Anda di halaman 1dari 83

ANALISIS KONFLIK PENYELENGGARAAN PEMILIHAN KEPALA

DAERAH KABUPATEN TEBO PROVINSI JAMBI TAHUN 2017

SKRIPSI

RUDI HERLIYANTO
SIP152070

PEMBIMBING:

Dr. DEDEK KUSNADI, M.Si., MM


SITI MRLINA, S.Ag,. M.HI

MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAERAH

PRODI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

1440 H / 2019 M
2
3
4
5

MOTTO

‫؞‬
‫؞ا َِّن ا هللَ ََل يُغَ ِيّ ُر َما بِقَ ْى ٍم َحتَّى يُغَ ِيّ ُر ْو ا َما ِبا َ ْنفُ ِس ِه ْم‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar
Ra‟d(13): 11) 1

1
Al-Quran Indonesia Surah. Ar Ra‟d (13):11
6

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim...

Ungkapan rasa syukur terhadap yang kuasa terlintas dibenakku semenjak

diriku mulai duduk di bangku perkuliahan yang tercinta ini. Sujud syukur ku

persembahkan karya ini teruntuk kepada kedua orang tua ku dan keluaga tercinta

yang tanpa mereka saya bukan siapa-siapa di dunia ini, yakni Ayah Sukardi dan

Alm. Ibu Sunarti yang teramat sangat aku sayangi, yang selama ini tak pernah

lelah dalam memberi dukungan dan semangat pada diri ku, serta doa yang tak

pernah bosan dipanjatkan meminta kepada Allah SWT. yang mengiringi dalam

setiap langkah ku untuk mencapai cita-cita. Kupersembahkan karya kecil ku ini

kepada mereka yang senantiasa selalu mencintai dan menyayangiku yang termulia

Ayah dan Ibu ku tersayang.

Saudari-saudariku yang tersayang kakak Reni, Herni, Yeni dan Tika

Yuliyanti, yang selalu membantu dan memberi motivasi dari awal perjalanan

perkuliahan ini hingga saat ini...

Dan juga teramat untuk perempuan yang sepesial selain Alm. Ibu dan

Saudari-saudariku, seseorang yang sangat aku sayang dan cintai Dea Roza

Ayuningtias, yang selalu mendampingi ku mulai dari awal perjalanan perkuliahan

hingga sampai pada tahap ini yang selalu memberi suport dan dukungan kepada

diriku, tanpa sosok dia mungkin diriku tidak bisa sampai seperti dengan saat ini.

Alhamdulillahirabil‟alamin...
7

ABSTRAK

Rudi Herliyanto, SIP152070, Analisis Konflik Penyelenggaraan Pemilihan


Kepala Daerah Kabupaten Tebo Provinsi Jambi Tahun 2017.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui konflik dalam penyelengaraan pemilihan


Kepala Daerah dan penyebabkan terjadiya konflik dalam penyelenggaran
pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Tebo tahun 2017. Sebagai tujuan dalam
penelitian ini untuk mengetahui solusi untuk menimalisir konflik dalam pesta
demokrasi selanjutnya di Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Sekripsi ini
mengunakan pendekatan sosial empiris dengan metode pengumpulan data melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
penulis diperoleh hasil dan kesimpulan penelitian sebagai berikut: pertama,
selama penyelengaraan pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten tebo tahun 2017
terjadi berbagai masalah yang berujung terjadinya konflik antara lain demontrasi
di aula rumah Dinas Bupati Kabupaten Tebo pada saat rapat pleno perhitungan
suara dan gugatan salah satu paslon ke Mahkamah Kontitusi. Kedua, penyebab
terjadinya konflik yakni salah satu paslon yang kalah merasa keberatan dengan
hasil rapat pleno perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Tebo.
Sehingga pihak yang kalah mengunakan isu dugaan kecurangan selama
penyelengaraan pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Tebo seperti jumlah DPT
yang di nilai tidak sesuai, keterlibatan Apratur Sipil Negara dalam mendukung
salah satu pasangan calon, kurang profesionalnya penyelengara Pilkada dan
kurang pemahaman kepada para calon kandidat dalam penyelengaraan pemilihan
Kepala Daerah.

Kata kunci : Konflik, Pemilihan Kepala Daerah, Komisi Pemilihan Umum.


8

KATA PENGATAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga dapat

menyelesaikan penulisan sekripsi inidengan baik. Selanjutnya sholawat dan salam

penulis haturkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad Saw yang senantiasa

menjadi panutan dan tauladan untuk umat Islam.

Sekripsi ini diberi judul “Analisis Konflik Penyelenggaraan Pemilihan

Kepala Daerah Kabupaten Tebo Provinsi Jambi Tahun 2017” merupakan

kajian pemerintahan baik dalam teori maupun praktek dengan kondisi yang terjadi

di lapangan saat ini.

Dalam penulisan sekripsi ini penulis akui tidak sedikit hambatan dan

tantangan yang penulis harus lalui, namun berkat kegigihan, kerja keras, serta

diiringi doa dan tentunya bantuan maupun dukungan dari semua pihak hingga

pada akhirnya penuisan sekripsi ini dapat diselesaikan. Dengan diselesaikannya

penulisan sekripsi ini penulis berharap semoga dapat bermanfaat khususnya bagi

diri penulis dan umumnya bagi seluruh pembaca serta semoga dapat memberikan

motivasi yang mengandung nilai ilmiah bagi dunia pendidikan, pemerintahan

serta bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Selanjutnya hal yang pantas penulis sampaikan adalah ucapan terima kasih

kepada semua pihak yang turut berkontribusi dalam penyusunan penulisan

sekripsi ini, terutama sekali kepada Bapak dan Ibu Dosen Pembimbing serta

seluruh Bapak/Ibu Dosen, Pegawai dan Staf si lingkungan Fakltas Syari‟ah UIN

STS Jambi yang telah membimbing, mengajar dan berbagai ilmu pengetahuan
9

sejak duduk dibangku perkuliahan hingga sampai ke penulisan sekripsi ini,

semoga amal baik yang akan dibalas pahala oleh Allah SWT.

Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN STS Jambi;

2. Bapak Dr. A. A. Mifth, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah UIN

STS Jambi;

3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc. M.HI., Ph.D selaku Wakil Dekan

Fakutas Syari‟ah bidang Akademik, Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag.,

M.HI selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah bidang Administrasi

Umum, Perencanaan dan Keuangan dan Ibu Dr. Yuliatin, S.Ag., M.HI

selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah bidang Kemahasiswaan dan

Kerjasama;

4. Ibu Mustiah RH, S.Ag., M.Sy dan Ibu Try Endah Karya Lestiani, S.Ip.,

M.IP selaku Ketua dan Sekertaris Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas

Syari‟ah UIN STS Jambi;

5. Bapak Dr. Dedek Kusnadi, M.Si., MM dan Ibu Siti Marlina, S.Ag,.

M.HI selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing Iisekripsi

ini;

6. Bapak/Ibu Dosen, Staf dan Karyawan/i di lingkungan Fakultas

Syari‟ah UIN STS Jambi;


10

7. Bapak Sekertaris Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tebo dan

seluruh anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tebo, yang telah

memberikan izin dalam melakukan penenelitian ini.

Penulis menyadari bahwa sekripsi ini sangat sederhana dan jauh dari kata

sempurna. Oleh karna itu keritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan

dikemudian hari. Dan akhirnya semoga sekripsi ini dapat menambah wawasan

pengetahuan dan berguna bagi kita semua serta mendapat Ridho dari Allah SWT,

Amin.

Jambi, Oktober 2019

Rudi Herliyanto
SIP.152070
11

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................. ii

PERSTUJUAN ................................................................................................ iii

PENGGESAHAN ............................................................................................ iv

MOTTO ........................................................................................................... v

PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................... xi

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................. 6

C. Batasan Masalah .................................................................................... 7

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................... 7

E. Kerangka Teori....................................................................................... 8

F. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 26

BAB II METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 29

B. Pendekatan Penelitian ........................................................................... 29

C. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 30


12

D. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 32

E. Tenik Analisis Data ............................................................................... 34

F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 35

G. Jadwal Penelitian ................................................................................... 36

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kabupaten Tebo .......................................................... 38

B. Kondisi Geografis dan Demografis Kabupaten Tebo ........................... 39

C. Profil KPU Kabupaten Tebo ................................................................. 46

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Konflik dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah di

Kabupaten Tebo Tahun 2017 ................................................................ 52

B. Penyebab terjadinya Konflik dalam Penyelenggaraan Pemilihan

Kepala Daerah di Kabupaten Tebo Tahun 2017 ................................... 56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 59

B. Saran-saran ............................................................................................. 60

C. Kata Penutup ......................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

CURICULUM VITAE
13

DAFTAR SINGKATAN

AMH : Angka Melek Huruf

AHH : Angka Harapan Hidup

APM : Angka Partisipasi Murni

APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

BAWASLU : Badan Pengawas Pemilu

DKPP : Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DPT : Daftar Pemilih Tetap

KPU : Komisi Pemilihan Umum

KPUD : Komisi Pemilihan Umum Daerah

PILKADA : Pemilihan Kepala Daerah

RS : Rumah Sakit

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

UUD : Undang Undang Dasar


14

DAFTAR TABEL

Tabel I : Jadwal Penelitian

Tabel II : Luas Kecamatan di Kabupaten Tebo

Tabel III : Indikator Kesehatan Kabupaten Tebo 2017

Tabel IV : Struktur Organisasi Sekertariat KPU Kabupaten Tebo

Tabel V : Data Responden


15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan dunia politik di Indonesia terus berkembang sejalan dengan

reformasi terhadap produk hukum, pemerintahan, maupun kebebasan pers. Dalam

skala nasional bisa kita lihat pada pemilihan umum pada tahum 2014 yang sudah

dilaksanakan secara langsung. Pemilihan umum merupakan momen terbesar pesta

demokrasi di Indonesia, mulai dari segi anggaran yang harus dikeluarkan, masalah

politiknya, dan juga pengaruhnya terhadap keberlanjutan pembangunan sosial

politik suatu negara.

Dalam sistem pemilihan umum di Indonesia yang baru, ada beberapa jenis

penyelenggaraan Pemilu, salah satunya yaitu pemilu legislatif untuk memilih

anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,

dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota serta pemilihan

umum kepala daerah.2

Pembentukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 sebagai pengganti

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang

sekaligus menandakan lahirnya pemilihan kepala daerah langsung diberbagai

daerah di Indonesia diharapkan mampu membawa perubahan bagi bangsa

Indonesia didalam merencanakan agenda reformasi lebih demokratis. Kehadiran

Undang-Undang tersebut merupakan peluang untuk mewujudkan aspirasi daerah


2
HAW. Widjaja, “Penyelengaraan Otonomi di Indonesia”, cet. ke-1 (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Perseda, 2008), hlm. 112
16

yaitu keinginan untuk memiliki pemimpin lokal yang disepekati oleh rakyat

melalui pemilukada langsung. Melihat mekanisme pemilihan seperti yang tertuang

dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dinilai belum mampu menciptakan

pemimpin daerah yang lebih akuntabel terhadap masyarakat setempat.3

Demokrasi lokal merupakan bagian dari subsistem politik suatu negara

yang derajat pengaruhnya berada dalam koridor pemerintahan daerah. Di

Indonesia Demokrasi lokal merupakan subsistem dari demokrasi yang

memberikan peluang bagi pemerintahan daerah dalam mengembangkan

kehidupan hubungan pemerintahan daerah dengan rakyat di lingkungannya.

Pemilihan kepala daerah langsung merupakan sebuah implementasi

kebijakan pemerintahan pusat serta merupakan proses demokrasi masyarakat

ditingkat lokal. Hal baru ini tentunya tidak ditemukan oleh masyarakat masa orde

baru sebelumnya jadi sekarang ini, kepala daerah tidak lagi ditentukan dan

diangkat oleh pemerintahan pusat bahkan tidak dipilih oleh anggota DPRD setiap

daerah malainkan dipilih langsung oleh masyarakat daerah setempat, sehinggah

proses demokrasi yang berjalan di Negara ini dapat dilaksanakan secara

menyeluruh.

