Anda di halaman 1dari 25

PAPER

PENGARUH DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH DAN AKUMULASI UTANG


LUAR NEGERI SWASTA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI
INDONESIA

DI SUSUN OLEH

NAMA : YULIANA CELESTINA ANGGUN


NIM : 31119075
KELAS :B
SEMESTER : IV

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS


PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala
rahmat, berkat serta penyertaan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan dalam menyusun
paper ini dengan waktu yang telah ditentukan serta isi yang sederhana. Dan paper ini sebagai
salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Makro II.
Penyusunan paper ini masih sangat jauh dari yang sempurna, sehingga penyusun
mengharap kritik dan saran dari pembaca agar pembuatan paper selanjutnya menjadi lebih
baik.
Ucapan terimakasih kepada teman-teman yang terkait atau terlibat dalam pembuatan
makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya, semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Kupang, 12 Mei 2021

Penyusun

Yuliana Celestina Anggun


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini dunia sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Lembaga
internasional International Monetary Fund (IMF) dalam laporan resminya World Economic
Outlook (2019) memprediksi terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Proyeksi
pertumbuhan ekonomi dunia mengalami perlambatan terburuk sejak kiris keuangan global,
turun dari 3,8 persen pada 2017 menuju 3,0 persen pada 2019. Negara maju diproyeksikan
untuk mengalami perlambatan pertumbuhan menuju 1,7 persen, sementara ekonomi negara
berkembang diproyeksikan berada pada 4,6 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi sendiri
Indonesia turut mengalami perlambatan meskipun masih tetap berada di atas 5,0 persen untuk
tahun 2019. Terdapat sejumlah faktor baik ekonomi maupun nonekonomi yang
mempengaruhi perlambatan tersebut. Salah satu faktor ekonomi yang menyebabkan
terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia adalah perang dagang yang melibatkan
sejumlah negara seperti Amerika, Kanada, Turki, Cina, Jepang, Korea, Rusia maupun Uni
Eropa. Hambatan perdagangan internasional dalam bentuk tarif maupun nontarif merupakan
salah satu indikator umum pada saat terjadinya perang dagang. Perang dagang menyebabkan
terjadinya penurunan jumlah maupun nilai transaksi perdagangan dunia, yang memperburuk
penurunan permintaan agregat yang sudah lebih dulu terjadi secara global. Faktor
nonekonomi berupa krisis politik dan keamanan di kawasan Timur Tengah dan Hong Kong,
proses British Exit (BREXIT) dan ancaman ketidakstablian sosial akibat resesi ekonomi di
wilayah Amerika Latin (Argentina, Kolombia, Bolivia, Cili) turut memperlambat
pertumbuhan ekonomi dunia.
Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Sejumlah Negara dan Dunia
Negara 2018 2019

Cina 6,60 6,2


Indonesia 5,17 5,1
Uni Eropa 2.01 1,1
Jepang 0,79 0,6
Amerika Serikat 2,86 2,3
Jerman 1,43 1,2
Dunia 3,04 3,0

* = Prediksi
Sumber : IMF, 2019 (diolah)
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam Visi Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia tahun 2016-2045 (Tabel 1.2.) menetapkan salah satu visi yaitu Indonesia
menjadi salah satu negara dengan PDB terbesar di dunia, yaitu peringkat ke-4 pada tahun
2045. Untuk mencapai visi tersebut, pemerintah harus menerapkan berbagai kebijakan yang
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang cukup tinggi. Penerapan strategi
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan diharapkan mampu untuk mengatasi berbagai
permasalahan fundamental perekonomian sehingga mampu mencapai tujuan pembangunan
dalam jangka panjang.

Tabel 2. Visi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia


2016-2045
Indikator 1986-2015
Skenario Dasar Skenario Tinggi
Pertumbuhan ekonomi(%th) 5,1 5,1 6,4
Peringkat PDB Dunia 16 8 4
PDB Perkapita (S) 3.378 19.794 28.934
Skenario Dasar Pertumbuhan ekonomi dunia dan harga komoditas rendah
Reformasi struktural berjalan lancar dan pertumbuhan
Skenario Tinggi ekonomi dunia relatif tinggi
Sumber : Kementerian PPN/ Bappenas, 2017 (diolah)

Berbagai indikator ekonomi menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam


menerapkan kebijakan fiskal secara efektif. Untuk mempertahankan momentum pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerapkan
kebijakan yang bersifat countercyclical. Kebijakan dikatakan bersifat countercyclical karena
kebijakan yang diambil bertentangan dengan siklus ekonomi yang sedang terjadi. Pada saat
terjadi krisis ekonomi, maka pemerintah akan menerapkan kebijakan fiskal ekspansif untuk
menstimulasi permintaan agregat dan mencegah perlambatan kegiatan ekonomi. Sebaliknya,
jika terjadi booming ekonomi, pemerintah akan menerapkan kebijakan fiskal kontraktif untuk
menahan aktivitas ekonomi yang berlebihan dan menghindari terjadinya overheating dalam
perekonomian (Kementerian Keuangan, 2019).
Van den Berg (2017) menjelaskan teori pertumbuhan ekonomi Solow sebagai salah
satu teori neoklasik yang menyediakan model sederhana dalam memahami pengaruh
sejumlah faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Model Solow
memperbaikan sejumlah kekurangan dari model Harrod-Domar. Solow menghilangkan
asumsi rasio modal-ouput konstan yang mendukung fungsi produksi neoklasik dengan input
variabel tenaga kerja dan modal. Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan
bagaimana pengaruh akumulasi modal, tenaga kerja dan perkembangan teknologi terhadap
output barang dan jasa secara keseluruhan. Modal sebagai faktor produksi mengalami tingkat
pengembalian yang semakin menurun sebagai akibat keterbatasan manusia. Tingkat
pengembalian yang menurun dapat diatasi dengan perkembangan teknologi, yang terdiri dari
pengembangan dan penerapan pengetahuan, gagasan dan inovasi yang baru.
Keadaan defisit fiskal, akumulasi utang luar negeri swasta dan pertumbuhan PDB di
Indonesia selama periode tahun 1980 sampai tahun 2017. Secara sekilas, tidak terdapat
hubungan yang dekat antara perubahan defisit anggaran pemerintah dan akumulasi utang luar
negeri swasta dengan pertumbuhan PDB di Indonesia. Kecenderungan peningkatan defisit
anggaran pemerintah dan akumulasi utang luar negeri swasta tidak selalu diikuti dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, secara sekilas terdapat hubungan antara
defisit anggaran pemerintah dengan utang luar negeri swasta. Hal tersebut menimbulkan
pertanyaan tentang bagaimana pengaruh defisit anggaran pemerintah dan akumulasi utang
luar negeri swasta terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, penulis merasa perlu untuk menguji hubungan yang ada dengan menggunakan alat
analisis ekonometrika yang sesuai.
Pengaruh defisit anggaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi telah diuji di
dalam sejumlah penelitian terdahulu. Penelitian oleh Adam dan Bevan (2005) menemukan
bahwa defisit anggaran yang dibiayai melalui pinjaman eksternal cenderung memiliki
pengaruh signifikan positif pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, penelitian lain oleh
Arjomand dkk (2016) menemukan bahwa defisit anggaran yang dibiayai melalui pinjaman
bank sentral berpengaruh secara signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan
menyebabkan resesi perekonomian akibat kenaikan suku bunga dan penurunan kapasitas
produksi nasional. Penelitiain Ehigiamusoe dan Lean (2019) menemukan bahwa defisit fiskal
memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi setelah melewati ambang batas
tertentu melalui pengurangan tabungan publik, akumulasi modal dan produktivitas nasional.
Namun terdapat hasil yang berbeda dari pengujian pengaruh defisit anggaran pemerintah
terhadap pertumbuhan ekonomi oleh Groneck (2010). Penelitian tersebut menguji pengaruh
rezim defisit anggaran tetap terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kebijakan defisit fiskal tetap tidak memiliki pengaruh bagi pertumbuhan ekonomi
jangka panjang jika dibandingkan dengan penerapan kebijakan anggaran berimbang.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat ambang batas bagi investasi publik yang
dibiayai dari defisit fiskal yang memberikan pengaruh bagi peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Ketersediaan modal bagi kegiatan perekonomian nasional merupakan salah satu
determinan bagi pertumbuhan ekonomi (Barro dkk, 2004). Sumber pembentukan modal dapat
berasal dari dalam negeri melalui tabungan nasional maupun berasal dari luar negeri dalam
bentuk utang luar negeri. Utang luar negeri merupakan salah satu alternatif sumber
pembiayaan bagi pemenuhan kebutuhan modal selain dari sumber di dalam negeri. Utang
luar negeri merupakan bagian dari total utang oleh berbagai aktor perekonomian domestik
kepada kreditur di luar negeri. Debitur utang luar negeri suatu negara dapat berupa
pemerintah, swasta maupun orang pribadi. Utang luar negeri termasuk utang yang berasal
dari bank komersial swasta, pemerintah negara lain ataupun lembaga keuangan internasional.
Sektor swasta sebagai salah satu aktor perekonomian nasional membutuhkan modal baik
dalam kegiatan operasional maupun kegiatan investasi dan pengembangan kapasitas
produksi. Utang luar negeri yang dipinjam oleh sektor swasta (private nonguaranteed external
debt) umumnya tidak dijamin oleh pemerintah sehingga terdapat risiko gagal bayar.
Siddique (2016) menunjukkan bahwa utang luar negeri merupakan satu sumber
pembiayaan yang penting dalam melengkapi sumber dana dalam negeri untuk mendukung
pertumbuhan. Utang luar negeri umumnya terjadi pada negara yang mengalami kekurangan
tabungan domestik maupun valuta asing dalam mencapai tujuan pembangunan nasional.
Utang luar negeri swasta memiliki kecenderungan meningkat setiap tahun, sehingga memicu
pertanyaan tentang manfaat dan pengaruhnya bagi pertumbuhan. Tingkat utang luar negeri
yang tinggi membawa risiko bagi pertumbuhan dengan semakin tergantungnya ekonomi
terhadap fluktuasi nilai tukar maupun arus modal keluar dan masuk yang tajam sehingga
dapat memicu krisis keuangan maupun krisis ekonomi nasional. Sejumlah penelitian
terdahulu tentang pengaruh utang luar negeri swasta terhadap pertumbuhan ekonomi telah
dilakukan. Penelitian oleh Hallak (2013) menunjukkan bahwa utang luar negeri swasta
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui
penggunaan utang luar negeri swasta yang lebih efisien dibandingkan utang luar negeri
publik. Namun demikian, penelitian terbaru oleh Qureshi dan Liaqat (2020) menemukan
bahwa akumulasi utang luar negeri swasta tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.

