Anda di halaman 1dari 28

PENUGASAN PAPER HUKUM TATA NEGARA

“Analisis Persyaratan Calon Presiden


Dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum”

Disusun oleh ;

Justin Makarim
205010107111005

Dosen Pengampu :
Dr.Riana Susmayanti, S.H., M.H.

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hasil perubahan dar UUD 1945 yang berkaitan dengan kekuasaan Presiden dan Wakli
Presiden, adalah pembatasan kekuasaan Presiden. Pasal 7 UUD 1945 sebelum perubahan
berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali”. Penegasan di dalam Pasal 7 dipandang terlalu fleksibel
untuk ditafsirkan. Bahkan Soeharto pernah mengatakan, tentang berapa kali seseorang dapat
menjabat Presiden sangatlah bergantung pada MPR. Jadi tidak pernah dibatasi, asal masih
dipilih oleh MPR, ia dapat terus menjabat Presiden dan /atau Wakil Presiden dan Soeharto lah
yang telah menikmati kebebasan jabatan itu karena ia sendiri yang membuat tafsir atas UUD
sebelum perubahan, MPR tinggal meng’amini’nya, kemudian Pasal 7 diubah, yang bunyinya
menjadi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa
jabatan”. Perubahan Pasal ini dipandang sebagai langkah yang tepat untuk mengak hiri
perdebatan tentang periodisasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden.1
Negara Indonesia adalah negara hukum yang dituangkan dalam konstitusi negara. Hans
Kelsen2 mengatakan konstitusi merupakan hukum tertinggi dalam sistem hukum yang menjadi
sumber validitas dari norma hukum yang berada dibawahnya. Sebagai hukum tertinggi
konstitusi menjadi sumber serta landasan dalam pembentukan peraturanperaturan perundang-
undangan dalam penyelenggaraan negara.

1
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT Raja Grafindo Persada Jakarta, 2016.hlm 196.
2
Janedjri M. Gaffar, Demokrasi Dan Pemilu Di Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, 2013, hlm. 20- 21.
BAB 2
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM TATA NEGARA DAN HUBUNGAN HUKUM TATA


NEGARA DENGAN ILMU LAIN

1. PENGERTIAN HUKUM TATA NEGARA


Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaan suatu Negara
beserta segala aspek yang berkaitan dengan organisasi Negara tersebut. Dalam Hukum
Ketatanegaraan dikenal berbagai istilah yaitu3 :
1. State Law berarti yang diutamakan adalah Hukum Negara
2. State Recht (Belanda) dibedakan menjadi :
a. Staat Recht in Ruinenzin (hukum negara)
b. Recht in Engeezin (yang membedakan hukum tata negara denga hukum
adminstrasi negara, hukum tata usaha negara atau hukum tata pemerintah.)
3. Contitusional Law (Inggris), bahwa dalam Hukum Tata Negara unsur konstitusi
yang lebih menonjol yang menitikberatkan pada konstitusi atau hukum konstitusi.
4. Droit Constitutionnel yang berlawanan dengan Droit Administrative (Perancis),
dimana titik tolaknya adalah untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dengan
Hukum Aministrasi Negara.
5. Verfassungsrecht (Jerman) Hukum Tata Negara dan Verwassungsrecht Hukum
Administrasi negara.
6. Indonesia menggunakan istilah Hukum Tata Negara

Pendapat Ahli Mengenai Hukum Tata Negara4 :

1. Menurut Van Vollenhoven Hukum Tata Negara adalah Hukum Tata Negara yang
mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat Hukum bawahan
menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan
masyarakatnya. dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-

