Anda di halaman 1dari 42

PENDEKATAN FISIOTERAPI NON OPERATIF TERKINI PADA KASUS

OSTEO ARTHROSIS LUTUT1


Oleh: Heri Priatna2

I. PENDAHULUAN

A. Pengertian.
Osteoarthrosis (OA) adalah gangguan sendi yang paling sering dijumpai dan biasa
menyerang sendi pinggul, lutut, tangan, dan kaki. Sebanyak 4% populasi dunia menderita
Osteoarthrosis, dengan 83% kasus Osteoarthrosis merupakan Osteoarthrosis lutut,
sehingga OA lutut merupakan jenis OA terbanyak. Penyakit ini menyebabkan gangguan
yang bersifat progresif pada jaringan sendi seperti kartilago, sinovium, dan tulang
subkondral. Pada akhirnya, kartilago sendi mengalami degenerasi sehingga permukaan
sendi mengalami fisura, ulserasi, dan menjadi tipis. Prevalensi OA meningkat pada usia
40 – 60 tahun, bertambah secara linear dengan bertambahnya usia. Di negara maju, OA
menyebabkan beban pembiayaan kesehatan yang besar dibandingkan penyakit
muskuloskeletal lainnya.

B. Epidemiologi.
Menurut AAOS (American Academy of Orthopaedic Surgeons), insidens
Osteoarthrosis lutut di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 240 orang per 100.000 tiap
tahunnya. Sepanjang tahun 2009, lebih dari sebelas juta kunjungan rawat jalan
merupakan kasus Osteoarthrosis. Diperkirakan pada tahun 2010, hampir sepuluh juta
orang dewasa mengalami gejala Osteoarthrosis lutut.

C. Faktor risiko
Individu :
1. Umur dan gender
Umur merupakan faktor risiko paling kuat. Mekanismenya masih belum jelas,
namun sangat berkaitan dengan proses biologis pada sendi; proses penuaan akan
menurunkan jumlah kondrosit di kartilago sendi dan akan berkorelasi langsung
dengan derajat kerusakan kartilago. Prevalensi dan tingkat keparahan pada wanita
lebih besar daripada pria. Penelitian menunjukkan bahwa hormon berperan dalam
mekanisme terjadinya OA

1
Disampaikan pada Seminar dan Workshop “Current Physiotherapy Approaches to Osteoarthrosis and Post Op Total
Knee Replacement” Tanggal 20 Januari 2019 di Ladokgi TNI AL RE Martadinata Jakarta
2
Ketua Kolegium Fisioterapi Indonesia / Dosen Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul Jakarta
1
2. Obesitas
Seseorang dengan obesitas berisiko 2,96 kali lebih tinggi terkena OA
daripada orang dengan indeks massa tubuh normal; sedangkan overweight
memiliki risiko dua kali lebih tinggi terkena OA. Obesitas meningkatkan risiko OA
dengan beberapa mekanisme, di antaranya meningkatkan beban sendi terutama
pada weightbearing joint, mengubah faktor perilaku seperti menurunnya aktivitas
fisik yang akhirnya menghilangkan kemampuan dan kekuatan protektif otot sekitar
sendi. Pada OA lutut, obesitas menyebabkan kelemahan otot–otot di sekitar sendi
lutut dan meningkatkan kasus artroplasti.
3. Genetik
Faktor genetik sangat mempengaruhi terjadinya OA pada lutut. Selain itu,
juga mempengaruhi terhadap sensitivitas nyeri OA.

Beberapa hal yang terjadi akibat gangguan pada sendi:


1. Aktivitas fisik
Gerakan sendi berulang dapat menjadi predisposisi OA; namun gerakan
sendi lutut dan otot di sekitar lutut yang tepat dapat memperkuat dan menstabilkan
sendi, sehingga mengurangi risiko OA. OA lutut bisa juga berkaitan dengan riwayat
cedera. Cedera yang meningkatkan risiko OA lutut adalah robeknya meniskus atau
cedera ligament cruciate anterior.
2. Kekuatan Otot
Kelemahan dan atrofi otot dapat disebabkan karena berkurangnya aktivitas
sendi akibat rasa nyeri OA. Pada beberapa studi yang mempelajari tentang
hubungan kekuatan otot dan sendi lutut, kelemahan otot quadriceps meningkatkan
risiko terjadinya OA lutut. Quadriceps merupakan kelompok otot terbesar yang
melewati sendi lutut dan berpotensi besar menyerap energi dan tekanan pada
sendi lutut. Otot ini berperan penting dalam proses berjalan, berdiri, dan menaiki
tangga. Penderita OA lutut akan mengurangi gerakan pada lutut untuk mengurangi
rasa nyeri, menyebabkan otot-otot quadriceps mengalami kelemahan dan atrofi.
3. Keselarasan Lutut
Lutut yang tidak selaras akan menyebabkan kelainan gait dan berisiko OA
lutut di masa mendatang. Bentuk varus pada lutut dapat menyebabkan kerusakan
kartilago sendi dan berujung pada penyempitan celah sendi jika tidak ditangani
dengan tepat.

2
II. SISTEM PERSENDIAN

Meliputi: Ruang lingkup sendi, Abnormalitas sendi, Respon sendi terhadap


Immobilisasi, posisi persendian, pergerakan persendian dan end-feel (rasa akhir
persendian).

A. Ruang lingkup sendi


Temperatur/suhu intra artikular, Tekanan intra artikular dan Difusi sinovial

1. Temperatur intra artikular


Temperatur normal sendi: 32o – 34oC, sedangkan temperatur tubuh kurang
lebih 37oC. Pada kasus-kasus RA dan OA dan sejenisnya, enzim Collagenase
(pengurai collagen) yang terbentuk dari penguraian sel sinovial pada sendi akan
lebih aktif pada suhu: 37 – 38 o C dan akan berkurang pada suhu 32 – 34 o C. Hal ini
diharapkan pada kasus-kasus tersebut temperatur intra artikular dipertahankan
pada suhu 32 – 34 o C. Kenaikan temperatur intra artikular (sendi yang terinfeksi)
akan menaikkan tingkat rata-rata proses collagenolisis (Haris & Croskery). .
Pengobatan yang efektif pada suatu infeksi ( sendi ) cenderung menurunkan suhu
didalam sendi mendekati normal ( Hollander & Horvath )

2. Tekanan intra artikular.


Pada persendian normal, tekanan intra artikular dapat terdeteksi dengan
jelas pada keadaan sub atmosfir dan hal ini menunjukkan tekanan negartip intra
artikular. Tekanan intra artikular sendi lutut antara minus 8 sampai minus 12 cm
H2O ( -6 s/d -9 mmHg ). Pada keadaan normal tekanan negatip dalam sendi akan
meningkat pada saat berjalan atau adanya beban aktivitas seperti kontraksi otot.

Menunjukkan tekanan dalam sendi lutut normal pada keadaan tenang


(subatmosfir). Kontraksi otot quadriceps femoris menyebabkan penurunan tekanan
intra artikular sampai minus 100 mm Hg

3
Menunjukkan efek dari disuntikkan 10 ml larutan garam/saline normal ke
dalam ruang sendi, dimana kontraksi otot quadriceps femoris menyebabkan
kenaikan tekanan intra artikular ke arah postip

Menunjukkan efek dari disuntikkan 20 ml larutan garam/saline normal ke


dalam ruang sendi, dimana kontraksi otot quadriceps femoris menyebabkan
kenaikan tekanan positip intra artikular sampai 15 mm Hg

Tekanan positip intra artikular akan menekan arteri dan kapiler dan pada
keadaan ekstrim menimbulkan hipoksia atau anoksia sendi.
Unsworth: Dengan percobaannya menunjukkan bahwa beban sampai
dengan 10 – 16 Kg pada sendi ( lutut ) tidak mengakibatkan pemisahan/pergerakan
nitrogen dari cairan sendi, tekanan yang dikeluarkan oleh ligamentum collateral
meningkat secara mendadak dan ligamentum berperan sebagai struktur yang
memelihara integritas persendian menggantikan beban yang mengarah pada
tekanan negatip sendi
Pada keadaan infeksi berat ( OA dan RA ) tekanan Oksigen cairan sinovial
sangat rendah sampai dibawah 30 mm Hg, diikuti dengan meningkatnya tekanan
CO2 dan Ph cairan. Pada saat yang sama konsentrasi laktat meningkat sehingga
menimbulkan keadaan asidosis cairan sendi.

4
Secara klinis hal ini penting bahwa sendi tidak boleh digerakkan kecuali
untuk latihan ringan dan toleransi, sebab aktivitas yang berlebihan akan menaikkan
tingkat asidosis, hipoksia, hiperkapnia dan nekrosis jaringan/sel.

3. Difusi sinovial
Semua molekul dapat bergerak sesuai dengan koefisien difusinya.
Beberapa substansi yang terdeteksi dalam cairan sinovial antara lain: air, urea,
glukosa, uric acid, fosfat, benzena alkohol, kreatine dan sukrosa. Masing-masing
substansi dapat berdifusi ke dalam sendi melalui selubung sinovial sesuai dengan
koefisien difusinya. Glukosa dideteksi dapat masuk ke dalam ruang sendi dengan
cepat dan keluar sendi secara perlahan.