Perubahan sistem politik dengan diberlakukannya sistem pemilhan

langsung di daerah tidak sepenuhnya memberikan arti perubahan yang positif.

Pilkada pada prakteknya ternyata memunculkan serangkaian konflik dalam

3
Asri Harahap, H Abdul, „‟Manajemen dan Resolusi Konflik Pilkada‟‟, (Jakarta: Sinar
Jaya, 2005), hlm. 97
17

pelaksanaanya, hal tersebut berbanding terbalik dengan tujuan awal diterapkannya

system Pilkada untuk menciptakan pemimpin daerah yang lebih berkualitas.4

Dasar hukum pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah secara langsung adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang

Perubahan ke dua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Pemilihan Gubenur, Bupati, dam Walikota Menjadi Undang-Undang.5 Adapun

petunjuk pelaksanaannya tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun

2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan

Pemberhentian Kepala Daerah.6

Dalam pelaksanaannya pemilihan kepala daerah secra langsung tidak

semulus harapan banyak kalangan, yang terjadi justru menimbulkan kecemasan

dibanyak pihak. Hal ini dipicu oleh munculnya berbagai konflik yang cukup besar

yang mewarnai perjalanan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang

dilaksanakan secara langsung. Mulai dari pertikaian antar pendukung, perusakan

fasilitas publik hingga perusakan gedung-gedung milik pemerintah.

Persoalan-persoalan diatas, tidak mungkin terjadi apabila potensi konflik

dalam pemilihan kepala daerah secara langsung bisa dideteksi sejak awal.

Sehingga pemerintah dan penyelenggara pemilu bisa mempersiapkan berbagai

4
Ibid, hlm. 101
5
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, tentang Perubahan ke dua atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubenur, Bupati, dam Walikota Menjadi Undang-Undang, Pasal
6
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah, Pasal
18

langkah untuk mengantisipasi dan meminimalisir terjadinya konflik atau

meluasnya konflik kearah yang lebih massif.7

Konflik adalah salah satu masalah yang selalu kita temui dalam kehidupan

kita sehari-hari namun acap kali konflik selalu dihubungkan dengan kekerasan

seperti halnya kerusuhan, kudeta, terorisme, dan lain sebagainya. Mengapa seperti

itu, karena dalam konflik selalu diawali dengan perbedaan pendapat, persaingan

dan pertentangan antar individu atau kelompok yang saling memperebutkan suatu

sasaran yang sama-sama dikejar oleh kedua belah pihak tersebut, namun hanya

ada salah satu pihak yang memungkinkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tebo

tahun 2017, terjadi beberapa hal penting yang menjadi kendala dalam pelaksanaan

pemilihan kepala daerah yang mewarnai penyelenggaraan Pilkada di Kabupaten

Tebo tahun 2017. Beberapa hal tersebut kemudian menjadi sebuah permasalahan

yang berujung terjadinya sengketa hingga dipertentangkan dan menjadi konflik

pada penyelenggaraan Pilkada di Kabupaten Tebo tahun 2017.

Potensi pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tebo menjadi sengketa

yang telah diprediksi banyak orang akan berakhir ke Mahkamah Konstitusi.

Sebab, dari pilkada dua priode keblakang juga berakhir di Mahkamah Konstitusi

dan juga masing-masing pihak sejak awal tahapan penyelenggaraan Pilkada saling

tuding melakukan kecurangan dan pelanggaran. Mulai dari yang bersifat

administratif, dugaan money politics, hingga penghitungan suara.8

7
HAW. Widjaja, “Penyelengaraan Otonomi di Indonesia”, cet. ke-1 (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Perseda, 2008), hlm. 115
8
Observasi Awal di Kabupaten Tebo pada tanggal 12 Febuari 2017
19

Berbagai kecenderungan proses dan hasil pilkada tetap merupakan bahan

kajian yang sangat menarik. Pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bupati dan

Wakil Bupati Kabupaten Tebo tahun 2017, salah satu fenomena paling menarik

dibalik penyelenggraan Pilkada Tebo. Berbagai konflik penyelenggaraan Pilkada

di Kabupaten Tebo yang muncul dari hal antara lain, banyak masyarakat yang

merasa berhak untuk menjadi pemilih, tapi kenyataanya tidak terdaftar di DPT,

hal ini menimbulkan ketidak puasan dan menjadi diterimanya konflik. Kemudian

tahapan yang paling krusial adalah tahapan penetapan pemenang Pilkada.

Fenomena yang sering muncul adalah pihak yang kalah, yang selalu mengangkat

isu penggelembungan suara, banyak warga yang tidak terdaftar dan persoalan

pendataan pemilih lainnya sebagai sumber utama kekalahan. Massa yang merasa

tidak mendapat hak pilih biasanya memprotes dan dimanfaatkan oleh pasangan

yang kalah.9

Pada saat KPU Kabupaten Tebo melaksanakan rapat pleno penghitungan

suara Pilkada di aula kantor Bupati pada tanggal 22 Febuari 2017, massa

pendukung salah satu pasangan calon Bupati Tebo berunjuk rasa di depan kantor

Bupati Tebo. Massa menuding KPU Tebo tidak profesional sehingga sekitar 80

ribu pendukung salah satu calon tidak bisa memilih karena tidak masuk ke dalam

daftar pemilih tetap (DPT). Perwakilan massa sempat melakukan pertemuan

dengan komisioner KPU Tebo, namun tidak menemukan titik temu. Tak lama

9
Ibid.
20

setelah pertemuan diakhiri, kericuhan pun terjadi. Massa mengamuk, mereka

melempari polisi dengan batu. pendemo juga menabrakkan mobil ke arah polisi.10

Dan pada Pilkada Kabupaten Tebo pasangan calon nomor urut 1 Hamdi-

Harmain, mengajukan gugatan ke Makamah Konstitusi agar hasil perhitungan

suara KPU Tebo dibatalkan, selain gugatan ke MK tim Hamdi-Harmain juga

melayangkan laporan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Dewan

Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Laporan tersebut terkait dugaan

pelanggaran di Pilkada Tebo.11

Dari paparan latar belakang di atas menunjukan bahwa penyelenggaraan

Pilkada di Kabupaten Tebo tahun 2017 masih menimbulkan konflik dalam proses

penyelenggaraannya. Oleh sebab itu penulis tertarik meneliti konflik dalam

penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tebo tahun 2017, yang

mana judul penelitian penulis adalah “Analisis Konflik Penyelenggaraan

Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Tebo Tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat mengambil

beberapa permasalahan yang terkait konflik penyelenggaraan pemilihan kepala

daerah di Kabupaten Tebo tahun 2017 sebagai berikut:

1. Bagaimana konflik dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah di

Kabupaten Tebo tahun 2017 ?

10
https://www.liputan6.com/pilkada/read/2865921/pleno-hasil-pilkada-tebo-diwarnai-
anarki, di akses pada tanggal 21 September 2018
11
https://www.liputan6.com/pilkada/read/2868361/hasil-pilkada-tebo-resmi-digugat-ke-
mk, di akses pada tanggal 21 September 2018
21

2. Apa penyebab terjadinya konflik dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala

Daerah di Kabupaten Tebo tahun 2017 ?

C. Batasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu melebar dan keluar dari jalur judul

mengigat waktu yang tersedia sangat terbatas, pembatasan masalah sangat

diperlukan dalam penelitian ini. Maka penulis membatasinya pada bagian

penyebab konflik dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten

Tebo tahun 2017, studi di kantor Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tebo.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan dengan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya,

maka dalam penelitian ini diharapkan menjelaskan beberapa tujuan dan kegunaan

penelitian, yaitu:

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Ingin mengetahui konflik dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala

Daerah di Kabupaten Tebo tahun 2017.

b. Ingin mengetahui penyebab terjadinya konflik dalam penyelenggaraan

pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Tebo tahun 2017.

2. Kegunaan Penelitian

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


22

a. Kegunaan Secara Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat dan

penyelengaraan demokrasi yang akan datang.

b. Kegunaan Secara Praktis

1) Bagi penulis, sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu

(S1) Ilmu Pemerintahan fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi, dan sebagai proses pembelajaran bagi penulis dalam

meningkatkan kemampuan dibidang karya ilmiah.

2) Sebagai kontribusi pemikiran untuk Komisi Pemilihan Umum Daerah

(KPUD) khususnya Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Tebo

dalam meminimalisir konflik penyelenggaraan pemilihan kepala daerah

dan juga Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jambi.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan uraian ringkasan tentang teori yang digunkan

dalam rangka penyusunan skripsi ini maka penulis menggunakan seperangkat

teori yang merupakan sebuah pijakan bagi penulis dalam penelitian ilmiah agar

dapat mengamati, meneliti dan menelaah gejala serta peristiwa yang akan

diangkat dari lapangan dengan berdasarkan teori-teori yang dapat memudahkan

penulis untuk mengukur ketimpangan yang terjadi dilapangan dari yang

seharusnya dan sebaiknya menurut teori-teori tersebut.

1. Konflik

Dalam kehidupannya manusia memiliki kebutuhan untuk

berinteraksi dengan orang lain. Dalam kajian sosiologis, kebutuhan untuk


23

berinteraksi dengan orang lain disebut dengan gregariousness. Lebih lanjut,

interaksi sosial sendiri merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis

yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok

manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia.12

Interaksi yang terjadi pada kehidupan manusia memiliki potensi untuk

menimbulkan konflik jikala mempunyai tujuan serta kepentingan yang

berbeda. Konflik dalam interaksi sosial bisa terjadi biasanya antara

individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok, serta

antara individu dengan kelompok karena berbeda atau bertentangan

dengan tujuan mereka. Interaksi sosial sendiri dimulai ketika dua orang

bertemu (tatap muka), saling menegur (kontak suara), dan berjabat tangan

(kontak fisik). Lebih lanjut, interasi sosial menurut Karp dan Yoels

ditentukan oleh ciri-ciri fisik dan penampilan.13 Ciri-ciri fisik meliputi

jenis kelamin, usia, ras, sedangkan penampilan meliputi daya tarik,

bentuk tubuh, busana, dan wacana percakapan.

Konflik merupakan suatu perselisihan yang terjadi antara dua pihak,

ketika keduanya menginginkan suatu kebutuhan yang sama dan ketika adanya

hambatan dari kedua pihak. Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali

dikaitkan dengan kekerasan seperti kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi.

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling

memukul. Konflik, dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

12
Soekanto, Soerjono , 2006. Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada), hal 55
13
Soenarto ,2003. Kilas Balik dan Masa Depan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan.
Pidato Pengukuhan Guru Besar. UNY, Yogyakarta Hal 17
24

percekcokan, perselisihan, dan pertentangan.14 Defenisi konflik menurut para

ahli sangatlah bervariasi karena para ahli melihat konflik dari berbagai sudut

pandang atau perspektif yang berbeda-beda.

Konflik adalah perjuangan yang dilakukan secara sadar dan langsung

antara individu dan atau kelompok untuk tujuan yang sama. Mengalahkan

saingan nampaknya merupakan cara yang penting untuk mencapai tujuan.15

Menurut Kilmann & Thomas yang dimaksud dengan konflik adalah:

“Suatu kondisi ketidakcocokan obyektif antara nilai-nilai atau tujuan-tujuan,

seperti perilaku yang secara sengaja mengganggu upaya pencapaian tujuan,

dan secara emosional mengandung suasana permusuhan.16

Menurut Ramlan Surbakti bahwa konflik berhubungan dengan

“benturan” seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara

individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, individu dengan

kelompok yang masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda-beda.17

Adapun ciri-ciri konflik menurut Ted Robert Gurr menyebutkan paling

tidak memiliki empat ciri konflik, yaitu sebagai berikut:

a. Ada dua atau lebih pihak yang terlibat

b. Masing-masing pihak terlibat dalam tindakan yang saling memusuhi.

c. Masing-masing pihak menggunakan tindakan kekerasan yang bertujuan

untuk menghancurkan lawan-lawannya.

