1
ini adalah hydrotherapy (whirlpool debridement) dan irigasi (pulsed lavage
debridement).
Biological Debridement merupakan terapi upaya debridement secara
biological menggunakan larva disebut sebagai Maggot Debridement
Therapy (MDT). Prosedur ini dapat membersihkan jaringan nekrotik dan
infeksi tanpa rasa nyeri, desinfeksi membunuh bakteri, stimulasi
penyembuhan luka.
Surgical Debridement adalah tindakan menggunakan skalpel, gunting,
kuret atau instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan
nekrotik, dari luka. Tujuan dari surgical debridement adalah eksisi luka
sampai jaringan normal, lunak, vaskularisasi baik. Seringkali tindakan ini
tidak bisa dilakukan seperti: keadaan umum penderita jelek, persyaratan
pembiusan (kadar hemoglobin, kadar gula darah, albumin, elektrolit, batuk
pilek, dll), tidak ada yang mengurus penderita, antrian jadwal operasi dan
adanya masalah dalam pembiayaan.
Faktor penting untuk pertimbangan dalam pemilihan metode debridement
untuk pengelolaan luka adalah: kecepatan debridement, kemampuan
seleksi jaringan, nyeri luka, jumlah eksudat, infeksi luka dan biaya.
Tabel. Memilih debridement yang sesuai
Faktor yang Mechanica
Surgical Enzymatic Autolytic
dipertimbangkan l
Kecepatan 1 2 4 3
Selektivitas 2 1 3 4
Nyeri 4 2 1 3
Eksudat 1 4 3 2
Infeksi 1 3 4 2
Biaya 4 2 1 3
Kontrol Bakteri
Keberadaan bakteri di luka dapat dikategorikan dalam : kontaminasi,
kolonisasi, kolonisasi kritis dan infeksi. Luka terbuka adalah luka
kontaminasi, berarti terdapat bakteri pada bed luka tetapi tidak aktif
berkembang. Luka kolonisasi adalah jika bakteri tersebut aktif
berkembang tetapi tidak ada invasi ke jaringan luka, sedangkan
kolonisasi kritis adalah jika sudah mengganggu penyembuhan luka, tetapi
tidak ada gejala dan tanda khas infeksi. Disebut infeksi jika sudah ada
tanda dan gejala infeksi yaitu eritema, nanah, bau, hangat dan bengkak.
Bila jumlah bakteri >10 5/ gram jaringan dapat terjadi infeksi dan akan
menghambat penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik pada perawatan
luka dapat secara topikal (krim, salep, gel, bubuk) maupun parenteral
tergantung dari kondisi luka. Alternatif yang lain adalah penggunaan
dressing yang mengandung silver.
2
Mengelola Eksudat
Cara terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik
adalah dengan menilai jumlah eksudat. Pengelolaan eksudat dapat
dilakukan direct dan indirect.
Direct : dilakukan balut tekan disertai highly absorbent dressing atau
sistem vacum mechanical. Bisa juga dilakukan pencucian dan irigasi
menggunakan NaCI 0,9% atau air steril. Tindakan ini tidak hanya
membuang eksudat dan seluler debris tetapi juga dapat menurunkan
jumlah bakteri yang sering menyebabkan berlebihnya jumlah eksudat.
Indirect : Prosedur ini ditujukan untuk mengurangi penyebab yang
mendasari koloni bakteri yang ekstrim.
CONTOH KASUS
Kasus I :
Perempuan, 35 tahun, datang dengan luka pada lengan kiri yang belum sembuh
setelah tersiram air panas 30 hari lalu.
Pemeriksaan Fisik:
3
- Keadaan umum: cukup, tanda vital stabil
- Status lokal: R. Ekstremitas Superior S
Luka: ± 6 X 6 cm2, merah, basah, mudah berdarah,
permukaan tidak rata; di beberapa tepi luka sudah kering
Diskusi : Problem apa yang dialami oleh penderita dan bagaimana penangannya ?
