Anda di halaman 1dari 13

Pertemuan Ke-12

PENDEKATAN ANTROPOLOGI
STUDI ISLAM DAN MASYARAKAT MUSLIM

A. PENDAHULUAN

Makalah ini mengingat banyaknya buku dasar yang kajian utamanya menggunakan
pendekatan Antropologi. Antropologi adalah ilmu tentang manusia, budaya, fungsi, dan
peran kebudayaan yang berkaitan dengan pola pikir dalam studi Islam dan pola pikir
didaerah masyarakat atau dikehidupan manusia dalam mempertahankan hidup.
Persoalan utama manusia dalam mempertahankan Islam bertujuan untuk memahami
agama Islam sama dengan halnya memahami manusia. Karena persoalan-persoalan yang
ditimbulkan atau dialami manusia juga merupakan masalah atau dalam pembahasan
agama. Pada dasarnya, pergaulan manusia adalah erat kaitannya dengan agama.
Islam yang dahulu pernah mencapai puncak kejayaannya, perlu dibangkitkan
kembali melalui pola-pola pemahaman dan pola pikir umatnya yang lebih luas, mendalam,
sistematis dan kreatif tanpa harus merubah nilai-nilai dasar yang ada di dalamnya.
Penelitian-penelitian tentang Islam yang dulu dianggap lenyap dan sekarang perlu
ditumbuh kembangkan guna mencapai Islam yang benar-benar kaffah dan rahmatan
lil’alamin.
Pemahaman isi Al-Qur’an dan hadist sebagai sumber utama ajaran Islam tidak lagi
terbatas pada pemahaman tersurat saja, tetapi perlu dikembangkan ke arah pemahaman
yang tersirat. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan dalam studi Islam dan
keislaman tidak lagi hanya menggunakan pendekatan normatifitas saja, tetapi perlu dan
sangat penting untuk menggunakan jenis-jenis pendekatan lain yang dapat diterima oleh
masyarakat. Agar Islam dapat diterima, dipelajari, dipahami dan diamalkan ajaranya oleh
umat manusia yang tersebar di seluruh penjuru dunia yang berbeda-beda, suku, adat
istiadat, ras, bahasa, letak geografis maka perlu tindakan nyata yang lebih bijaksana dari
para ilmuan Islam.
Dalam permasalahan ini akan dikaji hal-hal yang terkait dengan Antropologi dan
pendekatan Antrolopogis, asal-usul perkembangan Antropologi agama serta pendekatan
Antropologis dalam studi Islam. Dalam Antropologi didukung oleh tokoh-tokoh utama
dan karya-karya mereka dalam studi Antropologi Islam serta signifikansi dan kontribusi
pendekatan Antropologi dalam studi Islam dan umat muslim.

B. ANTROPOLOGI DAN PENDEKATAN ANTROPOLOGIS

Antropologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu antropos yang
berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Sedangkan, Antropologi secara terminologi
yaitu ilmu yang mempelajari tentang asal-usul manusia dan hubungan sosial-budayanya.
(Syam, 2007:2)
Dalam KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia) Antropologi adalah suatu ilmu yang
membahas keseluruhan manusia, khususnya asal-usul, adat-istiadat dan kepercayaan di
masa lampau.
Dari pengertian di atas Antropologi memiliki 5 aspek, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Sejarah perkembangan manusia sebagai makhluk sosial
b. Beragamnya ciri-ciri fisik manusia di seluruh dunia
c. Penyebaran bahasa dan ucapan yang dilakukan manusia di seluruh dunia
d. Keragaman budaya manusia
e. Masalah dasar tentang kehidupan masyarakat dan suku bangsa di seluruh dunia pada
zaman sekarang.(Syam, 2007:3)

Perkembangan secara luas Antropologi dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya


adalah:

1. Antropologi Fisik
Antropologi ini melihat manusia dari ciri fisik pada manusia itu sendiri.
Pengelompokan manusia berdasarkan ciri khas fisiknya disebut ras manusia. Ciri
fisik itu bisa meliputi warna kulit, tinggi badan, ukuran tulang dan sebagainya. Di
dunia ini ada banyak ras-ras yang tersebar di seluruh penjuru, salah satunya adalah ras
mongoloid yang memiliki ciri-ciri mata sipit, ukuran tubuh yang pendek, warna kulit
kuning dan sebagainya. Negara yang memiliki ras ini adalah negara Cina, Jepang, dan
Korea. Selain ras mongoloid, ada juga ras negroid yang memiliki warna kulit hitam,
ukuran tubuh besar, rambut keriting, dan sebagainya. Ras ini tersebar hampir di
seluruh daratan Afrika.