B. Abnormalitas sendi
Abnormalitas sendi pada umumnya disebabkan oleh: Efusi pada sendi
dan inflamasi
1. Efusi pada sendi
Efusi adalah penumpukan cairan pada rongga potensial seperti pada::
rongga pleura, rongga perikardial, rongga peritoneal, rongga sinovial, bursa sendi
dan rongga sendi. Efusi pada sendi sebesar 30 ml akan menaikkan tekanan intra
artikular sebesar 30 mm Hg. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia. Bila
efusi lebih besar dari 30 ml, maka akan terjadi anoksia dalam jaringan. Efusi besar
terjadi pada RA dan traumatik sendi yang menyebabkan perdarahan intra artikular
dan menyebabkan hipoksia atau anoksia sendi. Apabila terjadi efusi, tekanan intra
artikular menjadi positip, contoh: efusi pada sendi lutut menyebabkan naiknya
tekanan intra artikular sampai 500 – 1000 mm Hg jika otot quadriceps femoris
berkontraksi yang diikuti gerakan ekstensi lutut. Tekanan efusi paling besar pada
sendi lutut adalah pada posisi fleksi penuh dan ekstensi penuh, sedangkan posisi
lutut paling nyaman dalam keadaan efusi adalah fleksi 30 derajat.
2. Inflamasi sendi
Pada saat terjadi inflamasi, jaringan menjadi berkelompok dan terdiri dari
limfosit, sel plasma dan sel polimorphonuklear. Sel-sel ini berfungsi untuk
memproduksi immunoglobulin sebanyak 40 mg/hari. Penumpukan jaringan tersebut
merupakan keadaan abnormalitas dari struktur sendi. Proses penyembuhan secara
bertahap dimulai dari macrophages memakan sisa inflamasi dengan cara pagosit,
angiobenesis, pembentukan formasi kapiler yang baru dan terakhir sintesa dan
proliferasi fibroblast
5
Efek gerak pada inflamasi
Gerak dapat mempercepat reaksi inflamasi, sementara immobilisasi dapat
menahan/menekan inflamasi. Percobaan Gault dan Spyker pada pasien
Rheumatoid artritis dengan membidai salah satu pergelangan tangan, ternyata
reaksi inflamasi sendi yang dibidai tidak progresif dibandingkan pergelangan tangan
yang tidak dibidai
Permasalahannya adalah disatu sisi selama masa inflamasi sendi, perlu
dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan ROM dan mencegah kontraktur.
Untuk itu dapat dilakukan gerakan-gerakan yang relatif tidak membebani sendi
( assisted active exercise ).

C. Respon sendi terhadap Immobilisasi


1. Ruang sendi
Terdapat proliferasi jaringan penghubung fibro-fatty pannus ( selaput bening
abnormal )
2. Cartilago
Proliferasi fibro-fatty pannus diatas permukaan cartilago, proliferasi sel
sinovial pannus, perlekatan fibro-fatty dan selaput sinovial
3. Sinovial
Degradasi enzim collagen dan proteoglikan disekitar jaringan penghubung
4. Ligamentum
Meningkatnya sintesis collagen, meningkatnya penempatan collagen secara
acak, terdapat resorbsi osteo clastik ligamentum pada sisi perlekatan dengan tulang

5. Tulang

Massa tulang akan meningkat dengan adanya peningkatan aktivitas fisik dan
menurun ketika fungsi rangsang mekanik mengalami kemunduran

D. Posisi persendian
Posisi persendian di klasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

1.      MLPP (Maximally lose packed position)


Kedua permukaan sendi dalam keadaan melonggar maksimal, kapsul sendi
dan ligament begitu pula. Pada MLPP inilah biasanya dilakukan pemeriksaan dan
penanganan manual terapi. contoh: humeroulna = fleksi 70 0 + supinasi 100 ,
humeroradialis = fleksi 700 + supinasi 350.

6
2.      CPP (Close Packed Position)
Suatu posisi dimana permukaan sendi dalam keadaan merapai/kompresi
maksimal, keadaan ini terjadi pada posisi akhir suatu gerakan . Merapatnya
persendian tadi diakibatkan karena menegangnya kapsul sendi dan ligament. Pada
posisi ini tidak mungkin suatu persendian dilakukan mobilisasi. Contoh:
art.radiocarpal: maximal dorsi fleksi, elbow joint: maksimal ekstensi.
3.      LPP (Loose Packed Position) 
Adalah posisi sendi diluar CPP dan MLPP, pada posisi ini biasanya
dilakukan terapi.

Tabel: Posisi persendian

LOOSE PACK CLOSE PACK


N SENDI
O Resting or loose pack Joint, soft tissue are
position- joint capsule, soft maximally tensed, maximal
tissues are in most relaxed contact between joint
position. Minimal joint surfaces. Joint play and
surface contact. May mobilization cannot be
perform joint play and properly performed in this
mobilization technique. position
Midway between flexion
1 Vertebral Maximal extension
and extension
15 Knee 25 degree flexion Full extension and external
rotation

MTP: Neutral Extensi 100 MTP - Full extension


19 Toes
IP: Slight flexion IP: Full extension

E. Pergerakan persendian
Gerakan yang terjadi pada extremitas dikelompokan menjadi dua, yaitu
Osteokinematik dan Arthokinematik.
1. Osteokinematik
Osteokinematik adalah analisa gerak yang dilihat dari pergerakan tulang
atau pergerakan sendi di lihat dari pergerakkan tulang. Ini meliputi rotasi ayun,
rotasi putar, dan rotasi spin.
2.   Arthokinematik

7
Arthokinematik adalah gerak dilihat dari gerak antar permukaan sendi.
Gerakan ini juga disebut joint play movement. Ada dua tipe dasar pergerakan
tulang yaitu:
a. Translasi
Gerakan menurut garis lurus. Translasi dibagi menjadi
1) Traksi : Yaitu gerakan translasi tulang arahnya tegak lurus dan
menjauhi bidang terapi
2) Kompressi : Yaitu gerakan translasi tegak lurus dan kearah
bidang terapi
3) Gliding : Yaitu gerakan translasi yang terjadi paralel / sejajar
dengan bidang terapi dan menimbulkan luncuran antara kedua
permukaan sendi.
b. Rotasi
Yaitu gerakan tulang berputar pada satu axis.
F. End feel
End feel adalah rasa akhir pada gerakan. End feel dapat diketahui saat
pemeriksaan gerak pasif.
1. Normal End Feel
a. Soft end feel : jaringan lunak, contoh : fleksi elbow
b. Elastic end feel : peregangan jaringan lunak capsule ligamenter,
contoh: endorotasi/eksorotasi Gleno Humeral joint
c. Hard end feel : pembatasan tulang, contoh : ekstensi elbow
2.   Patologi End Feel
a. Empty end feel : gerak melebihi ROM normal seolah tanpa
penghambat, contoh : dislokasi sendi
b. Springy end feel : pembatasan oleh ketegangan otot, contoh: fleksi
hip pada posisi ekstensi knee
c. Firm end feel : pembatasan oleh kapsul ligament yg memendek,
contoh : eksorotasi pada frozen shoulder.

8
III. PROSES PERJALANAN PENYAKIT

A. Etiologi
Terdapat dua jenis OA, primer dan sekunder. Etiologi OA primer tidak diketahui, OA
sekunder adalah akibat dari cedera sendi sebelumnya, riwayat mobilisasi berlebihan pada
sendi, stres berulang akibat perkejaan atau Olah raga, obesitas, hemofilia dengan
perdarahan sendi atau hipertiroidisme. Beberapa peneliti sedang menginvestigasi apakah
faktor genetik juga berpengaruh terhadap kejadian OA.

B. Patologi
Secara patologis, OA sebagian besar merupakan kondisi non inflamasi dengan
perjalanan bertahap dan semakin degeneratif. Kondisi ini pada akhirnya dapat
mengganggu aktivitas gerak dan fungsi bagian tubuh yang terkena. Gangguan cairan
sinovial, tulang, dan kartilago merupakan pencetus OA. Seperti halnya pada kasus OA
lain, kerusakan paling parah pada kasus OA lutut terjadi pada kartilago. Kerusakan ini
terjadi akibat adanya proses biologis yang teraktivasi karena proses inflamasi. Sinovial
juga mengalami gangguan seperti halnya kartilago; ditandai dengan penebalan dan efusi
pada sinovium pada fase awal OA lutut. Pada artroskopi ditemukan kelainan sinovia pada
lebih dari 50% penderita OA lutut, sebagian besar tidak disertai manifestasi klinis sinovitis.
Peradangan sinovial biasanya ditemukan di sekitar kerusakan tulang dan kartilago.

Mekanisme kerusakan kartilago adalah melalui pemecahan serabut kolagen dan


disorganisasi proteoglikan, menyebabkan kartilago mengabsorbsi air. Absorbsi air oleh
kartilago menyebabkan terbentuknya keretakan pada permukaan kartilago yang dikenal
sebagai fibrilasi. Retakan sendi saling menyatu dan kepingan kartilago mengelupas
kedalam ruang sendi yang menyebabkan sumbatan dan ketidak nyamanan serta
penurunan rentang gerak sendi. Cairan sinovial akan mengabsorbsi kepingan kartilago
hialin secara bertahap dan menjadi lebih tipis hingga habis/tanpa kartilago. Tulang
dibawah kartilago menjadi licin akibat gesekan antar tulang dan menyebabkan eburnation
yaitu perubahan bentuk ujung tulang akibat proses degenerasi ( tampilan licin dan halus).
Akibat eburnation maka terbentuk kista di subkondral. Stimulasi tekanan pada tulang yang
terpajan, dapat menghasilkan taji osteofit yang berkembang pada tepi sendi artritik.

9
Osteofit dapat mengganggu pergerakan sendi dan pada beberapa kasus dapat pecah
sehingga menyumbat ruang sendi. Iritasi dari fragmen tulang di dalam sendi dapat
menyebabkan sinovitis (inflamasi membran sinovial). Membran sinovial menjadi hipertrofi
dan mulai kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan cairan sinovial yang
menyediakan nutrisi bagi kartilago hialin, dengan demikian maka kartilago hialin akan
mengalami degenerasi akibat penurunan nutrisi.
Ligamentum kapsular dan ligamentum lainnya seperti ACL dan PCL mengalami
inflamasi dan mulai berdegenerasi. Demikian juga halnya dengan otot disekitar sendi lutut
menjadi atrofi akibat disuse yang disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan kemampuan
gerak sendi. Temuan radiografik pada sendi OA meliputi; kehilangan rongga sendi,
sklerosis ujung tulang, penipisan bentuk ujung tulang artikular dan pembentukan osteofit
pada tepi sendi.

