf
Maulana Saniki Yarimullah, yang memasuki Asia Tenggara. Tahun 1215 mereka tiba
di Nusa Iha dan mendirikan kerajaan Islam yang bernama Ama Iha I, berkedudukan
di Louhatt Amalutu sekarang bernama Sirisori Islam di Ambon. TSyekh Abdul
Rahman Assegaf Maulana Saniki Yarimullah dan istrinya Nyai Mara Utah tahun 1230

Papua TH. IV NO. 2 / November 2012 45


Bau Mene
Pengaruh Budaya Islam di Pulau Misool

memasuki Jazirah Onin, Rumbati-Fakfak, dan mendirikan kerajaan Islam bernama


Woni Epapua, dari perkawinannya dianugerahi 10 orang anak. Maulana Saniki
Yarimullah diberi gelar dengan nama Koning Papua (putra dari kayangan). Akibat
perselisihan dalam keluarga, pada tahun 1363 lima orang dari mereka memutuskan
kembali ke Nusa Iha, sedangkan 5 lainnya menetap di Papua yang kemudian sebagai
turunan dari Raja Ampat (Kerajaan Misool), Raja Patiran, Poy Waru yang bermarga
Patagras, serta Poy Sinna (Raja Kokas yang bermarga Patimura). Namun keturunan
dari mereka belum dapat diketahui secara jelas.
4. Versi Jawa
Pada tahun 1518 M, Sultan Adipato Muhammad Yunus dengan gelar Pangeran
Sebrang Lor, anak Raden Patah dari Kerajaan Demak mengadakan kerjasama dengan
Kesultanan Ternate dan Tidore untuk mengirim dai dan mubaligh ke Papua dalam
rangka menyiarkan Islam. Para dai dan mubaligh itu dikirim ke wilayah pesisir barat
dan utara Papua.
5. Versi Banda
Menurut Halwany Microb, Islamisasi di Papua khususnya di Fak-fak dikembangkan
oleh pedagang Bugis melalui Banda yang diteruskan ke Fak-fak melalui Seram Timur
oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap
di Ambon. Microb juga mengatakan bahwa cara atau proses Islamisasi yang pernah
dilakukan oleh dua orang mubaligh bernama Salahuddin dan Jainun dari Banda yang
sezaman dengan Sultan Tidore sekitar abad XVI, terjadi di Pulau Misool yang belum
terjangkau oleh Sultan Ternate dan Tidore. Proses pengislaman yang dilakukan antara
lain dengan jalan khitanan (sunatan), tetapi dibawah ancaman penduduk setempat
jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh itu akan dibunuh. Akhirnya keduanya
berhasil dalam khitanan tersebut, maka penduduk setempat berduyun-duyun masuk
agama Islam.
6. Versi Bacan
Kesultanan Bacan di masa Sultan Muhammad al-Baqir lewat piagam kasiratan yang
dicanangkan oleh peletak dasar Mamlakatul Mulukiyah atau Moloku Kie Raha (empat
Kerajaan Maluku: Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo) lewat walinya Jafar As-Shodiq
(1250 M) melalui keturunannya ke seluruh penjuru negeri menyebarkan syiar Islam
ke Sulawesi, Filipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa, dan Papua. maka diduga
kuat bahwa yang pertama menyebarkan Islam di Papua adalah Kesultanan Bacan

46 Papua TH. IV NO. 2 / November 2012


Bau Mene
Pengaruh Budaya Islam di Pulau Misool

sekitar pertengahan abad XV. Abad XVI barulah terbentuk kerajaan-kerajaan kecil di
Kepulauan Raja Ampat.
7. Versi Tidore dan Ternate
Sebuah catatan sejarah Kesultanan Tidore “Museum Memorial Kesultanan Tidore
Sinyine Mallige” menulis pada tahun 1443 M Sultan Ibnu Mansur (Sultan Tidore X)
bernama Sangaji Patani Sahmardan dan Kapitan Waigeo bernama Kapitan Gurabesi
memimpin ekspedisi ke daratan Tanah Besar (Papua). Ekspedisi terdiri dari satu
armada kora-kora berangkat ke Tanah Besar melewati pulau-pulau seperti Patani,
Gebe, Waigeo. Dalam dokumen sejarah disampaikan bahwa ekspedisi sultan berangkat
dari Rum ibukota Kesultanan Tidore, menuju Patani untuk selanjutnya ke Papua, di
setiap tempat yang disinggahi, sultan berkenan mengajarkan Islam dan mengangkat
pemuda dari penduduk setempat menjadi pemimpin atas kaumnya dan diberi gelar
Sangaji Kapita Lau, Gimalaha.