2. Antropologi Budaya
Budaya adalah adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan manusia. Jadi,
Antropologi ini berfokus pada keanekaragaman kebudayaan yang terjadi di
masyarakat dan tempat tertentu. Misalnya, membahas tentang suku Jawa, Madura,
dan Bali. Untuk mengetahui kebudayaannya diperlukan penelitian yang mendalam
dan langsung di lapangan.

3. Antropologi Sosial
Sosial adalah hubungan antara individu atau kelompok. Antropologi sosial
mengkaji tentang prinsip yang ada di masyarakat dengan menyamakan keragaman
budaya di antara keduanya atau lebih. (Syam, 2007:4-5)
C. ASAL-USUL DAN PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI AGAMA

Asal mulanya Agama dapat dipergunakan manusia untuk membenarkan tingkah


lakunya. Berbagai upacara keagamaan atau perayaan agama sebagai salah satu bentuk
bahwa manusia yang beragama harus menjalankan kewajibannya sebagai manusia yang
taat beragama. Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya
makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama bagi manusia
memberi lambang-lambang kepada manusia. Dengan lambang-lambang tersebut mereka
dapat mengungkapkan hal-hal yang susah diungkapkan. Ide tentang ajaran yang telah
membantu memberi semangat kepada manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-
hari, menerima nasibnya yang tidak baik atau bahkan berusaha mengatasi kesukaran-
kesukaran yang banyak dan berusaha mengakhirinya. Dalam berperilaku menjalankan
agamanya tersebut sangat beragam karena banyaknya agama yang tersebar di dunia.
Secara singkat, agama di dunia dibedakan menjadi dua yaitu agama bumi atau alam
dengan agama wahyu. Sebelum mempelajarinya, terlebih dahulu harus mengerti dan
memahami apa yang dimaksud dengan agama secara Antropologis. (Sutardi, 2009:130)
Antropologi lahir dari keingintahuan manusia terhadap manusia lain. Bangsa Eropa
memelopori pengiriman ekspedisi ke berbagai negara. Perjalanan jauh tersebut didorong
oleh tujuan yang beragam, yakni murni didorong oleh rasa ingin tahu akan daerah
sekitarnya, mencari daerah jajahan, mencari bahan mentah dan pasaran hasil industri, dan
menyebarkan agama. Dari perjalanan tersebut, wawasan masyarakat (Eropa) mengenai
kehidupan di luar dirinya semakin luas. Hal tersebut menumbuhkan kesadaran akan
adanya perbedaan bentuk fisik manusia, seperti ada yang berkulit hitam, kuning, rambut
keriting, lurus, dan sebagainya. Selain itu, terdapat pula perbedaan bahasa, tingkat
teknologi, cara hidup, dan adat istiadat. (Sutardi, 2009:131)

