PENDAHULUAN
Fenomena yang terjadi pada populasi penduduk dunia sekarang, usia dewasa
lebih banyak dibandingkan anak-anak, maka prediksi penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan bertambahnya usia akan semakin meningkat prevalensinya.
Salah satu penyakit di rongga mulut yang sering terjadi pada usia 55 tahun ke atas
(rata-rata 64 tahun) adalah keganasan kelenjar saliva. Keganasan ini terjadi sekitar
2% dari keseluruhan keganasan di daerah kepala dan leher.
Faktor predisposisi terjadinya keganasan ini adalah ekspos radiasi, pekerjaan,
nutrisi, merokok, usia, dan genetic (dominan pada ras tertentu). Kemungkinan
terkena pada laki-laki sama dengan pada perempuan. Kelenjar saliva yang paling
sering terkena keganasan adalah glandula parotis yaitu sekitar 70-80%
Pemeriksaan subjektif melalui anamnesis yang akurat, menilai tumor growth
rate dengan Tumor Doubling Time (TDT), dan pemeriksaan objektif yang
adekuat untuk mendapatkan early diagnosis and prompt treatment, sehingga
prognosis penyakit baik.
Dengan bertambahnya penduduk usia 55 tahun maka penyakit ini diprediksi
akan meningkat prevalensinya, oleh karena itu sebagai dokter dokter gigi perlu
mengetahui dan memahami mengenai keganasan pada kelenjar saliva ini.
1.2 Terminologi
1.2.1 Coated Tongue: Istilah non-spesifik yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi lidah yang dihasilkan dari serpihan keputihan
atau akumulasi dari sisa makanan, plak bakteri dan papilla filiformis
hiperplastik.
1.2.2 Tumor Doubling Time (TDT): Doubling Time secara luas digunakan untuk
kuantifikasi laju pertumbuhan tumor. DT biasanya ditentukan dari dua
estimasi volume dengan interval waktu pengukuran yang sebanding
dengan atau lebih pendek dari DT.
1.2.3 Krepitasi: Suara gemertak yang terdengar ketika fragmen dari tulang yang
patah bergesekan satu dengan yang lain.
1.2.4 Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB): Teknik dimana jarum tipis
dimasukkan kedalam massa, materi seluler diaspirasi dan diagnosis
sitologi diberikan. Hal ini memisahkan proses reaktif dan peradangan
yang tidak memerlukan intervensi bedah dari neoplasia dan tumor jinak
atau ganas.
1.2.5 Massa Endofitik: Suatu massa yang tumbuh kedalam atau dipermukaan
bagian dalam suatu struktur.
1.2.6 Composmentis: Sadar sepenuhnya atau sehat mental.
1.2.7 Visual Analog Scale: Alat penilaian sederhana yang terdiri dari garis 10
cm dengan 0 pada satu ujungnya mewakili tidak ada rasa sakit dan 10 sisi
lainnya mewakili rasa sakit yang pernah dialami pasien sehingga dokter
mengetahui tingkat keparahan rasa sakitnya.
1.2.8 Tumor Growth Rate: Digunakan untuk tujuan prognostik dan dapat
mengukur efek terapi dari modalitas pengobatan yang berbeda.
1.2.9 Terapi Adjuvan: Terapi tambahan yang mendukung perawatan utama
seperti terapi radiasi setelah operasi untuk menghilangkan lesi ganas
1.3 Identifikasi Masalah
1.3.1 Apa saja faktor resiko terjadinya keganasan di rongga mulut?
1.3.2 Apakah terdapat hubungan antara riwayat pekerjaan pasien dengan
keluhan utama pasien?
1.3.3 Pada skenario, apakah benjolan pada rahang bawah merupakan metastasis
dari keluhan utama pasien?
1.3.4 Apa tumor yang ada pada gambaran histopatologis pada skenario?
1.3.5 Mengapa pada skenario disebutkan pasien suspek kelenjar parotis?
1.5 Hipotesis
Benjolan pada telinga kanan merupakan salah satu bentuk keganasan dari
kelenjar saliva yang dapat ditentukan dari pemeriksaan subjektif dan objektif
yang adekuat untuk mendapatkan early diagnosis dan prompt treatment.
1.6 Tujuan Pembelajaran
1.6.1 Menjelaskan klasifikasi keganasan pada rongga mulut termasuk kelenjar
saliva.
1.6.2 Menjelaskan etiologi dan pathogenesis keganasan rongga mulut termasuk
kelenjar saliva.