Pembawa dan Proses Masuk Islam di Pulau Misool

Sejarah masuknya agama Islam di Papua dan proses penyebaran awal di tengah-
tengah masyarakat Papua memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Sampai saat ini belum
terdapat kesepakatan di kalangan umat Islam Papua menyangkut kapan pertama kali
Islam hadir di Papua, dari mana Islam datang, bagaimana proses penyebarannya.
Berbicara tentang pembawa dan bagaimana masuknya Islam di Pulau Misool
tidak didapatkan data yang pasti. Hasil wawancara yang dilakukan dikatakan bahwa
agama Islam bukanlah dibawa oleh seorang penyebar agama Islam atau pedagang muslim
yang menyiarkan agama sambil berdagang melainkan warga Misool yang pergi ke Banda
menculik sepasang suami istri yang kemudian dibawa ke Misool untuk mengajarkan
ajaran mereka. Cerita berawal pada suatu hari raja di Kerajaan Salawati mengadakan acara
dan mengundang semua warga termasuk warga Misool yang pada saat itu warga Misool
belum menganut agama Islam sementara raja Salawati sudah terlebih dahulu menganut
ajaran Islam setelah acara selesai semua warga pulang ke kampung masing-masing, ada
satu warga Misool pada saat itu ketiduran sehingga tidak menyadari bahwa semua teman-
temannya sudah pulang, orang ini terbangun ketika orang-orang di Kerajaan Salawati
membersihkan tempat tersebut dengan menyiram air. Warga yang tertinggal ini kemudian
bangun dan mengejar teman-temannya kemudian menceritakan kejadian yang baru saja

Papua TH. IV NO. 2 / November 2012 47


Bau Mene
Pengaruh Budaya Islam di Pulau Misool

dialaminya. Setelah mendengar cerita temannya sebagian dari mereka marah dan ingin
menyerang raja Salawati karena mereka berpikir raja Salawati menganggap mereka kotor
sehingga harus membersihkan bekas tempat tidur mereka dengan air, tapi sebagian yang
lain mengatakan tidak perlu marah dengan kejadian ini justru dengan kejadian ini kita
harus mencari dan belajar ajarannya mereka, setelah berbicara agak lama tercapailah kata
sepakat bahwa semua warga Misool yang ikut dalam acara tersebut akan berangkat ke
Banda untuk mempelajari ajaran yang dianut raja Salawati.
Selang beberapa hari kemudian berangkatlah rombongan menuju Banda dengan
menggunakan perahu mereka bertekad akan mempelajari ajaran yang sudah dianut oleh
raja Salawati, sampai di Banda rombongan ini sampai pada suatu tempat dimana terdapat
sebuah pondok. Rombongan tiba di tempat ini Subuh. Dari kejauhan terdengar suara
azan dari dalam pondok. Perlahan-lahan rombongan mendekati pondok tersebut dan
mengintip apa yang sedang dilakukan orang yang ada didalam pondok. Mereka melihat
sepasang suami istri yang sedang melaksanakan shalat kemudian mereka mengintip apa
yang dilakukan sepasang suami istri tersebut sambil mereka memikirkan bagaimana
cara untuk bisa belajar pada kedua orang tersebut. Setelah sepasang suami istri selesai
melaksanakan shalat maka rombongan tersebut masuk ke dalam rumah dan mengepung
keduanya. Rombongan ini menculik sepasang suami istri ini dan dibawa ke Misool
untuk mengajarkan agama mereka. Bukti keberadaan sepasang suami istri tersebut dapat
disaksikan dengan adanya makam keduanya yang terdapat pada Goa Tifale.