Jawaban : Luka Kronik Granulasi
Penanganannya :
1) Pasang handschoen
2) Buka penutup luka
3) Ganti sarung tangan steril
4) Desinfeksi dari tepi luka ke distal
5) Pasang doek steril
6) Cuci luka: Savlon + NaCl 0,9%
7) Absorbent dressing:
- Hydrofiber
- Calcium alginate
- Foam
8) Transparent dressing
Kasus II :
Laki-laki, 17 tahun, datang dengan luka pada kaki kanan setelah 1 minggu
sebelumnya terserempet ban sepeda motor. Selama ini pasien kontrol ke poli.
Pemeriksaan Fisik:
- Keadaan umum: cukup; subfebris
- Status lokal: R. Pedis D
Luka di dorsum 5 X 8 cm2; pus +, merah, bengkak, nyeri,
teraba hangat
Diskusi : Problem apa yang dialami oleh penderita dan bagaimana penangannya ?
Jawaban : Luka Kronik Infeksi
Penanganan:
1) Pasang handschoen
2) Buka penutup luka
3) Ganti handshoen steril
4) Kultur pus
5) Desinfeksi dari tepi luka ke distal
6) Pasang doek steril
7) Cuci luka: Savlon + NaCl 0,9%
8) Antibiotik: topikal dan sistemik
9) Mechanical debridement atau Absorbent dressing dengan silver
10) Transparent dressing
Kasus III :
Perempuan, 50 tahun, dirawat di bangsal bedah dengan paraparese dan ulkus
dekubitus. Luka terus mengeluarkann cairan namun tidak berbau.
Pemeriksaan Fisik:
- Keadaan umum: lemah, tanda vital: stabil
- Status lokal: R. Sakrum
Ulkus dekubitus 5 X 5 cm2; dasar otot; basah; jaringan putih
kekuningan yang melekat erat ke dasar luka
Diskusi : Problem apa yang dialami oleh penderita dan bagaimana penangannya ?
4
Jawaban : Luka Kronik Nekrotik Basah / ’Slough’
Penanganan:
1) Pasang handschoen
2) Buka penutup luka
3) Ganti handshoen steril
4) Desinfeksi dari tepi luka ke distal
5) Pasang doek steril
6) Cuci luka: Savlon + NaCl 0,9%
7) Enzymatic debridement: 2-3 hari sekali
8) Absorbent dressing
9) Transparent dressing
Kasus IV :
Laki-laki, 30 tahun, dirawat dengan luka pada kepala setelah tersetrum listrik 1
minggu lalu.
Pemeriksaan Fisik:
- Keadaan umum: lemah; fibrilasi atrial +
- Status lokal: R. Parieto-oksipital
Jaringan berwarna kehitaman seluas 7 X 6 cm2, kering, tidak
nyeri
Diskusi : Problem apa yang dialami oleh penderita dan bagaimana penangannya ?
Jawaban : Luka Kronik Nekrotik Kering
Penanganan:
1) Pasang handschoen
2) Buka penutup luka
3) Ganti handshoen steril
4) Desinfeksi dari tepi luka ke distal
5) Pasang doek steril
6) Cuci luka: Savlon + NaCl 0,9%
7) Debridement: - Autolitik (Hydroactive gel) 2-3 hari sekali atau
- Enzimatik 2-3 hari sekali
8) Transparent dressing
Kasus V :
Perempuan, 27 tahun, datang ke Poli Bedah Plastik dengan luka pada lengan
setelah jatuh dari sepeda motor 1 minggu lalu.
Pemeriksaan Fisik:
- Keadaan umum: cukup, tanda vital stabil
- Status lokal: R. Antebrachii
Luka lecet 4 X 4 cm2; tepi warna merah muda kering; bagian
tengah masih basah
Diskusi : Problem apa yang dialami oleh penderita dan bagaimana penangannya ?
