Pentingnya Eradikasi Penyakit Tropis Di Indonesia
Pentingnya Eradikasi Penyakit Tropis Di Indonesia
net/publication/325619249
CITATIONS READS
0 3,813
1 author:
25 PUBLICATIONS 57 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Mohammad Yusuf Alamudi on 07 June 2018.
Jumlah kabupaten atau kota terjangkit DBD tahun 2008-2013 cenderung mengalami
peningkatan. Jumlah kabupaten atau kota terjangkit DBD pada tahun 2008 sebanyak 356
kabupaten atau kota, kemudian meningkat terus menerus pada tahun 2009 sebanyak 384
kabupaten atau kota dan pada tahun 2010 sebanyak 400 kabupaten atau kota. Pada tahun 2011
jumlah kabupaten atau kota terjangkit DBD mengalami penurunan menjadi 374 kabupaten atau
kota, dan meningkat pada tahun 2012 sebanyak 417 kabupaten atau kota, kemudian menurun
kembali pada tahun 2013 sebanyak 412 kabupaten atau kota (Kemenkes RI, 2014).
Selama ini kasus terdiagnosis Demam Berdarah Dengue didasarkan pada kriteria
diagnosis klinis ditambah pemeriksaan serologi uji haemagglutination-inhibition digunakan
untuk konfirmasi infeksi virus dengue. Tetapi pemeriksaan ini memerlukan waktu yang lama,
persyaratan tertentu yang harus dilakukan dan biaya yang sangat mahal. Program pengendalian
dalam diagnosis Demam Berdarah Dengue membutuhkan suatu tes yang cepat, praktis dan
dapat dipercaya untuk infeksi dengue primer dan sekunder. Rapid Diagnosis Test (RDT)
merupakanalat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan dalam mendiagnosis infeksi dengue
primer dan sekunder yang digunakan untuk mendeteksi NS1, IgG dan IgM. Pada pasien
terinfeksi dengue pada tahap awal penyakit NS1 glycoprotein muncul dengan konsentrasi yang
tinggi. Antigen NS1 ditemukan pada hari pertama hingga hari ke sembilan sejak awal demam
pada pasien-pasien dengan infeksi dengue primer maupun infeksi dengue sekunder. Respon
kekebalan terhadap infeksi dengan memproduksi antibodi IgM muncul pada hari ke 3-5 sejak
gejala dan bertahan untuk jangka waktu 30-60 hari. Antibodi IgG muncul disekitar hari ke 14
dan bertahan seumur hidup. Infeksi dengue sekunder sering menghasilkan demam tinggi dan
pada banyak kasus disertai dengan terjadinya pendarahan (haemorrhagic) dan gangguan
sirkulasi (circulatory failure). Infeksi dengue sekunder ditunjukkan dengan titer antibodi IgG
meningkat dalam 1-2 hari setelah gejala muncul dan merangsang respon antibodi IgM setelah
20 hari infeksi. Penyakit DBD menyerang pada semua kolompok, namun manifestasi klinis
pada anak-anak biasanya menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan dengan orang dewasa.
Penderita yang sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan imunitas
homolog seumur hidup tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi serotipe lain
dan dapat terjadi infeksi lagi oleh serotipe lainnya (Kemenkes RI, 2011a).
Faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin berkembangnya penyakit
DBD,antara lain: pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu, faktor
urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol dengan baik, semakin majunya sistem
transportasi sehingga mobilisasi penduduk sangat mudah, sistem pengelolaan limbah dan
penyediaan air bersih yang tidak memadai, berkembangnya penyebaran dan kepadatan
nyamuk, kurangnya sistem pengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur
kesehatan masyarakat. Selain faktor-faktor lingkungan tersebut diatas status imunologi
seseorang, strain virus/serotipe virus yang menginfeksi, usia dan riwayat genetik juga
berpengaruh terhadap penularan penyakit. Selain itu faktor yang berhubungan dengan
peningkatan kejadian DBD adalah peran serta masyarakat dalam pengendalian DBD, terutama
pada kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) masih belum terlaksana dengan baik,
meskipun pada umumnya pengetahuan tentang DBD dan cara-cara pencegahannya sudah
cukup tinggi (Kemenkes RI, 2011b).