Pernyataan itu telah mendorong berbagai bangsa untuk mempelajari manusia secara
lebih khusus melalui penelitian secara ilmiah. Hal inilah yang menjadi cikal bakal ilmu
Antropologi. Secara sederhana, Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan
kebudayaan. Secara lebih sistematis, Koentjaraningrat menyusun perkembangan ilmu
Antropologi menjadi empat fase, sebagai berikut.
Fase Pertama Sebelum 1800-an. Pada 1400-an, orang Eropa Barat mulai menjelajahi
berbagai penjuru dunia seperti Afrika, Asia, Amerika, Australia, dan Selandia Baru. Hasil
dari perjalanan-perjalanan tersebut, berupa buku-buku yang menceritakan kehidupan suku
bangsa di luar bangsa Eropa. Gambaran tentang ciri-ciri fisik, adat istiadat, bahasa, mata
pencaharian, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya itu disebut etnografi.
Etnografi berasal dari ethnos, artinya bangsa, dan grafien, artinya gambaran atau
uraian (deskripsi). Bahan etnografi ini menarik perhatian para pelajar sehingga mereka
terdorong untuk mempelajari suku bangsa secara lebih jauh. Secara umum, orang Eropa
sendiri menafsirkan tulisan tersebut bermacam-macam. Ada yang menganggap orang di
luar bangsa Eropa adalah manusia liar sehingga timbul istilah bangsa primitif.
Ada pula yang menganggap manusia di luar dirinya itu adalah orang-orang yang
masih jujur, belum tahu kejahatan dan keburukan. Ada pula orang Eropa yang tertarik
pada benda-benda hasil suku bangsa pribumi itu sehingga didirikanlah museum-museum.
Fase Kedua 1800-an. Pada tahap ini, timbul karangan-karangan yang menyusun
bahan Etnografi berdasarkan cara berpikir evolusi. Mereka menganggap bahwa
masyarakat dan kebudayaan berubah secara lambat dalam waktu yang lama. Mulai dari
tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Mereka menganggap bangsa yang termasuk tingkat
rendah adalah suku-suku pribumi yang mereka temukan, sedangkan bangsa dengan tingkat
tinggi adalah orang Eropa saat itu. Tujuan mempelajari antropologi saat itu adalah
mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapatkan
suatu gambaran tentang sejarah evolusi dan penyebaran kebudayaan manusia.
Fase Ketiga Awal 1900-an. Negara-negara Eropa telah menjadi bangsa penjajah di
berbagai penjuru dunia. Ilmu Antropologi mempunyai kedudukan yang sangat penting,
yaitu untuk mengetahui latar belakang kehidupan dan kebudayaan penduduk pribumi.
Dengan pengetahuan itu dapat disusun strategi untuk menguasai dan memengaruhi
penduduk tersebut.
Antropologi menjadi ilmu yang praktis, yaitu mempelajari masyarakat dan
kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa untuk kepentingan menjajah dan untuk
memperoleh suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
Fase Keempat Setelah 1930-an. Pada fase ini, terjadi perubahan besar. Bangsa-
bangsa pribumi sudah banyak yang mendapat pengaruh kebudayaan Eropa sehingga
kebudayaan aslinya sudah mulai hilang. Selain itu, akibat Perang Dunia II, timbul
kebencian terhadap negara yang menjajah. Perhatian ilmu Antropologi beralih ke suku-
suku yang hidup di pedesaan di dalam wilayah negara Eropa sendiri, seperti suku bangsa
Soami, Flam, Lapp, dan sebagainya. Demikian pula di Negara Amerika Serikat.
(Koentjaraningrat, 1990:1-3)
Tujuan utama Antropologi secara keilmuan adalah memperoleh pengertian tentang
manusia dengan mempelajari keragaman bentuk fisik dan kebudayaannya. Secara praktis,
Antropologi bertujuan untuk mempelajari suku bangsa guna meningkatkan kesejahteraan
suku bangsa tersebut. Sejak saat itu, timbullah Antropologi yang dikhususkan untuk tujuan
pembangunan, seperti Antropologi Kependudukan, Antropologi Kesehatan, Antropologi
Pendidikan, Antropologi Ekonomi, Antropologi Politik, dan Antropologi Perkotaan.
(Sutardi, 2009:132)

D. PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM STUDI ISLAM (AGAMA)


Pendekatan Antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu
upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat
dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan
memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam
disiplin ilmu Antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan dalam disiplin ilmu
agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Raharjo, lebih
mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul
kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif
sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Penelitian Antropologis yang
induktif, yaitu turun ke lapangan dengan upaya membebaskan diri dari teori-teori formal
yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologi dan
lebih-lebih ekonomi yang menggunakan model-model matematis, banyak juga memberi
sumbangan kepada penelitian historis. (Nata, 2012:35)
Penelitian Antropologi agama harus dibedakan dari pendekatan-pendekatan lain.
Para peneliti Antropologi harus melakukan atau menawarkan sesuatu yang lain dari yang
lain. Ia harus menimbulkan pertanyaan sendiri yang spesifik, berasal dari perspektif
sendiri yang spesifik, dan mempraktekkan metode sendiri yang spesifik pula. Antropologi
dapat dianggap sebagai ilmu keragaman manusia, dalam tubuh mereka dan perilaku
mereka. Dengan demikian, Antropologi agama akan menjadi penyelidikan scientific
keragaman agama manusia. Sebagaimana ungkapan yang berbunyi :

“The anthropological study of religion must be distinguished and distinguishable


from these other approaches in some meaningful ways; it must do or offer something
that the others do not. It must raise its own specific questions, come from its own
specific perspective, and practice its own specific method. Anthropology can best be
thought of as the science of the diversity of humans, in their bodies and their
behavior. Thus, the anthropology of religion will be the scien-tific investigation of the
diversity of human religions”.
(Eller, 2007: 2)

Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat


penting untuk memahami agama. Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala
perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan
pendekatan dan komitmen Antropologi akan pemahaman tentang manusia, maka
sesungguhnya Antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan
interaksi sosialnya dengan berbagai budaya.
Posisi penting manusia dalam Islam juga menunjukan bahwa sesungguhnya
persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana memahami manusia.
Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah sesungguhnya persoalan agama yang
sebenarnya. Para Antropolog menjelaskan keberadaan agama dalam kehidupan manusia
dengan membedakan apa yang mereka sebut sebagai 'commonsense' dan 'religious.' Dalam
satu sisi common sense mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa diselesaikan dengan
pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementara itu religious adalah
kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan kemampuan nalar maupun teknologi.
Dengan demikian memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya
tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan sesungguhnya
adalah realitas kemanusiaan yang ada dalam dunia nyata. Terlebih dari itu, makna hakiki
dari keberagamaan adalah terletak pada penafsiran dan pengamalan agama. Oleh karena
itu, Antropologi sangat diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami
realitas kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikkan yang menjadi
gambaran sesungguhnya dari keberagamaan manusia. Karena begitu pentingnya
penggunaan pendekatan Antropologi dalam studi Islam (agama), maka Amin Abdullah
mengemukakan 4 ciri dasar realitas cara kerja pendekatan Antropologi terhadap agama,
yaitu :

a. Bercorak deskriptif, bukan normatif.

Pendekatan Antropologi bermula dan diawali dari kerja lapangan berhubungan


dengan orang, masyarakat, kelompok setempat yang diamati dan diobservasi dalam
jangka waktu yang lama dan mendalam. Inilah yang biasa disebut dengan pengamatan
dan observasi di lapangan yang dilakukan secara serius, terstuktur, mendalam dan
berkesinambungan. Thick description dilakukan dengan cara antara lain Living in,
yaitu hidup bersama masyarakat yang diteliti, mengikuti pola hidup sehari-hari
mereka dalam waktu yang cukup lama. Bisa berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bisa
bertahun-tahun, jika ingin memperoleh hasil yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan secara akademik. John R Bowen, misalnya, melakukan
penelitian Antropologi masyrakat muslim Gayo,di Sumatra, selama bertahun-tahun.
Begitu juga dilakukan oleh para Antropolog kenamaan yang lain, seperti Clifford
Geertz yaitu, penelitian melalui pengumpulan catatan lapangan dan bukan studi
teks seperti yang biasa dilakukan oleh para orientalis adalah andalan utama
Antropolog.(Bowen, 2002: 2)

b. Yang terpokok dilihat oleh pendekatan Antropologi adalah praktik konkrit dan
nyata di lapangan.

Praktik hidup yang dilakukan sehari-hari, agenda mingguan, bulanan dan


tahunan, lebih-lebih ketika manusia melewati hari-hari atau peristiwa-peristiwa
penting dalam menjalani kehidupan. Amalan-amalan yang dilakukan untuk melewati
peristiwa-persitiwa kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan . Apa yang
dilakukan oleh manusia ketika menghadapi dan menjalani ritme kehidupan yang
sangat penting tersebut. (Bowen, 2002: 2)

c. Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai


domain kehidupan secara lebih utuh.

Bagaimana hubungan antara wilayah ekonomi, sosial, agama, budaya dan


politik. Kehidupan tidak dapat dipisah-pisah. Keutuhan dan saling keterkaitan antar
berbagai domain kehidupan manusia. Hampir tidak ada satu domain wilayah
kehidupan yang dapat berdiri sendiri, terlepas dan tanpa terkait dan terhubung dengan
lainnya. (Bowen, 2002: 3)

d. Comparative

Studi dan pendekatan Antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai


tradisi, sosial, budaya dan agama-agama. Talal Asad menegaskan bahwa “What is
distinctive about modern anthropology is the comparisons of concepts
(representation) between societies differently located in time or space. The important
thing in this comparative analysis is not their origin (Western or non-Western), but
the forms of life that articulate them, the power they release or disable”.
Setidaknya,Cliffort Geertz pernah memberi contoh bagaimana dia membandingkan
kehidupan Islam di Indonesia dan Maroko. Bukan sekedar untuk mencari kesamaan
dan perbedaan, tetapi yang terpokok adalah untuk memperkaya perspektif dan
memperdalam bobot kajian. Dalam dunia global seperti saat sekarang ini, studi
komparatif sangat membantu memberi perspektif baru baik dari kalangan luar
maupun dalam. (Bowen, 2002: 3)