3
Yuswalina.Hukum Tata Negara di Indonesia. Malang. : SETARA PRESS
4
Johan Jasin. Hukum Tata Negara suatu pengantar. Yogyakarta : CV BUDI UTAMA
masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan
sususnan dan wewenang badan-badan tersebut.
2. Menurut Scholten Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi
dari pada Negara. Kesimpulannya, bahwa dalam organisasi negara itu telah dicakup
bagaimana kedudukan organorgan dalam negara itu, hubungan, hak dan kewajiban,
serta tugasnya masing-masing.
3. Menurut Van der Pot Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang
menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenang masing-masing,
hubungannya satu dengan yang lain dan hubungan dengan individu yang lain.
4. Menurut Apeldoorn Hukum Tata Negara dalam arti sempit yang sama artinya
dengan istilah hukum tata negara dalam arti sempit, adalah untuk membedakannya
dengan hukum negara dalam arti luas, yang meliputi hukum tata negara dan hukum
administrasi negara itu sendiri.
5. Menurut Paton George Whitecross Hukum Tata Negara adalah hukum yang
mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya ,wewenang dan hubungan antara
alat pelengkap negara itu. Dalam bukunya “textbook of Jurisprudence” yang
merumuskan bahwa Constutional Law deals with the ultimate question of
distribution of legal power and the fungctions of the organ of the state.
6. Menurut Maurice Duverger Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang dari
hukum privat yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi politik suatu lembaga
negara.
7. Menurut Kranenburg Hukum Tata Negara meliputi hukum mengenai susunan
hukum dari Negara terdapat dalam UUD.
8. Menurut Utrecht Hukum Tata Negara mempelajari kewajiban sosial dan kekuasaan
pejabat-pejabat Negara.
9. Menurut Kusumadi Pudjosewojo Hukum Tata Negara adalah hukum yang
mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal), dan bentuk pemerintahan (kerajaan
atau republik), yang menunjukan masyarakat Hukum yang atasan maupunyang
bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya (hierarchie), yang selanjutnya
mengesahkan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum
itu dan akhirnya menunjukan alat-alat perlengkapan (yang memegang kekuasaan
penguasa) dari masyarakat hukum itu,beserta susunan (terdiri dari seorang atau
sejumlah orang), wewenang, tingkatan imbang dari dan antara alat perlengkapan
itu.
10. Menurut J.R. Stellinga Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur
wewenang dan kewajiban-keawajiban alat-alat perlengkapan Negara, mengatur
hak, dan kewajiban warga.
11. Menurut J. Apeldorn Negara dalam arti penguasa, yaitu adanya orang-orang yang
memegang kekuasaan dalam persekutuan rakyat yang mendiami suatu daerah.
12. Menurut Van der Pot Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang
menentukan badan-badan yang diperlukan, wewenang masing-masing badan,
hubungan antar badan yang satu dengan yang lain, serta hubungan antara badan-
badan itu dengan individu-individu didalam suatu Negara
13. Menurut Van Vollen Hoven Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur
semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut
tingkatannya dan masing-masing masyarakat hukum itu menentukan wilayah
lingkungan rakyatnya dan menentukan badan-badan serta fungsinya masing-
masing yang berkuasa dalam masyarakat hukum itu, serta menentukan susunan dan
wewenang dari badan-badan tersebut.
14. Menurut Logemann Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi
Negara.menurut Prof.Logemann adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang
bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan sesuatu
masyarakat.
15. Menurut Mac Iver Menurut Mac Iver bahwa Negara itu sebagai suatu political
orgaization,harus di bedakan dari ”masyarakat”.Negara itu suatu Organisasi politik
yang ada di dalam masyarakat, tetapi negara itu bukan bentuk dari
masyarakat.Negara itu organisasi dalam masyarakat, yaitu organisatie-kapstok.
16. Menurut Kusumadi Pudjosewojo, S.H. Dalam bukunya Pedoman Pelajaran Tata
Hukum Indonesia menyebutkan bahwa:”Hukum Tata Negara ialah hukum yang
mengatur tata negara (kesatuan atau federal),dan bentuk pemerintahan (kerajaan
atau revublik), yang menunjukan masyarakat-masyarakat hukum yang atasan
maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatan (hierarchie), yang selanjutnya
menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat hukumitu dan
akhirnya akhirnya menunjukan perlengkapan dari masyarakat hukum itu sendiri.
17. Menurut Vollenhoven Hukum tata negara membahas masyarakat hukum atasan dan
masyarakat Hukum bawahan serta hubungannya menurut hierarkhi serta hak dan
kewajiban masing-masing, dan dari masing-masing itu menentukan wilayah
lingkungan masyarakatnya ,semua itu menunjukkan negara dalam keadaan statis.