2. Hepatitis
Hepatitis adalah kelainan hati berupa peradangan (sel) hati. Peradangan ini ditandai
dengan meningkatkan kadar enzim hati. Peningkatan ini disebabkan adanya gangguan atau
kerusakan membran hati. Ada dua faktor penyebabnya yaitu faktor infeksi dan faktor non
infeksi. Faktor penyebab infeksi antara lain virus hepatitis dan bakteri. Selain karena virus
Hepatitis A, B, C, D, E dan G masih banyak virus lain yang berpotensi menyebabkan hepatitis
misalnya adenoviruses, CMV, Herpes simplex, HIV, rubella, varicella dan lain-lain.
Sedangkan bakteri yang menyebabkan hepatitis antara lain misalnya bakteri Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi, tuberkulosis, leptospira. Faktor non-infeksi misalnya karena obat. Obat
tertentu dapat mengganggu fungsi hati dan menyebabkan hepatitis (Dalimartha,2008).
Tabel 2 Karaktristik Virus Hepatitis A-E
Keterangan Virus Hepatitis
A B C D E
Genom RNA DNA RNA RNA RNA
Famili Picorna Hepadna Flavi/Pesti Viroid Calcili
Masa Ink. 15-45 hari 30-180 hari 15-150 hari 30-180 hari 30-180 hari
Di wilayah Asia Tenggara diperkirakan 100 juta orang hidup dengan Hepatitis B kronis
dan 30 juta orang hidup dengan hepatitis C kronis. Setiap tahun di wilayah tersebut, Hepatitis
,B menyebabkan hampir 1,4 juta kasus baru dan 300.000 kematian. Sementara, Hepatitis C
menyebabkan sekitar 500.000 kasus baru dan 160.000 kematian.
Prevalensi Hepatitis B kronis adalah sekitar 8% di Democratic People's Republic of Korea,
Myanmar Thailand, dan Indonesia, sedangkan prevalensi di Timor-Leste diperkirakan pada 6
-7%. Sementara itu, terdapat negara tertentu di kawasan Asia Tenggara yang memiliki
sejumlah besar kasus Hepatitis virus. India misalnya, memiliki hampir 40 juta orang dengan
infeksi HBV kronis dan 12 juta orang terinfeksi dengan HCV kronis. Selain itu, sekitar 65%
dan 75% dari orang-orang dengan HBV kronis dan infeksi HCV, masing-masing tidak
menyadari status mereka. Wilayah ini juga memiliki kasus besar Hepatitis A dan E, yang mana
lebih dari 50% beban Hepatitis E global ada dalam wilayah ini.
Sementara itu di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) menemukan bahwa
prevalensi HBsAg adalah 7,2%. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan data tahun
2007, yaitu 9,4% pada populasi umum. Diperkirakan 18 juta orang memiliki Hepatitis B dan 3
juta orang menderita Hepatitis C. Sekitar 50% dari orang-orang ini memiliki penyakit hati yang
berpotensi kronis dan 10% berpotensi menuju fibrosis hati yang dapat menyebabkan kanker
hati. Angka-angka ini menunjukkan bahwa 1.050.000 pasien memiliki potensi untuk menjadi
kanker hati. Untuk itu, surveilans Hepatitis B dan Hepatitis C telah dilakukan di kalangan
penduduk berisiko tinggi. berdasarkan Riskesda 2017, sebanyak 7,1 % penduduk Indonesia
mengidap hepatitis B. Selain itu, Setiap tahun terdapat 5,3 juta ibu hamil.Hepatitis B (HBsAg)
reaktif pada ibu hamil ratarata 2,7%, maka setiap tahun diperkirakan terdapat 150 ribu bayi
yang 95% berpotensi mengalami hepatitis kronis (sirosis atau kanker hati) pada 30 tahun ke
depan (Infodatin,2016;Kemenkes 2017).
Basti Andriyoko,dkk 2012. Penentuan Serotipe Virus Dengue dan Gambaran Manifestasi
Klinis serta Hematologi Rutin pada Infeksi Virus Dengue. MKB, Volume 44 No. 4,
Djauzi, S. & Djoerban, Z., 2007. HIV/AIDS di Indonesia.Dalam: Sudo yo, A.W., dkk., ed.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 1803-1807.