2.1 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi solow?


2. Bagaimana persediaan modal dan kondisi mapan?
3. Bagaimana pengaruh defisit anggaran pemerintah?
4. Bagaimana pengaruh akumulasi utang luar negeri swasta?
5. Bagaimana pengaruh defisit terhadap PDBC?

3.1 Tujuan

1. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi solow.


2. Untuk mengetahui persediaan modal dan kondisi mapan.
3. Untuk mengetahui pengaruh defisit anggaran pemerintah.
4. Untuk mengetahui pengaruh akumulasi utang luar negeri swasta.
5. Untuk mengetahui pengaruh defisit terhadap PDBC.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan jumlah produksi barang dan jasa
secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang.  Ada beberapa teori yang mengkaji
tentang pertumbuhan ekonomi, salah satunya yaitu teori Solow-Swan. Teori ini menyebutkan
terdapat tiga faktor yang mempengaruhi  pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan jumlah
tenaga kerja, akumulasi modal, dan kemajuan teknologi. Bentuk dari teori Solow-Swan yaitu
Y=F(K, AL) dengan Y  merupakan jumlah barang dan jasa yang diproduksi, K merupakan
akumulasi modal, merupakan kemajuan teknologi, dan L merupakan jumlah tenaga kerja.
Penelitian ini akan mengkaji bentuk model, kondisi mapan, kestabilan dari teori Solow-Swan
dan menerapkan teori tersebut dalam pertumbuhan ekonomi. Model ini dicari dengan
menggunakan persamaan differensial biasa dan didapat modelnya yaitu           k=sf(k)-
(n+g+δ)k. Solusi dari model menunjukkan bahwa kondisi mapan terjadi jika k=sf(k)-
(n+g+δ)k dan model dikatakan stabil ketika k = sf’’(k)-(n+g+δ)k <0. Selanjutnya dilakukan
kajian untuk melihat perilaku dari model dengan menggunakan simulasi nilai parameter.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa fungsi produksi per jumlah tenaga kerja adalah
y=y0,5. Kemudian pada kondisi mapan akumulasi modal sebesar unit satuan modal, sementara
pada golden rule, akumulasi modal mencapai unit satuan modal.

Teori ini merupakan pengembangan dari teori Harod Domar, dimana dalam
teoriSolow terdapat kemungkinan perubahan pada suku bunga dan tingkat upah. Sedangkan
dalam teori Harrod Domar, tingkat bunga dianggap kaku dan tingkat upah dalam jangka
panjang dianggap konstan. Model pertumbuhan yang dikemukakan oleh Solow ini
menggambarkan suatu perekonomian suatu Negara dimana pertumbuhan outputnya
merupakan hasil dari dua jenis input, yaiu modal dan tenaga kerja.Solow berasumsi bahwa
terdapat hubungan yang konstan antara modal dan tenaga kerja sehingga didapat fungsi
produksi sebagai berikut:Y = f ( K, L )Dimana Y adalah output, K adalah modal atau kapital,
L adalah tenaga kerja atau labor. Dengan memasukkan teknologi dalam fungsi produksi
maka:Y = f [(K,L) E]Dimana E merupakan variabel baru yang disebut efisiensi tenaga kerja
dan kapital akibat adanya teknologi yang digunakan selama proses produksi. Dalam efisiensi
tenaga kerja, teknologi disini dapat berupa pengetahuan masyarakat mengenai berbagai
metode yang dapat digunakan dalam proses produksi. Efisisensi tenaga kerja akan
tercapaiapabila terdapat peraikan-perbaikan dalam bidan pendidikan, kesehatan, dan
keterampilan bagi setiap masyarakat. Hal ini yang kemudian juga dapat berdampak pada
tingkat produktivitas yang dihasilkan oleh tenaga kerja. Dalam efisiensi kapital, teknologi
berupa mesin-mesin atau alat-alat yang digunakan selama proses produksi.Kemajuan
teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang. Karena tingkat kemajuan teknologi (total factor productivity) ditentukan
dengan variabel eksogen, model neoklasik Solow terkadang juga disebut model pertumbuhan
eksogen (exogeneous growth model). Usaha untuk memperbaiki kekurangan model Solow,
dinyatakan dengan memecahkan total factor productivity dengan memasukkan variabel lain,
dimana variabel ini dapat menjelaskan pertumbuhan yang terjadi. Model pertumbuhan yang
demikian disebut model pertumbuhan endogen (endogeneous growth model).

Jangka Panjang

Dari hasil jangka panjang untuk model Solow diperoleh hasil bahwa investasi dan
tenaga kerja memiliki pengaruh yang signifikan dan memiliki koefisien positif dalam
mempengaruhipertumbuhan ekonomi Indonesia. Investasi memiliki 2 fungsi yaitu untuk
memperbesar kapasitas produksi dan meningkatkan pendapatan. Dalam fungsinya dalam
memperbesar kapasitas produksi, investasi berperan sebagai modal yang digunakan dalam
proses produksi.Kenaikan investasi tentu saja dapat mempengaruhi perekononiam melalui
penggunaan modal tersebut baik untuk pembelian bahan baku, peralatan, teknologi, bahkan
untuk upah buruh. Meningkatnya kapasitas produksi pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan dan meningkatkan PDB negara. Hasil ini juga sesuai dengan beberapa penenlitian
yang telah dilakukan oleh penenliti lain. Penelitian yang dilakukan oleh Sutawijaya (2010)
dengan judul Pengaruh Ekspor dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Tahun 1980-2006 juga memberikan hasil yang serupa dengan hasil dalam penenlitian ini
bahwa investasi memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Menurutnya untuk negara berkembang sperti Indonesia, faktor yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi selain faktor konsumsi adalah faktor
investasi.Berdasarkan Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, pertumbuhan ekonomi
Indoensia tidak hanya didorong oleh sektor konsumsi tetapi juga sektor investasi.
Peningkatan investasi ini akan mendorong peningkatan kredit, pertumbuhan pengasilan, dan
pada akhirnya akan meningkatkan lingkungan investasi yang kondusif sehingga pertumbuhan
ekonomi akan meningkat.Variabel tenaga kerja juga memiliki hasil yang signifikan dalam
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil ini sesuai dengan teori Solow sendiri
dimana pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari peran tenaga kerja sebagai
pelaku dalam proses kegiatan produksi

. Ketika terjadi peningkatan pada jumlah tenaga kerja dalam suatu perusahaan, maka
produksi yang dihasilkan akan meningkat juga karena dengan bertambahnya tenaga kerja
akan mampu menghasilkan atau memproduksi lebih banyak dari sebelumnya. Kenaikan pada
kapasitas produksi selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara. Sebab
pertumbuhan ekonomi negara juga dilihat dari pertumbuhan kapasitas produksi yang
dihasilkan.Hasil yang sama juga dapat dilihat dari penenlitian yang telah dilakukan oleh
Supartoyo (2013) dengan judul The Economi Growth and The Regional Characteristics: The
Case of Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan angkatan
kerja berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 2006-
2010. Menurutnya dengan banyakanya output yang akan dihasilan dengan meningkatnya
angkatan kerja akan mampu mendorong penawaran agregat sehingga akan mendorong
pertumbuhan ekonomi.Variabel teknologi dalam jangka panjang tidak signifikan dan
memiliki koefisien negatif. Dengan semakin tinggi teknologi dalam proses produksi maka
penggunaan tenaga kerja akan menurun. Hal ini lah yang kemudian dapat memicu
peningkatan pada pengangguran. Tingginya angka pengangguran akan menurunkan
pendapatan nasional dan pendapatan perkapita, sehingga pada akhirnya akan menurunkan
pertumbuhan ekonomi suatu negara. dimana peningkatakan pada pengangguran akan
menurunkan daya beli masyarakat sehingga permintaan terhadap barang-barang produksi
akan berkurang. Keadaan ini yang kemudian tidak akan menarik investor untuk menanamkan
investasinya di negara tersebut. Dengan demikian tingkat investasi suatu negara akan
menurun sehingga perekonomian suatu negara akan memiliki laju pertumbuhan yang
rendah.Selain itu, tingginya tingkat pengangguran dapat menurunkan pendapatan negara dari
sektor pajak. Hal ini dikarenakan dengan tingginya pengangguran maka akan menurunkan
perekonomian suatu negara sehingga terjadi penurunan pendapatan masyarakat. Sehingga
pajak yang diterima oleh pemerintah dari masyarakat akan menurun. Jika hal ini terus terjadi
maka selanjutnya adalah terhambatnya kegiatan pembangunan negara karena terbatasnya
dana yang dapat digunakan akibat penurunan pajak.