Jawaban : Luka Epitelialisasi
Penanganan:
1) Pasang handschoen
2) Buka penutup luka
3) Ganti handshoen steril
4) Desinfeksi dari tepi luka ke distal
5) Pasang doek steril
6) Cuci luka: Savlon + NaCl 0,9%
5
7) Hydrocolloid dressing atau Transparent dressing
MATERI BAKU
a. Definisi
Luka adalah suatu keadaan putusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh
berbagai hal. Kondisi ini akan segera disusul dengan proses penyembuhan luka.
b. Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki kerusakan
yang terjadi. Fisiologi penyembuhan luka melalui 3 fase, yaitu :
1. Fase inflamasi
Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari 5. Segera setelah
terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi dan
retraksi disertai reaksi hemostasis karena agregasi trombosit yang bersama
jala fibrin membekukan darah. Komponen hemostasis ini akan melepaskan
dan mengaktifkan sitokin yang meliputi Epidermal Growth Factor (EGF),
Insulin-like Growth Factor (IGF), Plateled-derived Growth Factor
(PDGF) dan Transforming Growth Factor beta (TGF-β) yang berperan
untuk terjadinya kemotaksis netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial
dan fibroblas. Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi
lekosit Polymorphonuclear (PMN). Agregat trombosit akan mengeluarkan
mediator inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF-1) yang
juga dikeluarkan oleh makrofag. Adanya TGF-1 akan mengaktivasi
fibroblas untuk mensintesis kolagen.
2. Fase proliferasi atau fibroplasi
Pada fase ini fibroplasi mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen.
Serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk
bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka
dan epitelialisasi.
3. Fase remodeling atau maturasi
Pada fase ini terjadi proses yang dinamis berupa remodelling kolagen,
kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi
kolagen berada dalam keseimbangan. Fase ini berlangsung mulai 3 minggu
sampai 2 tahun. Akhir dari penyembuhan ini didapatkan parut luka yang
matang yang mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal.
c. Klasifikasi luka
Luka dapat terjadi pada trauma, pembedahan, neuropatik, vaskuler, penekanan dan
keganasan.
Luka diklasifikasikan menjadi 2 :
1. Luka akut : adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai
dengan waktu yang diperkirakan. Contoh : luka sayat, luka bakar, luka tusuk,
crush injury, luka operasi.
2. Luka kronik : luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali
(rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita. Luka kronik luka yang
gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap
terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali. Contoh : ulkus dekubitus,
ulkus diabetik, ulkus venous, luka bakar dll.
d. Penanganan luka
6
Penanganan luka secara umum meliputi : penilaian luka, preparasi bed luka, dressing
dan penutupan luka.
1. Penilaian luka
Ukuran dan dalam luka : tampak kulit, jaringan subkutan, fascia, otot
atau tulang.
Kulit sekitar luka : warna, kelembaban, flexibilitas.
Tepi luka : perlekatan ke dasar luka.
Bed luka : jaringan nekrotik, jaringan granulasi, fibrin, kolonisasi
bakteri, eksudat.
Karakteristik luka meliputi :
1. Luka akut.
2. Luka nekrotik (kronis, hitam, kering).
3. Luka slough (kronis, kuning, basah).
4. Luka granulasi (merah, permukaan tidak rata).
5. Luka infeksi (merah, banyak eksudat).
6. Luka epithelisasi (kulit muda berwarna merah muda).
2. Dressing
Bertujuan melindungi luka dari trauma dan infeksi. Dalam kondisi
lembab (moist) penyembuhan luka lebih cepat 50% dibanding luka kering
dan peningkatan kecepatan reepitelialisasi.
Prinsip pemilihan balutan untuk keseimbangan cairan pada luka :
Dapat mempertahankan kondisi luka tetap lembab dan kulit sekitar
luka tetap kering.
Berdasarkan evaluasi klinis.
Dapat mengontrol eksudat agar tidak mengakibatkan kekeringan pada
dasar luka. Kelebihan eksudat yang tidak terkontrol dapat
mengakibatkan maserasi di sekitar luka dan membuat luka semakin
parah.
Mudah digunakan dan tidak perlu sering diganti.