1.6.3 Menjelaskan gambaran mikroskopis keganasan rongga mulut termasuk
kelenjar saliva.
1.6.4 Menjelaskan pemeriksaan klinis dan penunjang sehingga dapat
mendiagnosis keganasan.
1.6.5 Menjelaskan definisi dan cara menghitung tumor doubling time.
1.6.6 Menjelaskan definisi dan macam-macam biopsi.
1.6.7 Menjelaskan staging dan grading tumor ganas kelenjar saliva
1.6.8 Menjelaskan penanganan keganasan kelenjar saliva
BAB II
ISI
2.2.1 Etiologi
2.2.3 Patogenesis
• Proses ini tidak terbatas pada epithelium tetapi melibatkan jaringan epitel
kompleks, jaringan ikat, dan interaksi fungsi imun.
• Gen utama yang telibat yaitu onkogen dan Tumor Suppressor Gene (TSG).
a. Oncogen
Dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan, reseptor faktor pertumbuhan,
protein kinase, transduser sinyal, fosfoprotein nuklear, faktor transkripsi.
d. Loss of Heterozygosity
Hilangnya heterozigositas dapat memprediksi resiko perkembangan ke SCC.
Bahkan secara histologis jinak / jaringan dengan displasia ringan. Mayoritas lesi
ganas tidak berkembang menjadi kanker.
e. Hypermethylation
Perannya adalah Metilasi DNA epigenetik sehingga menyebabkan hilangnya
fungsi pada beberapa gen yang terlibat dalam regulasi siklus sel dan perbaikan
DNA.
f. MicroRNA
Segmen kecil dari RNA untai tunggal yang memediasi ekspresi gen dengan
degradasi mRNA / represi translasi. Jika MicroRNA menyimpang dapat
mengganggu regulasi normal dan menyebabkan keganasan
g. Extracelluler Enzymes
Matrix Metalloproteinase (MMP) berperan dalam inisiasi dan perkembangan
kanker. Perkembangan kanker mulut dapat dikaitkan dengan polimorfisme gen
vaskular endothelial growth factor (VEGF).
i. Immunosuppression
Perkembangan malignant pada tingkat yang lebih tinggi pada pasien
imunosupresi mengindikasikan pentingnyan respon imun yang baik. Jumlah total
sel T dapat menurun pada pasien dengan kanker kepala dan leher.
j. Viruses
Interaksi virus dengan karsinogen dan onkogen mungkin merupakan
mekanisme penting penyakit. HPV adalah salah satu faktor resiko dari kanker
mulut. HPV dapat menyebabkan 75% dari OPC dan 26% dari SCC oral. HPV
menghasilkan sejumlah sel mutasi dalam sel.
c. Cytology
Sitologi mukosa oral digunakan untuk menilai morfologi seluler.
Pengenalan sikat yang dirancang untuk sampel seluruh ketebalan epitel
lisan minat baru dalam sitologi untuk penyakit mulut. Awalnya, cytobrush
dikombinasikan dengan analisis yang dibantu komputer dari sampel
sitologi, menilai morfologi sel dan keratinisasi. Diagnosis akhir dibuat oleh
ahli patologi berdasarkan kriteria histomorfologi standar. Perkembangan
lebih lanjut dalam sitologi termasuk evaluasi molekuler dari sel-sel yang
terkelupas untuk penanda molekuler displasia atau karsinoma untuk
meningkatkan nilai diagnostik dan prognostik.
d. Imaging
Radiologi rutin, computed tomography (CT), scanning scinti nuklir,
pencitraan resonansi magnetik, dan ultrasonografi dapat memberikan bukti
keterlibatan tulang atau dapat menunjukkan luasnya beberapa lesi jaringan
lunak
e. Sialochemistry
Pemeriksaan komposisi saliva. Perubahan pada komposisi saliva dapat
menunjukan adanya gangguan pada kelenjar saliva. Air liur normal > tidak
berwarna dan transparan dengan pH berkisar antara 6 dan 7. Komposisi
normal > 95% air, Na, Cl, Ca, K, HCO, H2PO4, F, I, Mg dan Thiocyanate.
f. Ultrasonography
US sangat berguna dalam penilaian massa superfisial kelenjar parotid
dan submandibular. Frekuensi tinggi US memberikan resolusi dan
karakterisasi jaringan yang sangat baik tanpa paparan radiasi.
2.5.1 Definisi
Doubling Time (DT) adalah jumlah waktu yang diperlukan tumor untuk
menggandakan volume. DT secara luas digunakan untuk kuantifikasi laju
pertumbuhan tumor. DT biasanya ditentukan dari dua estimasi volume dengan
interval waktu pengukuran sebanding atau lebih pendek dari DT.