14
Hamzah Ahmad, Kamus Bahasa Indonesia (Surabaya:Fajar Mulia,1996), hal.208
15
A . Rusdiana, Manajemen Koflik, cet: ke-1 (Jakarta: Pustaka Setia, 2014), hal: 21
16
Ibid, hal. 23.
17
A . Rusdiana. “ Manajemen Koflik‟‟, cet: ke-1 (Jakarta: Pustaka Setia, 2014), hlm. 34
25

d. Interaksi pertentangan bersifat terbuka, sehingga bisa dideteksi dengan

mudah oleh pengamat independen.18

Akan tetapi Menurut Maswadi Rauf, konflik lisan pun bisa

dikategorikan sebagai konflik. Hal ini seperti yang diungkapkannya, bahwa;

“konflik lisan dapat dikategorikan sebagai konflik karena sudah terlihat

adanya pertentangan di dalamnya meskipun tindakan kekerasan yang

melibatkan benda-benda fisik belum terjadi. Bila konflik hanya terbatas pada

tindakan kekerasan secara fisik, maka seharusnya tidak ada istilah seperti

conflict of interest, conflicting ideas, dan lain sebagainya yang lebih banyak

mengacu pada konflik lisan”.19

Jadi, penulis menyimpulkan bahwa konflik merupakan suatu

perselisihan, perbedaan, dan persaingan yang dilakukan dua atau lebih orang

baik individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok

dengan kelompok untuk mencapai tujuanya masing-masing.

2. Tipe-Tipe Konflik

Max Webber mendeskripsikan konflik menjadi dua tipe, yaitu:

a. Konflik dalam arena politik, konflik ini muncul tidak hanya didasarkan pada

kepentingan kekuasaan dan ekonomi, tetapi banyak faktor lain dibalik itu

semua, diantaranya factor ideologi. Demikian pula konflik ini tidak hanya

terjadi pada organisasi politik, tetapi juga terjadi pada organisasi

keagamaan.

18
Ibid, hlm. 36
19
Wirawan, Konflik dan manajement Konflik, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010) hlm.
103
26

b. Konflik dalam gagasan dan cita-cita, konflik ini terjadi karena setiap

individu atau kelompok ada naluri ingin mendominasi dalam pandangan

dunia, baik yang berkaitan dengan doktrin agama, nilai budaya, filsafat,

maupun gaya hidup kultural.20

Konflik politik dikelompokkan menjadi dua tipe, yang mana meliputi

konflik positif dan konflik negatif. Konflik positif adalah konflik yang tidak

mengancam eksistensi sistem politik, biasanya disalurkan lewat mekanisme

penyelesaian konflik yang disepakati bersama dalam konstitusi.

Mekanisme yang dimaksud ialah lembaga-lembaga demokrasi, seperti

partai politik, badan-badan perwakilan rakyat, pengadilan, pemerintah, pers,

dan forum-forum terbuka lainnya. Tuntutan akan perubahan yang di ajukan

oleh sejumlah kelompok masyarakat melalui lembaga-lembaga itu merupakan

contoh konflik posisitf. Sebaliknya, konflik negatif ialah konflik yang dapat

mengancam eksistensi sistem politik yang biasanya disalurkan melalui cara-

cara non konstitusional, seperti kudeta, separatisme, terorisme dan revolusi.21

Sehubungan dengan adanya konflik yang positif dan konflik yang

negatif dalam kaitanya dengan masyarakat, dapat dibagi menjadi dua yakni

masyarakat yang mapan yakni masyatakat yang memiliki stuktur kelembagaan

yang diatur dalam konstitusi dan masyarakat yang belum mapan yakni

masyarakat yang belum memiliki stuktur kelembagaan yang mendapat

dukungan penuh dari seluruh masyarakat.

20
Ibid, hlm. 104
21
A . Rusdiana. “ Manajemen Koflik‟‟, cet: ke-1 (Jakarta: Pustaka Setia, 2014), hlm. 37
27

3. Penyebab Konflik

Konflik sebagai akibat dari menajamnya perbedaan dan kerasnya

benturan kepentingan yang saling berhadapan, disebabkan oleh beberapa latar

belakang yang ada. Pertama, adanya latar belakang sosial politik, ekonomi dan

sosial budaya yang berbeda dan memiliki pengaruh yang sangat kuat. Kedua,

adanya pemikiran yang menimbulkan ketidak sepahaman antara yang satu

dengan yang lain. Ketiga, adanya sikap tidak simpatik terhadap suatu pihak,

sistem dan mekanisme yang ada dalam organisasi. Keempat, adanya rasa tidak

puas terhadap lingkungan organisasi, sikap frustasi, rasa tidak senang, dan lain-

lain, sementara tidak dapat berbuat apa-apa dan apabila harus meningggalkan

kelompok, berarti harus menanggung resiko yang tidak kecil. Kelima, adanya

dorongan rasa harga diri yang berlebih-lebihan dan berakibat pada keinginan

untuk berusaha sekuat tenaga untuk melakukan rekayasa dan manipulasi.22

Sebuah masalah yang timbul tentunya ada penyebab mengapa masalah

itu terjadi, begitu juga dengan konflik. Konflik muncul sebagai akibat adanya

perbedaan dan benturan kepentingan yang saling berhadapan. Fisher,

menjelaskan tentang berbagai teori penyebab konflik, antara lain:

a. Teori Hubungan Masyarakat

Bahwa konflik yang terjadi lebih disebabkan polarisasi,

ketidakpercayaan dan fragmentasi sosial, serta ketidakpercayaan dan

permusuhan yang terus terjadi diantara kelompok-kelompok masyarakat

yang berbeda atau majemuk. Teori ini membantu menjelaskan adanya

22
Hidayat, Imam, 2009, Teori-teori Politik, (Malang: Setara Press). Hal 76
28

kemajemukan dan ketegangan sosial yang sudah barang tentu terjadi

karena perbedaan dan pertentangan kepentingan, prinsip dan kehendak

yang ada. Sasaran yang ingin dicapai adalah pertama, meningkatkan

komunikasi dan saling pengertian antar kelompok yang mengalami

konflik. Kedua, mengusahakan toleransi agar masyarakat lebih bisa

saling memahami dan menerima keragaman yang ada di dalamnya.

Ketiga, membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk

memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, serta

memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan

kepentingan-kepentingan mereka. Keempat, melancarkan proses

pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

b. Teori Negosiasi Prinsip

Konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras serta

perbedaan pandangan tentang konflik antara pihak-pihak yang terlibat

didalamnya. Negosiasi adalah upaya mencapai mufakat antara dua

belah pihak atau lebih yang ingin mengambil keputusan bersama dan

untuk mencapai kemufakatan. Dengan memahami ini diharapkan

membantu pihak-pihak yang mengalami konflik dapat memisahkan

perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan mendorong

mereka yang berkonflik untuk melakukan negosiasi berdasarkan

kepentingan-kepentingan mereka dari pada posisi tertentu yang sudah

tetap. Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang

menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.


29

c. Teori Kebutuhan Manusia

Konflik yang muncul ditengah masyarakat disebabkan perebutan

kebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan fisik, mental dan sosial

yang tidak terpenuhi dalam perebutan tersebut. Dengan memahami

teori ini akan membantu pihak yang mengalami konflik untuk

mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang

tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dan mencapai kesepakatan.23

Selain berdasarkan teori, Hidayat menjelaskan secara sederhana

bahwa konflik disebabkan oleh:

a. Adanya latar belakang sosial politik, ekonomi dan sosial budaya yang

berbeda dan memiliki pengaruh yang sangat kuat.

b. Adanya pemikiran yang menimbulkan ketidak sepahaman antara yang

satu dengan yang lain.

c. Adanya sikap tidak simpatik terhadap suatu pihak, sistem dan

mekanisme yang ada dalam organisasi.

d. Adanya rasa tidak puas terhadap lingkungan organisasi, sikap frustasi,

rasa tidak senang, dan lain-lain, sementara tidak dapat berbuat apa-apa

dan apabila harus meningggalkan kelompok, berarti harus menanggung

resiko yang tidak kecil.

23
Asri Harahap dan H Abdul, „‟Manajemen dan Resolusi Konflik Pilkada‟‟, (Jakarta:
Sinar Jaya, 2005), hlm. 94
30

e. Adanya dorongan rasa harga diri yang berlebih-lebihan dan berakibat

pada keinginan untuk berusaha sekuat tenaga untuk melakukan

rekayasa dan manipulasi.24

Suatu konflik dalam politik biasanya berawal dari kontroversi-

kontroversi atau isu-isu yang muncul dalam berbagai kegiatan dan peistiwa

politik. Kontroversi tersebut diawali dengan hal-hal yang bersifat abstrak

dan umum, kemudian bergerak dan berproses menjadi suatu konflik.

4. Tahapan Konflik

Situasi konflik akan selalu berubah dari waktu kewaktu apabila konflik

tersebut terus dibiarkan terjadi tanpa adanya upaya penanganan atau

penyelesaian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkonflik. Fisher El.Al,

menyebutkan ada beberapa alat bantu untuk menganalisis situasi konflik, salah

satunya adalah penahapan konflik. Konflik berubah setiap saat, melalui tahap

aktivitas, intensitas, ketegangan dan kekerasan yang berbeda. Tahap-tahap ini

adalah:

a. Pra-Konflik: merupakan periode dimana terdapat suatu ketidaksesuaian

sasaran diantara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik

tersembunyi dari pandangan umum, meskipun salah satu pihak atau lebih

mungkin mengetahui potensi terjadi konfrontasi. Mungkin terdapat

ketegangan hubungan diantara beberapa pihak atau keinginan untuk

menghindari kontak satu sama lain.

24
Ibid, hal. 97
31

b. Konfrontasi: pada saat ini konflik menjadi semakin terbuka. Jika hanya satu

pihak yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai

melakukan demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya.

c. Krisis: ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan kekerasan

terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode

perang, ketika orang-orang dari kedua pihak terbunuh. Komunikasi normal

diantara dua pihak kemungkinan putus, pernyataan-pernyataan umum

cenderung menuduh dan menentang pihak lainnya.

d. Akibat: kedua pihak mungkin setuju bernegosiasi dengan atau tanpa

perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga yang

lebih berkuasa mungkin akan memaksa kedua pihak untuk menghentikan

pertikaian.

e. Pasca-Konflik: akhirnya situasi diselesaikan dengan cara mengakhii

berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan

mengarah lebih normal diantara kedua pihak. Namun jika isu-isu dan

masalah-masalah yang timbul karena sasaran mereka saling bertentangan

tidak diatasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi

prakonflik.25

5. Resolusi Konflik

Menurut Ralf Dahrendorf, pengaturan konflik yang sangat efektif

bergantung pada tiga faktor, yaitu:

25
Wirawan, Konflik dan manajement Konflik, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010) hlm.
112
32

a. Kedua pihak harus mengakui kenyataan dan situasi konflik yang terjadi

diantara mereka (adanya pengakuan atas kepentingan yang diperjuangkan

oleh pihak lain).

b. Kepentingan-kepentingan yang diperjuangkan harus terorganisir secara

rapi, tidak bercerai berai dan terkotak-kotak sehingga masing-masing

pihak memahami dengan jelas lingkup tuntutan pihak lain.

c. Kedua belah pihak menyepakati aturan main (rules of the game) yang

menjadi landasan dan pegangan dalam hubungan dan interaksi diantara

mereka.26

Ketika ketiga isyarat ini dipenuhi maka berbagai bentuk pengaturan

konflik dapat dibuat dan dilaksanakan

Menurut Nasikun, pola penyelesaian konflik dapat dilakukan dalam

beberapa pendekatan, di antaranya:

a. Negosiasi adalah proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna

mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dengan pihak lain.

Negosiasi juga diartikan suatu cara penyelesaian sengketa secaradamai

melalui perundingan antara pihak yang berperkara. Dalam hal ini,

negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai

kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan

yangsama maupun yang berbeda.

b. Konsiliasi, pengendalian konflik dengan cara konsiliasi terwujud melalui

lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi

26
Asri Harahap, H Abdul, „‟Manajemen dan Resolusi Konflik Pilkada‟‟, (Jakarta: Sinar
Jaya, 2005), hlm. 122.
33

dan pengambilan keputusan di antara pihak-pihak yang berkonflik.