Jangka Pendek

Investasi dalam jangka pendek memiliki pengaruh yang sama dengan jangka panjang
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu berpengaruh signifikan dan memiliki
koefisien positif. Sedangka tenaga dalam jangka pendek tidak signifikan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Hasil yang tidak signifikan dalam jangka pendek dapat disebabkan
karena sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di Indonesia merupakan tenaga kerja kasar
atau tenaga kerja berpendidikan rendah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika, angka
tenaga kerja yang bekerja di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan angka
penurunan terus menurun. Namun jumlah pengangguran di Indonesia masih didominasi
dengan mereka yang berpendidikan tinggi.Variabel teknologi dalam jangka pendek tidak
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan memiliki koefisien
positif. Kemajuan teknologi yang ada dapat meningkatkan produktivitas baik dari sisi kapital
maupun tenaga kerjanya. Dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja, diperlukan
berbagai perbaikan dalam bidang kesehatan, pendidikan, bahkan diperlukan pula latihan dan
kursus untuk meningkatkan keterampilan yang dimiliki. Sedangkan untuk meningkatkan
produktivitas kapital, peran pemerintah dalam memberikan subsidi dalam penemuan berbagai
penelitian juga diperlukan, selain itu penurunan pajak agar menarik para investor untuk
membeli mesin baru dengan teknologi baru. Solow berpendapat bahwa teknologi
mempengaruhi kapital yang dalam hal ini adalah mesin baru dengan teknologi baru tanpa
adanya perubahan pada tenaga kerja. Untuk setiap mesin yang digunakan serta tenaga kerja
yang diperkerjakan dalam suatu proses produksi dapat menghasilkan output yang lebih
banyak.

Model pertumbuhan Solow yang dirancang untuk menunjukkan bagaimana


pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi
berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan
jasa suatu negara secara keseluruhan. Model Solow menyatakan bahwa output bergantung
pada persediaan modal dan angkatan kerja. Model pertumbuhan Solow mengasumsikan
bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan (constant return to scale).
Fungsi produksi dengan skala pengembalian konstan memungkinkan analisis seluruh variabel
dalam perekonomian dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja.

Asumsi skala pengembalian konstan menunjukkan bahwa besarnya perekomian yang


diukur dengan jumlah pekerja tidak mempengaruhi hubungan antara output per pekerja dan
modal per pekerja. Tingkat kemiringan dari fungsi produksi menunjukkan nilai Produk
Marjinal Modal yaitu jumlah output tambahan yang dihasilkan seorang pekerja ketika
mendapatkan satu unit modal tambahan. Arti dari nilai MPK yaitu jika k meningkat 1 unit,
maka y meningkat sebesar MPK unit. Fungsi produksi mencerminkan produk marjinal modal
yang kian menurun, yang dapat dilihat pada kurva fungsi produksi dimana saat jumlah modal
semakin meningkat, maka kurva fungsi produksi menjadi lebih datar. Ketika k rendah, rata-
rata pekerja hanya memiliki sedikit modal untuk bekerja, sehingga satu unit modal tambahan
begitu berguna dan dapat memproduksi banyak output tambahan. Ketika k tinggi, rata-rata
pekerja memiliki banyak modal, sehingga satu unit modal tambahan hanya sedikit
meningkatkan produksi.

2.2 Persediaan Modal dan Kondisi Mapan

Persediaan modal dapat berubah sepanjang waktu dan mengarah ke pertumbuhan


ekonomi. Terdapat dua kekuatan umum yang mempengaruhi persediaan modal yaitu
investasi dan depresiasi. Investasi adalah pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan
baru, menyebabkan persediaan modal bertambah. Depresiasi mengacu pada penggunaan
modal yang menyebabkan persediaan modal berkurang (Mankiw, 2007). Untuk memasukkan
depresiasi ke dalam model, kita asumsikan bahwa sebagian tertentu dari persediaan modal k
menyusut setiap tahun sebesar δ (delta = tingkat depresiasi). Depresiasi menunjukkan
sebagaian persediaan modal yang konstan habis dipakai setiap tahun. Karena itu, depresiasi
adalah proporsional terhadap persediaan modal. Jumlah modal yang terdepresiasi bergantung
pada persediaan modal k yang ada.
Semakin tinggi persediaan modal, maka semakin besar jumlah output dan investasi.
Namun semakin tinggi persediaan modal, semakin besar pula jumlah depresiasi. Ketika
jumlah investasi sama dengan jumlah depresiasi, maka persediaan modal tidak akan berubah
karena dua kekuatan yaitu investasi dan depresiasi yang beraksi dalam kekuatan yang
seimbang. Jika jumlah investasi cukup untuk mengimbangi depresiasi menyebabkan modal
per pekerja tidak berubah sehingga disebut sebagai tingkat modal pada kondisi mapan
(steady-state level of capital stock).
Kondisi mapan signifikan karena dua alasan, yaitu perekonomian pada kondisi mapan
akan tetap stabil. Alasan ke dua yaitu bahwa perekonomian yang tidak berada pada kondisi
mapan akan berusaha menuju kepada kondisi mapan. Tanpa memperhatikan tingkat modal
yang digunakan pada awal perekonomian, perekonomian akan berakhir dengan tingkat modal
kondisi-mapan. Dalam hal ini, kondisi mapan (steady-state) menunjukkan ekuilibrium
perekonomian jangka panjang.

Ada dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal : Investasi: pengeluaran


tempat usaha dan peralatan. Depresiasi : menuanya modal lama; menyebabkan persediaan
modal menurun. Investasi tiap pekerja i = s y. Mari kita substitusi fungsi produksi untuk y,
kita dapat mengungkapkan investasi tiap pekerja sebagai fungsi dari persediaan modal tiap
pekerja : i = s f(k) Persamaan ini menghubungkan persediaan modal yang ada k dengan
akumulasi modal baru. Output & penyusutan kondisi mapan Output kondisi mapan, Modal
per pekerja kondisi mapan. Di bawah kondisi mapan kaidah emas, kenaikan dlm modal
kondisi mapan meningkatkan konsumsi kondisi mapan Di atas kondisi mapan kaidah emas,
kenaikan dlm modal kondisi mapan mengurangi konsumsi kondisi mapan. Golden rule:
MPK= -Jika MPK –  > 0, maka kenaikan dlm modal meningkatkan konsumsi sehingga di
bawah tk. Kaidah emas -Jika MPK -  < 0, maka kenaikan dlm modal mengurangi konsumsi
shg berada di atas tk.

2.3 Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah

Defisit anggaran, adalah suatu anggaran pemerintah yang dapat dilihat dari besarnya
pemasukan dan pengeluaran pemerintah tersebut. Kebijakan yang dapat dilakukan
pemerintah adalah melalui kebijakan fiskal. Defisit anggaran sendiri mempunyai 2 kebijakan,
kebijakan tersebut adalah kebiajakan struktural dan siklikal. Anggaran yang bersifat
struktural, yang artinya anggaran sendiri dapat dilihat dari kebijakan yang aktif atau disebut
diksioner yang dipengaruhi pada penetapan tingkat pajak, jaminan sosial, dan belanja
pemerintah. Akan tetapi, sebagian besar dari anggaran bersifat siklikal atau pasif yang
dimana ditentukan oleh keadaan siklus ekonomi, kemudian untuk menghitung dampak
daripada siklus ekonomi terhadap anggaran atau mengukur perubahan dalam penerimaan,
pengeluaran, dan defisit atau surflus yang timbul oleh karena perekonomian yang tidak
beroperasi sepenuhnya pada outputpotensialnya. Anggaran yang bersifat siklikal tersebut,
merupakanselisih antara anggaran aktual dan anggaran struktual.
Secara akuntansi anggaran pemerintah terlihat bahwa penerimaan sebanding dengan
pengeluaran, sehingga anggaran tersebut akan selalu terlihat dalam kondisi yang seimbang.
Anggaran belanja pemerintah tidak akan selalu dalam keadaan yang seimbang, namun ada
waktunya terjadi surplus dan ada waktunya terjadi defisit ketika terjadinya defisit atau surplus
anggaran ditandai dengan item penyeimbang baik dalam penerimaanmaupun pengeluaran,
sehingga dapat terlihat terjadinya ketidakseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan.
Adapun beberapa teori yang menjelaskan Defisit Anggaran sebagai berikut:
1.Pada teori keynesian sendiri beranggapan bahwa defisit anggaran di pengaruhi oleh
banyaknya pengangguran dan susahnya membayar hutang ekonomi. Defisit
anggaran dapat dikatakan baik apabila anggaran memiliki pengaruh terhadap
perekonomian di suatu negara
.2.Peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki pengaruh
tingkatan terhadap sejumlah anggaran, dimana tujuannya untuk mengelola anggaran
yang sudah tidak memiliki fungsi lagi dan demikian dapat membesarkan output itu
sendiri.
.3.Teori Ekuivalensi Ricardian merupakan teori yang menyatakan bahwa defisit
anggaran bersifat netral terhadap majunya pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi. Apabila pajak diturunkan diikuti dengan bertambahnya Defisit Anggaran,
tidak mempengaruhi konsumsi masyarakat yang tinggi terhadap tabungan mereka
untuk mengahadapi pajak yang lebih tinggi di waktu yang akan datang. Pernyataan
tersebut dikarenakan, meningkatnya hutang pemerintah diakibatkan bertambahnya
defisit anggaran yang memiliki nilai yang sama dengan nilai hutang.