Keterangan :
n
e adalah universal growth constant e = (1 + 1 / n) sebagai n → ∞ (atau
sekitar 2,718)
ln2 adalah natural log 2 atau about 0.693
T adalah waktu yang berlalu
Vf dan Vi adalah volume akhir dan awal
Menurut jurnal cancer researh yang berjudul Specific Growth Rate versus
Doubling Time for Quantitative Characterization of Tumor Growth Rate
menuliskan bahwa, untuk tumor yang tumbuh secara eksponensial, tingkat
pertumbuhan sebanding dengan volumenya (V):
di mana SGR (specific growth rate) dan t adalah growth rate dan time, masing-
masing. Solusi Persamaan memberikan persamaan pertumbuhan eksponensial:
2.6 Definisi dan Macam-Macam Biopsi
2.6.1 Definisi
Istilah biopsi berasal dari kata Yunani ‘bios’ dan ‘opsis’berarti hidup dan visi
masing-masing. Ini mengacu pada spesimen jaringan diambil dari organisme
hidup untuk tujuan pemeriksaan mikroskopis.
Prosedur biopsi adalah prosedur pembedahan yang melibatkan pengambilan
spesimen jaringan hidup untuk melakukan diagnosa. Biopsi biasanya
diindikasikan untuk memperoleh hasil akhir diagnosis atas dasar fitur
histopatologi. Dengan demikian diagnose akhir, perencanaan perawatan dapat
dilakukan. Biopsi juga memainkan peran yang sangat penting dalam membangun
prognosis ganas dan lesi dan kondisi premalignan. Setiap metode memiliki
kelebihan dan kekurangan sendiri. Karena itu, klinisi harus pilihlah jenis metode
biopsi dengan sangat bijak sehingga mencapai diagnosis terbaik dalam waktu
singkat.
a. Biopsi Insisional
Untuk membuat diagnosis definitif, penghilangan sampel yang representatif
dari lesi dan jaringan normal yang berdekatan dilakukan. jika lesi luas, sampel
yang berbeda harus dilakukan, ditempatkan masing-masing dalam wadah yang
terpisah dan diidentifikasi.
Keuntungan
Hanya sebagian kecil jaringan yang dibutuhkan
Dapat dilakukan pada kasus dugaan keganasan dan premalignansi.
Dalam kasus-kasus yang sulit untuk mengesampingkan lesi karena ukuran
besar.
Ini juga digunakan dalam menegakkan diagnosis sistemik dan proses
penyakit autoimun
Jika lesi mengalami ulserasi, dokter harus berusaha memasukkan sebagian
dari epitel utuh yang berdekatan di dalam spesimen.
Kekurangan
b. Biopsi Eksisional
Melibatkan eksisi lengkap lesi yang terkena baik untuk tujuan diagnostik dan
terapeutik. Biopsi jenis ini paling direkomendasikan pada kasus-kasus di mana
ukuran biopsi kecil
Keuntungan
Pengangkatan lesi secara tuntas.
Ini adalah metode diagnosis yang ideal untuk melanoma kecil (saat
dilakukan sebagai eksisi)
Kekurangan
c. Scalpel Biopsy
Keuntungan:
• Direkomendasikan dalam kasus lesi jinak perifer
Dalam kasus lesi mukosa mulut
Kekurangan
Definisi histopatologis yang tidak jelas salah tafsir histologis yang
menghasilkan negatif palsu dan false positive harus diingat saat
menafsirkan hasil dari biopsi pisau bedah.
Dalam kasus lesi yang luas, harus dihindari karena dapat menyebabkan
misdiagnosis
Variasi
Electro scalpel
Laser scalpel
c. Punch Biopsy
Hasil estetika yang baik karena penyembuhan luka yang lebih baik dan
cepat
Punch dapat memperoleh beberapa sampel pada saat yang sama, dan pada
titik yang berbeda, dan menghasilkan kecemasan yang lebih sedikit
daripada pisau bedah konvensional.
Kerugian
Dalam kasus lesi yang lebih besar, harus dihindari karena daerah yang
vaskularisasi atau innervated tidak dapat dijadikan sampel dengan metode
ini
Tidak dianjurkan dalam kasus lesi yang dalam dan terbatas pada jaringan
mesenkimal epitel atau superfisial.