Lembaga yang dimaksud diharapkan berfungsi secara efektif, yang

sedikitnya memenuhi empat hal:

1) Harus mampu mengambil keputusan secara otonom, tanpa campur

tangan dari badan-badan lain.

2) Lembaga harus bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga itulah

yang berfungsi demikian.

3) Lembaga harus mampu mengikat kepentingan bagi pihak-pihak yang

berkonflik.

4) Lembaga tersebut harus bersifat demokratis. Konsiliator nantinya

memiliki hak dan kewenangan untuk menyampaikan pendapat secara

terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa. Selain itu,

konsiliator tidak berhak untuk membuatputusan dalam sengketa untuk

dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses

konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa

yang dituangkan dalam bentuk kesempatan di antara mereka.

c. Mediasi (Mediation), pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk

menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan

dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami. Bahwa

mediasi merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang

bersengketa dan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu demi

tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis. Sementara itu, pihak

ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa dinamakan


34

sebagai mediator. Oleh karena itu, pengertian mediasi mengandung unsur-

unsur, antara lain: merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa

berdasarkan perundingan, mediator terlibat dan diterima oleh para pihak

yang bersengketa di dalam perundingan, mediator bertugas membantu para

pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian. Tujuan mediasi untuk

mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak

yang bersengketa guna mengakhiri sengketa. Dengan demikian, putusan

yang diambil atau yang dicapai oleh mediasi merupakan putusan yang

disepakati bersama oleh para pihak yang dapat berbentuk nilai-nilai atau

norma-norma yang menjadi tatanan dalam masyarakat.

d. Arbitrasi (Arbitration), pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk

menerima pihak ketiga, yang akan berperan untuk memberikan keputusan-

keputusan, dalam rangka menyelesaikan yang ada. Berbeda dengan

mediasi, cara arbitrasi mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk

menerima keputusan yang diambil oleh pihak arbitrer.27

Menunjuk pada pemaparan diatas maka yang dimaksud dengan resolusi

konflik adalah suatu cara antara pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan

masalah yang sedang dihadapinya secara sukarela. Resolusi konflik juga

menyarankan penggunaan cara-cara yang lebih demokratis dan konstruktif

untuk menyelesaikan konflik dengan memberikan kesempatan pada pihak-

pihak yang berkonflik untuk memecahkan masalah mereka oleh mereka sendiri

27
A . Rusdiana, „‟Manajemen Koflik‟‟, cet: ke-1 (Jakarta: Pustaka Setia, 2014), hlm. 57
35

atau dengan melibatkan pihak ketiga yang bijak, netral dan adil untuk

membantu pihak-pihak yang berkonflik memecahkan masalahnya.

6. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 telah diatur tentang

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, mulai dari Pasal 65 hingga

Pasal 118, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan

calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil yang diajukan oleh partai politik atau gabungan

partai politik.28

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang bertanggung jawab kepada

DPRD, dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah, dibentuk panitia pengwas pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah yang keanggotannya terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan,

perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat.29

Pada akhirnya bangsa ini berhasil keluar dari kemelut politik, debat

panjang soal langsung tidaknya penyelenggaraan pilkada. Keputusan DPR

menyudahi itu dengan menegaskan bahwa pilkada tetap dilaksanakan secara

langsung dan serentak. Pada 17 Februari 2015, DPR mengesahkan UU No. 1

Tahun 2015 dan yang saat ini telah diubah menjadi Undang-undang Republik

28
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
29
HAW Widjaja, Penyelengaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Perseda, 2008), hal. 121
36

Indonesia Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Walikota disahkan.

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan melalui

masa persiapan, dan tahap penyelearaan. Masa persiapan meliputi:

Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat meliputi:

a. Perencanaan program dan anggaran

b. Penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan

c. Perencanaan penyelenggaraan yang meliputi penetapan tata cara dan

jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan

d. Pembentukan PPK, PPS, dan KPPS

e. Pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan

Pengawas TPS

f. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau Pemilihan

g. Penyerahan daftar penduduk potensial Pemilih

h. Pemutakhiran dan penyusunan daftar Pemilih.30

Tahapan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud meliputi:

a. Pengumuman pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil

Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan

Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota

b. Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,

pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon

30
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan ke dua atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubenur, Bupati, dam Walikota Menjadi Undang-
Undang, Pasal 5 Ayat 2
37

Walikota dan Calon Wakil Walikota; penelitian persyaratan Calon

Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil

Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota

c. Penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,

pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon

Walikota dan Calon Wakil Walikota

d. Pelaksanaan Kampanye

e. Pelaksanaan pemungutan suara

f. Penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara

g. Penetapan calon terpilih

h. Penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil Pemilihan

i. Pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih31

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015

Pemilihan Kepala Daerah diserahkan kepada publik, artinya pemilihan kepala

daerah ditentukan langsung oleh rakyat berdasarkan hak pilihnya. 32 Pemilihan

kepala daerah secara lansung dimulai pada tahun 2005, yang diseleggarakan di

226 daerah, yang meliputi 11 Provinsi, 180 kabupaten dan 35 kota. Pilkada

adalah cara untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah di Indonesia

oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat.

31
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan ke dua atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubenur, Bupati, dam Walikota Menjadi Undang-
Undang, Pasal 5 Ayat 3
32
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
38

Pilkada langsung merupakan perluasan partisipasi politik rakyat dalam

menentukan figur pemimpinnya sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.

Sehingga lahir pemimpin daerah yang sesuai dengan harapan dan aspirasi

rakyat, serta memiliki legitimasi politik yang kuat. Masyarakat merupakan

pemegang kunci kekuasaan karena mereka yang menentukan, sekaligus terlibat

langsung untuk memilih kepala daerah sesuai dengan keinginannya tanpa

diganggu gugat oleh siapapun.

Pilkada diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan

wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan

memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.

Sebagaiman yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.33

Pemilihan umum merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam

praktik bernegara masa kini (modern) karna menjadi sarana utama bagi rakyat

untuk menyatakan kedaulatannya atas negara dan pemerintah. Pernyataan

kedaulatan rakyat tersebut diwujudkan dalam proses pelibatan masyarakat

untuk menetukan siapa-siapa saja yang harus menjalankan dan di sisi lain

mengawasi pemerintah negara. Karena itu, fungsi utama bagi rakyat adalah

“untuk memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-wakil mereka”.

Melalui Pilkada rakyat dapat memilih pemimpin yang berkualitas

secara damai, jujur, dan adil. Selain mengoptimalkan demokratisasi daerah,

juga merupakan perwujudan dari perinsip otonomi daerah seluas-luasnya.

33
HAW Widjaja, Penyelengaraan Otonomi di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Perseda, 2008), hal. 78
39

Sebagai konsekuensi dari desentralisasi politik yang diberikan pemerintah

pusat maka pelaksanaan Pilkada sepenuhnya dibiayai oleh APBD.

Bila Pilkada hanya digunakan sebagai ajang perebutan kekuasaan

melalui voting dari suara pemilih, maka dikhawatirkan akan menghasilkan

pemimpin yang hanya popular dan diterima secara luas, namun tidak

mempunyai kecakapan dan kemampuan dalam mengelolah daerah. Kualitas

pemimpin dapat diukur dari dua instrument yakni; tingkat pendidikan dan

kompetensi. Namun sebagai pejabat politik, kepala daerah terpilih haruslah

orang yang dapat diterima secara umum sehingga tidak hanya mendapat

dukungan secara horizontal, tetapi juga vertikal dari elite politik yang ada

ditingkat nasional dan pemerintah pusat.34

Pilkada pada dasarnya adalah sebuah proses untuk melahirkan dinamika

politik lokal yang lebih demokratis, bertanggung jawab, partisipasif dan

transparan sesuai dengan nilai-nilai politik lokal yang tumbuh dan berkembang

di daerah. Dalam pemilihan umum kepala daerah melalui beberapa tahap

sesuai dengan pertaturan KPU.

F. Tinjaunan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah uraian hasil-hasil peneliti terdahulu yang relevan

yang terkait dengan penelitian ini pada focus atau tema yang diteliti. Adapun

setelah penulis melakukan studi pustaka, penulis menemukan beberapa peneliti

terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian ini, pembahasan ataupun studi

34
http://rismaniswatyunm.blogspot.com/2012/10/implementasi-kebijakan-pencalonan-
pada.html, di akses pada tanggal 25 Maret 2018.
40

yang membahas tentang penelitian yang akan diteliti. Beberapa penelitian yang

penulis temukan tersebut, antara lain:

1. Jurnal skripsi yang ditulis oleh Bibit Wahyudi Jurusan Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau tahun 2012 yang

berjudul tentang “Dinamika Konflik Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kota

Pekanbaru Tahun 2010”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian

kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini menjelaskan tentang

analisis penyebab konflik dalam pemilihan umum kepala daerah dan cara

mengatasi konflik tersebut. Penelitian ini berfokus pada manajemen konflik

dalam pemilihan kepala daerah di Kota Pekanbaru tahun 2010. Kesimpulan

dari penelitian tersebut adalah konflik yang terjadi didalam Pemilukda Kota

Pekanbaru 2010 adalah konflik yang bersifat strategi politik. Timbulnya

konflik karena dilatar belakangi oleh peraturan yang masih jauh dari

sempurna sehingga membuka celah bagi oknum untuk memannfaatkan celah

tersebut untuk kepentingan kelompoknya. Konflik Pemilukada Kota

Pekanbaru 2010 juga dilatar belakangi oleh banyaknya jumlah pasangan

calon yang tidak lulus seleksi Pemilukada Kota Pekanbaru dikarenakan

sistem borong partai politik yang terjadi pada Pengusungan calon Walikota

dan Wakil Walikota Kota Pekanbaru.35

2. Skripsi yang ditulis oleh Andi Nurmadina Jurusan Ilmu Politik dan Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeristas Hasanuddin

pada tahun 2012 yang berjudul tentng “Resolusi Konflik Pada Pemilukada

35
Bibit Wahyudi, Sekripsi: “Dinamika Konflik Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kota
Pekanbaru Tahun 2010” (Riau: Universitas Riau, 2012).
41

Tahun 2010 di Kabupaten Gowa”. Penelitian tersebut mengunakan metode

penelitian penelitian deskriptif analisi. Penelitian tersebut menjelaskan

tentang pengaturan konflik pasca pemilukada di Kabupaten Gowa. Penelitian

ini bertujuan untuk menganalisis proses resolusi konflik pasca pemilukada

dan dampak dan resolusi konflik di Kabupaten Gowa. Kesimpulan dalam

penelitian tersebut adalah penyelesaian konflik pemilukada tahun 2010 di

Kabupaten Gowa dilakukan dengan cara menemukan akar permasalahan dan

melakukan Arbitrasi penyelesaian secara yudisial dengan melibatkan

Mahkamah konstitusi. Dampak penyelesaian konflik adalah pemecatan lima

anggota KPU Kabupaten Gowa yang dinilai kurang profesional dalam

menjalankan tugas dan wewenang sebagai tim yang menverifikasi data calon

kepala daerah dan wakil kepala daerah. 36

3. Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Sofyan, Jurusan Fakultas Ilmu Sosial,

Program Studi Ilmu Administrasi Publik Universitas Negeri Jakarta, pada

tahun 2014 yang berjudul “Peran Badan Pengawas Pemilu Provinsi DKI

Jakarta dalam Penanganan Pelangaraan Pidana Kampaye Calon Legeslatif

Pada Pemilu Tahun 2014”. Penelitian tersebut menjelaskan tentang peran

Bawaslu dalam penanganan pelangaraan Pemilu pada tahapan kampanye di

Provinsi DKI Jakarta Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa konflik

yang terjadi ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor diantaranya adalah

kurangnya sosialisasi dari pemerintah terkait kebijakan yang dikeluarkannya;

pemerintah kurang terbuka terhadap masyarakat mengenai kebijakkan yang di

36
Andi Nurmadina, Sekripsi: “Resolusi Konflik Pada Pemilukada Tahun 2010 di
Kabupaten Gowa” (Makasar: Univeristas Hasanuddin, 2012)
42

keluarkannya kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah kurang tepat,

kebijakkan tersebut banyak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang termuat

dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2009. 37

Dari ketiga penelitian terdahulu memiliki kesamaan tema dengan penelitia

yang akan penulis teliti. Namun dari segi fokus yang dilakukan dalam penelitian

oleh masing-masing cukup berbeda, dalam penelitian pertama peneliti lebih

membahas tentang resolusi konflik dalam Pilkada di Kota Pekanbaru. penelitian

kedua, peneliti membahas mengenai cara pengaturan konflik pasca Pilkada di

Kabupaten Gowa dan pada penelitian yang ketiga penelitian berfokus pada peran

Bawaslu dalam penanganan pada plangaraan saat kampanye. Sedangkan

penelitian yang akan penulis teliti lebih berfokus mengenai konflik dalam

penyelengaraan pilkada dan penyebab terjadinya konflik dalam penyelengaraan

Pilkada di Kabupaten Tebo tahun 2017.

