Pertemuan 12IN.1110529
Pertemuan 12IN.1110529
PENDEKATAN ANTROPOLOGI
STUDI ISLAM DAN MASYARAKAT MUSLIM
A. PENDAHULUAN
Makalah ini mengingat banyaknya buku dasar yang kajian utamanya menggunakan
pendekatan Antropologi. Antropologi adalah ilmu tentang manusia, budaya, fungsi, dan
peran kebudayaan yang berkaitan dengan pola pikir dalam studi Islam dan pola pikir
didaerah masyarakat atau dikehidupan manusia dalam mempertahankan hidup.
Persoalan utama manusia dalam mempertahankan Islam bertujuan untuk memahami
agama Islam sama dengan halnya memahami manusia. Karena persoalan-persoalan yang
ditimbulkan atau dialami manusia juga merupakan masalah atau dalam pembahasan
agama. Pada dasarnya, pergaulan manusia adalah erat kaitannya dengan agama.
Islam yang dahulu pernah mencapai puncak kejayaannya, perlu dibangkitkan
kembali melalui pola-pola pemahaman dan pola pikir umatnya yang lebih luas, mendalam,
sistematis dan kreatif tanpa harus merubah nilai-nilai dasar yang ada di dalamnya.
Penelitian-penelitian tentang Islam yang dulu dianggap lenyap dan sekarang perlu
ditumbuh kembangkan guna mencapai Islam yang benar-benar kaffah dan rahmatan
lil’alamin.
Pemahaman isi Al-Qur’an dan hadist sebagai sumber utama ajaran Islam tidak lagi
terbatas pada pemahaman tersurat saja, tetapi perlu dikembangkan ke arah pemahaman
yang tersirat. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan dalam studi Islam dan
keislaman tidak lagi hanya menggunakan pendekatan normatifitas saja, tetapi perlu dan
sangat penting untuk menggunakan jenis-jenis pendekatan lain yang dapat diterima oleh
masyarakat. Agar Islam dapat diterima, dipelajari, dipahami dan diamalkan ajaranya oleh
umat manusia yang tersebar di seluruh penjuru dunia yang berbeda-beda, suku, adat
istiadat, ras, bahasa, letak geografis maka perlu tindakan nyata yang lebih bijaksana dari
para ilmuan Islam.
Dalam permasalahan ini akan dikaji hal-hal yang terkait dengan Antropologi dan
pendekatan Antrolopogis, asal-usul perkembangan Antropologi agama serta pendekatan
Antropologis dalam studi Islam. Dalam Antropologi didukung oleh tokoh-tokoh utama
dan karya-karya mereka dalam studi Antropologi Islam serta signifikansi dan kontribusi
pendekatan Antropologi dalam studi Islam dan umat muslim.
Antropologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu antropos yang
berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Sedangkan, Antropologi secara terminologi
yaitu ilmu yang mempelajari tentang asal-usul manusia dan hubungan sosial-budayanya.
(Syam, 2007:2)
Dalam KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia) Antropologi adalah suatu ilmu yang
membahas keseluruhan manusia, khususnya asal-usul, adat-istiadat dan kepercayaan di
masa lampau.
Dari pengertian di atas Antropologi memiliki 5 aspek, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Sejarah perkembangan manusia sebagai makhluk sosial
b. Beragamnya ciri-ciri fisik manusia di seluruh dunia
c. Penyebaran bahasa dan ucapan yang dilakukan manusia di seluruh dunia
d. Keragaman budaya manusia
e. Masalah dasar tentang kehidupan masyarakat dan suku bangsa di seluruh dunia pada
zaman sekarang.(Syam, 2007:3)
1. Antropologi Fisik
Antropologi ini melihat manusia dari ciri fisik pada manusia itu sendiri.