Mengisi tiap rongga dalam luka yang dapat mencegah peningkatan
invasi bakteri.
3. Penutupan luka (akan dibahas di modul tersendiri).
7
Mencuci Tangan
Sarung Tangan
Buka Balutan
f. Follow Up
Perawatan luka setiap 3 – 5 hari tergantung dari kondisi luka. Jika dressing sudah
basah dan kotor sebaiknya dibuka lebih cepat. Setiap kali melakukan perawatan luka
dilakukan penilaian kondisi luka.
8
ALGORITMA
Penilaian Pasien
Diagnosis
Luka
Penutupan luka
Luka sembuh
9
REFERENSI
Grabb and Smith’s Plastic Surgery 6th ed.
McCarthy Plastic Surgery
Plastic Surgery : Indications, Operations and Outcomes
Mathes’s Plastic Surgery, 2nd eds, 2005, Saunders / Elsevier.
Baranoski S, Ayello EA. Wound Care Essential Practice Principles. Philadelphia,
Lippincot Williams & Wilkins, 2004.
Cohen IK, Diegelman RF, Limblad WJ, Wound Healing Biochemical and Clinical
Aspect. Philadelphia. WB Saunders Co.
Journal Wound Repair and Regenerative
Plastic and Reconstructive Surgery
Journal of Plastic, Reconstructive and Aesthetic Surgery
10
Modul no : 14 Fraktur Mandibula ICOPIM:
5- 763
11
untuk penatalaksanaan. Keluhan yang dapat dikemukakan oleh pasien meliputi nyeri
pada daerah yang fraktur, nyeri saat membuka mulut sampai trismus, kesulitan
mengunyah, rasa baal atau kesemutan di daerah bibir bawah ataupun dagu, serta
perubahan pada oklusi.
Pemeriksaan fisik
Dapat ditemukan :
o pergerakan mandibular abnormal
o maloklusi
o perubahan kontur wajah dan bentuk arkus mandibular
o nyeri pada perabaan
o edema
o hiperemis
o laserasi
o hematoma
o ekimosis
o bony step off pada perabaan
Pemeriksaan penunjang
o Foto polos posisi Caldwell, oblique dan reverse Towne.
o Foto panoramik
o Foto oklusal terutama berguna untuk fraktur parasimfisis
o CT scan
o MRI tidak begitu signifikan manfaatnya kecuali pada penilaian
sendi TMJ
Indikasi operasi
Indikasi osteosynthesis :
Fraktur yang memerlukan open reduction dan fiksasi adekuat :
Fraktur dengan dislokasi berat
Fraktur terbuka
Fraktur kominutif atau dengan komplikasi
Fraktur yang terinfeksi
Fraktur mandibula bersamaan dengan fraktur condyle atau subcondyle
Fraktur pada pasien yang nonkooperatif
Fraktur pada pasien dengan penyakit penyerta lain
Pasien-pasien yang dikontraindikasikan untuk menggunakan IMF
Atas permintaan pasien
Indikasi penggunaan antibiotika perioperatif :
12
Pasien dengan penyakit penyerta berat
Fraktur kominutif berat
Fraktur dengan kontaminasi berat
Laserasi jaringan lunak yang berat
Fraktur sulit yang diperkirakan memerlukan waktu operasi yang lama
Fraktur dengan penanganan yang terlambat (lebih dari 24 jam)
Pemberian antibiotika intravena dimulai sebelum operasi dan dipertahankan
selama tidak lebih dari 24 jam. Antibiotika profilaksis ini tidak cukup sebagai
terapi untuk fraktur yang telah terinfeksi sebelum operasi; dan tidak dapat
‘menutupi’ instabilitas mekanik. Stabilitas mekanik tetap merupakan
perlindungan terbaik terhadap infeksi.