37
Muhammad Sofyan Skripsi: Peran Badan Pengawas Pemilu Provinsi DKI Jakarta
dalam Penanganan Pelangaraan Pidana Kampaye Calon Legeslatif Pada Pemilu Tahun 2014
(Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.2014)
43

BAB II

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu proses penelitian atau pemahaman yang

berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan

masalah manusia.38 Penelitian ini merupakan sebuah karya ilmiah, maka dalam

penulisan ini menggunakan metodologi sebagai berikut:

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat dilaksanakan penelitian ini adalah di Kantor Komisi

Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Tebo dan di Kabupaten Tebo.

2. Waktu Peneitian

Mengingat dan menimbang serta memperhatikan segala kekurangan

dan keterbatasan waktu, tenaga, fikiran mora, dan materil dari peneiti, maka

waktu penelitian ini dilakukan selama 3 bulan.

B. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengunakan pendekatan sosial empiris

dengan teknik analisis deskriftif. Penelitian deskriftif merupakan metode

penelitian yang berusaha mengambarkan objek dan subjek sesuai dengan

keadaannya.39 Tujuan penelitian deksriptif adalah untuk membuat penjelasan

secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta artinya menjelaskan

38
Sugiyono, „‟Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D‟‟, (Bandung: Alfabeta,
2015), hlm. 145. hal. 121
39
Sukardi, „‟Metode Penelitian Pendidikan‟‟, (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm.
163.
44

penyebab konflik dalam Pilkada di Kabupaten Tebo. Namun demikian, dalam

perkembangannya selain menjelaskan tentang situasi atau kejadian yang sudah

berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga dirancang untuk membuat

komparasi maupun untuk mengetahui hubungan atas satu variabel kepada variabel

lain.

C. Jenis dan Sumber Data

Penelitian adalah mengumpulkan sejumlah pertanyaan yang relevan untuk

variabel yang hendak diukur. Pernyataan ini dapat bersifat ositif dan negative.40

1. Jenis Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data

adalah:

a) Data primer

Data primer dikumpulkan dengan turun langsung ke lokasi

penelitian lalu melakukan wawancara kepada narasumber untuk

mendaptkan informasi yang diinginkan. Data primer merupakna sumber

data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya yang

berupa wawancara, pendapat dari individu atau kelompok (orang) maupun

hasil observasi dari suatu obyek, kejadian atau hasil pengujian (benda).

Dengan kata lain peneliti membutuhkan pengumpulan data dengan cara

menjawab pertanyaan riset (metode survei) atau penelitian benda (metode

observasi). Kelebihan dari data primer adalah lebih mencerminkan

kebenaran berdasarkan dengan apa yang dilihat dan didengar langsung


40
Sugiyono, „‟Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D‟‟, (Bandung: Alfabeta,
2015), hlm. 171.
45

oleh peneliti sehingga unsue-unsur kebohongan dari sumber yang

fenomenal dapatdihindari. Kekurangan data primer adalah membutuhkan

waktu yang relatif lama serta biaya yang dikeluarkan relatif cukup besar.

Data primer adalah data yang diambil langsung dari sumbernya

tanpa ada perantaraan, dan data primer di sini adalah data yang penulis

ambil atau peroleh langsung dari responden penelitian dan peristiwa

temuan di lapangan.41

Dari proses wawancara peneliti berharap akan mendapatkan data-

data seperti, jenis konflik yang terjadi setelah pilkada dan resolusi atau

penyelesaian masalah pasca pilkada di Kabupaten Tebo. Beberapa

informan dari hasil wawancara adalah Ketua/Sekertaris KPU Kabupaten

Tebo, Anggota KPU Kabupaten Tebo dan temuan-temuan dilapangan.

b) Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil bukan dari sumber aslinya

atau bukan dari sumber pertama, adapun penulis maksud adalah referensi

pendukung dari judul karya ilmiah yang akan diteliti dan turut mendukung

dalam penulisan skripsi, dan diambil dari sumber kedua, ketiga, dan lain-

lain.

Data sekunder diperoleh yaitu dengan membaca buku, karya tulis

ilmiah, dan berbagai literature-literature yang lainnya yang memiliki

hubungan dengan tulisan ini. Seperti jurnal-jurnal yang ada di internet

terkait masalah konflik dan kekerasan dalam pilkada. Data sekunder

41
Syuti Una, „‟Pedoman Penulisan Skripsi”, (Edisi Revisi), (Jambi: Syari‟ah Press,
2014), hlm. 178.
46

merupakan data penelitian yang diperoleh melalui media perantara atau

secara tidak langsung yang berupa buku, catatn kaki, bukti yang telah ada,

atau arsip baik yang dipublikasikan secara umum. Dengan kata lain cara

berkunjung keperpustakaan,pusat kajian, pusat arsip atau membaca buku

yang berhubungan dengan penelitiannya. Kelebihan dari data sekuder

adalah waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk penelitian unuk

mengklasifikasi permaslaahan dan mengevaluasi data, relatif lebih sedikit

dibandingkan dengan pengumpulan data primer. Kekuarangan dari data

sekunder adalah jika sumber data terjadi kesalahan, kadaluarsa atau sudah

tidak relevan dapat mempengaruhi hasil penelitian.

Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data tentang gambaran

umum lokasi penelitian, yakni Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.

Selanjutnya data yang bisa diperoleh dari Kantor KPUD Kabupaten Tebo,

Sebagai data pendukung didapat dari buku-buku, jurnal, internet (Google,

Wikipidea, Yahoo), media Massa dan data publikasi lainnya yang

memiliki hubungan dengan penelitian ini.

2. Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini berupa data-data yang diperoleh

penulis dengan cara literatur, dan wawancara dari beberapa sampel yang telah

ditentukan dan juga temuan-temuan di lapangan.

D. Metode Pengumpulan Data

Menurut sugiono instrument pengumpulan data merupakan langkah yang

paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
47

mendapatkan data. Instrument pengumpulan data adalah alat yang digunakan

untuk mengumpulkan data dan fakta penelitian.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memperoleh data-data yang

dibutuhkan menggunakan beberapa metode pengumpulan data antara lain:

1. Observasi

Metode Observasi atau pengamatan adalah alat pengumpulan data

yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik

gejala-gejala yang diselidiki. Observasi terbagi menjadi dua, pertama

participant observation dan non participant observation. Observasi

paerticipant adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian melalui pengamatan dimana peneliti benar-benar

terlihat dalam keseharian responden. Observasi nonparticipant adalah

observasi yang tidak melibatkan secara langsung, hanya sebagai pengamat

independent.42

Dalam penelitian ini penulis hanya sebagai non participant

observation. Melalui observasi tersebut, maka penulis melakukan pengamatan

terhadap konflik penyelengaraan Pilkada Kabupaten Tebo 2017. Dengan

adanya penelitian dilapangan diharapkan dapat mendapatkan data secara

langsung dan informasi yang lebih mendalam.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi untuk

mendapatlan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan cara bertanya

42
Sugiyono, „‟Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D‟‟, (Bandung: Alfabeta,
2015), hlm. 145.
48

langsung pada responden.43 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

wawancara tidak terstruktur agar lebih leluasa dalam penelitian, dan adapun

yang akan diwawancarakan dalam penelitian ini antara lain adalah

Ketua/Sekertarist KPU Kabupaten Tebo, anggota KPU Kabupaten Tebo dan

mayarakan Kabupaten Tebo. Wawancara yang dimaksud tentang konflik

yang terjadi dan apa yang menjadi benih konflik dalam pilkada tersebut.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari

tempat penelitian yang meliputi arsip, buku-buku, foto-foto atau data yang

relevan untuk penelitian.44 Metode dokumentasi ini digunakan untuk

memperoleh data-data yang mampu memperkuat penelitian ini.

E. Teknik Analisis Data

Tenik analisis data digunakan untuk memahami hubungan dan konsep

dalam data, sehingga dapat dikembangkan dan dievaluasi. Analisis data adalah

proses mencari dan menyususun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan-catatan dilapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat

dipahami dengan mudah oleh orang lain.

Analisis adalah proses mencari dan menyususn secara sistematis data yang

diperoleh dari wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sebagai

penunjang sehingga dapat dipahami dan dapat diinformasikan kepada orang lain.45

43
Ibid, hlm. 147.
44
Mukhtar, „‟Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel,( Jambi: Sulthan Thaha Pers, 2007).,
hlm. 117.
45
Sugiyono, „‟Metode Penelitian Pendidika, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
R&D”, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 203.
49

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan penulis analisis dengan

metode induktif yaitu analisis dengan cara memperoleh dari pengumpulan data,

reduksi data, dan penyajian data.

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan data yang diperoleh di

lapangan tempat penelitian baik berupa catatan, gambar, foto, dan

dokumentasi lainnya yang kemudian diperiksa dan diurutkan.

2. Reduksi data

Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau

laporan yang terperinci, dalam hal ini reduksi data dapat diartikan sebagai

proses pemilihan, penyederhanaan dan perubahan data kasar yang diperoleh

dari data lapangan, reduksi secara dilakukan terus menerus selama proses

penelitian langsung.

3. Penyajian Data

Penyajian data merupakan penyusunan informasi ari reduksi data yang

kemudian disajikan dalam laporan dan dapat dipahami dengan mudah.46

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan mengenai garis besar skripsi ini, dimaksudkan untuk

mempermudah pemahaman tentang garis besar isi skripsi secara keseluruhan.

Dalam penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan sistematika penulisan

sederhana yang terbagi dalam beberapa bab, yaitu:

46
Prasstowo Andi, “Meode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif rencana Penelitian‟‟,
(Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2012), hlm. 136.
50

BAB I: Bab ini membahas mengenai pendahuluan yang terdiri dari sub-

sub bab sebagai berikut: Latar belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah,

Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori, dan Tinjauan Pustaka.

BAB II: Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang terdiri dari

pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, teknik penggumpulan data, dan

teknik analisis data.

BAB III: Bab ini membahas mengenai gambaran umum atau lokasi

penelitian yang terdiri dari sub bab sebagai berikut: gambaran umum Kabupaten

Tebo dan Komisi Pemilihan Umum daerah Kabupaten Tebo.

BAB VI : Bab ini membahas mengenai pembahasan dan hasil penelitian,

yang terdiri dari sub-sub antara lain: bagaimana konflik dalam penyelenggaraan

Pilkada di Kabupaten Tebo Tahun 2017, penyebab munculnya konflik Pilkada di

Kabupaten Tebo ahun 2017, dan solusi konflik pilkada di Kabupaten Tebo.

BAB V: Bab ini membahas menggenai penutup yang terdiri dari sub bab

antara lain: kesimpulan dan saran.