18. Menurut Wade dan Phillips Dalam bukunya yang berjudul “ Constitusional law “
yang terbit pada tahun 1936 . Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur
alat-alat perlengkapan negara, tugasnya dan hubungan antara alat pelengkap negara
itu.
19. Menurut A.V. Dicey Dalam bukunya “ An introduction the study of the law of the
consrtitution “,dicey mengatakan Hukum Tata Negara adalah semua hukum (di
tuliskan dengan “all rules”) yang terletak pada pembagian kekuasaan dalam negara
dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu negara.
20. Menurut Van der pot Hukum tata negara ialah peraturan-peraturan yang
menentukan badan-badan yang di perlukan serta wewenangnya masing-masing,
hubungannya satu dengan yang lain dan hubungannya dengan individu-individu,
definisi ini menyinggung tentang warga negara negara yang bersifat dinamis.
21. Menurut Scholten Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur organisasi
negara. Kesimpulan: Bahwa dalam organisasi negara itu telah dicakup bagaimana
kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan, hak dan kewajiban, serta
tugasnya masing-masing.
22. Menurut Austin Mengatakan bahwa Constitutional Law menentukan orang-orang
tertentu atau golongangolongan tertentu dari masyarakat yang memegang
kekuasaan istimewatertentu (Souvereign power) dalam negara.
23. Menurut Apeldorn Hukum tata negara merupakan orang-orang yang memegang
jabatan pemerintahan dan batas-batas kekuasaannya.hukum tata negara di
istilahkan hukum negara dalam arti sempit adalah untuk membedakannya dengan
hukum negara dalam arti luas , yang meliputi hukum administrasi negara dan
hukum tata negara itu sendiri.
24. Menurut Logemann Dalam bukunya “over de theory van een saatsrecht “ dan “Het
staatsrecht van Indonesia” , Logemann mengatakan : Hukum tata negara adalah
hukum yang mengatur organisasi negara
25. Menurut Maurice du verger Hukum hukum tata negara adalah salah satu cabang
dari hukum publik yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi politik suatu
lembaga – Organisasi dan fungsi politik lembaga negara.
26. Menurut Kusumadi Pudjosewojo Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur
bentuk negara(kesatuan atau federal),dan bentuk pemerintahan(kerajaan/republik)
yang menunjukkan masyarakat hukum baik atasan maupun bawahan beserta
tingkatannya(hierarchie) yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan
rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alatalat
perlengkapan (yang memegang kekuasaan penguasa)dari masyarakat hukum itu
beserta susunan(terdiri dari orang atau sejumlah orang),wewenang tingkatan
imbang dari dan alat perlengkapan negara itu.
27. Menurut Vanvollen Hoven Hukum Tata Negara adalah mengatur semua
masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya
dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan rakyatnya dan
akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa
dalam lingkungan masyarakat hukum disana serta menentukan susunan dan
wewenangnya dari badan-badan tersebut.
28. Menurut Vanderpot Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang
menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing,
Hubungan satu dengan yang lainnya dan hubungannya dengan individu-individu.
29. Menurut Prof. Mr. Ph Kleintjets Hukum Tata Negara Hindia Belanda terdiri dari
kaedah-kaedah hukum mengenai tata (Inrichting Hindia Belanda), alat
perlengkapan kekuasaan negara (Demet Overheadsgezag), tata, wewenang
(Bevoegdheden) dan perhubungan kekuasaan (Onderlinge Machtsverhouding)
diantara alat-alat perlengkapan.
30. Menurut Prof. ANHOCIEZT Hukum Tata Negara adalah peraturan –peraturan
hukum yang dimana pejabat pemerinatahan dan kekuasaannya yang memiliki
wewenang, batasan-batasan tersendiri untuk mengatur alat-alat perlengkapan
Negara (yang mengatur segala aspek kehidupan individuindividu yang terdiri
sejumlah orang yang berada pada negara).
31. Menurut J.H.A Logemann Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur
organisasi negara. Het staatsrecht als het recht dat betrekking heeft op de staat -die
gezagsorganisatie- blijkt dus functie, dat is staatsrechtelijk gesproken het amb, als
kernbegrip, als bouwsteen te hebben. Bagi Logemann, jabatan merupakan
pengertian yuridis dari fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian yang
bersifat sosiologis. Oleh karena negara merupakan organisasi yang terdiri atas
fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun dalam
keseluruhannya maka dalam pengertian yuridis negara merupakan organisasi
jabatan atau yang disebutnya ambtenorganisatie.
32. Menurut Prins Hukum Tata Negara mempelajari yang fundamental yang
merupakan dasar-dasar dari Negara dan menyangkut langsung tiap-tiap warga
Negara. Hukum Tata Pemerintahan menitikberatkan kepada hal-hal yang teknis
saja, yang selama ini kita tidak berkepentingan dan hanya penting bagi para
spesialis saja.