Karakter Budaya Islam di Misool

Sebelum agama Islam berkembang di Pulau Misool masyarakat Misool pada


umumnya menganut kepercayaan animisme, suatu kepercayaan tentang makhluk-
makhluk supernatural yang mengangap bahwa alam semesta dijiwai oleh segala macam
roh (Haviland, 1985 dalam Prasetyo 2004). Animisme merupakan ciri khas manusia yang
mengangap dirinya merupakan bagian dari alam dan tidak berada di atas alam. Binatang,
tumbuh-tumbuhan, air, gunung, batu dan lain lainnya dianggap memiliki jiwa. Setelah
agama Islam masuk perlahan-lahan kepercayaan yang lama mulai ditinggalkan beralih
kepada agama Islam. Sebagai suatu budaya yang baru tentunya dalam hal ini masyarakat
Misool mempelajari dan menerapkan hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran-
ajaran Islam dikembangkan dalam masyarakat dan menjadi agama resmi kerajaan.

48 Papua TH. IV NO. 2 / November 2012


Bau Mene
Pengaruh Budaya Islam di Pulau Misool

Karakter budaya Islam di Misool dilihat dari tinggalan arkeologi yang ditemukan
1. Adaptif, yaitu budaya menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, dimana materi-
materi budaya yang ditemukan berasal dari lingkungan sekitar hal ini nampak pada
penggunaan nisan-nisan yang terbuat dari kayu berasal dari sekitar.
2. Lingkungan terkonsentrasi.
3. Mobilitas jauh.
4. Terbuka artinya masyarakat Misool membuka diri untuk menerima pendatang yang
berasal dari luar hal ini dapat kita saksikan dengan ditemukannya banyak makam-
makam orang asing non Papua misalnya makam orang Cina, Arab dan Banda.
Selain itu masyarakat Misool dalam kehidupan sehari-hari menjalankan praktek-
praktek keagamaan yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti:
1. Mandi syafar, dilakukan pada hari rabu bulan syafar. Pada hari itu pagi-pagi sekali
biasanya orang dewasa yang memiliki niat-niat tertentu keluar pagi-pagi dan akan
kembali pada siang hari saat waktu makan siang. Sore hari menjelang petang hari akan
dilakukan mandi syafar. Mandi syafar dilakukan dengan cara saling menyiramkan
air antara satu orang dengan orang lainnya. Tujuannya untuk membersihkan diri
dan kampung dari kesialan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Sebelum
pelaksanaan mandi terlebih dahulu diadakan ibadah perayaan yang dipimpin oleh
imam.
2. Perayaan Asura, perayaan dilakukan pada 10 Muharam atau hari khusus untuk anak
yatim piatu. Tiap perayaan setiap keluarga menyiapkan santunan, baik itu uang
maupun makanan. Makanan yang diberikan berupa makanan yang dimasak sendiri
maupun kue-kue buatan sendiri. Anak-anak yatim piatu dikumpulkan dan diberi
santunan. Pada perayaan ini orang dewasa tidak diperbolehkan menikmati makanan
yang disediakan, kecuali ada anak yatim piatu yang memberikan makanan pada orang
dewasa. Selain itu saat memasuki 10 Muharam ada orang dewasa yang memiliki niat
berpuasa, dapat melaksanakannya pada hari 9 dan 10 sebelum memasuki 10 Muharam.
3. Barasanji di Misool dilaksanakan pada saat Maulid Nabi 12 Rabiul Awal.
4. Selain itu aktifitas perziarahan pada makam mubalig masih tetap dilaksanakan oleh
penduduk Misool. Adapun tujuan dari ziarah yang dilakukan adalah memanjatkan doa
agar perjalanan dan niat tersebut berjalan dengan baik dan lancar. Orang yang punya
niat ziarah akan menyampaikan pada Imam. Kemudian imam akan menyampaikannya
pada umat dan ziarah akan dilakukan bersama-sama, dengan bermalam bersama.