Defisit anggaran yang didanai melalui utang pemerintah dan dampaknya terhadap
perekonomian masih bersifat kontroversi baik dari studi literatur maupun empiris. Menurut
Bernheim (1989), perspektif teori mengenai defisit anggaran secara umum dapat ditinjau dari
tiga teori, yaitu teori Ricardian Equivalence, teori Neoklasik, dan teori Keynesian.
1) Teori Ricardian Equivalence: Teori Ricardian Equivalence mengusulkan bahwa
adanya substitusi dari defisit anggaran untuk pajak pada masa sekarang mempunyai
efek yang sama pada permintaan agregat. Dalam kata lain perubahan dalam pajak
dan pembiayaan defisit anggaran mempunyai dampak yang sama bagi variabel
ekonomi makro (terutama konsumsi swasta). Maka dari itu keduanya disebut
‘equivalence’ (Barro, 1989). Preposisi ini berdasarkan pada asumsi intergenerational
altruism, perfect capital markets, lump-sum taxation, dan kondisi dimana utang tidak
tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi.
2)Teori Neoklasik: Teori Neo Klasik berpendapat bahwa setiap individu mempunyai
informasi yang cukup sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi
sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran akan meningkatkan tingkat konsumsi
dalam jangka panjang dengan cara membebankan pajak untuk generasi berikutnya.
Jika perekonomian dalam kondisi full-employment, maka peningkatan konsumsi
akan menurunkan tingkat tabungan dan meningkatkan suku bunga. Peningkatan
suku bunga akanberdampak pada permintaan investasi swasta yang menurun.
Berdasarkan hal tersebut kaum Neoklasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi
kesempatan kerja penuh, defisit anggaran yang permanen akan menyebabkan
investasi swasta tergusur atau crowding-out
3)Teori Keynesian: Keynesian menyatakan bahwa kondisi defisit anggaran tidak
selamanya terjadi crowding out investasi swasta. Fenomena ini disebut dengan
crowding in effect. Crowding in effectdapat terjadi ketika adanya defisit anggaran
sebagai kebijakan ekspansi fiskal (dengan cara memotong pajak atau meningkatkan
belanja negara) yang dilakukan pemerintah. Kebijakan ekspansi fiskal dilakukan
ketika kondisi perekonomian terdapat pengangguran atau tidak full employment.
Kebijakan ini akan meningkatkan jumlah uang beredar (dalam hal ini disposable
income) di masyarakat. Kenaikan jumlah uang beredar akan meningkatkan
permintaan barang dan jasa sehingga mendorong aggregate demand. Menurut teori
Keynes adanya peningkatan aggregate demandini akan diikuti oleh aggregate supply
karena adanya ekspektasi positif dari para investor dengan cara meningkatkan
kualitas dan kuantitas barang.
Oleh karena itu output riil akan meningkat seiring dengan pertumbuhan tingkat harga
dan dampaknya positif pada pertumbuhan ekonomi.Dampak Defisit Anggaran terhadap
InflasiSargent dan Wallace (1981) menyatakan bahwa kebijakan fiskal dapat menjadi sumber
dari inflasi.Maryatmo (2004) menuliskan bahwa defisit anggaran bisa berdampak pada inflasi
melalui dua jalur, yaitu pertama melalui sektor moneter yang akan memengaruhi jumlah uang
beredarmelalui pencetakan uangdan kedua melalui sektor riil (pengeluaran dan penerimaan
pemerintah) yang selanjutnya memengaruhi permintaan agregat. Defisit anggaran yang
dibiayai melalui
pencetakan uang akan menyebabkan inflasi dapat dijelaskan melalui teori kuantitas
uang. Teori kuantitas uang dikembangkan oleh Irving Fisher yang menyatakan bahwa
perubahan jumlah uang beredar (M) berbanding lurus dengan perubahan harga-harga (P).
Teori kuantitas uang mendasarkan pada falsafah hukum Say bahwa ekonomi akan selalu
berada dalam keadaan full employment. Teori ini didasarkan atas persamaan yaitu:MV =
PQdimana:M = jumlah uang beredarV = velocity of circulation P = tingkat harga umum Q =
volume barang yang diproduksiKenaikan tingkat harga juga dapat disebabkan oleh fenomena
fiskal melalui sektor riil. Inflasi yang terjadi ini disebut juga dengan demand pull inflation.
Demand pull inflationterjadi ketika adanya kenaikan G (pengeluaran pemerintah) yang
menyebabkan kenaikan permintaan agregat (AD) dan tidak diimbangi dengan penawaran
agregat (AS). Demand pull inflationmenyebabkan output perekonomian bertambah, tetapi
disertai inflasi, dilihat dari makin tingginya tingkat harga umum.Dampak Defisit Anggaran
terhadap Jumlah Uang Beredar (M1)Sumber pembiayaan defisit anggaran secara
konvensional terdiri dari money financed dan bond financed deficit, yaitu pembiayaan
dengan pencetakan uang dan pembiayaan dengan menerbitkan bonds atau obligasi negara.
Money financed merupakan istilah ketika dalam menutupi defisit anggaran bank
sentral akan mencetak uang baru untuk membiayai defisit anggaran tersebut. Langkah ini
akan memberi dampak yang besar dalam perekonomian melalui pengganda uang (money
multiplier) sehingga akan menambah jumlah uang beredar. .Fenomena lain yang mungkin
terjadi adalah peningkatan utang pemerintah dengan penjualan obligasi (bond financed).
Pemerintah mendapatkan dana dari bank sentral guna menutup defisit anggarannya dengan
cara menjual surat berharga kepada bank sentral. Dana dari bank sentral yang bersumber dari
penciptaan uang inti dapat digunakan pemerintah guna menutup defisit anggaran. Jika
pemerintah membelanjakan dana tersebut, maka masyarakat akan memegang komponen uang
inti dalam jumlah yang lebih banyak. Dampak Defisit Anggaran terhadap Suku Bunga (BI
rate)Model Keynesian IS-LM menjelaskan mengenai dampak dari defisit anggaran terhadap
suku bunga dimana defisit anggaran meningkatkan suku bunga tidak hanya karena efek dari
crowding outtetapi juga karena defisit anggaran menstimulasi permintaan agregat dan
meningkatkan output (Engen dan Hubbard, 2004).Ketika pemerintah meningkatkan
pembelian barang dan jasa melalui belanja pemerintah (G), pengeluaran yang direncanakan
mendorong produksi barang dan jasa, yang menyebabkan pendapatan total Y meningkat.
Dalam hal ini pasar uang dijelaskan melalui teori preferensi likuiditas. Karena permintaan
uang bergantung pada pendapatan, kenaikan pendapatan nasional meningkatkan jumlah uang
yang diminta pada setiap tingkat bunga. Akan tetapi, penawaran uang tidak berubah,
sehingga permintaan uang yang lebih tinggi menyebabkan tingkat bunga keseimbangan