Dari definisi Hukum Tata Negara dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa Hukum
Tata Negara adalah sekumpulan peraturan yang mengatur organisasi dari pada negara,
hubungan antara alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudukan
warga negara dan hak-hak azasinya. kajian ilmu hukum tata negara adalah negara.
Dimana negara dipandang dari sifatnya atau pengertiannya yang konkrit. Artinya
obyeknya terikat pada tempat, keadaan dan waktu tertentu. Hukum tata negara merupakan
cabang ilmu hukum yang membahas tatanan, struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antara
struktur organ atau struktur kenegaraan serta mekanisme hubungan antara struktur negara dan
warga Negara.

B. HUBUNGAN HUKUM TATA NEGARA DENGAN ILMU-ILMU LAIN


Hukum Tata Negara memiliki muatan aspirasi politik dan cita hukum yang tumbuh
dalam masyarakat, kemudian dikemas dan dibentuk hukum sehingga menjadi Hukum Tata
Negara. Memunculkan unsur-unsur muatan tersebut tidaklah mudah. Oleh karena itu,
pemunculan dan pengembangannya memerlukan bantuan dari ilmu-ilmu sosial lainnya.
Dengan bantuan dari ilmuilmu sosial lainnya itu memudahkan menemukan unsur muatan untuk
membangun kaidah hukum positif. Berikut hubungan antara Hukum Tata Negara dengan ilmu-
ilmu lainnya :
1. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara
Keduanya mempunyai hubungan yang sangat dekat, Ilmu Negara mempelajari : 1)
Negara dalam pengertian abstrak artinya tidak terikat waktu dan tempat, 2) Ilmu Negara
mempelajari konsep konsep dan teori-teori mengenai Negara serta hakekat Negara. Sedangkan
Hukum Tata Negara mempelajari : 1) Negara dalam keadaan konkrit artinya Negara yang
sudah terikat waktu dan tempat, 2) Hukum Tata Negara mempelajari Hukum Positif yang
berlaku dalam suatu Negara. 3) Hukum Tata Negara mempelajari Negara dari segi struktur.
Hubungan HTN dengan ilmu negara dilihat dari :
a. Kedudukannya: 1) Ilmu negara merupakan pengantar bagi HTN dan
HAN. 2) Ilmu negara, ilmu teoritis-ilmiah yang akan
dipraktekan dalam HTN.
b. Manfaatnya (Rengers Hora Sicama):
1) Dilihat tugas ahli hukum: Ilmu negara sebagai
penyelidik yang hendak mendapatkan kebenaran-
kebenaran secara obyektif. 2) Ilmu negara tidak
melaksanakan hukum, sedangkan HTN sebagai
pelaksana hukum. Dilihat dari objek kajian: Ilmu negara
obyek penyelidikannya adalah asas-asas pokok dan
pengertian-pengertian pokok tentang negara pada
umumnya à sein wissenschaft. Sedangkan HTN
objeknya adalah hukum positif à normativen
wissenschaft.

Dengan demikian hubungan antara Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara adalah
Ilmu Negara adalah dasar dalam penyelenggaraan praktek ketatanegaraan yang diatur dalam
Hukum Tata Negara lebih lanjut dengan kata lain Ilmu Negara yang mempelajari konsep, teori
tentang Negara merupakan dasar dalam mempelajari Hukum Tata Negara.5

2. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik


Hukum Tata Negara mempelajari peraturan-peraturan hukum yang mengatur organisasi
kekuasaan Negara, sedangkan Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dilihat dari aspek perilaku
kekuasaan tersebut6.
Setiap produk Undang-Undang merupakan hasil dari proses politik atau keputusan
politik karena setiap Undang-Undang pada hakekatnya disusun dan dibentuk oleh Lembaga-
Lembaga politik, sedangkan Hukum Tata Negara melihat Undang-Undang adalah produk
hukum yang dibentuk oleh alat-alat perlengkapan Negara yang diberi wewenang melalui
prosedur dan tata cara yang sudah ditetapkan oleh Hukum Tata Negara. Menurut Barrents,
Hukum Tata Negara ibarat sebagai kerangka manusia, sedangkan Ilmu Politik diibaratkan
sebagai daging yang membalut kerangka tersebut. Dengan kata lain Ilmu Politik melahirkan
manusia-manusia Hukum Tata Negara, dan sebaliknya Hukum Tata Negara merumuskan dasar
dari perilaku politik/ kekuasaan. 7