G. Jadwal penelitian

Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan,

maka penulis menyusun agenda secara sistematis yang terlihat pada tabel jadwal

penelitian sebagai berikut:


51

Tabel I
Jadwal Penelitian

Tahun 2018

NO Kegiatan Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengajuan
1 x
judul

Pembuatan
2 x
proposal
Perbaikan
3 proposal dan x
seminar
Surat izin
4 X
riset
Penggumpula
5
n data x X

Pengolahan
6 data dan X x
analisis data

Pembuatan
7 X x
laporan

Bimbingan
8
dan perbaikan x
Agenda dan
9
ujian skripsi
Perbaikan dan
10
penjilidan
52

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kabupaten Tebo

Kabupaten Tebo merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi

Indonesia yang berasal dari hasil pemekaran Kabupaten Bungo Tebo, pada

tanggal 12 Oktober 1999. Keingginan masyarakat Tebo untuk mempunyai

pemerintahan sendiri akhirnya terealisasikan pada tanggal 4 Oktober 1999,

Presiden Republik Indonesia pada waktu itu Bapak BJ. Habibie mengesakan

pemekaran Kabupaten Bungo Tebo.47

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang

Pembentukan Kabupaten Sorolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi

dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Indonesia Nomor 3969

Republik Indonesia Nomor 182), Tambahan Lembaran Negara Nomor 3903

Tahun 1999, maka pada tanggal 12 Oktober resmi berdirinya Kabupaten Tebo.48

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1999 Pasal 17 diatur bahwa

pejabat Bupati Tebo pertama kali diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas nama

Presiden berdasarkan usulan Gubenur Jambi. Keputusan dalam mengisi

kekosongan Kepala Daerah Kabupaten Tebo maka Gubenur Jambi Drs. H.

47
Profil Kabupaten Tebo, di Kabupaten Tebo Dokumentasi Catatan Lapangan, pada
tanggal 12 April 2019
48
Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sorolangun,
Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran
Negara Indonesia Nomor 3969 Republik Indonesia Nomor 182), Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3903 Tahun 1999
53

Abdurrahman Sayoety menggusulkan Drs. H. Madjid Mu‟az MM untuk menjadi

karakter Bupati di Kabupaten Tebo kala itu.49

B. Kondisi Geogafis dan Demogarfis Kabupaten Tebo

1. Kondisi Geografis

Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara 0o52‟32” –

01o54‟50” LS dan 101o48‟57” - 101o49‟17” BT. Iklim Kabupaten Tebo

dipengaruhi oleh iklim tropis dan wilayah Kabupaten Tebo berada pada

ketinggian antara 50 – 1000 mdpl Kabupaten Tebo memiliki luas wilayah

646.100 Ha atau 11,86% dari luas wilayah Provinsi Jambi. Secara

administrasi Kabupaten Tebo memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Kabupaten Indragiri Hulu (Provinsi Riau)

 Sebelah Selatan : Kabupaten Merangin dan Kabupaten Bungo

 Sebelah Barat : Kabupaten Bungo dan Kabupaten Damasraya

(Provinsi Sumatra Barat).

 Sebelah Timur :Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan

Kabupaten Batang Hari.50

49
Profil Kabupaten Tebo, di Kabupaten Tebo Dokumentasi Catatan Lapangan, pada
tanggal 12 April 2019
50
Ibid
54

Peta Kabupaten Tebo51

Kabupaten Tebo yang terdiri dari 12 Kecamatan, 107 Desa dan 5

Kelurahan. Luas Kabupaten Tebo mencapai 6,461 km2, dimana Kecamatan

Sumay mempunyai wilayah paling luas dibanding sebelas kecamatan lain di

Kabupaten Tebo, yaitu 1,268 km2. Sementara Kecamatan Rimbo Ilir adalah

kecamatan dengan luas wilayah paling kecil yakni 214,34 km2.52

Adapun 12 Kecamatan tersebut secara administrasi yang termasuk

dalam wilayah hukum Kabupaten Tebo memiliki luas sebagai berikut:

Tabel II

Luas Kecamatan di Kabupaten Tebo53

Luas Jumlah
No Kecamatan
Km2 % Desa

1. Tebo Ilir 708,70 10,97 10


2. Muara Tabir 509,30 7,88 8

51
http:// tebokab.bps.go.id/, Data BPS Kabupaten Tebo, di akses pada tanggal 21 April
2019
52
Ibid
53
Ibid
55

3. Tebo Tengah 983,56 15,22 10


4. Sumay 1.269,00 19,63 12
5. Tengah Ilir 221,44 3,43 5
6. Rimbo Bujang 406,92 6,30 7
7. Rimbo Ulu 295,74 4,58 6
8. Rimbo Ilir 214,34 3,32 9
9. Tebo Ulu 410,30 6,35 16
10. VII Koto 658,79 10,20 10
11. Serai Serumpun 315,70 4,89 8
12. VII Koto Ilir 469,21 7,25 6
Jumlah 646.100 100 107

Selain sungai Batang Hari terdapat enam sungai besar lain yang

melintas di Kabupaten Tebo. Batang Sumay, Batang Tabir, Batang Langsisip,

Batang Tebo dan Batang Jujuhan masing-masing melintasi Kecamatan

Sumay, Muara Tabir, VII Koto, Tebo Tengah dan Rimbo Ulu.54

2. Kondisi Demografis

a. Kepadatan Penduduk

Berdasarkan data hasil proyeksi penduduk, jumlah penduduk

Kabupaten Tebo tahun 2017 sebanyak 343.003 jiwa. Komposisi

penduduk Kabupaten Tebo tahun 2016 terdiri dari 176.800 laki-laki dan

166.203 perempuan. Kecamatan Rimbo Bujang adalah kecamatan

dengan tingkat kepadatan penduduk terpadat yaitu 164 jiwa/km² (jumlah

penduduk 19,48 persen penduduk Kabupaten Tebo) Sedangkan jumlah

54
Ibid
56

penduduk terendah ada di Kecamatan Serai Serumpun yaitu hanya 5,7

persen penduduk Kabupaten Tebo dan kepadatan 15 jiwa/km².55

Piramida Penduduk Kabupaten Tebo 201756

Dilihat dari piramida penduduk tahun 2017, angka kelahiran

masih tinggi tetapi angka kematian beberapa tahun terakhir rendah. Lebih

dari 67 persen penduduk merupakan penduduk usia produktif (15-64

tahun). Banyaknya penduduk usia produktif dapat menjadi aset sekaligus

tantangan bagi pemerintah daerah dalam rangka penggembangan daerah.

Kemampuan pemerintah daerah untuk meningkatkan kemampuan

maupun ketrampilan penduduk usia produktif berdampak banyak

terhadap peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi daerah.

b. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan

pembanggunan. Angka Melek Huruf (AMH) merupakan salah satu

55
Ibid.
56
Ibid.
57

indikatornya. Angka Melek huruf yang tinggi mengindikasikan bahwa

tingkat buta huruf rendah. Pada tahun 2017, AMH Kabupaten Tebo

sebesar 97,81 persen. Artinya ada 2,19 persen penduduk umur 15 tahun

keatas di Kabupaten Tebo yang belum mampu membaca dan menulis

baik huruf latin maupun huruf lainnya. Peningkatan sistem pendidikan

dan penggajaran keaksaraan dibutuhkan untuk menangani buta huruf.

Presentase Penduduk Kabupaten Tebo


Umur 15 tahun Keatas menurut Ijazah
Tertinggi yang DImiliki57

Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan persentase siswa dari

kelompok umur tertentu, di tingkat pendidikan yang sesuai dengan

kelompok umur tersebut, terhadap jumlah penduduk pada kelompok

umur yang sama. APM lebih mencerminkan indikator daya serap

pendidikan yang lebih baik, karena menggukur proporsi penduduk yang

bersekolah tepat waktu. APM tahun 2017 untuk semua jenjang pen-

didikan lebih tinggi dari tahun sebelumnya. APM tingkat SD tahun 2017

57
Ibid.
58

yaitu 98,52 persen. Artinya dari 100 orang penduduk usia 7-12 tahun, 98

orang diantaranya sedang duduk di bangku SD sederajat.

Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang

dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh

semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Pada tahun 2017,

penduduk Kabupaten Tebo rata-rata tahun lama sekolah yang ditempuh

7,55 tahun. Artinya, secara rata-rata penduduk 15 tahun keatas hanya

sekolah hingga kelas 1 SMP.58

c. Kesehatan

Pembanggunan bidang kesehatan memegang peranan yang sangat

penting dalam peningkatan kesejahteraan penduduk. Keberhasilan

program kesehatan dan pembanggunan sosial ekonomi dapat dilihat dari

peningkatan usia harapan hidup penduduk. Angka Harapan Hidup

(AHH) menunjukkan rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi

yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. AHH penduduk Tebo tahun

2017 adalah 69,67 tahun. Artinya secara rata-rata seorang bayi yang lahir

di Tebo pada tahun 2014 akan hidup hingga usia mendekati 70 tahun.

Angka ini lebih rendah dibandingkan AHH Provinsi Jambi.59

58
Ibid.
59
Ibid.
59

Tabel III

Indikator Kesehatan Kabupaten Tebo 201760

Jumlah Fasilitas Kesehatan

RS 2
PUSKESMAS 19
40
Pustu
309
Posyandu
9
Klinik/Balai Kesehatan

Jumlah Tenaga Kesehatan

Dokter Umum 26
Keperawatan 141
Kebidanan 201
Kefarmasian 21
Lainya 25

Presentase Tempat Berobat

RS Pemerintahan 10,68
RS Swasta 2,44
Praktik Dokter/Bidan 51,03
Klinik/Praktik Dokter Bersama 2,14
Puskesmas/Pustu 25,77
UKBM 1,25
Penggobatan Tradisional/Alternatif 5,87
Lainya 0,55
Angka Harapan Hidup

Jambi 70,76
Tebo 69,67
B

Berbagai fasilitas kesehatan tersedia untuk memberikan

pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Persentase tempat berobat yang

60
Ibid.
60

paling banyak di kunjungi oleh masyarakat adalah praktek dokter/bidan.

Hampir sebanyak 51,03 persen penduduk yang berobat jalan memilih

berobat ke praktik dokter/bidan. Selain itu, puskesmas dan puskesmas

pembantu selama tahun 2017 menjadi pilihan tempat berobat oleh 25,77

persen. Sementara dibawah 5 persen penduduk yang berobat ke praktek

penggobatan tradisional/alternatif dan lainnya.

Keberadaan bidan desa/bidan praktek swasta hampir di setiap

desa di Kabupaten Tebo menjadi salah satu faktor meningkatnya

kesadaran ibu hamil untuk melahirkan dengan bantuan tenaga medis.

Berdasarkan data Susenas Maret 2017, 98,93% perempuan usia 15-49

tahun yang pernah melahirkan dalam 2 tahun terakhir dari tahun 2017,

memilih melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan

(dokter/bidan/perawat). Artinya hanya sedikit yang melahirkan tanpa

bantuan tenaga medis.61

C. Profil KPU Kabupaten Tebo

1. Visi dan Misi

a. Visi

Terwujudnya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara

Pemilihan Umum yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan

dan akuntabel, demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.
61
Ibid.
61

b. Misi

1) Membangun lembaga penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki

kompetensi, kredibilitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan

Pemilihan Umum.

2) Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk memilih Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil,

akuntabel, edukatif dan beradab.

3) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum yang bersih,

efisien dan efektif.

4) Melayani dan memperlakukan setiap peserta Pemilihan Umum secara

adil dan setara, serta menegakkan peraturan Pemilihan Umum secara

konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

5) Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam

Pemilihan Umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang

demokratis.62

2. Peran

a. Peranan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pemberian Informasi.