Karakteristik Osteoarthrosis

N Bagian sendi yang terlibat Karakterikstik


O

1 Kartilago artikular Fibrilasi – pelunakan, pemecahan dan fragmentasi

Pemecahan serat kolagen


Disorganisasi proteoglikan
Kartilago mengabsorbsi air
Fragmen pecah menyebabkan sumbatan pada sendi
2 Tulang Eburnasi ujung tulang – licin dan halus

Kista dibawah permukaan ujung tulang


Osteofit pada tepi sendi
Perubahan bentuk ujung tulang – datar
3 Membran sinovial Hipertropi

Penurunan produksi cairan sinovial


Penurunan nutrisi untuk kartilago
4 Kapsul Degenarasi fibrosa

Inflamasi kronik
5 Ligamentum Terkontraksi atau teregang

6 Otot Atrofi akibat tidak digunakan

C. Gambaran klinis Osteoarthrosis

10
1. Nyeri saat menumpu berat badan oleh karena; membran sinovial terjepit dan
hipertrofi, nyeri tulang akibat gesekan secara bersamaan pada ujung tulang, nyeri
pada malam hari setelah aktivitas melebihi tolreansi
2. Kekakuan sendi setelah inaktivitas
3. Penurunan rentang gerak akibat spasme otot, kontraktur dan sumbatan pada
ruang sendi
4. Atrofi otot, kelemahan dan spasme otot sebagai akibat tidak digunakan dan
peregangan berlebihan pada otot
5. Deformitas / kontraksi fleksi lutut, genu valgus (knock-knee) dan
pembesaran sendi karena hipertrofi sinovial
6. Krepitus sendi (suara grating didalam sendi) sebagai akibat gesekan tulang
pada tulang atau disintegrasi kartilago
7. Penurunan atau kehilangan fungsi sebagai akibat nyeri dan kelemahan otot

D. Diagnosis
Diagnosis OA lutut dapat ditegakkan dengan temuan klinis saja atau dengan
kombinasi temuan klinis dan radiologi. Menurut The European League Against
Rheumatism, diagnosis OA memerlukan tiga gejala dan tiga tanda.
1. Gejala; nyeri persisten, kekakuan sendi di pagi hari, dan menurunnya fungsi
sendi.
2. Tanda-tanda; krepitasi, range of motion berkurang, dan pembesaran tulang.
3. Pemeriksaan radiografi; 99%.

Kriteria diagnosis yang dikembangkan oleh American College of Rheumatology


antara lain:
Klinis: Nyeri lutut hampir tiap hari pada bulan sebelumnya, ditambah minimal 3 dari
berikut ini: 1) Krepitasi pada gerakan sendi aktif, 2) Kaku di pagi hari dengan durasi
kurang dari 30 menit, 3) Usia >50 tahun, 4) Pembesaran tulang lutut saat pemeriksaan, 5)
Nyeri tekan pada lutut saat pemeriksaan, 6) Tidak teraba hangat.
Radiografi: osteofit pada tepi sendi
Laboratorium: LED <40 mm/jam, Rheumatoid factor < 1:40, dan cairan sinovial
sesuai tanda OA.

Berdasarkan gambaran radiologi, OA lutut dapat diklasifikasikan dalam lima grade


menurut Kellgren – Lawrence, yaitu:
Grade 0 : Tidak ditemukan penyempitan ruang sendi atau perubahan reaktif
Grade 1 : Penyempitan ruang sendi meragukan dengan kemungkinan bentukan
11
osteofit
Grade 2 : Osteofit jelas, kemungkinan penyempitan ruang sendi
Grade 3 : Osteofit sedang, penyempitan ruang sendi jelas, nampak sklerosis,
kemungkinan deformitas pada ujung tulang
Grade 4 : Osteofit besar, penyempitan ruang sendi jelas, sklerosis berat, nampak
deformitas ujung tulang

IV PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK NON OPERATIF PADA KASUS


OSTEOARTHROSIS LUTUT

Penatalaksanaan terapi pada kasus Osteosrtritis ditujukan untuk; mengelola gejala,


mengurangi nyeri dan disabilitas sendi, meningkatkan fungsi dan stabilitas sendi.
Penatalaksanaan tersebut terdiri dari Penatalaksaan Farmakologi, non-farmakologi,
pembedahan dan edukatif. Penatalaksanaan tersebut dapat juga dikombinasikan antara
penatalaksanaan farmakologi, non-farmakologi, pembedahan dan edukatif. Alur
tatalaksana berdasarkan algoritma American Academy of Family Physician (AAFP).
Sebelum melakukan terapi, edukasi penting pada pasien OA. Dengan edukasi, pasien
mengetahui tujuan terapi OA dan pentingnya perubahan gaya hidup, latihan, dan
pengurangan berat badan yang akan mempengaruhi perjalanan penyakit.

A. Penatalaksanaan Farmakologi
Tatalaksana farmakologi mengurangi rasa nyeri sangat penting dalam penanganan
OA. Obat analgesik berbagai jenis seperti obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), opiat,
dan analgesik lain non-opiat. OAINS menghambat biosintesis prostaglandin yang
terbentuk saat proses radang. Biosintesis prostaglandin dibantu oleh enzim
siklooksigenase, yaitu siklooksigenase-I (COX-1) dan siklooksigenase-II (COX-II). Dosis
terapeutik OAINS mengurangi biosintesis prostaglandin dengan menghambat kerja enzim
siklooksigenase. Terapi OAINS terdiri dari penghambat COX nonspesifik dan penghambat
COX-II spesifik. Contoh penghambat COX nonspesifik adalah ibuprofen, diklofenak,
meloxicam, dan aspirin, serta penghambat COX-II selektif contohnya celecoxib.
Injeksi Intraartikular dapat dilakuan dengan tujuan untuk meredam nyeri,
mengembalikan viskoelastis cairan sendi dan sebagai uapaya regeneratif
1. Viskosuplementasi dengan hyaluronic acid (HA) yang diperkirakan dapat
mengembalikan viskoelastisitas cairan sendi lutut, sehingga dapat memperbaiki

12
fungsi sendi lutut yang terkena OA. Selain itu, untuk mengurangi keradangan
sinovial, melindungi erosi kartilago, dan meningkatkan produksi HA.
2. Kortikosteroid intra-artikular; Terapi ini sudah lama digunakan sebagai salah
satu pilihan untuk meredakan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi dalam jangka
pendek.
3. Platelet-rich plasma Injeksi; disebut sebagai injeksi regeneratif. Konsentrat
platelet diaktivasi dengan penambahan kalsium klorida dan menghasilkan
pembentukan gel platelet dan mengeluarkan growth factors (GF) dan molekul
bioaktif. Dengan demikian, platelet secara aktif berpartisipasi dalam proses
penyembuhan dengan memberikan spektrum GF yang luas ke lokasi cedera dan
merangsang kondrogenesis, bone remodelling, proliferasi, angiogenesis, dan anti
inflamasi.

B. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
Penatalaksaan non-farmakologi termasuk : Penatalaksanaan berat badan,
reformasi kartilago, Fisioterapi, Tai Chi, Hidroterapi, Aerobic exercise dan Yoga therapy.
1. Program penurunan berat badan.
Pengurangan berat badan adalah langkah pertama yang diambil untuk mengurangi
keluhan OA. Beberapa studi tentang OA menunjukkan bahwa pasien OA dengan BB
berlebihan akan lebih beriksiko terpapar keluhan OA yang lebih berat. Hal ini disebabkan
oleh fakta bahwa kekuatan di lutut adalah 3-6 kali berat badan. Individu dengan obesitas
akan mengalami masalah pada sirkulasi dalam sendi dan pertumbuhan cartilago sendi
serta memiliki kepadan tulang yang lebih tinggi sehingga akan mempercepat terjadinya
proses OA. Oleh karena itu, penurunan berat badan merupakan langkah logis untuk
mengurangi nyeri pada persendian dan memperlambat perkembangan artritis degeneratif.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mao-Hsiung Huang dan kelompok,
pengurangan nyeri dan peningkatan kecepatan berjalan dalam berbagai tingkat keparahan
pada populasi OA ditemukan pada populasi yang menjalani prosedur penurunan berat
badan secara teratur. Penurunan berat badan dengan indeks massa tubuh lebih dari 25
kg/m2 harus didorong untuk menurunkan berat badannya. Hal ini dilakukan dengan
membatasi diet tinggi kalori yang dikombinasikan dengan latihan fisik.