5
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, cet. 2, (Bandung: PT Eresco, 1981), hlm. 1
6
Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I. Jakarta : Mahkamah Konstitusi Press
7
Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
3. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara Hukum
Administrasi Negara merupakan bagian dari Hukum Tata Negara dalam arti luas, sedangkan
dalam arti sempit Hukum Administrasi Negara adalah sisanya setelah dikurangi oleh Hukum
Tata Negara. 8
Hukum Tata Negara adalah hukum yang meliputi hak dan kewajiban manusia,
personifikasi, tanggung jawab, lahir dan hilangnya hak serta kewajiban tersebut hak-hak
organisasi batasanbatasan dan wewenang. Sedangkan, Hukum Administrasi Negara adalah
yang mempelajari jenis bentuk serta akibat hukum yang dilakukan pejabat dalam melakukan
tugasnya. Pemisahan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum administrasi Negara terdapat
dua golongan pendapat, yaitu :
Golongan yang berpendapat ada perbedaan yuridis prinsip adalah : Oppen Heim
(Belanda) berpendapat Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan hukum yang
membentuk alat-alat perlengkapan Negara dan memberikan kepadanya wewenang dan
membagibagikan tugas pemerintahan dari tingkat tinggi sampai tingkat rendahan. Jadi yang
menjadi pokok bahasan dari Hukum Tata Negara adalah Negara dalam keadaan diam (staat in
rust). Sedangkan Hukum Tata Pemerintahan adalah peraturan-peraturan hukum mengenai
Negara dalam bergerak ( Staats in beweging ), yang merupakan aturan-aturan pelaksanaan
tugas dari alat-alat perlengkapan Negara yang telah ditentukan oleh Hukum Tata Negara. ·
Golongan yang berpendapat tidak ada perbedaan prinsip Kranenburg mengatakan : Tidak ada
perbedaan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Tata Pemerintahan, kalau ada perbedaan
hanya pada praktek, perbedaan itu hanya karena untuk mencapai kemanfaatan saja. Hukum
Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang mengandung struktur umum dari suatu
pemerintahan negara misalnya Undang-Undang Dasar, Undang-Undang organisasi,
Desentralisasi, otonomi dan lain-lainnya. Hukum Tata Pemerintahan yaitu peraturan-peraturan
yang bersifat khusus misalnya tentang kepegawaian, wajib militer, perumahan dan lingkungan
dan lain-lain. Menurut Budiman Sinaga, mengenai perbedaan antara Hukum Tata Negara
dengan Hukum Administrasi Negara terdapat banyak pendapat. Secara sederhana, Hukum Tata
Negara membahas negara dalam keadaan diam sedangkan Hukum Administrasi Negara
membahas negara dalam keadaan bergerak. Pengertian bergerak di sini memang betul-betul
bergerak, misalnya mengenai sebuah Keputusan Tata Usaha Negara. Keputusan itu harus
diserahkan/ dikirimkan dari Pejabat Tata Usaha Negara kepada seseorang.

8
Anonim.Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara. Online http://id.shvoong.com
(diakses tanggal 8 Maret 2021).
4. Hubungan Hukum Tata Negara dengan cabang Ilmu Sosial lainnya
Hubungan Hukum Tata Negara dengan Tata Negara adalah bahwa Tata Negara
merupakan hasil transformasi sosiologis dari Hukum Tata Negara dalam wujud praktek
ketatanegaraan. · Hubungan Hukum Tata Negara dengan Sosiologi-Antropologi, terlihat ketika
Hukum Tata Negara memerlukan sumbangan tatkala memerlukan informasi tentang gejala
sosial dalam kaitannya dengan masalah kenegaraan untuk memperoleh dukungan sosial
terhadap suatu konsep kenegaraan. · Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Sejarah,
tampak pada saat perumusan kaidah hukum yang memerlukan analisis historis agar konteks
interpretasinya tidak hilang. · Hubungan Hukum Tata Negara dengan Geografi, dimana
Geopolitika (Geografi dan Politik) memberikan sumbangan dalam menetapkan dan mengatur
batas wilayah negara. · Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Ekonomi, tampak pada
saat penyusunan dan penetapan norma dasar mengenai perekonomian negara. · Hubungan
Hukum Tata Negara dengan Psikologi Sosial, yaitu pada saat diperlukannya pendekatan
psikologis dalam menganalisis dan memecahkan masalah politik suatu negara sehingga dapat
mengontruksinya menjadi kaidah hukum. · Hubungan Hukum Tata Negara dengan Filsafat,
terlihat pada perumusan dasar negara yang merumuskan Pancasila sebagai hasil renungan
filosofis.910

B. ASAS ASAS HUKUM TATA NEGARA

1.Azas Negara Hukum


Setelah UUD 1945 diamandemen, maka telah ditegaskan dalam pasal 1 ayat 3 bahwa “
Negara Indonesia adalah Negara hukum dimana sebelumnya hanya tersirat dan diatur dalam
penjelasan UUD 1945”. Atas ketentuan yang tegas di atas maka setiap sikap kebijakan dan
tindakan perbuatan alat Negara berikut seluruh rakyat harus berdasarkan dan sesuai dengan
aturan hukum. Dengan demikian semua pejabat/ alat-alat Negara tidak akan bertindak
sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaannya. Dalam Negara hukum, hukumlah yang
memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan Negara dengan kata lain yang
memimpin dalam penyelenggaraan Negara adalah hukum, hal ini sesuai dengan prinsip “ The
Rule of Law and not of Man”.