Peranan KPU dalam melaksanakan pemberian Informasi merupakan

pelaksanaan tugas dan wewenang yang diembannya berdasarkan Peraturan

14 Komisi Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2015. Baik KPU pusat,

62
Data Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tebo, pada tanggal 21Maret 2019
62

KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota, memiliki tugas melakukan

sosialisasi penyelenggaraan pemilu dan/atau terkait dengan tugas dan

wewenang KPU kepada masyarakat. Pemberian informasi yang dilakukan

tidak sekadar sosialisasi yang menyentuh aspek-aspek prosedural seperti

tahapan-tahapan pemilu dan teknis pemilu, tapi juga aspek-aspek

substantif seperti menjelaskan mengenai manfaat dan pentingnya suatu

pemilu, juga pembentukan pemilih-pemilih yang cerdas.

b. Peranan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Penyediaan Aksesbilitas

Pengertian aksesibilitas menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997

tentang Penyandang Cacat adalah kemudahan yang disediakan bagi

penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala

aspek kehidupan dan penghidupan. Hal tersebut diperjelas dalam Pasal 10

ayat (2) yang memuat ketentuan tentang tujuan penyediaan aksesibilitas

bagi penyandang disabilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan

lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat agar dapat

sepenuhnya hidup bermasyarakat. Peranan KPU dalam penyediaan

aksesbilitas yaitu penyediaan fasilitas yang dibutuhkan penyandang

disabilitas dalam menggunakan hak pilihnya pada pilkada.

c. Peranan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Meningkatkan Partisipasi

Pemilih

Komisi Pemilihan Umum sebagai lembaga independen yang bertanggung

jawab terhadap terlaksana setiap tahapan pemilihan umum harus berupaya

untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, dan memberikan


63

pemahaman tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam

pelaksanaan pemilihan umum, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan

memperbanyak sosialisasi tentang pelaksanaan pemilihan umum dalam

semua tingkatan maupunn. Sosialisasi harus disampaikan kesemua lapisan

masyarakat terutama mereka yang mempunyai hak memilih maupun

dipilih guna meningkatkan partisipasi pemilih.

3. Tugas dan Wewenang

Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang

Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999

tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan

Tata Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa

untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan

sebagai berikut:

a. Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum.

b. Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak

sebagai peserta Pemilihan Umum.

c. Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan

mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat

sampai di Tempat Pemunggutan Suara yang selanjutnya disebut TPS.

d. Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk

setiap daerah pemilihan.

e. Menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah

pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II.


64

f. Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil

Pemilihan Umum.

g. Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.63

Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat

tambahan huruf:

a. Tugas dan kewenanggan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang

Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.

Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999

tersebut juga ditambahkan, bahwa selain tugas dan kewenanggan KPU sebagai

dimaksud dalam Pasal 10, selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan

Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem Pemilihan Umum.64

63
Ibid,
64
Ibid,
3. Struktur Organisasi

Sekertaris KPU

Sudarno, SH.
NIP.19620403 199403 1 006

Plt. Kasubbag Program dan Kasubbag Teknis Pemilu dan Kasubbag Hukum Kasubag Keuangan, Umum dan
Data Humas Logistik

Aulia Violeni Sonata, SE. Nurbadri, SH,. MH. Paisol, SE.


NIP.19850129 201502 2 001 NIP. 19750408 200902 1 005 NIP. 19790617 200312 1 006 NIP. 19790909 200902 1 006

Staf Pelaksana Staf Pelaksana Staf Pelaksana Staf Pelaksana

Muhamad Jaki, A.Md Sentot Misdiyanto M. Zulham Halman Robiah


Nip .19781130 201001 1 001 Nip. 1967413 201407 1 001 NIP. 19801226 200902 1 006 NIP. 1979034 200003 2 001
Aleka Saputra Meli Yunita A.Md. Safwan
NIP. 19880319 201001 2 001 NIP. 19811230 200902 1 003
Nip. 19820405 200901 1 008
Ceci Feliastan
NIP. 19830222 200901 1 003
Gusmalini
NIP. 19840815 200901 2 001
Jamilah
NIP. 19851-13 200901 2 005
Hariyanto
65

NIP. 19810803 201001 1 001


66

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Konflik dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten di

Tebo tahun 2017

Pemilihan Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sering disebut

dengan pilkada, baik dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur maupun

pemilihan Bupati dan Walikota merupakan perwujudan penggembalian hak-hak

rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Pilkada tersebut, rakyat memiliki

kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan pemimpin daerah secara langsung,

bebas, rahasia, dan otonom, sebagaimana rakyat memilih presiden dan wakil

presiden (eksekutif), dan anggota DPD, DPR, dan DPRD (legislatif).65

Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Tebo telah usai beberapa waktu

lalu. Banyak kejadian yang telah dilewati dalam penyelenggaraan pesta demokrsi

tersebut. Adapun perselisihan atau masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan

pilkada Kabupaten Tebo tahun 2017 antara lain:

1. Demonstrasi pada Rapat Pleno Perhitungan Suara KPU Kabupaten Tebo

Dalam penyelenggaraan pilkada di Kabupaten Tebo pada tanggal 22

Febuari 2017, terjadi aksi demontrasi pada saat pelaksanaan rapat pleno

perhitunggan suara oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tebo di aula

kantor Bupati. Akibatnya rapat pleno perhitunggan suara yang dilakukan oleh

KPU Kabupaten Tebo sempat terhambat dikarnakan telah terjadi demontrasi

65
Asri Harahap, H Abdul, „‟Manajemen dan Resolusi Konflik Pilkada‟‟, (Jakarta: Sinar
Jaya, 2005), hlm 112
67

didepan kantor Bupati oleh massa pendukung salah satu pasangan calon Bupati

dan Wakil Bupati.

Massa pendukung pasangan salah satu calon Bupati Tebo tersebut

berunjuk rasa di depan Rumah Dinas Bupati Tebo, massa menuding KPU

Kabupaten Tebo tidak netral sehingga sekitar kurang lebih 80 ribu pendukung

salah satu calon tidak bisa memilih karena tidak masuk ke dalam daftar pemilih

tetap (DPT).

Menurut wawancara dengan Bapak Sudarno S.H selaku Sekertaris KPU

Kabupaten Tebo bahwa:

“Memang benar sempat terjadi demontrasi di depan rumah dinas Bupati


Tebo, pada saat KPU sedang melakukan rapat pleno perhitungan suara
di rumah dinas Bupati, saat itu massa menuntut agar rapat pleno yang
dilakukan waktu itu di batalkan, namun rapat pleno tetap berlangsung
hingga selesai”66

Dalam demontrasi tersebut salah satu perwakilan massa sempat di

persilahkan melakukan pertemuan dengan perwakilan dari KPU Kabupaten

Tebo, namun tidak menemukan kesepakatan. Tidak selang waktu lama setelah

pertemuan diakhiri, kericuhan yang dilakukan oleh para pedemo pun terjadi.

Massa mulai berbuat anarkis mereka melempari polisi dengan batu dan juga

menabrakkan mobil ke arah polisi.67

Peneliti juga melakukan wawancara dengan Bapak Aleka Saputra Staf

Pelaksana Tim Teknis KPU Kabupaten Tebo, menggatakan:

66
Wawancara dengan Sudarno, selaku Sekertaris KPU Kabupaten Tebo, Pada tanggal 05
April 2019
67
https://www.liputan6.com/pilkada/read/2865921/pleno-hasil-pilkada-tebo-diwarnai-
anarki, di akses pada tanggal 26 Maret 2019
68

“Pada saat terjadinya unjuk rasa sempat terjadi kericuan massa sempat
berbuat anarkis dengan melempari petugas yang menggamankan aksi
unujk rasa tersebut para pendemo juga memblokir jalan lintas tebo yang
tepat didepan rumah Dinas Bupati sehingga terjadi kemacetan”68

Dalam unjuk rasa ini massa juga memblokir Jalan Lintas Tebo-Jambi

dengan menggunakan dua unit kendaraan yang dihadangkan di tengah jalan

dan juga para pendemo membakar ban di tengah-tengah jalan. Aksi tersebut

membuat kendaraan dari arah Bungo-Tebo menuju Kota Jambi dan sebaliknya

tidak bisa lewat dan menggalami kemacetan sepanjang kurang lebih 10 km.

Akibat dari unjuk rasa tersebut salah satu anggota kepolisian Porles Kabupaten

Tebo dan dua pelaku unjuk rasa mengalami luka-luka dan juga

menggakibatkan sebuah mobil Porles Tebo rusak yang cukup parah.

2. Gugatan Paslon Nomor Urut 01 Hamdi-Harmain Ke Mahkamah Kontitusi

Sejak diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, mengenai pilkada yang

dipilih langsung oleh rakyat, telah banyak menimbulkan banyak persoalan

yang dipahami sebagai sengketa pilkada, diantaranya waktu yang sangat

panjang, sehingga sangat menguras tenaga dan pikiran, belum lagi bia ya yang

begitu besar , baik dari segi politik, sosial maupun financial.

Sengketa pikada diatur dalam pasal 106 Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 yang pada intinya menyatakan bahwa sengketa hasil penghitungan

suara dapat diajukan oleh pasanggan calon kepada pengadilan tinggi untuk

pilkda Bupati/Walikota dan kepada MA untuk pilkda Gubernur, putusan yang

dikeluarkan pengadilan tinggi/Mahkamah Agung bersifat final. Setelah

68
Wawancara dengan Aleka Saputra, Staf Pelaksana Tim Teknis KPU Kabupaten Tebo,
Pada tanggal 05 April 2019
69

dikeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 kewenangan penyelesaian

sengketa pilkada beralih dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam setiap pelaksanaan Pilkada setiap pasangan calon yang kalah

mempunyai waktu untuk mengadukan kepada pihak yang berwenang apabila

didalam proses penyelenggaraan Pilkada terdapat atau terjadi sesuatu hal yang

merugikan salah satu pasang calon tersebut. Pengaduan dan gugatan itu

merupakan hak penuh pasangan calon yang tengah bersaing dalam proses

penyelenggaraan Pilkada.69

Wawancara dengan Bapak Aleka Saputra Staf Pelaksana Tim Teknis

KPU Kabupaten Tebo, mengatakan bahwa:

“Gugatan yang diajukan tim Hamdi-Harmain ke Mahkamah Konstitusi


ada 11 poin gugatan terkait DPT, keterlibatan ASN dan pelanggaran
money politik”70

Pada Pilkada Kabupaten Tebo hasil perhitungan suara oleh KPU Tebo

resmi digugat oleh salah satu pasangan calon. Paslon nomor urut 01 Hamdi-

Harmain, mengajukan gugatan ke Mahkamah Kontusi agar hasil perhitungan

suara KPU Kabupaten Tebo dibatalkan. Dan gugatan tersebut terkait dugaan

pelanggaran pada penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Tebo.

Menurut Paslon tersebut banyak terjadi pelanggaran saat proses

penyelenggaraan Pilkada berlangsung, gugatan yang diajukan paslon Hamdi-

Harmain, mulai dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dianggap bermasalah,

69
Observasi dilapangan pada tanggal 21 Maret 2019
70
Wawancara dengan Bapak Aleka Saputra, Staf Pelaksana Tim Teknis KPU Kabupaten
Tebo pada tanggal tanggal 05 April 2019 di Kantor Sekertariat KPU Kabuaten Tebo
70

keterlibatan ASN atau PNS, dan juga dugaan pelanggaran money politik yang

dilakukan secara masif dan tersetruktur.71

B. Penyebab Terjadinya Konflik dalam Penyelenggaran Pemilihan Kepala

Daerah di Kabupaten Tebo tahun 2017

Pilkada sebagai salah satu bentuk wujud demokrasi di tingkat lokal,

namun dalam penyelenggaraannya sering kali berujung terjadnya konflik. Konflik

itu sendiri biasanya terjadi dengan diawali dari pelanggaran-pelanggaran yang

selanjutnya menjadi sengketa diantara kelompok-kelompok yang mencalonkan

pasangan kepala daerah, penyelenggara Pilkada dan elemen lain yang terkait

dengan penyelenggaraan pilkada.72 Siapa pun yang ikut ambil bagian dalam

proses pilkada tidak menginginkan terjadinya konflik itu terjadi.

Dalam pelaksanaannya pemilihan kepala daerah secra langsung tidak

semulus harapan banyak kalangan, yang terjadi justru menimbulkan kecemasan

dibanyak pihak. Hal ini dipicu oleh munculnya berbagai konflik yang cukup besar

yang mewarnai perjalanan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang

dilaksanakan secara langsung. Mulai dari pertikaian antar pendukung, perusakan

fasilitas publik hingga perusakan gedung-gedung milik pemerintah.