2. Reformasi Kartilago
Penelitian beberapa tahun terakhir ini telah difokuskan untuk mendeteksi
penyebab utama dan menghentikan perkembangan penyakitnya. Beberapa penelitian
bahkan berharap dapat membantu mereformasi tulang rawan yang hilang untuk
13
mengembalikan lutut ke kondisi sehat. Teknik potensial yang dapat meningkatkan
pertumbuhan kartilago (stem cell tissue engineering approaches) adalah penggunaan
terapi medan elektromagnetik (EFT). Selanjutnya teknik dan metode PEMF (Pulsed
electromagnetic fields) treatment juga dapat mempertahankan morfologis kartilago
artikular dan menghambat proses degenerasi OA

3. Fisioterapi dan pemulihan


Fisioterapi telah terbukti sangat bermanfaat untuk mengurangi keluhan dan
meningkatkan mobilitas. Latihan fisik dan terapi manual yang direkomendasikan untuk
mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi sendi meskipun masih banyak teknologi dan
modalitas fisioterapi yang merupakan indikasi untuk kasus OA lutut. Latihan penguatan
otot quadriceps dan hamstring menjadi pilihan utama karena dapat memperkuat otot-otot
di sekitar sendi lutut, sehingga dapat menstabilkan sendi lutut. Latihan fisik sering
dikombinasi dengan terapi manual yang terdiri dari mobilisasi aktif dan pasif sendi,
peregangan (stretching), dan masase jaringan lunak. Tujuan terapi manual adalah
mengurangi nyeri, menormalisasi biomekanik sendi dan jaringan, dan meningkatkan
fungsi sendi.
Penelitian yang membandingkan hasil latihan penguatan otot quadriceps dan
hamstring menunjukkan bahwa penguatan kedua otot quadriceps dan hamstring
menghasilkan skor WOMAC (Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis
Index) yang lebih baik dari pada penguatan otot quadriceps saja. Latihan penguatan otot
dapat dilakukan dengan metode isotonok, isometrik dan isokinetik kontraksi tergantung
dari toleransi dan kenyamanan pasien. Meskipun aktivitas isometrik menunjukkan hasil
yang lebih efektif dalam mengurangi keluhan nyeri, namun teknik ini tidak disarankan
dilakukan pada pasien usia lanjut, untuk mengantisipasi perubahan tekanan darah dan
denyut nadi yang tidak teratur.
Modalitas elektroterapi meliputi TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation)
dan neuromuscular electrical stimulation (NMES). Pada OA lutut, modalitas ini dapat
menstimulasi otot quadriceps, sehingga meredakan nyeri dan memperkuat otot tersebut.
Penelitian Chen dan kawan-kawan, menunjukkan TENS lebih superior dibandingkan
injeksi hyaluronic acid. Namun, pada penelitian Imoto dan kawan-kawan, terhadap 100
pasien terapi latihan saja dibandingkan terapi latihan dan NMES, hasilnya tidak berbeda
signifikan pada derajat nyeri dan fungsi fisik.
Program terapeutik berlangsung selama 6 sampai 24 minggu, rata-rata selama
delapan minggu dengan frekuensi tiga kali perminggu dan durasi selama 30 menit. Studi

14
tersebut di atas telah terbukti mengurangi keluhan nyeri 80%, penurunan kripitasi,
peningkatan otot-otot fleksor dan ekstensor lutut dan paha, abduktor dan adduktor paha.

4. Tai Chi
Tai Chi adalah seni bela diri Cina yang terutama dipraktikkan untuk manfaat
kesehatannya, termasuk sarana untuk mengatasi ketegangan dan stres. Ini menekankan
relaksasi lengkap, dan pada dasarnya adalah bentuk meditasi, atau apa yang disebut
"meditasi dalam gerakan. Berbeda dengan seni bela diri yang keras, Tai Chi dicirikan oleh
gerakan yang lembut, lambat, mengalir yang menekankan kekuatan, bukan kekuatan
kasar. Meskipun lunak, lambat, dan mengalir, gerakan-gerakan itu harus dieksekusi
dengan tepat. Meskipun lunak, lambat, dan mengalir, gerakan-gerakan itu harus
dieksekusi dengan tepat. Tai Chi sebagai bentuk terapi biasanya dilakukan dalam
pengaturan klinis dan diikuti sejumlah gaya fokus yang berbeda (Sun, Wu, Yang,
Baduanjin, dan Qigong), yang semuanya digunakan sebagai protokol intervensi untuk OA
panggul dan lutut. Setiap sesi Tai chi rata-rata berlangsung sepanjang 8-24 minggu
dengan frekuensi satu hingga lima sesi per minggu dengan durasi 20-60 menit.
Penggunaan Tai Chi menunjukkan perbaikan signifikan dalam mengurangi tingkat nyeri,
dan pada akhirnya akan memulihkan problematik secara keseluruhan. Dari semua gaya
yang dipilih, gaya Yang (terdiri dari 13 gerakan dasar tubuh) terbukti memiliki hasil terbaik

5. Hidroterapi
Hidroterapi (balneoterapi) salah satu modalitas terapeutik dengan penggunaan
media air dalam bentuk uap, cair, es dan pada suhu tertentu untuk tujuan penyembuhan.
Hidroterapi / balneoterapi dan terapi akuatik yang dilakukan di kolam (pool therapy)
menunjukkan hasil positif, ketika dilakukan untuk menguji kekuatan dan fleksibilitas otot.
Program latihan dengan Hidroterapi lebih dititik beratkan pada tujuan koreksi berjalan
normal dan mengurangi keluhan nyeri sendi pada saat latihan. Program hidroterapi
biasanya berlangsung selama 6 hingga 48 minggu dengan durasi durasi 60 menit, dan
dilakukan di kolam dangkal dengan suhu air mulai dari 29 ° C hingga 34 ° C. Selain
melakukan latihan dalam kolam/dalam air, dapat pula ditambahkan dengan kegiatan
berenang.

6. Aerobic exercise
Program latihan aerobik dapat membuat pasien OA merasa lebih baik, membantu
mengurangi nyeri sendi, dan membuat lebih mudah dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Program latihan aerobik harus dilakukan dalam pengawasan dan diimbangi dengan waktu
istirahat. Latihan aerobik disarankan dilakukan selama 6 bulan dengan target latihan yang
15
dianjurkan antara 50% dan 70% detak jantung target minimal selama 30 menit, frekuensi
3 kali seminggu. Latihan aerobik ini juga ditujukan untuk manajemen kontrol berat badan
secara keseluruhan, pengurangan keluhan nyeri dan perbaikan kondisi umum secara
keseluruhan. Sebagai tambahan latihan aerobik dapat dengan bersepeda dan
berjalan/jogging.

7. Yoga therapy
Meskipun banyak orang berpikir bahwa yoga melibatkan gerakan-gerakan
memuntir tubuh dan berpose seperti pretzel, namun aman dan efektif untuk orang-orang
dengan OA. Gerakan lembut Yoga dapat membantu membangun kekuatan tubuh,
kelenturan, dan keseimbangan, serta mengurangi nyeri dan kekakuan sendi. Gerakan-
gerakan ini juga dapat meningkatkan sirkulasi darah dalam sendi, dan meningkatkan
proses metabolisme. Namun masalahnya adalah jika pasien merasa ada keluhan nyeri
saat menggerakkan anggota tubuh dan persendiannya maka hal ini akan meningkatkan
rasa cemas, sehingga pasien enggan melakukannya. Tapi hendaknya pasien tetap
disarankan melakukan gerakan tersebut. Sebuah studi percontohan yang dilakukan oleh
University of Pennsylvania, School of Medicine, meneliti satu jenis yoga yaitu “yoga
Iyengar” yang cocok untuk orang-orang dengan OA lutut. Setelah melakukan teknik Yoga
selama delapan minggu dengan durasi 90-menit, terdapat pengurangan nyeri secara
signifikans, termasuk peningkatan fungsi fisik dan ketenangan/rasa nyaman, yang
menunjukkan efek positif dari Yoga.

8. Ortosis
Braces dan orthosis Dapat digunakan untuk memperbaiki gait dan membantu
meringankan beban lutut sehingga dapat mengurangi nyeri. Jenis yang sering digunakan
adalah valgus brace dan lateral wedge insoles. Penggunaan valgus knee brace dan lateral
wedge insoles sama-sama dapat mengurangi nyeri dan memperbaiki gambaran radiologis
pada pasien OA, di mana valgus knee brace hasilnya lebih baik. Pada tahun 2013, AAOS
tidak lagi menyarankan penggunaan lateral wedge insoles dengan kekuatan rekomendasi
moderate, sedangkan rekomendasi penggunaan valgus brace bersifat inconclusive.

Tindakan pembedahan dapat dipertimbangkan jika pasien tidak membaik dengan


tatalaksana konservatif dan modalitas non-farmakologi. Pertimbangan kualitas hidup
pasien yang makin menurun juga dapat menjadi indikasi. Pilihan operasi pada OA lutut
meliputi artroskopi, perbaikan kartilago, dan artroplasti.

16
V KAJIAN KEILMUAN FISIOTERAPI PADA KASUS OSTEOARTHROSIS LUTUT

Perubahan paradigma berfikir: Impairment / Patologi ini perlu teknik tes atau
intervensi apa? Bukan sebaliknya; Teknik ini indikasinya apa?

A. Kompetensi klinis Fisioterapi:


1. Mampu menggunakan prinsip dan metoda Fisioterapi dalam memecahkan
masalah gangguan gerak dan fungsi
2. Mampu melakukan pemeriksaan dengan berfikir kritis untuk menetapkan
diagnosis fisioterapi sesuai kriteria ICF (International Classification of Functioning,
disability and health) dengan menggunakan metoda pemeriksaan HOAC
(Hypothesis Oriented Algorythm for Clinician) berdasarkan EBCP (Evidence Base
Clinical Practice).
3. Mampu merumuskan dan menyusun prioritas masalah serta membuat
perencanaan,
4. Mampu malaksanakan prosedur intervensi program yg bersifat preventif dan
promotif, kuratif dan rehabilitatif
5. Mampu melakukan evaluasi secara cermat dan terukur.
6. Mampu mendidik dan meningkatkan peran serta masyarakat untuk
meningkatkan taraf kesehatan.
7. Mampu mengikuti perkembangan pengetahuan dan meningkatkan serta
mengembangkan diri dalam kemampuan inovasi teknologi

B. Analisis ICD dan ICF

Merujuk ICD:

17
Mampu menjelaskan dan menganalisis ilmu dasar patologi terhadap kasus terbanyak
ditangani fisioterapi

Merujuk ICF:
1. Mampu menjelaskan dan menganalisis anatomi terapan dan gangguan
(impairment) terkait patologi
2. Mampu menjelaskan dan menganalisis fisiologi dan biomekanik terapan dan
gangguan terkait patologi
3. Mampu menjelaskan aktivitas individual dan gangguannya
4. Mampu menjelaskan partisipasi sosial dan gangguannya

Analisis ICD ke ICF pada kasus Osteoarthrosis lutut.