Meskipun menyebut praktek lokal untuk era globalisasi sekarang adalah debatable,
tetapi ada empat rangkaian tindakan keagamaan yang perlu dicermati oleh penelitian
Antropologi. Pertama, adalah bagaimana seseorang atau kelompok melakukan praktik-
praktik lokal dalam mata rantai tindakan keagamaan yang terkait dengan dimensi sosial,
ekonomi, politik, dan budaya. Sebagai contoh ada tindakan baru yang disebut “walimah
al-Safar”, yang biasa dilakukan orang sebelum berangkat haji. Apa makna praktik dan
tindakan lokal ini dalam keterkaitannya dengan agama, sosial, ekonomi, politik dan
budaya. Religious ideas yang diperoleh dari teks atau ajaran pasti ada di balik tindakan
ini. Bagaimana tindakan ini membentuk emosi dan menjalankan fungsi sosial dalam
kehidupan yang luas. Bagaimana walimah safar yang tidak saja dilakukan di rumah tetapi
juga di laksanakan di pendopo kabupaten Oleh karenanya, keterkaitan dan keterhubungan
antara local practices, religious ideas, emosi individu dan kelompok maupun kepentingan
sosial – poilitik tidak dapat dihindari. Semuanya membentuk satu tindakan yang utuh.
AntropologiIslam mengalami perkembangan dari dulu sampai sekarang.
Perkembangan Antropologi bisa berupa mengikuti atau melanjutkan perkembangan tradisi
yang sebelumnya, menolak atau menerima budaya yang baru.(Syam, 2007:6)
Antropologi pertama berkembang di Inggris dengan seseorang yang
mengembangkannya adalah Edward Burnett Taylor(1832-1917).
Kebudayaan bisa berupa suatu sistem gagasan, sistem kelakuan, dan lain-lain. Bisa
disederhanakan bahwa budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia.
Kebudayaan bisa mengalami perubahan yang berhubungan dengan proses
masuknya kebudayaan baru pada masyarakat dan tempatnya. Perkembangannya
berlangsung sangat lama dengan mengalami perkembangan dari primitif sampai ke
modern. Ini bisa terjadi berkaitan dengan proses masuknya berbagai macam kebudayaan.
Mulai dari tempat,suku atau ras pun mengalami perubahan.
(Syam,2007: 7)
Yang menarik di sini adalah hubungan antara agama dan masyarakat. Agama
begitu melekat dengan masyarakat, karena agama bukan hanya dijadikan pegangan, tapi
syariatnya sudah menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat. Agama menjadi tempat
mencari pengetahuan.(Syam, 2007: 9)
Contohnya kaum abangan yang memiliki upacara slametan. Dalam upacara
slametanmembutuhkan bahan-bahan seperti kemenyan, kembang, jajanan,dan tumpeng.
Benda-benda ini adalah simboldan ini merupakan keyakinan dari orangnya. Contohnya,
kemenyan untuk arwah leluhur mereka. Mereka percaya kalau do’a dan bau kemenyan
bisa sampai ke para leluhur mereka. Keyakinan ini merupakan pengetahuan yang mereka
ketahui.(Syam, 2007: 11)
Komunitas Islam di tengah perubahan mempertahankan tradisi sosial mengambil
contoh dari masyarakat pesisir. Dilihat dari keagamaannya, untuk mempertahankan tradisi
lokal pada masyarakat pesisir tidak sesuai dengan yang digambarkan oleh para ahli.
Sebenarnya, di masyarakat pesisir terjadi proses akulturasi yang saling menerima dan
memberi melalui kebudayaan diantara kedua budayaannya. Contohnya seperti santri(NU)
dan abangan. Tampak di sini bahwa NU memiliki cara sendiri untuk melakukan kegiatan
keagamaan yang berbeda dari Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak mempunyai
kesempatan dalam hal kebudayaan. Itulah sebabnya, banyak kaum abangan yang
kemudian menjadi NU dan bukan Muhammadiyah.(Syam, 2007:132)
Perubahan itu terjadi, ternyata didukung oleh ajaran agama. Selain itu juga, faktor
sosial budaya sangat berpengaruh terhadap perubahan ini. Karena memiliki kebudayaan
yang sama, maka interaksi di antaranya sangat mudah diterima. Proses perubahan itu ialah
dari tradisi lokal ke tradisi Islam lokal.
Komunitas ini sedang mengalami perubahan yang mengarah pada kemajuan.
Walaupun mengalami perubahan, mereka tidak menghilangkan aura spiritualnya. Dan
kenyataanya juga membuktikan bahwa walaupun mengalami arus perubahan ke arah
kemajuan, namun kehidupan spiritualnya tetap semangat dan semarak di masyarakat
dengan diadakannya ritual lingkaran hidup sampai upacara keagamaan lainnya.
Oleh karena itu, segala sesuatu itu mengalami perubahan dan akulturasi. Dan pada
kenyataannya perubahan itu berdampak baik, termasuk komunitas pesisir dengan tradisi
lokal.(Syam,2007:133)