Kontraindikasi
Kandidat yang tidak cocok untuk mendapatkan tatalaksana MMF adalah :
Pasien yang sulit untuk patuh (non-compliant)
Pasien dengan alkoholisme, epilepsi, disfungsi paru berat, retardasi
mental, psikosis atau gizi kurang (termasuk diabetes)
Pasien hamil
Pasien dengan cedera multipel
Pasien yang tidak bersedia melakukan perubahan pola hidup yang
diperlukan saat memakai MMF selama 4 – 6 minggu
13
lokasi yang terinfeksi. Stainless steel pin dan composite resin dipasang di
lateral mandibula untuk mereduksi fraktur secara rigid. Untuk pasien yang
tidak bergigi (edentulous) dapat digunakan Gunning-type splint terlebih
dahulu.
Prinsip umum fiksasi internal fraktur mandibula
Langkah pertama dalam reduksi fraktur adalah oklusi. Reduksi harus
dipertahankan dengan MMF, baik menggunakan splint ataupun alat
fiksasi.
Akses dipilih berdasarkan lokalisasi dan tipe fraktur serta kemungkinan
terbaik untuk melakukan reduksi dan pemantauan
Pada pasien yang bergigi harus dilakukan pemantauan oklusi. Pasien yang
edentulous sangat disarankan menggunakan prosthesis sebagai panduan
hubungan intermaksila yang benar.
Anestesi umum diperlukan, biasanya dengan intubasi nasal atau submental
Tension band plates difiksasikan apabila memungkinkan menggunakan
bicortical screws. Pada situasi dimana akar gigi atau nervus mandibula
dapat tercederai, screw ini dipasang dengan cara monocortical. Plate untuk
kompresi dan rekonstruksi yang digunakan pada batas bawah mandibula
difiksasi dengan bicortical screws.
Operasi fraktur mandibula
Pertama-tama oklusi harus dicapai, dan difiksasi dengan maxillomandibular fixation (MMF).
Lebih sering digunakan adalah Erich arch bars yang dikencangkan dengan wire. Alternatif
selain wire untuk mempertemukan maksila dan mandibula meliputi light-cured resin
composites. Open reduction memerlukan insisi kulit atau mukosa untuk mendapatkan akses
langsung ke lokasi fraktur. Untuk fraktur condyle dapat di-approach secara intraoral dengan
insisi sulcus atau ekstraoral melalui insisi preaurikular. Mandibula dapat di-approach dengan
insisi sulcus, akses perkutaneus, dan/atau insisi angulus posterior. Kadang kombinasi akses
diperlukan, terutama pada daerah mandibula. Area korpus dan parasimfisis biasanya lebih
mudah di-approach dengan secara intraoral dengan insisi sulcus. Ahli bedah harus selalu
mengingat bahwa dengan insisi manapun, beresiko mencederai cabang mandibular marginal
dari saraf cranial ke-7. Trauma saraf cranial VII ini lebih tinggi resikonya dengan insisi akses
eksternal dibandingkan akses perkutan. Setelah lokasi fraktur divisualisasikan dan direduksi,
fiksasi kemudian dipertahankan dengan wire atau titanium plates and screws.
Komplikasi
Cedera saraf
Malunion
Nonunion, pseudoarthrosis
Ankylosis
14
Komplikasi dapat muncul dengan terapi yang tertunda, tatalaksana tidak adekuat, atau
perawatan pascaoperasi yang kurang baik. Komplikasi dini biasanya diakibatkan trauma itu
sendiri. Komplikasi intermediate biasanya terjadi selama pemasangan MMF. Komplikasi
lanjut muncul setelah MMF dilepas. Secara umum, komplikasi terjadi 3 kali lebih sering bila
fraktur baru ditangani 10 hari setelah trauma. Kemungkinan terbesar untuk terjadi respiratory
distress adalah pada fraktur korpus bilateral, parasimfisis atau condylar. Otot akan menarik
segmen distal mandibula kearah posterior sehingga dapat terjadi obstruksi orofaring oleh
lidah. Tergantung dari derajat cedera saraf, fungsi saraf dapat kembali atau tidak (permanen).