Jaringan yang Fungsi Bio mekanik Keterbatasan Hambatan


terganggu yang terganggu aktivitas berpartisipasi Sosial
1. Permukaan sendi 1. Nyeri antalgic Gait 1. Berjalan dan 1. Bekerja dengan
mengelupas dan 2. Mobilitas sendi berlari berdiri atauberjalan
inflamasi terbatas 2. Sholat bersimpuh 2. Rekreasi dengan
3. Stabilitas sendi
2. Kapsul sendi 3. Berdiri dari duduk gerak lutut
menurun
kontraktur 3. Deformitas lutut 3. Olah raga
3. Otot atrofi dan
lemah
4. Valgus dan varus

C. Anatomi dan kinetik sebagai pusat kajian


1. Spesific body structure menyebabkan keluhan: gangguan fungsi jaringan
tertentu, penyimpangan fungsi (mekanis), menimbulkan patologi tertentu, timbul
nyeri. Dampak nyeri; instabilitas, kekuan sendi, kelemahan otot, gangguan
keseimbangan dan lain-lain.
2. Nyeri akibat inflamasi tulang permukaan sendi dan Hipomobilitas akibat
hambatan kapsul kontraktur, menyebabkan: Jalan pincang akibat nyeri permukaan
sendi, Tidak dapat jongkok akibat kontraktur sendi, Tidak dapat bekerja dalam
konstruksi akibat kaku sendi dan lemah otot, Tidak mampu olahraga akibat nyeri
lutut dan kelemahan otot
3. Nyeri pada jaringan khusus:
a. Inflamasi : wound healing proses dan nosisensorik sensitization
b. Iskemik : hipoksia (nyeri nekrosis) dan inflamasi ( nyeri wound healing
proses)
c. Kontraktur : collagen adhesion (nyeri regang)

18
d. Fatique : asedosis ( nyeri kimiawi)
4. Nyeri dari otot:
a. Strain / rupture : timbul inflamasi ( nyeri diam) yang menyebabkan
* Weakness : atrofi (palpasi dan strengthening test)
* Spasme otot :nyeri kontraksi (isometrik test)
* Kontraktur/Tightness : nyeri regang (contract relax dan strech test)
b. Immobilisasi: adhesion yang menyebabkan
* Kontraktur/Tightness : nyeri regang (contract relax dan strech test)
* Myofascial contracture : Nyeri regang (palpasi dan stretch test)

5. Nyeri Capsul sendi:


a. Sprain / rupture: inflamasi, menyebabkan
* Instability : nyeri paska aktivitas (stability test)
* Kontraktur: nyeri regang ( pasif dan joint play movement test)
b. Immuno reaction : menyebabkan efusi dan asidosis (palpasi dan
ballotement test)
c. Immobilisasi : adhesion – intercollagen space - nyeri regang (pasif
dan joint play movement test)

D. Konsep pemeriksaan
1. Pemeriksaan umum
Untuk memastikan diagnosis atau penetapan suatu kondisi, dilakukan
pemeriksaan fisik dengan mengamati pembengkakan dan melihat kemampuan
menggerakkan sendi. Jika pasien dicurigai menderita radang sendi, maka dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut, misalnya pemeriksaan darah, cairan sendi, dan urine
untuk menguatkan diagnosis. Selain pemeriksaan laboratorium, juga dapat
dilakukan pemeriksaan radiografi seperti; USG, foto Rontgen, CT scan, atau MRI.

2. Pemeriksaan Fisioterapi

19
Problematik pada inflamasi sendi:
- Oedema
- Nyeri
- Keterbatasan lingkup gerak sendi
- Penurunan kekuatan otot (jangka panjang)
- Keterbatasan fungsi (tungkai)

20
E. Functional impairment:
1. Nyeri : Nyeri diam, nyeri gerak, refered pain dan lain-lain
2. Joint mobility: Ankylose, hypomobility, joint blockade
3. Joint stability: hipermobility, Instability
4. Muscle performance: weakness, paresis dan lain-lain
5. Balance: sitting, standing, walking balance dan lain-lain
6. Gait: antalgic gait, duchene gait, trandelenburg gait dan lain-lain
7. Hand function: grip weakness, prehension disability dan lain-lain

F. Joint motion impairment


Hypomobility:
1. Capsular
- Contracture : Capsular pattern ( ROM pasif test), Non capsular pattern
(ROM pasif test)
- Osifikasi: Blockade (pasif test dan joint play movement test)
2. Tendon muscular:
21
- Tightness : contract relax stretch test
- Contracted: contract relax stretch test
3. Inert structure: loose body blockade ( pasif dan NAGs test)
Hypermobility dan Instability:
1. Ligamenter capsular:
- Laxiti ; joint hipermobility ( JPM test – elastic end feel )
- Rupture ; Instability ( JPM test – empty end feel )
2. Body structure : Deformitas ( measurement)
3. Tendon muscular:
- Weakness : active instability test
- Rupture : active instability test
G. Diagnosis
Diagnosis adalah sebuah proses keputusan klinis terkait patologi. Mengacu pada
ICF dalam menganalisis proses patologis (ICD), maka diagnosis meliputi: Body function
dan structure impairment, Activity limitation dan participation restriction of disability akibat
Patologi (ICD) tertentu dan memperhitungkan factor hambatan atau fasilitasi dari personal
dan lingkungan.

Diagnosis Medis Vs Diagnosis FT: ICD vs ICF

22
Diagnosis Fisioterapi berdasarkan WCPT:
Dihasilkan dari pemeriksaan dan evaluasi serta merupakan hasil dari alasan-alasan
klinis. Diagnosis menunjukkan adanya difungsi gerak atau mencakup kategori gangguan,
keterbatasan fungsi, ketidakmampuan atau sindrom.
1. Activity limitation
a. Kesulitan jongkok-berdiri dan toileting
b. Kesulitan naik-turun tangga
c. Kesulitan berjalan pola normal dan aktivitas harian lainnya
2. Body structure and function impairment
a. Nyeri diam, nyeri gerak dan nyeri menjalar
b. Keterbatasan lingkup gerak sendi
c. Spasme otot, penurunan kekuatan otot dan oedema
3. Participation restriction
a. Keterbatasan beribadah secara normal
b. Keterbatasan toileting
c. Keterbatasan akitivitas rekreasi dan olah raga
d. Keterbatasan aktivitas sosial, kerja bakti dan lain-lain
4. Diagnosa Fisioterapi
Keterbatasan gerak dan fungsi sendi lutut akibat Osteoarthrosis

H. Intervensi
Berdasarkann kajian dan analisis yang telah dilakukan, maka target intervensi
adalah sebagai berikut:
1. Anatomic Impairment target: terdiri dari topografik target, tissue spesific target
dan speciific impairment target
2. Kinetic Impairment target: terdiri dari positional deformity, hypomobility dan
hypermobility, muscles weakness/inbalance dan inkoordinasi gerak
3. Disability target
Contoh intervensi Fisioterapi yang dibutuhkan: Modalitas dan metode
1. Anatomic Impairment target:
a. US atau transverse friction pada tendon atau bursa
b. Peregangan capsul superior, mobilization under caudal traction
2. Kineticl Impairment target:
a. Scapulothoracal stabilization
b. Postural correction

23
3. Disability target : pemulihan gerak dan fungsi

VI PEMERIKSAAN REGIONAL MUSKULOSKELETAL PADA LUTUT.

Pemeriksaan regional pada lutut bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan


anatomi, fungsi dan patologi lutut, diantaranya:
1. Anatomi permukaan lutut
2. Efusi lutut
3. Sendi patellofemoralis dan sendi tibiofemoralis
4. Ligamentum cruciatum anterior, ligamentum cruciatum posterior, ligamentum
collaterale mediale dan ligamentum collaterale laterale

Anatomi: Struktur dan fungsi


Sendi lutut terdiri dari empat tulang antara lain tulang femur, tibia, patella dan fibula.
Tulang-tulang ini membentuk tiga sendi yaitu; sendi tibiofemoralis (sendi engsel), sendi
patellofemoralis (sendi geser) dan sendi tibiofibularis (gbr 1 dan 2)
Gambar: 1 Gambar: 2

24
Pada sendi lutut terdapat dua ligamentum eksterna sebagai stabilisator yaitu
ligamentum collaterale mediale yang panjang dan lebar di antara epicondylus medialis
femoris dan tibialis media dan ligamentum yang diameternya lebih kecil yaitu ligamentum
collaterale laterale di antara epicondylus lateralis femoris dan caput fibulae. (gbr 3)

Gambar: 3

Selain itu terdapat pula dua ligamentum interna (crossing atau cruciatum) yang
merupakan ligamentum stabilisator yang berjalan dibagian tengah incisura di antara
condylus femoralis yaitu; ligamentum cruciatum anterior di antara sudut posteromedial
condylus lateralis femoris dan plateau anterior tibia tepat dimedial garis tengah dan
ligamentum cruciatum posterior di antara sudut anterolateral condylus medialis femoris
dan plateau posterior tibia tepat lateral terhadap garis tengah (gbr 4 dan 5)

Gambar: 4 Gambar: 5

25
Untuk melihat hubungan dua ligamentum (ACL dan PCL) dapat dilakukan dengan
menempatkan jari disisi medial lutut yang sesuai ( tangan kanan terhadap lutut kanan dan
sebaliknya). Jari tengah geser dari posterior femur ke bagian anterior tulang tibia ke arah
ACL dan jari telunjuk bergeser dari bagian anterior tulang femur ke bagian posterior tulang
tibia ke arah PCL. (gbr 6 dan 7)

Gambar:6 Gambar:7

Gambar: 8 Selain itu masing-masing lutut mempunyai dua


fibrocartilago yang berbentuk bulan sabit yaitu
meniscus medialis dan meniscus lateralis (gbr-8)
Pada lapisan subkutaneus anterior patella
terdapat bursa prepatellaris (gbr-9). Pada
anteromedial proksimal tulang tibia terdapat
bursa anserina (gbr-10) Dua struktur tambahan
yang sangat penting yaitu corpus adiposum dan
saccus suprapatellaris pada cavum articularis
sendi lutut.