Pengeluaran pemerintah di seluruh dunia mengalami peningkatan signifikan sejak


abad ke-20. Rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDB mengalami kenaikan dari
sebelumnya kurang dari 10% menjadi 50% pada 14 negara termaju di dunia (Van den berg,
2017). Peran pemerintah dalam
perekonomian tidak terbatas hanya pada pengaruh atas pajak dan pengeluaran pemerintah,
tetapi juga untuk meningkatan fungsi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat serta menjaga
mekanisme pasar agar bekerja dengan baik. Pemerintah membentuk dan menjaga
kelembagaan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perlindungan atas hak
milik, pertahanan dan keamanan nasional, sistem peradilan yang mengatur dan menegakkan
hukum dan kontrak dan pengembangan sistem keuangan nasional yang baik. Peranan
pemerintah dibenarkan dalam kegiatan ekonomi untuk sejumlah alasan tertentu. Menurut
Adam Smith, peran pemerintah dibutuhkan untuk menjaga mekanisme pasar dapat bekerja
dengan baik serta menyediakan barang publik yang tidak disediakan oleh mekanisme pasar.
Barang publik adalah barang dan jasa yang bersifat nonrival dan nonexcludable seperti
pertahanan, keamanan, jalan, kanal pelabuhan dan jembatan.
Peran pemerintah dalam ekonomi turut dibahas oleh Barro dkk (2004) yang
melakukan modifikasi atas kerangka kerja Ramsey melalui pendekatan dari sisi pengaruh
pajak dan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja barang dan
jasa maupun transfer pembayaran dibiayai melalui pajak dalam berbagai bentuk seperti pajak
atas upah, pajak atas konsumsi, pajak atas pendapatan aset dan pajak atas pendapatan dari
kegiatan swasta. Pengeluaran pemerintah meningkatkan utilitas bagi aktor ekonomi rumah
tangga dan swasta melalui peningkatan barang publik.
Penelitian Bajo-Rubio (2000) mencoba mengembangkan model pertumbuhan Solow
dengan memasukkan peran pemerintah dalam fungsi produksi. Model teori eksplisit yang
disajikan selanjutnya digunakan sebagai kerangka kerja untuk analisis dalam penelitian ini.
Model dalam penelitian ini menggunakan input pemerintah melibatkan input yang secara
ketat mempengaruhi tingkat output. Salah satu input pemerintah tersebut adalah faktor yang
dapat direproduksi dan masuk secara langsung ke fungsi dalam fungsi produksi, yaitu modal
fisik publik (jalan, pelabuhan, jembatan dan infrastruktur lain yang bersentuhan langsung
dengan produksi output nasional). Input pemerintah lain diasumsikan memiliki pengaruh
secara tidak langsung yaitu melalui eksternalitas, insentif untuk akumulasi dan pertumbuhan
disebut sebagai pembayaran transfer. Dimasukkannya pembayaran transfer dapat dibenarkan
karena hal tersebut akan memungkinkan untuk memperkuat hak milik (untuk meningkatkan
biaya peluang dari kegiatan kriminal), maupun pensiun dari angkatan kerja bagi orang-orang
dengan tingkat modal manusia yang lebih rendah.
Dalam model yang digunakan dimungkinkan terjadinya kemacetan atas barang dan
jasa publik, yang merupakan barang saingan tetapi tidak dapat dikecualikan (rival but non
excludable): setiap produsen mendapat manfaat dari penyediaan input publik tetapi, untuk
tiap tingkat yang terakhir, jumlah yang tersedia untuk masing-masing produsen menurun
karena produsen lain menaikkan tingkat input swasta mereka (Barro dan Sala-i-Martin,
2003). Fungsi produksi per kapita tersebut menunjukkan skala pengembalian yang menurun
baik dalam modal swsta dan seluruh input swasta, untuk kondisi kemacetan tertentu dalam
penggunaan modal publik dan transfer.
Model yang digunakan oleh Bajo-Rubio (2000) memungkinkan kita untuk
mendapatkan secara eksplisit dari model sebuah hubungan nonmonotonik antara tingkat
pertumbuhan output per kapita dan ukuran sektor publik, yang mengarah ke hubungan
berbentuk U terbalik antara dua variabel. Kenaikan defisit anggaran pemerintah yang
menyebabkan pengeluaran untuk belanja publik yang lebih tinggi akan mengarah langsung ke
pertumbuhan yang lebih tinggi, tetapi mereka akan meninggalkan jumlah output yang lebih
kecil yang tersedia bagi akumulasi input swasta.
Dari waktu ke waktu, arah kebijakan defisit anggaran dapat mengalami
perubahanprioritas.Dari konsolidasi fiskal menjadi stimulus fiskal maupun sebaliknya,
tergantung dari kondisikeuangan dan prioritas rencana kerja pemerintah. Arah kebijakan
defisit melalui konsolidasi fiskal telahdilakukan Pemerintah pada Tahun 2001-2005, yang
ditunjukan oleh penurunan defisit dari sebesar 2,78persen terhadap PDB pada tahun 2001
menjadi 0,74 persen terhadap PDB pada Tahun 2005. PadaTahun 2006, dalam rangka
mendorong pertumbuhan ekonomi, arah kebijakan defisit mengalamiperubahan orientasi
menjadi stimulus fiskal melalui peningkatan target defisit menjadi 0,9 persenterhadap PDB.
PadaTahun 2007, stimulus fiskal kembali dilanjutkan melalui peningkatan defisitmenjadi 1,2
persen terhadap PDB walaupun realisasinya hanya mencapai 1,3 persen terhadap PDB.Sejak
tahun 2003, defisit anggaran telah dibatasi maksimal hanya sampai tiga persen dari
ProdukDomestik Bruto. Ketentuan ini tertuang pada Pasal 12 Undang-undang Nomor 17
Tahun 2003 tentangKeuangan Negara.
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu tujuan utama bagi negara sedang
berkembang, termasuk Indonesia. Pembangunan ekonomi tidak hanya tertumpu pada
pertumbuhan ekonomi saja tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan, keamanan, serta
kualitas sumberdaya termasuk sumberdaya manusia dan lingkungan hidup. Khususnya
pertumbuhan ekonomi, diperlukan kebijakan yang kondusif agar tercapai peningkatan
pertumbuhan ekonomi setiap tahun sesuai dengan yang sudah ditargetkan.
Pertumbuhan ekonomi yang sudah ditargetkan setiap tahunnya mencerminkan kinerja
perekonomian pada tahun tersebut sedangkan kinerja ekonomi itu sendiri sangat tergantung
pada kondisi internal maupun eksternal dari negara yang bersangkutan. Sementara itu,
kondisi eksternal sangat terkait dengan keadaan perekonomian dunia yang semakin
mengglobal. Sebagai contoh bahwa kondisi eksternal Indonesia terkait dengan permasalahan
krisis dunia pada saat ini perhatikan dua kondisi berikut ini yaitu pertama, meningkatnya
harga minyak mentah dunia yang mencapai 60 US$ per barel per Januari 2006. Ke dua,
adanya krisis moneter dimana nilai kurs dollar terhadap rupiah semakin meningkat sampai Rp
9.460,00 per Januari 2006.
Naiknya harga minyak mendorong Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Dunia
meninjau kembali perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia. Laporan ADB pada bulan April
2005 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia Timur pada tahun rata-rata 6,7% hingga
7,2%. Nampaknya angka tersebut harus direvisi. Pemerintah dalam asumsi makro APBN
2005 penyesuaian, proyek pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 5,5%, inflasi 7,0%, suku
bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) 8,0%, nilai tukar rupiah Rp 8.900,00 per dollar
Amerika Serikat dan harga minyak sebesar 35 dollar AS per barrel serta produksi minyak
sebesar 1,125 juta barrel per hari. Atas dasar asumsi tersebut, dalam patokan dasar anggaran,
subsidi bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan akan naik dari Rp 19 triliun menjadi Rp
60,1 triliun sehingga ada kenaikan pembayaran subsidi sebesar Rp 41,1 triliun. Hal ini
mengakibatkan terjadi pembengkakan defisit anggaran sekitar 1,3% dari Produk Domestik