9
Setiadi, Adi. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Cabang Ilmu Pengetahuan Lainnya.
(diakses tanggal 1 April 2021).
10
Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Istilah Negara hukum merupakan terjemahan dari Rechtstaat yang popular di eropa Kontinental
pada abad XIX yang bertujuan untuk menentang suatu pemerintahan Absolutisme. Sifat dari
Rechtstaat sesuai dengan .......... dari Eropa Kontinental adalah sistem Kodifikasi yang berarti
semua peraturan hukum harus disusun dalm satu buku sesuai dengan jenisnya, sehingga
karakteristik daripada Rechtstaat adalah bersifat administratif
Unsur-unsur / ciri-ciri khas daripada suatu Negara hukum atau Rechstaat adalah :
1.Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang
mengandung persamaan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kultur dan pendidikan.
2.Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh suatu
kekuasaan atau kekuatan lain apapun.
3.Adanya legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya.
4.Adanya Undang-Undang Dasaer yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan
antara penguasa dengan rakyat.
5.Adanya pembagian kekauasaan Negara. Ciri-ciri di atas menunjukkan bahwa
Rechstaat adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang
bertumpu atas prinsip kebebasan dan persamaan
Adanya Undang-Undang Dasar akan menjamin terhadap asas kebebasan dan persamaan.
Dengan adanya pembagian kekuasaan untuk menghindari penumpukkan kekuasaan dalam satu
tangan yang sangat cenderung pada penyalahgunaan kekuasaan terhadap kebebasan dan
persamaan. Disamping konsep Rechstaat dikenal pula konsep The Rule of Law yang sudah ada
sebelum konsep Rechstaat.. Rule of Law berkembang di Negara Anglo Saxon yang bertumpu
pada sistem hukum Common law dan bersifat yudicial yaitu keputusan-keputusan/
yurisprudensi.

Menurut Soerjono Soekanto, istilah Rule of Law paling sedikit dapat ditinjau dalam
dua arti yaitu :
A. Arti formil, dimaksudkan sebagai kekuasaan publik yang teroganisir yang berarti setiap
tindakan/perbuatan atau kaidah-kaidah didasarkan pada khirarki perintah dari yang lebih
tinggi. Unsur-unsur Rule of Law dalam arti formil meliputi :
(1) Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
(2) Adanya pemisahan kekuasaan.
(3) Setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan.
(4) Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri.
B. Rule of Law dalam arti materiil atau idiologis mencakup ukuranukuran tentang hukum yang
baik atau yang tidak yang antara lain mencakup :
(1) Kesadaran ketaatan warga masyarakat terhadap kaidah-kaidah hukum yang
ditetapkan oleh yang berwenang.
(2) Bahwa kaidah-kaidah tersebut harus selaras dengan hak-hak asasi manusia.
(3) Negara berkewajiban menjamin tercapainya suatu keadilan sosial dan
kebebasan, kemerdekaan, penghargaan yang wajar terhadap martabat manusia.
(4) Adanya tata cara yang jelas dalam proses untuk mendapatkan keadilan terhadap
perbuatan yang sewenang-wenang dari penguasa.
(5) Adanya peradilan yang bebas dan merdeka dari kekuasaan dan kekuatan apapun
juga