E. TOKOH-TOKOH UTAMA DAN KARYA-KARYA DALAM STUDI


ANTROPOLOGI ISLAM

Ibnu Batutah (1304-1377 M) bernama lengkap Muhammad bin Abdullah bin


Muhammad bin Ibrahim at Tauji dengan karyanya berjudul Tuhfah an Nazeer fi Garaib al
Amsar wa Ajabul al Asfar (persembahan seorang pengamat tentang kota-kota asing dan
perjalanan yang mengagumkan). (Melvin, 1989:57)
Ibn Khaldun (1332-1460 M) bernama lengkap Waliuddin Abd.Rahman bin
Muhammad bin Abu Bakar Muhammad bin Al Hasan dengan karyanya berjudul Al Ibar
(tujuh jilid) dan Muqaddimah Ibnu Khaldun. (Akbar, 1986:42)
Parsudi Suparlan (1938-2007) dengan karyanya The Javanese Suriname: Ethnicity
in Snethnically Plura Society, Hubungan Antar Suku Bangsa, dan Masyarakat dan
Kebudayaan Perkotaan.
Koentjaraningrat (1923-1999) dengan karyanya Pengantar Antropologi, Manusia
dan Kebudayaan di Indonesia, Sejarah Teori Antropologi, Beberapa Pokok Antropologi
Sosial dan karya lainnya. (Koentjaraningrat, 2005:6)
Adapun salah satu kisah yang terkait dengan Antropologi Islam yaitu cerita Nabi
Nuh a.s. Nabi Nuh a.s diutus Allah ke tengah-tengah masyarakat yang menyembah berhala
dari patung-patung yang mereka buat sendiri. Mereka juga merupakan para penyembah
berhala, selalu memuja, berdoa kepadanya dan mengagungkannya. Nabi Nuh a.s adalah
orang cerdas dan sabar. Ia mengajak kaumnya untuk berfikir melihat alam semesta ciptaan
Allah, langit dengan bulan, bintang dengan matahari, bumi dengan kekayaan yang ada
diatas dan dibawahnya, berupa tumbuhan hewan dan air yang mengalir, pergantian siang
dan malam semua itu menjadi bukti tanda kekuasaan dan ke-esaan Allah SWT. Nabi Nuh
a.s berdakwah kepada umatnya selama 500 tahun dan diangkat menjadi rasul pada usia
450 tahun. Meski demikian pengikut Nabi Nuh yang beriman hanya sedikit yaitu kurang
dari seratus orang. Karena semakin hari mereka justru semakin jauh dari kebenaran serta
bertambah sesat dan jahat. Maka Nabi Nuh a.s berdoa kepada Allah SWT agar segera
menurunkan siksa. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar do’a hamba-Nya, lalu
Allah memerintahkan Nabi Nuh a.s untuk membuat sebuah perahu besar
(bahtera).(Skholihin, 2010:204 )
Pada suatu hari turunlah hujan dan tak berhenti selama berhari-hari, hingga
terjadilah banjir besar. Para pengikut Nabi Nuh a.s menaiki bahtera disertai beberapa
pasang hewan sesuai perintah Allah SWT, mereka semua selamat dari dahsyatnya banjir
tersebut kini orang-orang durhaka itu telah binasa.
Di Gunung Ararat, Turki. Para peneliti meyakini sebagai tempat berlabuhnya kapal
NabiNuh a.s saat banjir besar surut. Tampak model perahu yang dijadikan pusat
penelitian.
Para peneliti arkeologi dari berbagai negara berlomba-lomba mengungkap
kebenaran cerita itu dengan meneliti tempat berlabuhnya kapal Nabi Nuh tersebut. Melalui
penelitian selama beratus-ratus tahun dan mengamati hasil foto satelit, salah satu situs
yang dipercaya sebagai jejak peninggalan kapal tersebut terletak di pegunungan Ararat,
Turki yang berdekatan dengan perbatasan Iran.
Di lokasi gunung Ararat, tampak sebuah bentuk simetris raksasa seperti cekungan
perahu. Diduga tanah, debu, dan batuan vulkanis yang memiliki usia berbeda-beda, telah
masuk ke dalam perahu tersebut selama ribuan tahun sehingga memadat dan membentuk
seperti perahu. Disekitarnya ditemukan pula jangkar batu, reruntuhan bekas pemukiman,