Papua TH. IV NO. 2 / November 2012 49


Bau Mene
Pengaruh Budaya Islam di Pulau Misool

Perkembangan Budaya Islam di Misool

Tinggalan-tinggalan yang bernuansa Islam adalah suatu bukti bahwa Islam adalah
merupakan suatu agama yang memiliki otoritas penting serta menunjukkan bahwa Islam
telah berkembang di Pulau Misool, Raja Ampat.
Berdasarkan data, baik arkeologi maupun sejarah yang terdapat di beberapa
kampung yang ada di Pulau Misool menunjukkan bahwa Islam telah berkembang di
wilayah ini, terlihat dengan adanya temuan bekas-bekas mesjid tua pada beberapa
kampung yang dilakukan survei. Selain itu sebagian besar masyarakat Pulau Misool
menganut agama Islam.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:


1. Tidak diketahui secara pasti kapan Islam mulai masuk di Pulau Misool karena tidak
ada data-data tertulis maupun bukti-bukti arkeologi yang dapat dijadikan acuan untuk
mengkaji kapan budaya Islam masuk di Misool.
2. Berdasarkan hasil wawancara agama Islam masuk ke Pulau Misool bukanlah dibawa
oleh pedagang atau penyiar agama Islam melainkan masyarakat Misool yang keluar
ke Banda untuk mencari orang yang mengerti tentang Islam kemudian dibawa ke
Misool dan orang itu yang mengajarkan tentang Islam.
3. Setelah agama Islam masuk ke Pulau Misool perlahan-lahan kepercayaan lama
ditinggalkan berganti dengan kepercayaan yang baru dan dijadikan sebagai agama
resmi kerajaan.
4. Agama Islam di Misool berkembang pesat, terlihat dari banyaknya bangunan-
bangunan masjid dan dianutnya agama Islam sebagai agama resmi kerajaan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambari, Hasan Muarif. 1998. Menemukan Peradaban Arkeologi dan Islam di Indonesia.
Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

50 Papua TH. IV NO. 2 / November 2012


Bau Mene
Pengaruh Budaya Islam di Pulau Misool

Harkatiningsih, Naniek, dkk. 2010. Arkeologi Indonesia dalam Lintasan Zaman. Jakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.

Mahmud, Irfan M. 2003. Kota Kuno Palopo Dimensi fisik, Sosial dan Kosmologi.
Makassar: Masagena Press.

Masyudi. 1999. Awal Perkembangan Islam di Pedalaman Jawa Bagian Selatan


Berdasarkan Tinggalan Budaya Islam. Berkala Arkeologi, Balai Arkeologi
Yogyakarta.

Mene, Bau. 1998. Nisan Arca pada Situs Makam Kuno Manuba di Kecamatan Mallusetasi
Kabupaten Barru dan Makam Kuno Binamu di Kecamatan Tamalate Kabupaten
Jeneponto (Suatu studi Perbandingan). Skripsi. Universitas Hasanuddin.

Miller, George. 2012. Indonesia Timur Tempo Doeloe 1544-1992. Depok: Komunitas
Bambu.

Onim, J.F. 2006. Islam dan Kristen di Tanah Papua. Bandung: Jurnal Info Media.

Priyatno,H. S. dkk. 1999. Pergeseran Pusat Kegiatan Upacara di Situs Megalitik Puncak
Gunung Lawu. Berkala Arkeologi. Balai Arkeologi Yogyakarta.

Siregar, M. Sondang. 2008. Keramik Asing dari DAS Lematang dalam Kumpulan
Makalah Pertemuan Ilmiah Arkeologi X, Yogyakarta, 26-30 September 2005.
Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI).

Sukendar, Haris dkk. 1999. Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional.

Tim Penelitian. 2010. Laporan penelitian Arkeologi Prasejarah di Pulau Misool Kabupaten
Raja Ampat. Balai Arkeologi Jayapura.

Tim peneliti. 2011. Laporan Penelitian Peninggalan Arkeologi Islam di Kabupaten Fakfak.
Balai Arkeologi Jayapura.

Tjandrasasmita, Uka. 2009. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: Kepustakaan Populer


Gramedia.

Papua TH. IV NO. 2 / November 2012 51

Anda mungkin juga menyukai