Bruto (PDB) yang mengakibatkan kekurangan pembiayaan cukup signifikan dan sangat
membebani keuangan negara. Sementara itu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang
melonjak pada akhir-akhir ini akan memperparah krisis ekonomi, yaitu menyebabkan subsidi
BBM yang harus dibayar pemerintah melonjak drastis. Asumsi makro tersebut sudah tidak
relevan lagi karena nilai tukar dan harga minyak dunia sudah sangat jauh berbeda. Untuk itu
pemerintah sebaiknya merevisi asumsi tersebut.
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) masih menunjukkan defisit yang
kian membesar, hal ini akibat dari semakin besarnya subsidi yang harus dikeluarkan terutama
BBM. Sementara itu dari sisi penerimaan dari pajak belum menunjukkan hasil yang
maksimal meskipun upaya penarikan pajak dengan memperluas basis pajak telah
dilaksanakan. Di sisi lain kebijakan fiskal yang merupakan salah satu piranti kebijakan
pemerintah cenderung mengalami distorsi dalam implementasinya. Misalnya, fenomena
munculnya pengelolaan dana negara APBN terutama pada Goverment Expenditure menjadi
sasaran empuk pengelolaan yang tidak sesuai aturan.
Berbagai upaya reformasi kebijakan fiskal sering dilakukan agar perekonomian
berjalan pada jalur yang benar. Namun hal ini belum berhasil karena pengaruh kebijakan non
ekonomi yang lebih dominan misalnya saja adanya masalah sosial dan kesehatan serta
terjadinya bencana alam yang tidak dapat diperkirakan. Bermula dari krisis ekonomi tahun
1997 hingga sekarang berlanjut dengan krisis-krisis lain mengakibatkan perekonomian
Indonesia masih sangat sulit untuk tumbuh positif. Krisis ekonomi ditandai dengan
menurunnya permintaan agregat sehingga kondisi perekonomian menunjukkan adanya ciri-
ciri depresi seperti menurunnya daya beli secara drastis, berkurangnya bahkan hilangnya
minat investasi asing, dan meningkatnya pengangguran di berbagai sektor. Kondisi tersebut
diperparah oleh sisi penawaran yang semakin turun. Bukan saja produksi yang menurun
tetapi juga terjadi ketidakkondusifan berbagai kebijakan yang mengakibatkan daya respon
(elastisitas) penawaran sangat lemah.
Kebijakan fiskal dalam perekonomian dituangkan dalam bentuk pos-pos yang
tercantum pada dua sisi yaitu penerimaan dan belanja pemerintah. Fungsi fiskal meliputi tiga
aspek penting yang mencerminkan peran pemerintah dalam perekonomian yaitu sebagai
fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Menurut Romer (1996), secara simultan fungsi
fiskal bertujuan untuk menciptakan kondisi makro ekonomi secara kondusif dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi, penciptaan tenaga kerja yang sekaligus menekan jumlah
pengangguran, pengendalian tingkat inflasi, dan mendorong distribusi pendapatan yang
semakin merata.
Gambaran APBN di Indonesia tercermin pada pos dalam anggarannya. Sisi
penerimaan negara mencakup semua penerimaan dari pajak dan bukan pajak, sedangkan sisi
pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Ada
beberapa alternatif untuk mencapai hal tersebut yaitu dengan mengupayakan penerimaan
dalam negeri dapat ditingkatkan, mengupayakan berkurangnya ketergantungan utang luar
negeri, dan menekan pengeluaran negara dengan menerapkan skala prioritas tinggi serta yang
sedang marak pada pemerintahan yang sekarang sedang berjalan adalah dengan
pemberantasan korupsi.
Defisit anggaran menjadi penting dalam masa krisis sehingga banyak persoalan
menjadi dilematis dalam memilih kebijakan fiskal yang tepat. Defisit ataupun surplus
anggaran ini menjadi isu penting untuk dikaji karena dalam siklus bisnis defisit anggaran
menjadi pembahasan yang cukup serius dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Dari
permasalahan tersebut maka artikel ini akan mengkaji kebijakan fiskal khususnya untuk
mengetahui dampak kebijakan defisit anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Komposisi APBN Indonesia terdiri dari sisi penerimaan negara dan sisi pengeluaran
belanja negara. Sisi penerimaan negara mencerminkan kemampuan negara dalam menggali
sumber-sumber penerimaannya yang potensial untuk memperbesar tabungan pemerintah. Hal
ini tercermin pada semua penerimaan dari pajak dan bukan pajak. Pada sisi pengeluaran
mencerminkan kebutuhan belanja negara yang harus dibiayai dari penerimaan negara, hal ini
tercermin pada semua pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Sistem akuntansi penyusunan APBN telah mengalami perubahan format yaitu dari
bentuk tabel T (T-account) menjadi bentuk tabel vertical (V-account). Bentuk tabel T
menggunakan prinsip anggaran berimbang dan dinamis sedangkan tabel V menggunakan
prinsip anggaran surplus/defisit secara transparan. Surplus atau defisit anggaran adalah selisih
antara pendapatan negara plus hibah dengan belanja negara. Surplus bila hasilnya positif dan
defisit bila hasilnya negatif.
Apabila kita membahas tentang kebijakan fiskal di Indonesia maka kita harus
memahami struktur penerimaan dan pengeluaran APBN. Dari Tabel 2 terlihat bahwa pada
tahun 2004 terdapat defisit anggaran sebesar 26.271,5 miliar rupiah sementara cicilan utang
yang harus dibayar sebesar 45.524,5 miliar rupiah. Dana yang digunakan pemerintah untuk
membayar cicilan ini berasal dari dalam negeri sebesar 50.050,5 miliar rupiah ditambah
dengan utang pemerintah baru sebesar 21.745,6 miliar rupiah sehingga pembiayaan defisit
bersih adalah 26.271,5 miliar rupiah.
Defisit anggaran pada tahun 2004 dan 2005 berselisih sedikit yaitu sebesar 1,3 dan
0,9. Defisit ini lebih kecil dari tahun 2000 yang sebesar 4,9 persen. Penurunan defisit ini
karena sudah mulai diberlakukannya program pelaksanaan pengurangan subsidi BBM yang
cukup kontroversial dikalangan masyarakat. Namun dengan program tersebut paling tidak
defisit negara bisa dikurangi. Selain itu pengenaan PPn di pulau Batam sedang dilaksanakan.
Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengurangi defisit anggaran yang akan datang. Pemerintah
cenderung menetapkan rencana APBN dan RAPBN yang bersifat defisit , hal ini mempunyai
alasan yang diyakini bahwa penetapan tersebut mengacu pada beberapa asumsi dasar makro.
Kebijakan fiskal dari sisi permintaan melalui defisit anggaran belanja dalam situasi
krisis pada akhir-akhir ini tidak banyak mengatasi masalah karena bertambahnya permintaan
yang tidak mendapat respon dari penawaran. Hal ini tidak akan memperbaiki perekonomian.
Namun demikian, stimulus fiskal dapat dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan hanya
pada unsur permintaan yang berpeluang tinggi sajalah yang mungkin harus didorong
pengembangannya. Dari hasil kajian ditemukan bahwa sisi ekspor sangat berpeluang dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, hal ini merupakan momen yang tepat untuk
mengembangkan pasar ekspor terutama ke negara yang mempunyai tingkat permintaan yang
tinggi seperti China, Timur Tengah dan Eropa Timur. Namun dorongan ke arah ekspor
diimbangi dengan kehati-hatian dimana yang perlu dipriorotaskan adalah komoditi yang
mempunyai kandungan lokal yang tinggi, sehingga tidak terpengaruh oleh tingginya harga
bahan baku impor. Namun demikian ekspor komoditas primer belum mendatangkan devisa
yang tinggi, peningkatan ekspor yang dinamis terdapat pada komoditas non-migas maka
kinerja dari ekspor ini tergantung dari arus masuk investasi terutama PMA yang mempunyai
teknologi know-how yang mampu meningkatkan daya saing.