dan ukiran dari batu.(Sholikhin,2010:205)
Di sekitar obyek tersebut, juga ditemukan sebuah batu besar dengan lubang pahatan.
Para peneliti percaya bahwa pada zaman dulu, batu tersebut biasa dipakai pada bagian
belakang perahu besar (kemudi) untuk menstabilkan perahu sewaktu berlayar.
Kebenaran penemuan itu, masih diperdebatkan banyak pihak. Namun, sejumlah
peneliti percaya bahwa pegunungan Ararat adalah tempat berlabuhnya kapal Nabi Nuh.
Al-Quran tidak menyebutkan nama sebuah gunung kecuali nama al-Judy, yang bermakna
sebuah tempat yang tinggi.(Sholikhin, 2010:206)
Kapal Nabi Nabi Nuh AS ini dibuat di atas bukit yang tinggi. Diperlukan peralatan
yang canggih untuk mengangkut bahan bangunannya. Belum lagi perhitungan struktur
kapal yang harus teliti, tentunya untuk proyek raksasa perjalanan Nabi Nuh a.s dan
pengikutnya, tidak mungkin dibuat secara asal-asalan.Lagipula Kapal Nabi Nuh yang
mereka temukan diperkirakan terbuat dari susunan kayu purba dan berdasarkan hasil
penelitian, telah berumur 4.800 tahun.Intinya, Kapal Nabi Nuh a.s merupakan kapal
tercanggih yang pernah dibuat umat manusia. Dan sampai saat ini, keberadaannya masih
misterius.(Sholikhin,2010:207)
Bahtera Nabi Nuh diperkirakan dibuat sekitar tahun 3465 SM. Dan beberapa
berpendapat, perahu tersebut dibangun disebuah tempat bernama Shuruppak, yaitu sebuah
kawasan yang terletak di selatan Irak. Jika perahu itu dibangun di selatan Irak (tempat
Nabi Nuh diutus) dan akhirnya terdampar di utara Turki, kemungkinan besar bahtera
tersebut telah terbawa arus air sejauh 560 km.(Sholikhin, 2010:208)
Baru-baru ini, gabungan peneliti Arkeolog-Antropologi dari dua negara, China dan
Turki. Mereka mengumpulkan artefak dan fosil-fosil berupa serpihan kayu kapal, tambang
dan paku. Hasil Laboratorium Noah’s Ark Ministries International, China-Turki, setelah
melakukan serangkaian uji materi fosil kayu oleh tim ahli tanaman purba, menunjukan
bukti yang mengejutkan, bahwa fosil kayu Kapal Nabi Nuh a.s berasal dari kayu jati yang
saat itu hanya tumbuh di Pulau Jawa. Lembaga ini telah meneliti ratusan sampel kayu
purba dari berbagai negara dan memastikan bahwa fosil kayu jati yang berasal dari daerah
Jawa Timur dan Jawa Tengah 100 persen cocok dengan sampel fosil kayu kapal Nabi Nuh
a.s.
Sedangkan Dr. Bill Shea seorang Antropolog, menemukan pecahan-pecahan
tembikar sekitar 18 M dari situs kapal Nabi Nuh a.s. Tembikar ini memiliki ukiran-ukiran
burung, ikan dan orang yang memegang palu dengan memakai hiasan kepala bertuliskan
Nuh. Dia menjelaskan, pada zaman kuno, barang-barang tersebut dibuat oleh penduduk
lokal di desa itu untuk dijual kepada para peziarah situs kapal. “Sejak zaman kuno hingga
saat ini, fosil kapal tersebut telah menjadi lokasi wisata” ujarnya. (Sholikhin, 2010:209)
Peristiwa banjir besar dan ditenggelamkannya umat Nabi Nuh a.s merupakan bukti
nyata kemurkaan Allah SWT atas kaum yang mendustakan ayat-ayat dan rasul-Nya.
Kendati sudah diajak selama ratusan tahun untuk menyembah Allah Yang Esa, namun
kaumnya tetap mengingkari dan enggan mengikutinya. Maka sebagai akibatnya, Allah
menurunkan bencana dan siksa bagi kaum yang tidak beriman tersebut.Sementara mereka
yang beriman, Allah akan senantiasa memberikan pertolongan dan rahmat-Nya. Itulah
balasan bagi orang yang selalu berbuat baik dan beriman kepada Allah.(Sholikhin,
2010:278)