Fitria Wakano,et al.2016. Pola sebaran tingkat infeksi bersama serotipe virus dengue di wilayah
kajian RT-PCR Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit
Yogyakarta: analisis data 2013-2015. Berita Kedokteran Masyarakat Volume 32 Nomor 11.
Hal 401-408
http://www.depkes.go.id/article/view/16042700001/sebagian-besar-kematian-akibat-
hepatitis-virus-berhubungan-dengan-hepatitis-b-dan-c-kronis.html diakses tgl 3 juni 2018
http://www.depkes.go.id/article/view/17072800006/150-ribu-orang-potensial-alami-hepatitis-
kronis.html diakses tgl 3 juni 2018
http://fajaronline.co.id/read/35287/kesehatan-global-strategi-joint-united-nations-programme-
on-hiv-aids-dalam-memerangi-hiv-aidsS diakses tgl 3 juni 2018
https://ugm.ac.id/id/berita/13865pengendalian.penyakit.tropis.perlu.keterlibatan.banyak.pihak
diakses 29/05/2018
Haryanto S,dkk.2016. The molecular and clinical features of dengue during outbreak in Jambi,
Indonesia in 2015. Pathog Glob Health. ;110(3):119-29. doi: 10.1080/20477724.2016.1184864
Irena Agustiningtyas dan Novyan Lusiyana. 2017.Ovitrap survey and serotype identification
of dengue virus on Aedes sp mosquito in Potorono, Banguntapan, Bantul, Indonesia. IJMR
;4(5): 32-37
Kemenkes.2017.Laporan Situasi Perkembangan HIV-AIDS&PIMS Januari-Maret 2017 Ditjen
P2P Kemenkes RI.
Kemenkes RI., (2011a). Petunjuk Teknis Penggunaan Rapid Diagnostic Test (Rdt) Untuk
Penunjang Diagnosis Dini DBD. Jakarta: Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis-Dit PPBB-
Ditjen PP dan PL.
Kemenkes RI., (2011b). Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Ditjen
PP&PL Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan 2013. Rencana Aksi Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Anak (PPIA) Indonesia 2013-2017. Kementerian Kesehatan; 2013.
Kemenkes RI., (2014). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kusmintarsih ES, et al. 2017.Molecular characterization of dengue viruses isolated from
patients in Central Java, Indonesia. J Infect Public Health,
http://dx.doi.org/10.1016/j.jiph.2017.09.019
Maryunani, Anik., 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, Jakarta, Penerbit CV, Trans
Info Media.
Mulyanto. Viral Hepatitis in Indonesia: Past, Present, and Future. Euroasian J Hepato
Gastroenterol 2016;6(1):65-69.
Muninjaya, A.A.G., 1998. AIDS di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.
Paisal, dkk, Serotipe virus Dengue di Provinsi Aceh. ASPIRATOR, 7(1),, pp. 7-12
Soroy Lardo et al. 2016.Concurrent infections of dengue viruses serotype 2 and 3 in patient
with severe dengue from Jakarta, Indonesia. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine; 9(2):
134–140
Suroso, T. 2000. Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) Terjemahan dari WHO Regional
SEARO No. 29 “Prevention Control of Dengue and Dengue Haemoragic Fever”. WHO dan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta
Sri Poeranto, Sutaryo Sutaryo, Hari Kusnanto Josef, Mohammad Juffrie.2016. A relationship
between dengue virus serotype and the clinical severity in paediatric patients from
Gondokusuman region, Yogyakarta between 1995 and 1999. Pediatr Med Rodz 2016, 12 (3),
p. 318–325 DOI: 10.15557/PiMR.2016.0033
Satoto TBT,dkk. 2014. Assessment of vertical dengue virus transmission in Aedes aegypti and
serotype prevalence in Bantul, Indonesia. Asian Pacific Journal of Tropical Disease Volume 4,
Supplement 2, Pages S563-S568
Taslim M,dkk.2018. Diversity of Dengue Virus Serotype in Endemic Region of South Sulawesi
Province. Hindawi Journal of Tropical Medicine.Volume 2018, Article ID 9682784, 4 pages
https://doi.org/10.1155/2018/9682784
Yohan B,dkk.2018. Genomic analysis of dengue virus serotype 1 (DENV-1) genotypes from
Surabaya, Indonesia. Virus Genes Volume 54, Issue 3, pp 461–465