2.4 Pengaruh Akumulasi Utang Luar Negeri Swasta

Model solow selanjtnya dapat diperluas dari ekonomi tertutup menuju ekonomi
terbuka kecil untuk mengembangkan analisis pertumbuhan ekonomi. Dalam ekonomi terbuka
kecil, terdapat sejumlah asumsi dasar bagi model Solow yang akan digunakan. Asumsi
tersebut yaitu bahwa modal dapat bergerak bebas antar negara sementara tenaga kerja tidak,
terdapat pasar modal internasional yang kompetitif dan ekonomi domestik tidak dapat
mempengaruhi kondisi ekonomi internasional secara signifikan.
Pengaruh pergerakan modal dari dan ke dalam ekonomi domestik terhadap
pertumbuhan output dan pendapatan nasional ditentukan oleh tingkat produktivitas ekonomi
nasional dan tingkat bunga atas pinjaman luar negeri. Dalam kondisi dimana a < r, kenaikan r
naik sehingga r > r maka nilai yang diperoleh dari penggunaan modal untuk membeli aset
asing lebih besar dibandingkan jika modal digunakan untuk kegiatan ekonomi domestik.
Dampak dari keadaan tersebut yaitu terdapat aliran keluar dari modal domestik ke luar negeri
yang selanjutnya menyebabkan penurunan PDB domestik sebesar a dan terdapat aliran masuk
pendapatan nasional dari pendapatan bunga atas aset luar negeri yang dimiliki sebesar r.
Karena a < r, maka penurunan PDB domestik akibat arus modal keluar akan lebih kecil
dibandingkan kenaikan pendapatan nasional yang diperoleh dari jasa bunga. Terdapat
kenaikan pendapatan nasional bersih dari ekonomi domestik. Jika r turun sehingga r < r,
maka nilai yang diperoleh dari penggunaan modal untuk kegiatan ekonomi domestik lebih
besar dibandingkan pendapatan dari membeli aset luar negeri. Dampak dari keadaan tersebut
yaitu terdapat aliran masuk dari modal luar negeri ke domestik yang selanjutnya
menyebabkan kenaikan PDB domestik sebesar a dan terdapat aliran keluar pendapatan
nasional sebagai biaya bunga atas modal luar negeri yang digunakan sebesar r. Karena a < r,
maka kenaikan PDB domestik akibat tambahan modal dari luar negeri akan lebih kecil
dibandingkan penurunan pendapatan nasional yang digunakan untuk membayar bunga atas
utang luar negeri. Terdapat penurunan pendapatan nasional bersih dari ekonomi domestik.
Jika kemudian terdapat kondisi dimana a > r, kenaikan r sehingga r > r, maka nilai
yang diperoleh dari penggunaan modal untuk membeli aset asing lebih besar dibandingkan
jika modal digunakan untuk kegiatan ekonomi domestik. Dampak dari keadaan tersebut yaitu
terdapat aliran keluar dari modal domestik ke luar negeri yang selanjutnya menyebabkan
penurunan PDB domestik sebesar a dan terdapat aliran masuk pendapatan nasional dari
pendapatan bunga atas aset luar negeri yang dimiliki sebesar r. Karena a > r, maka penurunan
PDB domestik akibat arus modal keluar akan lebih besar dibandingkan kenaikan pendapatan
nasional yang diperoleh dari jasa bunga. Terdapat penurunan pendapatan nasional bersih dari
ekonomi domestik. Jika r turun sehingga r < r, maka nilai yang diperoleh dari penggunaan
modal untuk kegiatan ekonomi domestik lebih besar dibandingkan pendapatan dari membeli
aset luar negeri. Dampak dari keadaan tersebut yaitu terdapat aliran masuk dari modal luar
negeri ke domestik yang selanjutnya menyebabkan kenaikan PDB domestik sebesar a dan
terdapat aliran keluar pendapatan nasional sebagai biaya bunga atas modal luar negeri yang
digunakan sebesar r. Karena a > r, maka kenaikan PDB domestik akibat tambahan modal dari
luar negeri akan lebih kecil dibandingkan penurunan pendapatan nasional yang digunakan
untuk membayar bunga atas utang luar negeri. Terdapat kenaikan pendapatan nasional bersih
dari ekonomi domestik.
Kesimpulan yang dapat diambil dari model ekonomi terbuka Solow yaitu bahwa
pengaruh keluar atau masuknya modal ke dalam ekonomi domestik terhadap pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi oleh keadaan ekonomi domestik itu sendiri. Selama manfaat kenaikan
PDB yang diperoleh dari tambahan modal bagi ekonomi domestik lebih besar dibandingkan
dengan penurunan pendapatan nasional untuk biaya atas modal asing, maka masih terdapat
pengaruh positif dari arus masuk modal bagi ekonomi domestik.
Hasil uji ekonomitrika dalam penelitian ini menunjukkan bahwa akumulasi utang luar
negeri swasta memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan
demikian, hipotesa yang diajukan bahwa akumulasi utang luar negeri swasta memiliki
pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi harus ditolak. perubahan utang luar
negeri swasta per kapita tidak menyebabkan pertumbuhan output per kapita secara signifikan.
Akumulasi Utang Luar Negeri Swasta membentuk akumulasi modal dalam negeri bersama
dengan defisit anggaran pemerintah dan tabungan domestik. Pada negara berkembang seperti
Indonesia, terdapat selisih antara kebutuhan modal swasta modal dengan jumlah modal yang
mampu disediakan dari tabungan domestik. Selisih antara kebutuhan modal swasta dan
ketersediaan tabungan domestik menjadi semakin besar ketika defisit anggaran pemerintah
semakin meningkat, menyebabkan swasta harus menggunakan sumber modal luar negeri
dalam bentuk utang luar negeri.
Tujuan penggunaan utang luar negeri oleh sektor swasta menentukan seberapa besar
pengaruh dari akumulasi utang luar negeri swasta terhadap pertumbuhan ekonomi domestik
sampai tahun 2018. Rata-rata lebih dari 60% akumulasi utang luar negeri swasta setiap tahun
digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dalam kegiatan operasional perusahaan.
Hanya kurang dari 40% utang luar negeri swasta yang digunakan untuk memenuhi kegiatan
investasi dan mengembangkan kapasitas produksi swasta. Hal ini menjelaskan hasil
pengujian yang menunjukkan bahwa pengaruh dari akumulasi utang luar negeri swasta tidak
signifikan terhadap pertumbuhan, karena tambahan modal dari luar negeri tidak digunakan
untuk meningkatkan kapasitas produksi swasta yang selanjutnya meningkatkan kapasitas
produksi nasional, namun digunakan untuk pemenuhuhan kebutuhan operasional perusahaan.
Permasalahan lain yang dihadapi dari pembiayaan modal swasta melalui utang luar
negeri adalah terdapat pendapatan nasional yang harus dikeluarkan untuk membayar bunga
atas pinjaman tersebut. Kewajiban pembayaran bunga menyebabkan terjadinya aliran modal
ke luar dari ekonomi domestik, sehingga akumulasi modal dalam negeri akan mengalami
penurunan sebesar biaya bunga dari utang luar negeri swasta. Hal ini menyebabkan terdapat
pengaruh berupa penurunan output nasional. Selain pengaruh positif terhadap pertumbuhan
output per kapita akibat kenaikan modal per kapita, utang luar negeri juga memiliki pengaruh
negatif terhadap pertumbuhan output per kapita sebagai akibat dari pembayaran biaya atas
utang luar negeri. Pengaruh bersih dari akumulasi utang luar negeri sektor swasta per kapita
terhadap pertumbuhan output per kapita tergantung pada tingkat marginal productivity of
capital (MPK) dalam ekonomi domestik dan tingkat bunga atas akumulasi utang luar negeri
sektor swasta. Hubungan akumulasi utang luar negeri swasta dan pertumbuhan ekonomi
domestik masih akan bersifat positif selama nilai MPK masih lebih besar dari tingkat bunga
utang luar negeri. Hal ini juga menjelaskan penyebab akumulasi utang luar negeri swasta per
kapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan, karena terdapat dua
kekuatan yang saling bertolak belakang atas keberadaan dari utang luar negeri sebagai
sumber modal swasta.
Sektor swasta akan tetap melakukan investasi dengan dibiayai utang selama tingkat
MPK masih lebih besar dibandingkan tingkat biaya atas pinjaman modal. Sumber
pembiayaan berupa utang dalam negeri atau utang luar negeri ditentukan oleh perbandingan
tingkat bunga domestik dan internasional. Jika tingkat bunga di pasar internasional lebih
rendah dari tingkat bunga dalam negeri, maka akumulasi utang luar negeri swasta akan
meningkat dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik. Asumsi bahwa modal
bergerak secara bebas menuju negara yang memberikan manfaat paling baik (diukur dengan
tingkat bunga) turut mempengaruhi kondisi pasar keuangan domestik. Tingkat bunga
domestik akan bergerak naik atau turun, menyesuaikan tingkat bunga di pasar keuangan
internasional sampai tidak terdapat perbedaan antara tingkat bunga domestik dan
internasional. Gambar 7 menunjukkan bahwa kenaikan akumulasi utang luar negeri swasta
disertai dengan penurunan tingkat bunga dalam negeri. Hal ini terjadi sampai tingkat bunga
dalam negeri dengan tingkat bunga di pasar keuangan internasional semakin mendekat satu
dengan yang lain.
Penelitian oleh Qureshi dan Liaqat (2019) menemukan heterogenitas dari pengaruh
utang luar negeri swasta terhadap pertumbuhan output. Pertumbuhan utang luar negeri total
memiliki dampak buruk pada pertumbuhan PDB untuk seluruh objek dan kelompok negara
berpenghasilan rendah. Meskipun demikian, utang luar negeri berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan PDB untuk kelompok negara berpendapatan menengah ke bawah dan
menengah ke atas. Meskipun utang luar negeri publik mengurangi pertumbuhan output untuk
sebagaian besar negara, tidak ada pengaruh yang terlihat dari utang luar negeri swasta
terhadap tingkat pertumbuhan.
Penelitian Agbloyor dkk (2014) dilakukan untuk menguji hubungan antara aliran
modal swasta dan pertumbuhan ekonomi di Afrika selama periode 1990-2007. Penelitian
tersebut menunjukkan bukti bahwa aliran modal swasta baik dalam bentuk investasi langsung
asing, investasi portofolio ekuitas asing maupun arus utang swasta memiliki dampak negatif
pada pertumbuhan ekonomi di Afrika. Pengaruh negatif dari aliran modal asing oleh sektor
swasta dikaitkan dengan pasar keuangan domestik yang relatif tidak berkembang. Pasar
keuangan yang tidak berkembang tidak mampu mengalokasikan aliran modal asing kepada
kegiatan yang bersifat produktif. Selain itu, negara-negara dengan pasar keuangan yang
lemah mungkin lebih rentan terhadap krisis keuangan dan nilai tukar yang mengakibatkan
arus keluar modal asing dan menurunkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pasar
keuangan memiliki fungsi kapasitas daya serap bagi aliran keuangan swasta. Aliran modal
swasta yang tidak terkendali dapat memiliki dampak negatif pada kegiatan ekonomi.
Pemerintah harus berusaha mengembangkan pasar keuangan domestik untuk secara positif
mengarahkan aliran modal asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Penelitian oleh Hallak (2013) menguji utang luar negeri swasta dan dampaknya
terhadap bunga yang dibebankan oleh bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
umum bank mengenakan bunga pinjaman yang lebih rendah ketika bagian utang luar negeri
sektor swasta meningkat. Pengaruh utang luar negeri swasta lebih besar daripada pengaruh
total utang luar negeri terhadap PDB. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat
sejumlah saluran di mana sektor swasta mengurangi biaya utang dan risiko negara secara
umum. Utang luar negeri swasta memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan
melalui penggunaan dana pinjaman secara efisien dibandingkan utang luar negeri publik.