F. SIGNIFIKASI ANTROPOLOGI SEBAGAI PENDEKATAN STUDI ISLAM

Adanya pendekatan Antropologis dalam memahami agama, ternyata banyak


digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara agama dan berbagai hal yang menyangkut
manusia. Seperti yang diungkapkan oleh Abuddin Nata, yaitu :

1. Ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi


ekonomi dan politik. Misalnya, golongan masyarakat yang kurang mampu atau miskin
lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaan yang mengarah pada suatu
pengharapan akan hadirnya sosok pembebas atau penyelamat manusia dari penindasan
di dunia yang menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan
golongan orang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang
sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya.
2. Adanya pertalian antara agama dengan etos kerja yang berkaitan dengan nilai-nilai
etika dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat.
3. Agama mempunyai hubungan dengan mekanisme pengorganisasian dalam masyarakat,
seperti penelitian yang dilakukan oleh Clifford Geert dalam bukunya The Religion of
Java yang membagi klasifikasi sosial masyarakat Muslim di Jawa menjadi 3 yaitu
santri, priyayi dan abangan.
4. Melalui pendekatan antropologis fenomenologis terlihat adanya hubungan antara
agama dan negara (state and religion). Seperti terjadi di Indonesia yang penduduknya
mayoritas beragama Islam, tetapi menjadikan Pancasila sebagai dasar negara.
5. Adanya keterkaitan antara agama dengan psikoterapi, seperti pendapat Segmund Freud
yang menghubungkan agama dengan Oedipus Complex, yakni pengalaman infantil
seorang anak yang tidak berdaya di hadapan kekuatan dan kekuasaan bapaknya. Jadi,
anak-anak yang mengalami hambatan kepribadian atau gangguan emosi bisa
memperlihatkan perilaku infantil. (Nata, 2012: 36)

Jadi, agama memang banyak berhubungan dengan berbagai masalah dalam


kehidupan manusia dan untuk mengetahui itu semua dibutuhkan pendekatan Antropologi.
Selain itu, dibutuhkan juga dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama
banyak informasi-informasi atau uraian-uraian yang dapat dijelaskan melalui ilmu
Antropologi beserta cabang-cabangnya.

G. SIMPULAN

1. Antropologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu antropos yang berarti
manusia dan logos yang berarti ilmu. Sedangkan, Antropologi secara terminologi yaitu
ilmu yang mempelajari tentang asal-usul manusia dan hubungan sosial-budayanya.

2. Antropologi lahir dari keingintahuan manusia terhadap manusia lain. Bangsa Eropa
memelopori pengiriman ekspedisi ke berbagai negara. Perjalanan jauh tersebut
didorong oleh tujuan yang beragam, yakni murni didorong oleh rasa ingin tahu akan
daerah sekitarnya, mencari daerah jajahan, mencari bahan mentah dan pasaran hasil
industri, dan menyebarkan agama.

3. Pendekatan Antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu
upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat.
4. Salah satu contoh dari tokoh Antropologi adalah kisah Nabi Nuh a.s, dimana Nabi Nuh
a.s diutus Allah ke tengah-tengah masyarakat yang menyembah berhala dari patung-
patung yang mereka buat sendiri. Mereka juga merupakan para penyembah berhala,
selalu memuja, kemudian Nabi Nuh a.s diperintahkan oleh Allah untuk membuat
bahtera karena akan terjadi banjir besar menimpa kepada Nabi Nuh a.s dan umatnya
serta diperkirakan kapan Nabi Nuh a.s berada di pegunungan Ararat, Turki.

5. Agama memang banyak berhubungan dengan berbagai masalah dalam kehidupan


manusia dan untuk mengetahui itu semua dibutuhkan pendekatan Antropologi.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar S, Ahmad. 1989. Toward Islamic Anthropology. Jakarta: Media Da’wah

Bowen, Jhon. 2002. Relegion in Practice : An Approac to the Anthropology of


Relegion. Boston : Allyn and Bacon

Eller, David Jack . 2007. Introducing Anthropology of Religion. New York :


Routlege 270 Madison Ave

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Ilmu Antropologi I, cet.III. Jakarta: PT Rineka


Cipta

Melvin. 1986. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia

Nata, Abuddin. 2012. Metodelogis Studi Islam. Jakarta : Raja Pres

Solikhin, Muhammad. 2010. Misteri Bula Suro Perspektif Islam Jawa.Yogyakarta :


Narasi

Sutardi, 2009. Antropologi Keragaman Budaya. Jakarta: Departemen Nasional

Syam, Nur. 2012. Madzhab-madzhab Antropologi. Yogyakarta : LkiS

Anda mungkin juga menyukai