Pada neuropraxia, fungsi saraf dapat kembali dalam waktu 4 – 6 minggu, sedangkan pada
neurotmesis, fungsi saraf mungkin kembali dalam 18 bulan, atau tidak kembali sama sekali.
Follow Up
Pasien harus datang setiap minggu. Kondisi arch bars, juga tegangan dari MMF wires dapat
diperiksa dan dikencangkan seperlunya. Lama pemakaian MMF pada anak adalah 4 minggu,
dewasa 6 minggu, lanjut usia 8 minggu. Pasien dengan fraktur condyler harus dibebaskan
dari MMF setelah 2 minggu, dan dilanjutkan dengan fisioterapi yang agresif untuk mencegah
ankylosis. Pada tiap kunjungan follow-up, maximal mouth opening harus diukur. Distansia
inter-incisal yang normal adalah 40 mm. Biasanya jika sudah dilakukan ORIF, MMF tidak
diperlukan lagi. Pemantauan keberhasilan reduksi dapat dilakukan lewat klinis dan radiologis.
Tiap kunjungan, pemeriksaan untuk mencari komplikasi dan juga pemeriksaan saraf cranial
harus dilakukan.
15
Algoritma dan prosedur
Evaluasi trauma dan ATLS
Tidak stabil
Stabilisasi,
jika perlu Stabil
pasang IDW-IMW
atau arch bars
16
REFERENSI
Manson PN. Facial injury. In: McCarthy JG, editor. Plastic surgery. Philadelphia:
W.B. Saunders, 1990. P 930-78.
Costello BJ, Ruiz RL. Mandible fractures: Principles of treatment. In: Booth PW,
Eppley BL, Schmelzeisen, editors. Maxillofacial trauma and esthetic facial
reconstruction. London: Churchill livingstone, 2003. P 261-79.
Manson PN. Facial fractures. In: Mathes, editor. Plastic surgery. Philadelphia:
Elsevier, 2006. P 77-366.
Galiano RD, Gurtner GC. The mandible. In: McCarthy JG, Galiano RD, Boutros SG.
Current therapy in plastic surgery. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006. p 135-44.
Disa JJ, Hidalgo DA. Mandible reconstruction. In: Thorne CH, Beasley RW,
ston SJ, et al, editors. Grabb & smith’s plastic surgery. Philadelphia: Lipincott
Williams & Wilkins, 1997. P 428-35.
17
Modul no : 2 Penanganan Trauma Kulit dan ICOPIM:
Jaringan Lunak
Kolegium Ilmu Bedah Plastik Indonesia 5-884
Degloving
Avulsi
Jahitkan bagian flap yang terelevasi sedekat mungkin dengan posisi anatomi semula
dengan jahitan intradermal
Lakukan split-thickness skin excision untuk menentukan jaringan yang tidak vital
dengan cara membedakan daerah yang avaskuler dengan yang vaskuler
GAMBARAN UMUM/INTRODUKSI
Trauma kulit dan jaringan lunak adalah suatu cedera dimana kulit dan jaringan lunak
dibawahnya terlepas (terelevasi) secara paksa dari dasar (fascia) oleh kekuatan dengan tekanan
yang keras dan mendadak (shearing force), biasanya terjadi karena tungkai terjebak di bawah
ban kendaraan. Jenis trauma ini dapat berupa :
- Degloving, dimana jaringan kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas sebagian dari
kulit, dan masih ada bagian yang melekat seperti flap
1. Degloving tertutup, dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari
dasarnya tetapi permukaan kulit masih intak.
2. Degloving terbuka, dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari
dasarnya disertai dengan terputusnya kontinuitas permukaan kulit.
18
- Avulsi, dimana jaringan kulit dan atau jaringan lunak dibawahnya terlepas seluruhnya
dari tubuh.
1. CONTOH KASUS
Laki-laki 26 tahun datang ke UGD dengan luka pada lengan atas akibat kecelakaan saat
mengendarai motor tabrakan dengan truk yang terjadi 1 jam sebelum datang ke rumah sakit.