Pengelompokan manusia berdasarkan ciri khas fisiknya disebut ras manusia. Ciri
fisik itu bisa meliputi warna kulit, tinggi badan, ukuran tulang dan sebagainya. Di
dunia ini ada banyak ras-ras yang tersebar di seluruh penjuru, salah satunya adalah ras
mongoloid yang memiliki ciri-ciri mata sipit, ukuran tubuh yang pendek, warna kulit
kuning dan sebagainya. Negara yang memiliki ras ini adalah negara Cina, Jepang, dan
Korea. Selain ras mongoloid, ada juga ras negroid yang memiliki warna kulit hitam,
ukuran tubuh besar, rambut keriting, dan sebagainya. Ras ini tersebar hampir di
seluruh daratan Afrika.
2. Antropologi Budaya
Budaya adalah adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan manusia. Jadi,
Antropologi ini berfokus pada keanekaragaman kebudayaan yang terjadi di
masyarakat dan tempat tertentu. Misalnya, membahas tentang suku Jawa, Madura,
dan Bali. Untuk mengetahui kebudayaannya diperlukan penelitian yang mendalam
dan langsung di lapangan.
3. Antropologi Sosial
Sosial adalah hubungan antara individu atau kelompok. Antropologi sosial
mengkaji tentang prinsip yang ada di masyarakat dengan menyamakan keragaman
budaya di antara keduanya atau lebih. (Syam, 2007:4-5)
C. ASAL-USUL DAN PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI AGAMA
Pernyataan itu telah mendorong berbagai bangsa untuk mempelajari manusia secara
lebih khusus melalui penelitian secara ilmiah. Hal inilah yang menjadi cikal bakal ilmu
Antropologi. Secara sederhana, Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan
kebudayaan. Secara lebih sistematis, Koentjaraningrat menyusun perkembangan ilmu
Antropologi menjadi empat fase, sebagai berikut.
Fase Pertama Sebelum 1800-an. Pada 1400-an, orang Eropa Barat mulai menjelajahi
berbagai penjuru dunia seperti Afrika, Asia, Amerika, Australia, dan Selandia Baru. Hasil
dari perjalanan-perjalanan tersebut, berupa buku-buku yang menceritakan kehidupan suku
bangsa di luar bangsa Eropa. Gambaran tentang ciri-ciri fisik, adat istiadat, bahasa, mata
pencaharian, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya itu disebut etnografi.
Etnografi berasal dari ethnos, artinya bangsa, dan grafien, artinya gambaran atau
uraian (deskripsi). Bahan etnografi ini menarik perhatian para pelajar sehingga mereka
terdorong untuk mempelajari suku bangsa secara lebih jauh. Secara umum, orang Eropa
sendiri menafsirkan tulisan tersebut bermacam-macam. Ada yang menganggap orang di
luar bangsa Eropa adalah manusia liar sehingga timbul istilah bangsa primitif.
Ada pula yang menganggap manusia di luar dirinya itu adalah orang-orang yang
masih jujur, belum tahu kejahatan dan keburukan. Ada pula orang Eropa yang tertarik
pada benda-benda hasil suku bangsa pribumi itu sehingga didirikanlah museum-museum.
Fase Kedua 1800-an. Pada tahap ini, timbul karangan-karangan yang menyusun
bahan Etnografi berdasarkan cara berpikir evolusi. Mereka menganggap bahwa
masyarakat dan kebudayaan berubah secara lambat dalam waktu yang lama. Mulai dari
tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Mereka menganggap bangsa yang termasuk tingkat
rendah adalah suku-suku pribumi yang mereka temukan, sedangkan bangsa dengan tingkat
tinggi adalah orang Eropa saat itu. Tujuan mempelajari antropologi saat itu adalah
mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapatkan
suatu gambaran tentang sejarah evolusi dan penyebaran kebudayaan manusia.
Fase Ketiga Awal 1900-an. Negara-negara Eropa telah menjadi bangsa penjajah di
berbagai penjuru dunia. Ilmu Antropologi mempunyai kedudukan yang sangat penting,
yaitu untuk mengetahui latar belakang kehidupan dan kebudayaan penduduk pribumi.
Dengan pengetahuan itu dapat disusun strategi untuk menguasai dan memengaruhi
penduduk tersebut.