Gambar: 9 Gambar: 10

26
Corpus adiposum merupakan bantalan lemak yang lebar terletak dibawah tendo
patella yang memberikan bantalan celah sendi anterior pada saat berlutut. Corpus
adiposum lebih menonjol pada perempuan (gbr 11 dan 12) dan kadang-kadang ini
dianggap pembengkakan ( gbr-13).

Gambar: 11 Gambar: 12 Gambar: 13

Kantong suprapatellaris adalah lipatan superior yang besar dari cavum sinovial
yang membentang sampai 6 cm diatas patella (gbr-14) Hal yang dapat membantu yaitu
mengganggap lipatan ini sebagai kantong roti yang terlipat didistal otot quadriceps femoris
dan berhubungan bebas dengan sendi (gbr-15). Kantong ini dapat menggelembung berisi
cairan sinovial atau darah akibat inflamasi atau cedera lutut.

Gambar: 14 Gambar: 15

Gambaran umum pemeriksaan


Posisi berdiri:
Observasi lutut dari depan, inspeksi kulit, perhatikan bila terdapat deformitas,
selanjutnya minta pasien jongkok, perhatikan lokasi dan tingkat keparahan nyeri.
Posisi terlentang:

27
Inspeksi otot quadriceps femoris, perhatikan bila terdapat atrofi, selanjutnya
inspeksi lutut, perhatikan bila terdapat deformitas dan pembengkakan. Inspeksi area
patella, identifikasi kontur corpus adiposum infrapatellare yang normal. Selanjutnya
periksa adanya efusi dengan inspeksi lutut bagian medial, superolateral dan superior.
Selanjutnya tekan patella untuk mengidentifikasi adanya krepitasi atau nyeri... lakukan
“patellar apprehension test”. Selanjutnya nilai integritas ACL dengan melakukan tes
Lachman, apakah manuver benar2 berhenti pada posisi akhir yang dihasilkan ACL yang
utuh, perhatikan bila terdapat kelemahan dan nyeri. Selanjutnya nilai MCL dengan semi
fleksi lutut, palpasi dan tekan sepanjang MCL dan perhatikan bila terdapat nyeri tekan
atau kelemahan. Selanjutnya nilai LCL dengan menyilangkan tungkai danpalpasi atau
tekan LCL dan perhatikan bila terdapat nyeri tekan dan kelemahan. Nilai integritas PCL
dengan inspeksi lutut dari samping dan periksa “tibial sag” Berikan tekanan pada anterior
tibia dan perhatikan bila terdapat kelemahan dan nyeri.
Selanjutnya nilai meniscus medial dan lateral dengan manuver McMurray, perhatikan bila
terdapat bunyi dan identifikasi letak nyeri. Palpasi insertio tendo pes anserina dan
dibagian bawah bursa anserina, perhatikan bila terdapat nyeri tekan
Terakhir nilai rentang gerak lutut, perhatikan adanya kontraktur fleksi ( ekstensi terbatas)

Unsur-unsur pemeriksaan
Inspeksi:
Dengan pasien dalam posisi berdiri, Observasi lutut dari depan, perhatikan bila terdapat
jaringan parut (scar), ruam (kemerahan) atau ketidak normalan kulit lainnya. inspeksi
adanya deformitas dan ketidak serasian (gbr-16), selanjutnya minta pasien jongkok
(bantu pasien untuk jonhgkok bila tidak mampu dan nyeri), identifikasi lokasi nyeri apakah
di bagian anterior, medial, lateral atau posterior dan perhatikan gejala yang ada ketika
pasien kembali ke posisi berdiri.
Posisi terlentang:
Inspeksi Gambar: 16
Inspeksi otot quadriceps femoris dan periksa adanya
penonjolan dan kesimetrisan saat kontraksi dan rileksasi,
perhatikan bila terdapat atrofi, selanjutnya inspeksi lutut,
perhatikan bila terdapat deformitas dan pembengkakan.
Inspeksi area patella, identifikasi kontur corpus adiposum
infrapatellare yang normal.

28
Efusi lutut
Selanjutnya periksa adanya efusi dengan inspeksi lutut bagian medial,
superolateral dan superior. Efusi kecil akan menyebabkan penggelembungan diantara
epicondylus medialis femoris dan bagian medial patella (gbr-17). Efusi sedang pada lutut
akan menyebabkan hilangnya cekungan normal pada celah sendi medial dan
penggelembungan pada superolateral patella. Efusi sedang menyebabkan
penggelembungan pada area terbuka (bare area) dibagian distal otot vastus lateralis
(gbr-18). Efusi luas pada lutut menyebabkan penggelembungan pada superolateral dan
pembesaran pada seluruh kantong suprapatellaris (gbr-19)

Gambar: 17 Gambar: 18 Gambar: 19

Gambar: 20 Selanjutnya tekan patella untuk mengidentifikasi


adanya krepitasi atau nyeri... lakukan “patellar
apprehension test”. Berikan tekanan secara bertahap
(ringan dan kuat) pada sisi medial patella, dorong patella
ke lateral (gbr-20). Pasien yang rentan terhadap
dislokasi patella akan melakukan resistensi dan
meminta untuk berhenti melakukan tekanan. Resistensi
(apprehension) menunjukkan apprehension test positif.
Hal ini menunjukkan instabilitas patella.

Ligamentum Cruciatum anterior (ACL)


Gambar: 21 Untuk menilai integritas ACL dapat dilakukan
dengan tes Lachman. Untuk pemeriksaan lutut kanan
pasien, genggam bagian distal tulang femur dengan
Gambar: 22 tangan kiri, tempatkan jari kedua sampai jari kelima
pada bagian posterior beberapa centimeter diatas fossa
poplitea (gbr-21) selanjutnya genggam bagian proksimal
tulang tibia dengan tangan kanan, tempatkan jari kedua

29
sampai jari kelima dibagian bawah fossa poplitea dan
ibu jari tangan pada tuberositas tibiae (gbr-22). Stabilkan
tungkai bawah pasien dengan paha kanan pemeriksa
dan minta pasien untuk rileks (terutama tungkai dan
panggul). Putar tungkai bawah pasien secara perlahan
dan lembut, setelah berada pada posisi tepat dan rileks,
maka secara bertahap fleksikan lutut pasien sekitar 20 –
30o sambil menarik bagian proksimal tulang tibia ke
depan pada distal femur.

Perhatikan apakan manuver benar-benar berhenti pada posisi titik akhir yang
dihasilkan oleh ACL yang utuh. (gbr-23,24,25).

Gambar: 23 Gambar: 24 Gambar: 25

Jenis pemeriksaan lainnya untuk menilai integritas ACL adalah; Tes lacisorong
anterior dan test hiperekstensi.
Tes laci sorong
Ada 2 macam yaitu laci sorong ke depan untuk
Gambar: 26
ligamentum cruciatum anterior dan laci sorong ke
belakang untuk ligamentum cruciatum posterior.
Prosedur pemeriksaan, posisi pasien tidur terlentang
dengan satu lutut yang diperiksa difleksikan (ditekuk)
dan yang lain tetap lurus. Pergelangan kaki difiksasi
dengan cara diduduki oleh terapis. Kedua tangan terapis
memberikan tarikan kearah anterior untuk menetahui
adanya ruptur tendon crusiatum anterior dan kearah posterior untuk mengetahui ruptur
tendon crusiatum posterior. Dapat dikombinasikan dengan posisi kaki ekso dan endorotasi
Tes hiperekstensi
Ditujukan pada ligamentum cruciatum anterior dan posterior. Adanya lesi dari
ligamentum ini akan menambah sudut ekstensi lutut. Posisi pasien tidur terlentang dengan
kedua tungkai lutut ekstensi penuh. Satu tungkai ditekankan ke bawah, fiksasi pada lutut

30
dan pergelangan kaki secara bergantian. Bila hiperekstensi bertambah maka
kemungkinan terjadi kerusakan pada simpai sendi atau ligamentum cruciatum anterior
Ligamentum Collaterale mediale (MCL)
Untuk menilai MCL dengan lutut fleksi, identifikasi celah sendi anteromedial
kemudian palpasi MCL antara epicondylus medialis femoris dan plateau tibia dan
perhatikan bila terdapat nyeri tekan atau kelemahan. (gbr:27-28). Jenis pemeriksaan MCL
yang lain adalah test hipermobilitas valgus (gbr-29)

Gambar: 27 Gambar: 28 Gambar: 29

Ligamentum Collaterale laterale (LCL)


Untuk menilai LCL dengan menyilangkan tungkai pada tungkai yang lainnya
dengan coxae pada posisi abduksi dan rotasi eksterna (gb-30), pada posisi ini raba LCL
pada posisi antara epicondylus femur lateralis dengan bagian proksimal tibia dan fibula.
(gbr-31). Jenis pemeriksaan LCL yang lain adalah test hipermobilitas varus. Berikan
tekanan varus pada tibia dengan menarik kaki dan pergelangan kaki kearah pemeriksa
dan perhatikan bila terdapat kelemahan dan nyeri (gbr-32)

Gambar: 30 Gambar: 31 Gambar: 32

Ligamentum Cruciatum posterior


Untuk menilai integritas PCL dapat dilakukan dengan fleksi lutut 90 o, telapak kaki
rata pada meja pemeriksaan (gbr-33). Inspeksi lutut dari samping dan perhatikan adanya
pergeseran posterior tibia terhadap femur pada sikap istirahat yang disebut “tibial sag”
31
(gbr-34). PCL yang robek akan menyebabkan tibia jatuh ke posterior yang menghasilkan
cekungan di bawah patella ketika dibandingkan dengan sisi sebelahnya (gbr-35). Jenis
pemeriksaan untuk menilai integritas PCL yang lainnya adalah; test laci sorong posterior,
test hiper ektensi dan test gravity sign.