Didapatkan:
• Keadaan umum : komposmentis, Tensi : 90/60, Nadi :98 x/mnt, Pernafasan 32x/mnt,
anemis (+)
• Status lokalis : didapatkan pada ekstremitas atas kiri luka robek yang luas, kulit terlepas dari
dasarnya yang masih berdarah. Tidak didapatkan deformitas dari tulang . AVN distal +
Diskusi: problem apa yang terjadi pada penderita ini dan bagaimana penatalaksanaannya?
Jawab :
Problem pada pasien ini adalah trauma pada kulit yang menyebabkan kulit terlepas dari
dasarnya secara paksa akibat trauma yang menyebabkan terputusnya perforator yang
memperdarahinya. Diagnosis penderita ini adalah Open Degloving.
Langkah penanganannya adalah: seperti penangan kasus gawat darurat pada umumnya adalah
ABC untuk life saving setelah itu dilanjutkan dengan penanganan khususnya.
Degloving
a. Definisi
Suatu cedera dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas (terelevasi) secara paksa
dari dasar (fascia) oleh kekuatan dengan tekanan yang keras dan mendadak (shearing force),
biasanya terjadi karena tungkai terjebak di bawah ban kendaraan.
19
Degloving, dimana jaringan kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas sebagian dari
kulit, dan masih ada bagian yang melekat seperti flap
- Degloving tertutup, dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari
dasarnya tetapi permukaan kulit masih intak.
- Degloving terbuka, dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari
dasarnya disertai dengan terputusnya kontinuitas permukaan kulit.
Avulsi, dimana jaringan kulit dan atau jaringan lunak dibawahnya terlepas seluruhnya
dari tubuh.
c. Patofisiologi
Mekanisme dasar terjadinya trauma kulit dan jaringan lunak karena tungkai tertekan roda,
akibat gesekan antara roda dengan jalan akan terjadi gaya puntir dari kulit di sekitar poros
tengah tungkai. Kulit dapat terputus kontinuitasnya, biasanya pada sebagian kulit masih
melekat seperti flap. Selain itu juga mengakibatkan pembuluh darah perforator yang
mensuplai kulit terputus sehingga membahayakan vitalitas jaringan.
d. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis yang teliti mengenai trauma kulit dan jaringan lunak dilakukan segera setelah
dipastikan kondisi umum pasien stabil dan cidera-cidera lain yang lebih mengancam
nyawa telah ditangani. Hal ini berarti telah dilakukan pemeriksaan airway, breathing dan
circulation (ABC) serta pemeriksaan neurologis cepat. Dalam anamnesis, perlu
ditanyakan mengenai mekanisme trauma dengan lengkap, selain gejala-gejala yang
mengarahkan kecurigaan pada trauma kulit dan jaringan lunak. Riwayat penyakit
terdahulu, operasi yang pernah dilakukan, riwayat alergi obat juga penting untuk
penatalaksanaan.
Pemeriksaan fisik
Dapat ditemukan kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari dasarnya (fascia),
disertai atau tidak disertai terputusnya kontinuitas permukaan kulit, adanya fluktuasi di
subkutis, jejas ban kendaraan atau luka bakar akibat gesekan.
Pemeriksaan vitalitas kulit dilakukan dengan cara tes tekan (bila ditekan pucat dan
kembali dalam 4 detik) dan tes fluorescen (dimasukkan cairan fluorescen intravenous
dengan dosis 15 mg/kg dalam 200 ml NaCl 0,9% selama 10 menit, dilihat dibawah lampu
ultraviolet dalam ruang gelap).
Pemeriksaan penunjang
Foto polos X-ray dengan proyeksi AP dan Lateral, untuk mengetahui adanya fraktur atau
kelainan tulang lain yang menyertai degloving.
e. Indikasi operasi
20
a. Degloving tertutup dengan jaringan non vital
b. Degloving terbuka
f. Kontra indikasi
g. Komplikasi
Infeksi
Graft lisis
2. ALGORITMA
Degloving Avulsi
Tertutup Terbuka
Skin Graft
21
REFERENSI
Grabb & Smith’s Plastic Surgery, 6th eds, 2007, Lippincott Williams & Wilkins.