2.5 Pengaruh Defisit Terhadap PDBC

Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit memiliki pengaruh signifikan terhadap


pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil ini sesuai dengan hipotesa yang diajukan dalam
penelitian ini bahwa defisit memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan.
Pertumbuhan defisit sebesar satu persen akan menyebabkan pertumbuhan negatif output per
kapita sebesar 0,1 persen. Hubungan signifikan negatif antara Defisit Anggaran Pemerintah
dengan PDB per kapita menunjukkan bahwa kebijakan defisit anggaran pemerintah tahun
berjalan menyebabkan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Defisit anggaran sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal dalam menggerakkan
pertumbuhan ekonomi harus dikelola secara hati-hati. Meskipun terdapat pengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi, defisit anggaran juga dapat menyebabkan terjadinya
perlambatan pertumbuhan ekonomi. Meskipun defisit anggaran dialokasikan untuk kenaikan
belanja modal publik seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, terminal akan memiliki
pengaruh positif signifikan bagi ekonomi domestik, pengaruh defisit anggaran terhadap aktor
ekonomi lain perlu dimasukkan ke dalam pertimbangan kebijakan fiskal pemerintah.
Swasono dan Martawardaya (2015) menemukan bukti yang bahwa defisit fiskal
tahun berjalan berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Hal ini terjadi karena alokasi belanja dalam defisit anggaran bersifat tidak produktif. Namun
demikian, penelitian tersebut menemukan bahwa pengaruh dari defisit anggaran periode
sebelumnya berpengaruh signifikan positif bagi pertumbuhan ekonomi. Belanja pemerintah
dari defisit anggaran periode sebelumnya dapat dinikmati pengaruhnya pada kondisi ekonomi
yang sedang berjalan melalui efek multiplier peningkatan produktivitas. Penelitian tersebut
memberikan masukan agar implementasi kebijakan defisit anggaran diarahkan untuk
mendorong permintaan agregat, menumbuhkan investasi di sektor swasta, seraya berhati-hati
supaya kebijakan tersebut tidak sampai menimbulkan berkurangnya dampak investasi karena
naiknya suku bunga riil (crowding out) serta inflasi.
Kenaikan defisit anggaran mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui sejumlah
jalur. Defisit anggaran tentunya memerlukan sumber pembiayaan anggaran di masa depan.
Pembiayaan defisit anggaran pemerintah yang menggunakan sumber tabungan nasional
menyebabkan alokasi output nasional yang dapat digunakan sektor swasta sebagai sumber
pembentukan modal baru menjadi terbatas. Gambar 3 menunjukkan perbandingan nisbah
kredit domestik yang tersedia bagi sektor swasta terhadap Produk Domestik Bruto antara
Indonesia dengan kelompok negara menengah, negara menengah ke atas dan negara maju.
Kredit domestik bagi sektor swasta adalah sumber keuangan yang tersedia bagi sektor swasta
melalui lembaga keuangan (bank, otoritas moneter, perusahaan asuransi) dalam bentuk
pinjaman maupun surat berharga. Ketersediaan kredit domestik penting bagi perkembangan
investasi sektor swasta. Investasi swasta menjadi penggerak pertumbuhan produktivitas
sehingga menciptakan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.
penelitian Hermes dan Lensink (2001) menguji pengaruh dari kebijakan fiskal
terhadap investasi swasta dan pertumbuhan ekonomi di 33 negara berkembang dan Indonesia
menjadi salah satu dari negara sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran
pemerintah yang bersifat produktif dan pajak nondistortif akan menyebabkan crowd-in
investasi swasta dan merangsang pertumbuhan, sementara pengeluaran nonproduktif dan
pajak distorsi menyebabkan crowd-outinvestasi swasta dan mengurangi pertumbuhan.
Belanja pegawai negeri dianggap tidak produktif karena mempengaruhi investasi
swasta secara negatif melalui tekanan terhadap kenaikan upah di sektor swasta yang
selanjutnya mengurangi profitabilitas investasi swasta. Belanja modal pemerintah seperti
infrastruktur efektif dalam menghasilkan eksternalitas positif bagi pertumbuhan sampai titik
investasi tertentu dan penambahan selanjutnya akan berubah menjadi tidak produktif.
Pengeluaran pemerintah dapat merangsang investasi dan pertumbuhan melalui stimulasi
akumulasi faktor sampai pada titik tertentu yang bersifat efisien, dimana lewat dari titik
tersebut maka peningkatan pengeluaran pemerintah dalam bidang kesehatan dan pendidikan
justru menghambat investasi dan pertumbuhan.
Jenis pajak yang distortif mempengaruhi keputusan investasi swasta adalah pajak
penghasilan dan tingkat kontribusi jaminan sosial. Pajak penghasilan dapat mendorong
kenaikan tingkat upah lebih tinggi sehingga meningkatkan biaya swasta dan menekan
profitabilitas investasi swasta. Peningkatan kontribusi jaminan sosial seperti BPJS juga
memiliki pengaruh yang sama terhadap upah tenaga kerja dan profitabilitas investasi swasta.
Pajak pendapatan perusahaan menekan tingkat pengembalian investasi, sehingga mendistorsi
keputusan investasi swasta. Sementara itu, contoh pajak nondistorsi adalah pajak
pertambahan nilai (PPN). Efek distorsi pajak terhadap keputusan investasi hanya efektif
setelah mencapai tingkat pajak minimum tertentu.
Defisit anggaran yang tinggi menandakan beban pajak yang tinggi di masa depan
sehingga dapat mencegah pengeluaran agregat saat ini maupun investasi swasta. Pengurangan
komponen belanja pemerintah (pemotongan upah, subsidi) dapat menjadi sinyal positif atas
keseriusan pemerintah dalam melakukan penyesuaian fiskal. Defisit anggaran yang tinggi
dapat menyebabkan kenaikan premi risiko default maupun inflasi yang mendorong tingkat
bunga riil yang lebih tinggi di pasar uang sehingga mengurangi investasi dan pertumbuhan
ekonomi. Pembiayaan defisit anggaran yang tinggi melalui pinjaman pasar keuangan akan
menyebabkan sumber daya keuangan langka dan mengurangi kemungkinan bagi sektor
swasta untuk mendapatkan kredit bagi pembiayaan investasi sehingga pembiayaan defisit
menyebabkan crowd-out investasi swasta.
Perbandingan tingkat bunga pinjaman sebagai proxy biaya atas investasi di
Indonesia, Cina dan India. Tingkat bunga pinjaman di Indonesia senantiasa berada di atas
Cina dan India, yang berarti bahwa biaya investasi bagi sektor swasta di Indonesia lebih
tinggi dibandingkan dua negara lainnya. Ketersediaan kredit domestik bagi sektor swasta
yang terbatas diserta dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih tinggi, mempengaruhi
ketersediaan modal bagi investasi sektor swasta. Defisit pemerintah menyebabkan penurunan
investasi swata, sehingga terdapat efek crowding-out dari kebijakan defisit anggaran.
Kebijakan defisit anggaran harus mempertimbangkan pengaruh pertumbuhan output nasional
akibat kenaikan modal publik sekaligus pengaruh defisit berupa penurunan investasi swasta
yang dapat menyebabkan perlambatan atas pertumbuhan output nasional.
Jayaraman dan Lau (2009) menguji pengaruh sumber pembiayaan atas defisit
anggaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara Kepulauan Pasifik
selama periode 17 tahun (1988-2004). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa defisit
pemerintah yang dibiayai melalui pinjaman luar negeri jika dikelola dengan baik dapat
menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat meningkatan citra pemerintah sebagai
pengelola dana pinjaman yang efisien sehingga diharapkan mampu memberikan kepastian
bagi sumber pembiayaan defisit pemerintah dan menekan biaya pinjaman bagi defisit
anggaran di masa depan.
Penelitian Arjomand dkk (2016) menguji pengaruh sumber pembiayaan defisit
anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara MENA. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa defisit anggaran yang dibiayai melalui pinjaman dari bank sentral akan
meningkatkan utang pemerintah kepada bank sentral, dan dapat menyebabkan permasalahan
likuiditas dan inflasi. Kenaikan likuiditas menyebabkan kenaikan permintaan agregat dan
selanjutnya mendorong kenaikan impor karena pasokan domestik yang tidak memadai.
Kenaikan tingkat harga domestik secara umum akibat inflasi menyebabkan harga relatif
produk ekspor domestik lebih mahal di pasar internasional sehingga mengurangi ekspor
nasional. Kenaikan impor dan penurunan ekspor memperburuk neraca perdagangan dan
neraca pembayaran nasional. Penelitian ini memberi sejumlah saran sebagai berikut:
a). Pemerintah harus menerapkan pengendalian inflasi untuk menciptakan
stabilitas ekonomi domestik. Inflasi hingga tingkat tertentu dapat secara
positif mempengaruhi defisit anggaran dan pertumbuhan ekonomi namun
dapat menjadi faktor antigrowth yang memperpanjang defisit anggaran di
masa depan.
b) Melakukan optimalisasi atas biaya dan pendapatan dalam keranjang anggaran
pemerintah sehingga mengarahkan defisit kepada pertumbuhan ekonomi.
c) Defisit anggaran yang dibiayai melalui fasilitas perbankan menyebabkan
beberapa batasan kredit bagi sektor swasta, meningkatkan suku bunga,
mengurangi produksi dan menyebabkan resesi. Penurunan produksi
menyebabkan harga lebih tinggi yang diikuti oleh inflasi yang lebih tinggi
pada akhirnya menyebabkan inflasi resesi muncul.
d) Membiayai defisit anggaran pemerintah melalui penjualan obligasi pemerintah.
Penelitian oleh Adam dan Bevan (2005) menguji ambang batas bagi defisit fiskal
yang mendorong pertumbuhan ekonomi di berkembang. Hasil penelitian tersebut menemukan
bukti sebuah efek ambang batas pada tingkat defisit sekitar 1,5% dari PDB. Meskipun
terdapat efek pertumbuhan dengan mengurangi defisit ke tingkat ambang tersebut, efek ini
menghilang atau berbalik sendiri untuk kontraksi fiskal selanjutnya. Besarnya pengaruh
pertumbuhan ekonomi dari penurunan tingkat defisit tergantung pada bagaimana cara defisit
dibiayai (melalui pinjaman atau pencetakan uang) dan bagaimana perubahan defisit
ditampung dalam anggaran pemerintah. Penelitian tersebut juga menemukan bukti efek
interaksi antara defisit dan stok utang, dimana stok utang publik yang tinggi dapat
memperburuk konsekuensi yang merugikan dari defisit yang tinggi. Penelitian Adam dan
Bevan selanjutnya dilengkapi dengan penelitian Baharumshah dkk (2017) yang menguji
keberlanjutan kebijakan fiskal di Malaysia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah harus memotong defisit anggaran hanya jika telah melebihi tingkat tertentu, untuk
memastikan keberlanjutan kebijakan fiskal dalam jangka panjang. Ditemukan bahwa setelah
utang publik melebihi tingkat ambang di atas 55% dari PDB, maka defisit anggaran dan
kenaikan utang publik akan berkorelasi negatif dengan pertumbuhan ekonomi.
Produk Domestik Bruto adalah adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir
yang diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periode.Produk Domestik Bruto (PDB)
memiliki 3 metode pendekatan untuk mengukur pendapatan nasional dalam suatu
perekonomian antara lain, Pendekatan Produksi, Pendekatan Pendapatan, dan Pendekatan
Pengeluaran.
Defisit anggaran adalah anggaran yang memang direncanakan untuk defisit, sebab
pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah (G > T).
Anggaran yang defisit ini biasanya ditempuh bila pemerintah ingin menstimulasi
pertumbuhan ekonomi.Defisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi APBN disaat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan.
Terdapat empat pilihan cara untuk mengukur defisit anggaran yang masing-masing dikenal
dengan sebutan Defisit konvensional; Defisit moneter; Defisit operasional; dan Defisit
primer.

Utang Luar NegeriPinjaman Luar Negeri adalah setiap pembiayaan melalui utang yang
diperoleh Pemerintah dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian
pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan
persyaratan tertentu (Peraturan Pemerintah, 2011).Utang pada dasarnya adalah suatu
alternatif yang dilakukan karena berbagai alasan yang rasional.Pinjaman luar negeri,
dimaksudkan sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan, disamping sumber pembiayaan
yang berasal dari dalam negeri berupahasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan
tabungan baik tabungan masyarakat dan sektor swasta.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik sebagai jawaban atas rumusan masalah adalah
Kebijakan Defisit Anggaran Pemerintah di Indonesia menyebabkan perlambatan
pertumbuhan ekonomi melalui penurunan alokasi output yang tersedia bagi akumulasi modal
swasta serta kenaikan tingkat suku bunga yang menyebabkan terjadinya crowding-out dari
investasi swasta. Defisit yang disebabkan kenaikan komponen belanja yang tidak produktif
dan sumber penerimaan negara yang bersifat distortif menyebabkan perlambatan
pertumbuhan ekonomi. Akumulasi Utang Luar Negeri Swasta tidak menyebabkan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Meskipun terdapat tambahan modal swasta dari
kenaikan akumulasi utang luar negeri swasta yang mendorong pertumbuhan output nasional,
aliran modal keluar untuk membayar bunga atas akumulasi utang luar negeri swasta
menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan nasional. Pasar keuangan domestik belum
mampu mengarahkan utang luar negeri swasta kepada kegiatan yang bersifat produktif bagi
pertumbuhan ekonomi.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan yang telah dipaparkan, beberapa saran yang
dapat disampaikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah Defisit
Anggaran Pemerintah dapat tetap dilaksanakan dengan sejumlah pertimbangan Menggunakan
defisit hanya untuk meningkatkan belanja modal publik yang bersifat produktif bagi kegiatan
ekonomi domestik. Pemerintah melakukan pengawasan terkait pengelolaan risiko dan tujuan
penggunaan Akumulasi Utang Luar Negeri oleh sektor swasta melalui lembaga yang
berwenang. Selanjutnya pemerintah agar mengembangkan pasar keuangan domestik sehingga
dapat menjadi instrumen pemerintah dalam mengarahkan aliran modal asing bagi kegiatan
yang bersifat produktif dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, C. S., & Bevan, D. L. (2005). Fiscal deficits and growth in developing countries.
Journal of Public Economics, 89(4 SPEC. ISS.), 571–597.
https://doi.org/10.1016/j.jpubeco.2004.02.006
Agbloyor, E. K. et al. (2014) ‘Private capital flows and economic growth in Africa: The role
of domestic financial markets’, Journal of International Financial Markets, Institutions
and Money. Elsevier B.V., 30(1), pp. 137–152. doi: 10.1016/j.intfin.2014.02.003.
Arjomand, M., Emami, K., & Salimi, F. (2016). Growth and Productivity; The Role of
Budget Deficit in the MENA Selected Countries. Procedia Economics and Finance,
36(16), 345–352. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(16)30046-6.
Baharumshah, A. Z., Soon, S. V., & Lau, E. (2017). Fiscal sustainability in an emerging
market economy: When does public debt turn bad? Journal of Policy Modeling,
39(1), 99–113. https://doi.org/10.1016/j.jpolmod.2016.11.002.
Bajo-Rubio, O. (2000) ‘A further generalization of the Solow growth model: The role of
the public sector’, Economics Letters, 68(1), pp. 79–84. doi: 10.1016/s0165-
1765(00)00220-2.
Bank Indonesia. 2019. Statistik Utang Luar Negeri Indonesia.
https://www.bi.go.id/id/statistik/metadata/sulni/Contents/Default.aspx diakses
pada 23 November 2019.

Anda mungkin juga menyukai