Gambar: 34 Gambar: 35

Cartilago meniscus ( manuver McMurray)


Untuk menilai integritas meniscus medial dan lateral dengan manuver McMurray,
genggam tumit pasien dengan tangan kanan pada poisisi lutut fleksi kemudian
bentangkan jari-jari (telunjuk dan ibu jari) pada celah sendi dengan telapak tangan
menghadap ke pasien untuk palpasi selama manuver McMurray (gbr-36 dan 37) Untuk
menekan meniscus medial dan meniscus lateral, lakukan beberapa siklus gerakan fleksi
Gambar: 36 Gambar: 37

dalam dan ekstensi sebagian pada lutut. Fleksi dalam akan mendekatkan tumit pada
bokong/gluteal dan ekstensi akan membuat lutut fleksi mendekati 90 o (gbr 38 dan 39)
Gambar: 38 Gambar: 39

32
Ayunkan tumit membentuk lengkungan fleksi dan ekstensi (gbr 40 dan 41) sambil secara
bergantian melakukan inversi dan eversi terhadap tulang Tibia (gbr 42 dan 43) Perhatikan
bila ada bunyi “klik” atau nyeri saat palpasi.

Gambar: 40 Gambar: 41

Gambar: 42 Gambar: 43

Setelah beberapa kali siklus fleksi dan ekstensi, lakukan ekstensi penuh pada lutut sambil
mempertahankan posisi inversi dengan kuat pada tibia, seakan memutar skrup pada tibia
(gbr-44) perhatikan bila terdapat bunyi “klik” pada sendi bagian medial dan lateral. Ulangi
dengan urutan yang sama sambil mempertahankan putaran eversi dengan kuat pada tibia,
seakan akan membuka sekrup pada tibia (gbr-45) dan perhatikan bila terdapat bunyi “klik”
atau nyeri.

Gambar: 44 Gambar: 45

Jenis pemeriksaan lainnya untuk menilai integritas meniscus adalah; Apley compression
test dan apley distraction test.
Gambar: 47
33
Gambar: 46

Bursa anserina
Palpasi daerah yang menonjol pada bagian medial tulang tibia proksimal sampai
tuberositas tibiae, area ini merupakan insertio tendo pes anserina dan mendasari bursa
anserina (gbr 48 dan 49), perhatikan bila terdapat nyeri tekan yang mendalam
menandakan adanya bursitis anserina atau tendinitis.

Gambar: 48 Gambar: 49

Fleksi dan ekstensi lutut


Pemeriksaan gerak ini untuk melihat adanya kontraktur fleksi ( ekstensi terbatas).
Fleksi penuh
Gambar: 50akan menyebabkan otot betis menyentuh
Gambar:bagian
51 posterior paha. Ekstensi
penuh akan mengembalikan sendi keposisi anatomis yang lurus terentang (0 o)

34
VII INTERVENSI FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHROSIS LUTUT

Intervensi Fisioterapi pada kasus OA lutut non operatif didasari pada hasil
keputusan klinis yang dilakukan melalui proses Fisioterapi dengan metode dan prosedur
yang senantiasa berkembang dan target intervensi berdasarkan data dan bukti ilmiah
terkini yang dapat dipertanggungjawabkan, skill dan nilai-nilai pasien. Berdasarkann kajian
dan analisis yang telah dilakukan, maka target intervensi Fisioterapi pada kasus OA lutut
adalah :
1. Anatomic Impairment target: terdiri dari topografik target, tissue spesific target
dan speciific impairment target
Beberapa jaringan spesifik yang terdeteksi mengalami impairment antara
lain:
a. Sinovial: Terjadi penebalan dan efusi sinovium (diatas 50% pada
gambaran radiografi), peradangan/inflamasi, hipertropi membran sinovial
sehingga mengurangi kemampuanproduksi cairan sinovial yang merupakan
nutrisi kartilago hialin.
b. Kartilago: Pemecahan serabut kolagen, disorganisasi proteoglikan,
kartilagi mengabrorbsi air, keretakan kartilago (fibrilasi), kepingan kartilago
35
mengelupas masuk ke ruang sendi menyebabkan sumbatan ruang sendi,
kartilago degenerasi karena defisit nutrisi, rentang gerak sendi menurun.
c. Ligamentum dan kapsul: inflamasi dan degenerasi
d. Otot: Inflamasi dan degenerasi, atrofi akibat disuse, keluhan nyerin
dan keterbatasan gerak sendi. Muscle impairment pada otot-otot quadriceps,
hamstring dan otot paha akan menyebabkan limitasi fungsi, inflamasi dan
rasa nyeri. Penguatan otot khususnya quadriceps bertujuan untuk
meningkatkan performance otot, meningkatkan fungsi dan mengurangi
nyeri/pain.
e. Tulang: Tulang dibawah kartilago menjadi licin dan menyebabkan
eburnation (perubahan bentuk tulang menjadi licin), akibat eburnation
terbentuk kista subchondral, stimulasi tekanan pada tulang yang terpajan
menghasilkan taji osteofit, osteofit dapat pecah dan akan menyumbat ruang
sendi yang akan mengganggu gerakan sendi

2. Kinetic Impairment target: terdiri dari positional deformity, hypomobility dan


hypermobility, muscles weakness/inbalance dan inkoordinasi gerak
a. Keluhan nyeri: Nyeri lokal, nyeri menjalar, spasme. Keluhan nyeri
memberikan kontribusi terhadap limitasi fungsi; hipomobiliti, instabilitas dan
keterbatasan aktivitas.
b. Gangguan gerak dan fungsi lutut: perubahan gerak dan fungsi pada
beberapa aktivitas seperti; duduk ke berdiri, naik-turun tangga, normalitas
pola berjalan dan ADL lainnya
c. Gangguan stabilitas dan balans, termasuk gangguan berjalan
d. Gangguan fleksibelitas otot
3. Disability target: pemulihan gerak dan fungsi
Disabilitas pada sendi lutut yang terdeteksi antara lain varus dan valgus.
Varus disebabkan karena kerusakan medial tibiofemoral sedangkan valgus akibat
kerusakan lateral tiobifemoral. Valgus dan varus sangat mempengaruhi LGS sendi
lutut, mempercepat penyempitan celah sendi / instabilitas sendi, serta mengubah
posture dan alignment pola berjalan.
Mekanisme disabilitas pada OA lutut adalah sebagai berikut:
a. Rasa nyeri menyebabkan inaktivitas dan disuse atrofi, sehingga
kekuatan otot berkurang ( 30% dalam satu minggu),

36
b. Pembebanan yang tidak seimbang pada permukaan sendi akan
terjadi peregangan capsuloligamenter pada satu sisi, sehingga terjadi laksiti
ligamentum pada sisi yang lain
c. Akibat penekanan yang berlebihan terjadi erosi permukaan sendi dan
menyebabkan instabilitas dan deformitas sendi ( varus dan valgus)

Metode intervensi terapeutik terpilih


1. TENS
Intervensi TENS diberikan Khususnya pada pasien yang tidak dapat melakukan
program latihan akibat keluhan nyeri. TENS menggunakan arus listrik bertegangan rendah
untuk menghasilkan penghilang rasa sakit. Elektroda sering ditempatkan pada area nyeri
(di sekitar lutut), menciptakan sirkuit impuls listrik yang berjalan di sepanjang serabut
saraf. Arus listrik menghasilkan sensasi yang dianggap memblokir sinyal rasa sakit dari
saraf ke tempat yang dirasakan di otak sebagai rasa sakit.

2. NMES
Stimulasi listrik neuromuskuler juga melibatkan penggunaan alat yang
mentransmisikan impuls listrik ke kulit melalui kelompok otot tertentu. Stimulasi listrik
neuromuskuler dimaksudkan untuk memperkuat atau mempertahankan massa otot dari
otot yang dirawat. Stimulasi listrik yang ditempatkan pada otot sekitar lutut akan dapat
meringankan rasa sakit dan memperkuat otot-otot penopang sendi lutut.