Perhatian harus diambil saat area biopsi yang dekat dengan struktur
anatomi normal
Tidak diindikasikan untuk lesi vesiculobullous.
d. B-Forcep
e. Frozen Sections
Kontraindikasi
Untuk biopsi jaringan keras
Ini adalah metode non-invasif untuk mengevaluasi lesi mukosa mulut untuk
displasia seluler dan atypia. Biopsi sikat awalnya diperkenalkan untuk apusan
serviks pada lesi gynecological dan kemudian dimodifikasi untuk pemeriksaan
oral juga. Teknik ini menunjukkan penyebaran sel yang lebih baik pada slide
obyektif dibandingkan dengan smear yang diperoleh dengan menggunakan spatula
kayu konvensional serta peningkatan kecukupan seluler dari noda. Biopsi sikat
secara ketat diindikasikan untuk skrining massal dari dugaan premalignancy dan
keganasan.
Keuntungan
Berbeda dengan sitologi eksfoliatif, biopsi sikat mengumpulkan sel dari
ketebalan penuh epitel mulut.
Kekurangan
Tidak dapat digunakan sebagai pengganti biopsi kulit kepala
Biopsi jarum halus (FNB) adalah teknik minimal invasif yang sangat cocok
untuk daerah-daerah sensitif di mana biopsi insisional merupakan kontraindikasi
atau tidak mungkin. Meskipun tidak memberikan diagnosis spesifik jenis tertentu,
itu digunakan dalam hubungannya dengan temuan klinis dan radiologi untuk
dengan cepat memberikan penilaian awal terbaik yang mungkin di mana keputusan
manajemen dapat didasarkan
Keuntungan
• Aman
• Murah
• Teknik cepat
Kekurangan
a) Kemungkinan hasil negatif palsu
TNM Keterangan
Tx Tumor primer tak dapat ditentukan
T0 Tidak ada tumor primer
T1 Tumor ≤ 2cm, tidak ada ekstensi ekstraparenkim
T2 Tumor >2cm-4cm, tidak ada ekstensi ektraparenkim
T3 Tumor >4cm-6cm, atau ada ekstensi ekstraprenkim tanpa terlibat n.VII
T4 Tumor >6cm, atau ada invasi ke n.VII/dasar tengkorak
ST T N M
I T1 N0 M0
T2 N0 M0
II T3 N0 M0
III T1 N1 M0
T2 N1 M0
IV T4 N0 M0
T3 N1 M0
T4 N1 M0
Tiap T N2 M0
N3 M0
Tiap T Tiap N M1
Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah lpembedahan. Radioterapi
sebagai terapi ajuvan pasca bedah diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan pada
karsinoma kelenjar liur yang inoperabel. Kemoterapi hanya diberikan sebagai ajuvan,
meskipun masih dalam penelitian, dan hasilnya masih belum memuaskan
I. Tumor Primer
A. Tumor operable
Terapi utama (pembedahan)
1) Tumor parotis
Parotidektomi superfisial, dilakukan pada: tumor jinak parotis lobus
superfisialis.
Parotidektomi total, dilakukan pada: tumor ganas parotis yang belum ada
ekstensi ekstraparenkim dan n.VII & tumor jinak parotis yang mengenai
lobus profundus
Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada: tumor ganas parotis yang
sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII
Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada: ada metastase k.g.b.leher
yang masih operabe
Terapi tambahan
Radioterapi pasca bedah diberikan pada tumor ganas kelenjar liur dengan kriteria :
• High grade malignancy
• Masih ada residu makroskopis atau mikroskopis
• Tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis, n.lingualis, n.hipoglosus, n.
asesorius )
• Setiap T3,T4
• Karsinoma residif
• Karsinoma parotis lobus profundus
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk
memberikan penyembuhan luka operasi yang adekwat, terutama bila telah
dikerjakan alih tandur syaraf.
• Radioterapi lokal diberikan pada lapangan operasi meliputi bekas insisi
sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.
• Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau high
grade malignancy
B. Tumor inoperable
Terapi utama
Radioterapi: 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu
Terapi tambahan
Kemoterapi:
a. Untuk jenis
malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
• adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1
• 5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1 diulang tiap 3minggu
• sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2
b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell carcinoma,
mucoepidermoid carcinoma)
• methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap 3
• sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 minggu
Bagan 1 Penanganan Tumor Parotis Operabel dengan (N) Secara Klinis Negatif
Bagan 2 Penanganan Tumor Submandibula Operabel Dengan (N) Secara Klinis Negatif
Bagan 3 Penanganan Tumor Sublingualis / Kelenjar Liur Minor