Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
istri atau suami saja tetapi istri berperan aktif membuat kenyamanan keluarga berada dalam rumah
tangga maka dapat dikatakan sebagai syirkah atau perkongsian untuk mengumpulkan harta bersama
atau kadang seorang suami yang berkeajiban memberi nafkah kepada istrinya tidak memberikan
keseluruhan haknya sehingga harta yang diperoleh suami masih ada hak istri maka sangat wajar bila
suami istri memiliki harta bersama.
Di dalam undang – undang pernikahan Nomor 1 tahun 1974 telah diatur pada Pasal 35-37. Pasal
35 ayat (1) menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama,
sementara Pasal 35 ayat (2) menjelaskan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan
harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan
masing-masing sepajang para pihak tidak menentukan lain.
Hal senada terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 88 menjelaskan bahwa apabila
terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian itu diajukan kepada
Pengadilan Agama. Pasal 89 menyatakan bahwa suami bertanggungjawab menjaga harta bersama, harta
istri maupun hartanya sendiri, sementara Pasal 90 menyatakan bahwa istri turut bertanggungjawab
menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada padanya
Namun didalam hukum islam terutama fikih klasik tidak secara tegas pengakuan adanya harta
besama bagi sumai istri yang menjadi hak istri adalah harta yang secara sah milik istri begitu juga yang
menjadi milik suami adalah harta yang diperoleh oleh suami dari pekrjaan dan jerih payahnya sendiri
sehingga didalam syariat islam tidak ada istilah percampuran harta bersama setelah pernikahan dengan
eksplisit, namun fikih selalu berkembang menurut zaman ,tempat dan keadaan terutama adat istiadat
yang terjadi dalam sebuah masyarakat dapat diadopsi menjadi sebuah hukum bila tidak bertentangan
dengan syariat.
namun dapat dijadikan pilihan dalam menyelesaikan sengketa pembagian harta bersama, dalam
syariat Islam yaitu:
a. Sulh (kesepakatan) Sulh adalah kesepakatan antara suami istri berdasarkan musyawarah
b. Urf (kebiasaan) Urf merupakan adat kebiasaan yang berlaku di sebuah masyarakat, sehingga itu
menjadi hukum di masyarakat tersebut.
c. Qadha’ (Penetapan Hakim) Qadha’dapat dijadikan dasar pemabgian harta Gono – Gini jika tidak
ada sulh dan urf, Qadha adalah keputusan yang ditetapkan oleh hakim setempat tentang
masalah yang diajukan kepadanya.
Lalu dalam maadzhab Syafi’I harta Gono – Gini diQiyaskan dengan harta suami istri yang telah
bercampur sehingga sudah tidak dapat diketahui dengan pasti jumlah nominal kepemilikan harta dari
masing – masing suami dan istri maka dalam hal ini diperbolehkan untuk membagi dua harta tersebut
sehingga masing – masing mendapatkan 50 persen dari keseluruhan harta.