Antropologi menjadi ilmu yang praktis, yaitu mempelajari masyarakat dan
kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa untuk kepentingan menjajah dan untuk
memperoleh suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
Fase Keempat Setelah 1930-an. Pada fase ini, terjadi perubahan besar. Bangsa-
bangsa pribumi sudah banyak yang mendapat pengaruh kebudayaan Eropa sehingga
kebudayaan aslinya sudah mulai hilang. Selain itu, akibat Perang Dunia II, timbul
kebencian terhadap negara yang menjajah. Perhatian ilmu Antropologi beralih ke suku-
suku yang hidup di pedesaan di dalam wilayah negara Eropa sendiri, seperti suku bangsa
Soami, Flam, Lapp, dan sebagainya. Demikian pula di Negara Amerika Serikat.
(Koentjaraningrat, 1990:1-3)
Tujuan utama Antropologi secara keilmuan adalah memperoleh pengertian tentang
manusia dengan mempelajari keragaman bentuk fisik dan kebudayaannya. Secara praktis,
Antropologi bertujuan untuk mempelajari suku bangsa guna meningkatkan kesejahteraan
suku bangsa tersebut. Sejak saat itu, timbullah Antropologi yang dikhususkan untuk tujuan
pembangunan, seperti Antropologi Kependudukan, Antropologi Kesehatan, Antropologi
Pendidikan, Antropologi Ekonomi, Antropologi Politik, dan Antropologi Perkotaan.
(Sutardi, 2009:132)
b. Yang terpokok dilihat oleh pendekatan Antropologi adalah praktik konkrit dan
nyata di lapangan.
d. Comparative
Meskipun menyebut praktek lokal untuk era globalisasi sekarang adalah debatable,
tetapi ada empat rangkaian tindakan keagamaan yang perlu dicermati oleh penelitian
Antropologi. Pertama, adalah bagaimana seseorang atau kelompok melakukan praktik-
praktik lokal dalam mata rantai tindakan keagamaan yang terkait dengan dimensi sosial,
ekonomi, politik, dan budaya. Sebagai contoh ada tindakan baru yang disebut “walimah
al-Safar”, yang biasa dilakukan orang sebelum berangkat haji. Apa makna praktik dan
tindakan lokal ini dalam keterkaitannya dengan agama, sosial, ekonomi, politik dan
budaya. Religious ideas yang diperoleh dari teks atau ajaran pasti ada di balik tindakan
ini. Bagaimana tindakan ini membentuk emosi dan menjalankan fungsi sosial dalam
kehidupan yang luas. Bagaimana walimah safar yang tidak saja dilakukan di rumah tetapi
juga di laksanakan di pendopo kabupaten Oleh karenanya, keterkaitan dan keterhubungan
antara local practices, religious ideas, emosi individu dan kelompok maupun kepentingan
sosial – poilitik tidak dapat dihindari. Semuanya membentuk satu tindakan yang utuh.
AntropologiIslam mengalami perkembangan dari dulu sampai sekarang.
Perkembangan Antropologi bisa berupa mengikuti atau melanjutkan perkembangan tradisi
yang sebelumnya, menolak atau menerima budaya yang baru.(Syam, 2007:6)
Antropologi pertama berkembang di Inggris dengan seseorang yang
mengembangkannya adalah Edward Burnett Taylor(1832-1917).
Kebudayaan bisa berupa suatu sistem gagasan, sistem kelakuan, dan lain-lain. Bisa
disederhanakan bahwa budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia.
Kebudayaan bisa mengalami perubahan yang berhubungan dengan proses
masuknya kebudayaan baru pada masyarakat dan tempatnya. Perkembangannya
berlangsung sangat lama dengan mengalami perkembangan dari primitif sampai ke
modern. Ini bisa terjadi berkaitan dengan proses masuknya berbagai macam kebudayaan.
Mulai dari tempat,suku atau ras pun mengalami perubahan.