2.Azas Demokrasi

Kedaulatan artinya kekuasaan atau kewenangan yang tertinggi dalam suatu wilayah.
Kedaulatan ratkyat artinya kekuasaan itu ada ditangan rakyat, sehingga dalam pemerintah
melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan keinginan rakyat. J.J. Rousseaw mengatakan
bahwa pemberian kekuasaan kepada pemerintah melalui suatu perjanjian masyarakat (sosial
contract) dan apabila pemerintah dalam menjalankan tugasnya bertentangan dengan keinginan
rakyat, maka pemerintah dapat dijatuhkan oleh rakyat. Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar
1945 mengatakan :
“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Rumusan ini
secara tegas bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat yang diatur dalam UUD 1945.UUD 1945
menjadi dasar dalam pelaksanaan suatu kedaulatan rakyat tersebut baik wewenang, tugas dan
fungsinya ditentukan oleh UUD 1945. Hampir semua para ahli teoritis dari zaman dahulu
hingga sekarang mengatakan bahwa yang berkuasa dalam sistem pemerintahan Negara
demokrasi adalah rakyat.
Paham kerakyatan/ demokrasi tidak dapat dispisahkan dengan paham Negara hukum,
sebab pada akhirnya hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan Negara/ pemerintah dan
sebaliknya kekuasaan diperlukan untuk membuat dan melaksanakan hukum. Inilah yang juga
dikatakan bahwa hubungan antara hukum dengan kekuasaan tidak dapat dipisahkan dan sangat
erat hubungannya.
Dalam Negara adanya saling percaya yaitu kepercayaan dari rakyat tidak boleh
disalahgunakan oleh Negara dan sebaliknya harapan dari penguasa dalam batas-batas tertentu
diperlukan kepatuhan dari rakyat terhadap aturanaturan yang ditetapkan oleh Negara.

3. Azas Pembagian Kekuasaan

Asas Pembagian Kekuasaan dalam check and Balances


Pengetian pembagian kekuasaan adalah berbeda dari pemisahan kekuasaan, pemisahan
kekuasaan berarti bahwa kekuasaan Negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian seperti
dikeukakan oleh John Locke yaitu :
(1)Kekuasaan Legislatif
(2)Kekuasaan Eksekutif
(3)Kekuasaan Federatif
Montesquieu mengemukakan bahwa setiap Negara terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu Trias
Politica.
(1) Eksekutif
(2) Legislatif
(3) Yudikatif

Dari ketiga kekuasaan itu masing-masing terpisah satu dama linnya baik mengenai orangnya
mapun fungsinya. Pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu dibagi-bagi dalam
beberapa bagian, tidak dipisahkan yang dapat memungkinkan adanya kerjasama antara bagian-
bagian itu ( Check and Balances). Tujuan adanya pemisahan kekuasaan agar tindakan
sewenang-wenang dari raja dapat dihindari dan kebebasan dan hak-hak rakyat dapat terjamin.
UUD 1945 setelah perubahan membagi kekuasaan Negara atau membentuk lembaga-lembaga
kenegaraan yang mempunyai kedudukan sederajat serta fungsi dan wewenangnya masing-
masing yaitu :
1) Dewan Perwakilan Rakyat
2) Majelis Permusyawaratan Rakyat
3) Dewan Pimpinan Daerah
4) Badan Pemepriksa Keuangan
5) Presiden dan Wakil Presiden
6) Mahkamah Agung
7) Mahkamah Konstitusi
8) Komisi Yudisial
9) Dan Lembaga-lembaga lainnya yang kewenagannya diatur dalam UUD 1945 dan
lembaga-lembaga yang pembentukan dan kewenangannya diatur dengan Undang-Undang.
Dengan demikian UU 1945 tidak menganut pemisahan kekuasaan Negara seperti dikemukakan
oleh John Locke dan Montesquieu seperti tersebut di atas, akan tetapi UUD 1945 membagi
kekuasaan Negara dalam lembagalembaga tinggi Negara dan mengatur pula hubungan timbal
balik antara lembaga tinggi Negara tersebut11

4. Azas Negara Kesatuan


Pada dasarnya Negara kesatuan dideklarasikan pada saat menyatakan/
memproklamirkan kemerdekaan oelh para pendiri Negara dengan menyatakan seluruh wilayah
sebagai bagian dari satu Negara. Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 menyatakan : “Negara Indonesia
sebagai suatu Negara kesatuan yang berbentuk Republik.” Negara kesatuan adalah Negara
kekuasaan tertinggi atas semua urusan Negara ada ditangan pemerintah pusat atau pemegang
kekuasaan tertinggi dalam Negara ialaha pemerintah pusat. Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dapat menjadi dasar suatu persatuan, mengingat Bangsa Indonesia yang
beraneka ragam suku bangsa, agama, budaya dan wilayah yang merupakan warisan dan
kekayaan yang harus dipersatukan yaitu Bhineka Tunggal Ika. Ini berarti Negara tidak boleh
disatukan atau diseragamkan, tetapi sesuai dengan Sila ketiga yaitu “Persatuan Indonesia bukan
kesatuan Indonesia. Negara Kesatuan adalah konsep tentang bentuk Negara dan republic
adalah konsep tentang bentuk pemerintahan. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
diselenggrakan engan pemberian otonomi kepada daerah yang seluas-luasnya untuk
berkembang sesuai dengan potensi dan kekayaan yang dimiliki masing-masing daerah yang
didorong, didukung dari bantuan pemerintah pusat.12