Journal :
22
MODUL
Penanganan degloving
Jahitkan bagian flap yang terelevasi sedekat mungkin dengan posisi anatomi semula
dengan jahitan intradermal
Lakukan split thickness skin excision untuk menentukan jaringan yang tidak vital
dengan cara membedakan daerah yang avaskuler dengan yang vaskuler
GAMBARAN UMUM/INTRODUKSI
b. Definisi
Suatu cedera dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas (terelevasi) secara
paksa dari dasar (fascia) oleh kekuatan dengan tekanan yang keras dan mendadak
(shearing force), biasanya terjadi karena tungkai terjebak di bawah ban kendaraan.
b. Jenis degloving
Degloving tertutup, dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari dasarnya
tetapi permukaan kulit masih intak.
Degloving terbuka, dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari dasarnya
disertai dengan terputusnya kontinuitas permukaan kulit.
23
c. Patofisiologi
Mekanisme dasar terjadinya degloving karena tungkai tertekan roda, akibat gesekan
antara roda dengan jalan akan terjadi gaya puntir dari kulit di sekitar poros tengah
tungkai. Kulit dapat terputus kontinuitasnya, biasanya pada sebagian kulit masih melekat
seperti flap. Selain itu juga mengakibatkan pembuluh darah perforator yang mensuplai
kulit terputus sehingga membahayakan vitalitas jaringan.
f. Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Dapat ditemukan kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari dasarnya
(fascia), disertai atau tidak disertai terputusnya kontinuitas permukaan kulit, adanya
fluktuasi di subkutis, jejas ban kendaraan atau luka bakar akibat gesekan.
Pemeriksaan vitalitas kulit dilakukan dengan cara tes tekan (bila ditekan pucat dan
kembali dalam 4 detik) dan tes fluorescen (dimasukkan cairan fluorescen
intravenous dengan dosis 15 mg/kg dalam 200 ml NaCl 0,9% selama 10 menit, dilihat
dibawah lampu ultraviolet dalam ruang gelap).
Pemeriksaan penunjang
Foto polos X-ray dengan proyeksi AP dan Lateral, untuk mengetahui adanya fraktur
atau kelianan tulang lain yang menyertai degloving.
24
g. Indikasi operasi
Degloving terbuka
g. Kontra indikasi
h. Komplikasi
Infeksi
Graft lisis
CONTOH KASUS
Laki-laki 26 tahun datang ke UGD dengan luka pada lengan atas akibat kecelakaan saat mengendarai
motor tabrakan dengan truk yang terjadi 1 jam sebelum datang ke rumah sakit. Didapatkan:
• Keadaan umum : komposmentis, Tensi : 90/60, Nadi :98 x/mnt, Pernafasan 32x/mnt,
anemis (+)
• Status lokalis : didapatkan pada ekstremitas atas kiri luka robek yang luas, kulit terlepas dari
dasarnya yang masih berdarah. Tidak didapatkan deformitas dari tulang . AVN distal +
Diskusi: problem apa yang terjadi pada penderita ini dan bagaimana penatalaksanaannya ?
Jawab :
Problem pada pasien ini adalah trauma pada kulit yang menyebabkan kulit terlepas dari dasarnya
secara paksa akibat trauma yang menyebabkan terputusnya perforator yang memperdarahinya.
Diagnosis penderita ini adalah Open Degloving.
Langkah penanganannya adalah : seperti penangan kasus gawat darurat pada u,mumnya adalah ABC
untuk life saving setelah itu dilanjutkan dengan penanganan khususnya.
25
Melakukan reduksi dan stabilisasi bila disertai fraktur
ALGORITMA
Degloving
Tertutup Terbuka
Skin Graft
26
REFERENSI
Grabb & Smith’s Plastic Surgery, 6th eds, 2007, Lippincott Williams & Wilkins.
Journal :
27