(Syam,2007: 7)
Yang menarik di sini adalah hubungan antara agama dan masyarakat. Agama
begitu melekat dengan masyarakat, karena agama bukan hanya dijadikan pegangan, tapi
syariatnya sudah menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat. Agama menjadi tempat
mencari pengetahuan.(Syam, 2007: 9)
Contohnya kaum abangan yang memiliki upacara slametan. Dalam upacara
slametanmembutuhkan bahan-bahan seperti kemenyan, kembang, jajanan,dan tumpeng.
Benda-benda ini adalah simboldan ini merupakan keyakinan dari orangnya. Contohnya,
kemenyan untuk arwah leluhur mereka. Mereka percaya kalau do’a dan bau kemenyan
bisa sampai ke para leluhur mereka. Keyakinan ini merupakan pengetahuan yang mereka
ketahui.(Syam, 2007: 11)
Komunitas Islam di tengah perubahan mempertahankan tradisi sosial mengambil
contoh dari masyarakat pesisir. Dilihat dari keagamaannya, untuk mempertahankan tradisi
lokal pada masyarakat pesisir tidak sesuai dengan yang digambarkan oleh para ahli.
Sebenarnya, di masyarakat pesisir terjadi proses akulturasi yang saling menerima dan
memberi melalui kebudayaan diantara kedua budayaannya. Contohnya seperti santri(NU)
dan abangan. Tampak di sini bahwa NU memiliki cara sendiri untuk melakukan kegiatan
keagamaan yang berbeda dari Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak mempunyai
kesempatan dalam hal kebudayaan. Itulah sebabnya, banyak kaum abangan yang
kemudian menjadi NU dan bukan Muhammadiyah.(Syam, 2007:132)
Perubahan itu terjadi, ternyata didukung oleh ajaran agama. Selain itu juga, faktor
sosial budaya sangat berpengaruh terhadap perubahan ini. Karena memiliki kebudayaan
yang sama, maka interaksi di antaranya sangat mudah diterima. Proses perubahan itu ialah
dari tradisi lokal ke tradisi Islam lokal.
Komunitas ini sedang mengalami perubahan yang mengarah pada kemajuan.
Walaupun mengalami perubahan, mereka tidak menghilangkan aura spiritualnya. Dan
kenyataanya juga membuktikan bahwa walaupun mengalami arus perubahan ke arah
kemajuan, namun kehidupan spiritualnya tetap semangat dan semarak di masyarakat
dengan diadakannya ritual lingkaran hidup sampai upacara keagamaan lainnya.
Oleh karena itu, segala sesuatu itu mengalami perubahan dan akulturasi. Dan pada
kenyataannya perubahan itu berdampak baik, termasuk komunitas pesisir dengan tradisi
lokal.(Syam,2007:133)
G. SIMPULAN
1. Antropologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu antropos yang berarti
manusia dan logos yang berarti ilmu. Sedangkan, Antropologi secara terminologi yaitu
ilmu yang mempelajari tentang asal-usul manusia dan hubungan sosial-budayanya.
2. Antropologi lahir dari keingintahuan manusia terhadap manusia lain. Bangsa Eropa
memelopori pengiriman ekspedisi ke berbagai negara. Perjalanan jauh tersebut
didorong oleh tujuan yang beragam, yakni murni didorong oleh rasa ingin tahu akan
daerah sekitarnya, mencari daerah jajahan, mencari bahan mentah dan pasaran hasil
industri, dan menyebarkan agama.
3. Pendekatan Antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu
upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat.
4. Salah satu contoh dari tokoh Antropologi adalah kisah Nabi Nuh a.s, dimana Nabi Nuh
a.s diutus Allah ke tengah-tengah masyarakat yang menyembah berhala dari patung-
patung yang mereka buat sendiri. Mereka juga merupakan para penyembah berhala,
selalu memuja, kemudian Nabi Nuh a.s diperintahkan oleh Allah untuk membuat
bahtera karena akan terjadi banjir besar menimpa kepada Nabi Nuh a.s dan umatnya
serta diperkirakan kapan Nabi Nuh a.s berada di pegunungan Ararat, Turki.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar S, Ahmad. 1989. Toward Islamic Anthropology. Jakarta: Media Da’wah