3. Ultrasound
Penggunaan modalitas ultrasound pada OA lutut umumnya pada frekuensi 0,75
sampai 3 Mhz. Penyerapan energi secara maksimum dalam jaringan lunak sekitar 2,5 cm
dan semakin dalam jaringan maka penyerapan semakin rendah. Penyerapan jaringan
antara lain pada: ligamentum, tendo, fascia, jaringan parut, otot dan ruang sendi.
Ultrasound menimbulkan efek thermal dan non thermal
Efek thermal;
Antara lain meningkatkan temperatur, sehingga dapat mempercepat proses
metabolisme, mengurangi nyeri dan spasme otot, meningkatkan daya hantar saraf dan
sirkulasi. Efek thermal sebagai langkah awal sebelum melakukan peregangan otot.
Efek nonthermal:

37
Didapat dari cavitasi vibrasi jaringan yang menimbulkan gelembung mikroskopis
yang akan mentransmisi vibrasi langsung kemebran sel sehingga memberikan efek
perbaikan pada sel dan sendi. Efek mekanik yang ditimbulkan antara lain; cavitasi, micro
streaming, acoustic steaming sehingga terjadi:
a. Aliran kalsium pada intra seluler
b. Peningkatan Membran sel dan kulit
c. Peningkatan degranulasi mast cell
d. Peningkatan pelepasan chemotactic factor dan histamin
e. Peningkatan reaksi micropagus
f. Peningkatan sintesa protein dan fibroblas

4. Latihan stabilitas sendi lutut


Nyeri dan ketidakmampuan pada OA akan bertambah dengan munculnya
kelemahan dan atrofi otot. Otot merupakan komponen penting dalam stabilitas
persendian. Kelemahan otot quadriceps, pes anserinum, iliotibialis dan hamstring akan
memperberat cedera. Latihan stabilitas akan meningkatkan kekuatan otot, mencegah
terjadinya atrofi otot yang diawali dengan latihan fleksibelitas sendi untuk mencegah
kontraktur, dilanjutkan latihan penguatan dengan fokus pada gerak dan fungsi dan
peningkatan daya tahan otot serta kecepatan kontraksi, kemudian dilanjutkan dengan
latihan aerobik.
Prinsip latihan stabilitas
a. Sendi digerakkan sampai maksimal LGS, minimal sekali dalam sehari
b. Peregangan seluruh otot-otot besar.
c. Durasi 30 – 45 menit/sessie, 2-3 kali/minggu, intensitas 50-80% HR
maksimal
Latihan stabilitas bertujuan untuk:
a. Menstimulasi kerja otot ( quadriceps dan lain-lain)
b. Meningkatkan kekuatan otot
c. Memperbaiki alignment
d. Mencegah re-injury
e. Meningkatkan stabilitas lutut
Bentuk-bentuk latihan stabilitas
a. Peregangan
Latihan peregangan otot quadriceps dilakukan pada posisi terlungkup,
tekuk satu lutut dengan mengkontraksikan otot hamstring semaksimal mungkin

38
oleh pasien sehingga terjadi resiprokal pada otot quadriceps, kemudian dorong
secara pasif sampai batas maksimal LGS. Hindari rasa nyeri berlebihan (tanda
adanya kompresi sendi akibat osteofit)
Latihan peregangan otot hamstring dilakukan dalam posisi tidur
terlentang, gerakkan fleksi hip dengan lutut lurus/ekstensi sampai terasa ada
tahanan. Tahan selama 5-6 detik tiap gerakan, repetisi 10-15 kali/ frekuensi 3-4
kali / minggu
b. Penguatan otot
1) Latihan isometrik.
Latihan ini bertujuan untuk mengurangi nyeri sendi lutut dan
meningkatkan kepercayaan pasien bahwa ia mampu mengkontraksikan
ototnya. Latihan dapat dilakukan dalam posisi terlentang. Untuk latihan
isometrik otot quadriceps dilakukan dengan menekan lutut kebawah,
sedangkan untuk latihan isometrik otot hamstring dengan menekan tumit
kebawah. Dosis latihan: Durasi 5-6 detik dan rileks, repetisi 10-15 kali,
frekuensi 3-4 kali/minggu.

2) Closed chain kinetic exercise


Pada beberapa penelitian, closed chain kinetic exercise
dilaporkan lebih baik dari pada open chain kinetic exercise. Prinsip
latihan ini adalah: Beban aksial pada sendi, latihan lebih dari satu sendi
pada saat yang sama, melibatkan eksentrik dan konsentrik kerja otot.
a) Closed chain kinetic exercise dan wallsit
Posisi pasien berdiri, maju kedepan tanpa berjalan dan
kembali ke posisi tegak. Posisi trunk tegak bersandar pada
dinding, posisi lutut fleksi 30-45 derajat. Pada bagian medial
lutut berikan bola dan ditekan oleh kedua lutut ke arah medial.
Latihan ini bertujuan untuk melatih proprioceptive sendi dan
dilakukan secara hati-hati karena sendi lutut menyangga badan
dan untuk mengurangi pembebanan, dilakukan dalam semi
fleksi. Dosis latihan: Durasi 5-6 detik dan rileks, repetisi 10-15
kali, frekuensi 3-4 kali/minggu.
b) Closed chain kinetic exercise resisted mini-squats

39
Latihan ini bertujuan untuk penguatan otot quadriceps,
dilakukan dalam posisi lutut fleksi 30-45 derajat kemudian di
ekstensikan menggunakan resistensi elastis yang ditempatkan
dibawah kedua kaki dengan ujungnya dipegang. Pasien
menjaga trunk tetap tegak dan menurunkan pinggulnya seolah
duduk dengan tanpa memindahkan lutut. Lutut harus menjaga
keselarasan dengan jari kaki untuk mencegah valgus dan tidak
harus bergerak maju melampaui jari kaki untuk memastikan
aktivitas gluteal dan kekuatan sendi patellofemoral. Dosis
latihan: Durasi 5-6 detik dan rileks, repetisi 10-15 kali, frekuensi
3-4 kali/minggu.
3) Latihan dengan pembebanan
Latihan isotonik dengan beban sub maksimal untuk penguatan
otot ekstensor dan fleksor lutut. Latihan dapat dilakukan dalam posisi
berdiri dan berpegangan, gerakan fleksi – ekstensi lutut dalam LGS 90
derajat fleksi dengan beban diletakkan pada pergelangan kaki. Dosis
latihan: Durasi 5-6 detik dan rileks, repetisi 10-15 kali, frekuensi 3-4
kali/minggu.
c. Latihan proprioception
Latihan proprioception (PNF) bertujuan untuk meningkatkan
proprioception, koordinasi gerak ekstremitas bawah dan mempercepat pemulihan
fungsi. Latihan ini akan merangsang serabut afferen Ia dan II dengan efek:
1) Menurunkan/mengurangi spame otot
2) Memperbaiki sistem darah tepi dan getah bening oleh adanya
pumping action sehingga dapat mengurangi oedema.
3) Mengurangi nyeri pada level sensoris yang dapat mengganggu
gerak dan fungsi sendi.
Pada kasus OA terjadi penurunan kekuatan otot, proprioception,
keseimbangan dan rasa nyeri yang menyebabkan berkurangnya aktivasi otot
dan indera (proprioception and balance) sehingga dapat membatasi kemampuan
aktivitas, berjalan dan keseimbangan dinamis. Penelitian menunjukkan bahwa
penerapan latihan proprioception memperbaiki fungsi otot dan proprioception.
Prinsip dasar PNF
1) Exteroceptor stimuli

40
a) Tactile stimulation
b) Visual stimulation
c) Auditory stimulation/verbal command
2) Proprioceptor stimuli
d) Tahanan/resistance
e) Traction dan approximation
f) Stretch
g) Body position and mechanics
h) Timimg
i) Iradiation and reinforcement
j) Pattern
Teknik PNF
1) Agonist techniques
a) Rytmic initiation
b) Replication
c) Combination of isotonic/Agonist reversal
d) Repeated stretch from begining of range
e) Repeated stretch through range

2) Antagonist techniques
f) Dynamic reversals
g) Stabilizing reversals
h) Rythmic stabilization
3) Relaxation and strengthening techniques
i) Contract – relax
j) Hold – relax
Contoh Latihan PNF untuk OA lutut
1. Latihan penguatan dan proprioception
Posisi Prinsip dasar Pattern/movement Teknik Remarks
Tactil stimulasi Leg pattern: -Rythmic initiation
Supine Auditory stimulasi 1.Fleksi-ABD-Int Rotasi -Combination Isotonic OKC
Visual stimulasi Dan Ext-Add-Ext Rotasi -Repeated stretch
Tahanan 2. Flexi-Add-Ext Rotasi -Replication
Traksi dan Ext-Abd-Int Rotasi -Dynamic reversal
Tactil stimulasi One legs stand pada Combination Isotonic
Berdiri Auditory stimulasi matras yg tidak stabil Replication CKC
Visual stimulasi - Lunges Dynamic reversal
Tahanan
41
Approksimasi
2. Latihan penguluran otot quadriceps dan hamstring
Tactil stimulasi
Side Fleksi dan ekstensi -Contract relax
Tahanan OKC
Lying lutut
Uluran -Combination isotonic
3. Latihan fungsional
Tactil stimulasi Pola jalan normal -Rythmic initiation
Berjalan Auditory stimulasi -Combination Isotonic CKC dan
Visual stimulasi -Replication OKC
Tahanan -Dynamic reversal Simultan
Approksimasi
Timing
Tactil stimulasi - Pelvic pattern saat -Combination Isotonic
Naik Auditory stimulasi naik tangga CKC dan
turun Visual stimulasi -Replication OKC
tangga Tahanan - Pelvic pattern saat -Dynamic reversal Simultan
Approksimasi turun tangga
Timing
d. Latihan penguatan fungsional
Latihan penguatan fungsional adalah latihan penguatan dengan
menggunakan beban dari dalam tubuh sendiri. Namun agar dapat memaksimalkan
kontraksi dari otot tersebut maka diperlukan beban eksternal. Dan terfokus pada
latihan beberapa otot yang menggantikan kerja dari otot yang diisolasi pada suatu
jenis latihan atau gerakan dan juga beberapa sendi. Selain itu pada latihan ini juga
harus mengintegrasikan semua aspek dalam melakukan gerakan. Latihan ini
dilakukan dalam rangka persiapan melakukan aktivitas fungsional sehari-hari.
Beberapa contoh latihan penguatan fungsional sendi lutut adalah:

Ankle Pumps

Glut Sets Heel Slides

42

Anda mungkin juga menyukai