Potensi pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tebo menjadi sengketa

yang telah diprediksi banyak orang akan berakhir ke Mahkamah Konstitusi.

Sebab, dari pilkada dua priode keblakang juga berakhir di Mahkamah Konstitusi

dan juga masing-masing pihak sejak awal tahapan penyelenggaraan Pilkada saling

71
https://www.liputan6.com/pilkada/read/2868361/hasil-pilkada-tebo-resmi-digugat-ke-
mk, di akses pada tanggal 29 Maret 2019
72
ibid
71

tuding melakukan kecurangan dan pelanggaran. Mulai dari yang bersifat

administratif, dugaan money politics, hingga penghitungan suara.

Dalam penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Tebo secara langsung tercatat

ada beberapa penyebab konflik. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Sudarno

S.H Sekertaris KPU Kabupaten Tebo, di kantor Sekertariat KPU Kabupaten Tebo

bahwa:

Mengenai konflik yang terjadi pada pemilihan kepala daerah Bupati dan
Wakil Bupati Kabupaten Tebo tahun 2017 yang lalu penyebab terjadinya
kenflik tersebut salah satunya adalah sengketa hasil pilkada, perselisihan
hasil perhitungan suara oleh KPUD menyebabkan adanya ketidak puasan
dari paslon yang kalah. Sehingga seperti daftar pemilih tetap yang
bermasalah, keterlibatan ASN yang mendukung salah satu paslon bahkan
dugaan money politik menjadi permasalahan yang di sengketakan dan
berujung dipertentangkan dalam penyelenggaraan pilkada di Kabupaten
Tebo.73

Dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah juga tidak terlepas dari

permasalahan DPT. Masih banyaknya masyarakat yang belum terdaftar didalam

DPT membuat permasalahan dihari penyelenggaraan Pilkada sedikit bermasalah,

untuk meminimalisir masalah tersebut maka pemerintah daerah melalui KPUD

mengambil kebijakan boleh mencoblos atau ikuti memilih asalkan membawa

identitas sebagai penduduk setempat meskipun tidak mendapatkan undangan atau

namanya tidak terdaftar didalam DPT setempat.

Tentu saja hal ini bisa saja dimainkan oleh oknum-oknum tidak

bertanggung jawab, karena selain kartu tanda penduduk bisa di scan dengan alat

tertentu atau pembuatan kartu tanda penduduk palsu, ada juga oknum yang

73
Wawancara dengan Sudarno, selaku Sekertaris KPU Kabupaten Tebo, Tanggal 05 April
2019
72

menggunakan kartu tanda penduduk masyarakat yang tidak memilih untuk

dipinjam oleh tim pemenangan salah satu pasangan calon.

Bawaslu Kabupaten Tebo juga menerima beberapa laporan pelanggaran

yang terjadi pada Pilkada Kabupaten Tebo tahun 2017. Laporan pelanggaran

Pilkada tersebut menyangkut keterlibatan Apratur Sipil Negara dalam kampanye

calon Bupati dan wakil Bupati di media sosial pada masa tenang dan dugaan

politik uang. Salah satu laporan tersebut menyangkut keterlibatan Direktur Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Thaha Tebo, yang melakukan kampanye

mendukung salah satu pasanggan calon bupati dan wakil bupati melalui media

sosial di masa tenang.74

Penyelenggaraan Pilkada langsung pada prakteknya ternyata

memunculkan berbagai permasalahan dalam pelaksanaanya, hal tersebut

berbanding terbalik dengan tujuan awal diterapkannya sistem pilkada untuk

menciptakan pemimpin daerah yang lebih berkualitas. Seperti hasil wawancara

yang dilakukan dengan Bapak Sonata salah satu anggota KPU Kabupaten Tebo

bahwa:

Pilkada Kabupaten Tebo seharusnya tidak ada masalah karena Komis


Pemilihan Umum sebagai pihak penyelenggara sudah sesuai dengan
aturan-aturan yang berlaku, tapi kenyataan dapat kita lihat setiap
pemilihan kepala daerah di seluruh kabupaten di Indonesia selalu ada
masalah, seperti yang terjadi pada pemilihan Bupati dan wakil Bupati
Kabupaten Tebo tahun 2017 lalu, dan masalah itu rata rata selalu berakhir
di mahkama konstitusi. persoalan tersebut mulai dari persoalan Daftar
Pemilih Tetap (DPT), maupun persoalan dari para calon yang kurang
memahami mekanisme atau aturan dalam Pilkada.75

74
Observasi awal di Kabupaten Tebo pada tanggal 21 Maret 2019
75
Wawancara dengan Sonata , selaku Kasubbag Teknis Pemilu dan humas KPU Kabupaten
Tebo, pada tanggal 05 April 2019
73

Konflik yang terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Tebo

tahun 2017 baik mengenai persoalan daftar pemili tetap maupun masalah antar

para calon dapat diselesaikan oleh mediator yang berwenang untuk menyelesaikan

konflik, contohnya lembaga Komosi Pemilihan Umum, Kepolisian, dan

Mahkamah Konstitusi. Mediasi sangat berperan dalam menentukan nasib dari

pemerintahan daerah.

Hasil dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa konflik dalam

penyelenggaraan pemilihan kepala daerah Kabupaten Tebo tahun 2017

diakibatkan oleh salah satu paslon yang kalah merasa tidak puas dengan hasil

pilkada dan hasil perhitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum

Kabupaten Tebo. Sehingga pihak yang kalah mengunakan isu-isu dugaan

kecurangan selama penyelenggaraan pilkada seperti jumlah DPT yang

bermasalah, keterlibatan ASN dan Money politik.


74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian diatas maka penulis dapat menyimpulkan

bahwa:

1. Penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Tebo tahun 2017

terjadi berbagai masalah yang berujung terjadinya konflik antara lain

demontrasi pada saat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tebo

melakukan sidang rapat pleno perhitungan suara pada tanggal 22 Febuari

2017 di Aula Rumah Dinas Bupati Kabupaten Tebo dan gugatan pasangan

calon Hamdi-Harmain ke Mahkamah Kontitusi.

2. Penyebab terjadinya konflik dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala

Daerah di Kabupaten Tebo tahun 2017 yakni pasangan calon Hamdi-

Harmain merasa keberatan dengan hasil perhitungan suara yang dilakukan

oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tebo, sehingga pasangan calon

Hamdi-Harmain menggajukan Gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan

menggangkat dugaan isu terjadinya berbagai kecuranggan selama

penyelenggaran pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati

Kabupaten Tebo tahun 2017, seperti dugaan money politik, keterlibatan

ASN dan tidak netralnya KPU Kabupaten Tebo dalam penyelenggaraan

Pilkada di Kabupaten Tebo tahun 2017.


75

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis kemukakan sebagai bahan masukan

untuk lebih meningkatkan mutu dan manfaat dari penelitian serta bagi Komisi

Pemilihan Umum Kabupaten Tebo sebagai berikut:

4. Kepada KPU harus lebih memberikan pelayan yang baik (sosialisai,

penetapan DPT, pelaksaan Pilkada agar masyarakat merasa terjamin hak-

haknya dalam memmberikan suara dalam proses pemilihan.

5. Kepala Bawaslu agar lebih memberikan penggawasan yang baik terhadap

proses pelaksaan Pilkada sampai penetatap hasil pemilu agar semua

kecurangan dalam proses pemilu dapat terselesaikan dengan baik, supaya

asas-asas dalam pemilhan umum (Luberjurdil) dapat terjamin.

6. Kepada masyarakat diharapkan dapat membantu pemerintah dalam proses

sosialisai, pelaksanaan, dan pengawasan Pilkada dan bekerja sama supaya

pelaksanaannya lancar.

C. Kata Penutup

Demikianlah dengan segala kekurangan dan keterbahasan penulis akhirnya

dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan sekripsi ini, tentunya berkat

bimbingan dari Bapak/Ibu Dosen pembimbing serta semua pihak yang telah

membantu, memberikan motivasi, masukan dan dukungan. Terima kasih juga

saya ucapan salah satunya kepada orang tua yang tercinta yang tidak henti-

hentinya memberi dukungan dan do‟a.


76

Sehingga sampailah pada bab akhir penulisan sekripsi ini, harapanya

semoga sekripsi yang sederhana ini memberikan manfaat dan menambah ilmu

Penggetahuan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.


77

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Andi Prasstowo, Meode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rencana

Penelitian, Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2012.

Harahap Asri, Abdul, H. Ir, Drs, Manajemen dan Resolusi Konflik Pilkada,

Jakarta: Sinar Jaya, 2005.

HAW Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Perseda, 2008.

Muktar, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel, Jambi: Sulthan Thaha Pers, 2007.

Rusdiana. A, Manajemen Konflik, Jakarta: Pustaka Setia, 2014.

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Penggantar, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2006

Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan, Yogyakarta: Bumi Aksara, 2003.

Surbakti. Ramlan DR, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Grasindo, 1992.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,

2015.

Syuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), Jambi: Syari‟ah Press,

2014.

Wirawan, Konflik dan manajement Konflik, Jakarta: Salemba Humanika, 2010

B. Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, tentang Tata Cara Pemilihan,

Penggesahan, Penggangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah


78

Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten

Sorolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten

Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Indonesia Nomor 3969

Republik Indonesia Nomor 182), Tambahan Lembaran Negara Nomor

3903 Tahun 1999.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan

Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan ke dua atas Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan

Gubenur, Bupati, dam Walikota Menjadi Undang-Undang.

Undang-Undang Republik Indoesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomoar 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Pemilihan Gubenur, Bupati, dam Walikota Menjadi Undang-Undang.

C. Lain-lain

Andi Nurmadina, Sekripsi, Resolusi Konflik Pada Pemilukada Tahun 2010 di

Kabupaten Gowa, Makasar: Univeristas Hasanuddin, 2012.

Bibit Wahyudi, Sekripsi, Dinamika Konflik Pemilihan Umum Kepala Daerah di

Kota Pekanbaru Tahun 2010, Riau: Universitas Riau, 2012.


79

Muhammad Sofyan, “Peran Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jambi dalam

Penangganan Pelanggaraan Pidana Kampaye Calon Legeslatif Pada

Pemilu Tahun 2014”, Jakarta: UNJ, 2014

https://tebokab.bps.go.id/

http://rismaniswatyunm.blogspot.com/2012/10/implementasi-kebijakan-

pencalonan-pada.html.

https://www.liputan6.com/pilkada/read/2868361/hasil-pilkada-tebo-resmi-

digugat-ke-mk

https://www.liputan6.com/pilkada/read/2865921/pleno-hasil-pilkada-tebo-

diwarnai-anarki

https://www.liputan6.com/regional/read/2903547/pria-misterius-bakar-rumah-

komisioner-kpu-tebo
80

Lampiran-Lampiran
81
82

Tabe V
Data Responden

NO Nama Jabatan

1. Sudarno, SH Sekertarist KPU Kab. Tebo


2. Sonata, SE Kasubag Teknis Pemilu dan Humas
3. Aleka Saputra Staf Pelaksana
83

DAFTAR RIWAYAT
(CURRICULUM VITAE)

Nama : Rudi Herliyanto

Tempat/Tgl Lahir : Rimbo Bujang, 08 Agustus 1997

Email/Surel : rudiherliyanto@gmail.com

No. Kontak/HP : 082219304600

Alamat : Jalan Sultan Agung Dusun Sumber Sari Desa Tegal Arum
Kec. Rimbo Bujang Kab. Tebo

Pendidikan Formal :

1. SD Negeri 199/VIII Desa Tegal Arum Kec. Rimbo Bujang (2003-2009)

2. SMP Negeri 27 Kabupaten Tebo (2009-2012)

3. SMA Negeri 11 Kabupaten Tebo (2012-2015)

Pengalaman Organisasi :

1. Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan (2017-2018)

2. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

3. Himpunan Mahasiswa Rimbo Bujang, Ulu dan Ilir.

Moto Hidup : Dunia sudah terlalu banyak pemalas. Jadi kamu harus rajin biar
beda...

Jambi, Oktober 2019

Rudi Herliyanto
SIP.152070

Anda mungkin juga menyukai