11
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/05/hukum_tata_negara.pdf
12
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/05/hukum_tata_negara.
C. SUMBER HUKUM TATA NEGARA

1. Materil
Sumber hukum tata negara dalam arti materiil adalah Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum, pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral
yang meliputi suasana jiwa, watak bangsa Indonesia. Penempatan Pancasila sebagai sumber
dari segala sumber hukum negara harus sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yang
menempatkan sebagai dasar idiologi negara serta sebagi dasar falsafah bangsa dan negara
sehingg setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai
staatsfundamentalnorm yang berupa norma dasar bernegara atau sumber dari segala sumber
hukum, berarti menempatkan Pancasila di atas undang-undang dasar. Jika demikian, Pancasila
tidak termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi.

2. Formil
Sumber hukum tata negara dalam arti formil adalah segala peraturan hukum
tertulis mapun tidak tertulis (misalnya konvensi). Sumber hukum dalam arti formil
adalah: (i) undang-undang dasar dan peraturan perundang-undangan, (ii)
yurisprudensi, (iii) konvensi ketatanegaraan, (iv) traktat, (v) doktrin.

1. UUD dan Peraturan Perundangundangan


Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 tahun 2011 tentabg Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, diatur jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan setelah UUD 1945 adalah
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR), UU/Peraturan Pemerintah Pengganti
UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota.

a) UUD 1945 Undang Undang Dasar 1945


konstitusi negara Indonesia yang untuk pertama kalinya ditetapkan oleh para
pendiri negara pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai hukum dasar, UUD 1945
bukan hanya merupakan dokumen hukum tetapi juga mengandung aspek lain
seperti pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah yang merupakan nilai-nilai luhur
bangsa dan menjadi landasan dalam penyelenggaraan negara. Sebagai sumber
hukum tertinggi, undang-undang dasar menjadi panduan dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara dan kehidupan berbangsa, serta pedoman dalam penyusunan
peraturan perundang-undangan di bawahnya.

UUD 1945 memuat hukum dasar negara merupakan sumber hukum bagi
pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UUD 1945. UUD 1945
sebagai sumber hukum bisa dilihat dalam Pasal 16 yang berbunyi: “Presiden
membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan
pertimbangan kepada Presiden yang selanjutnya diatur dalam undang-undang”.
Juga dalam Pasal 19 ayat (2) yang berbunyi Susunan Dewan Perwakilan Rakyat
diatur dengan undang-undang. Penunjukan diatur dengan undang-undang
menandakan UUD 1945 menjadi sumber hukum peraturan perundangundangan
dibawahnya.
b) Ketetapan MPR
Ketetapan MPR adalah bentuk peraturan perundang-undangan yang tidak
disebutkan dalam UUD, melainkan sesuatu yang tumbuh dalam praktek
ketatanegaraan yang diikuti secara terus menerus sejak tahun 1960, sehingga
menjadi suatu kebiasaan (kovensi) ketatanegaraan. Sebagai bagaian dari sistem
peraturan perundangundangan, ketetapan MPR dibatasi pada pengertian tingkah
laku yang bersifat abstrak dan mengikat secara umum. Ketetapan MPR yang
mengatur hal kongrit dan individual diubah dengan nama keputusan MPR.
Putusan MPR ada 3 (tiga) jenis yaitu; pertama, perubahan dan penetapan
undang-undang dasar, yang mempuyai kekuatan hukum sebagai undang-uundang
dasar dan tidak mengunakan nomor putusan majelis. Kedua, ketetapan, yang berisi
hal-hal yang bersifat penetapan (beschikking) dan mempuyai kekuatan hukum
mengikat ke dalam dan keluar Majelis serta mengunakan nomor putusan majelis.
Ketiga, keputusan, yang berisi aturan atau ketentuan intern Majelis dan mempuyai
kekuatan hukum mengikat kedalam Majelis, serta mengunakan nomor putusan
majelis
Jenis materi Ketetapan MPRS dan ketetapan MPR dapat bersifat penetapan,
bersifat mengatur kedalam, bersifat mengatur sekaligus memberi tugas kepada
presiden, bersifat perundang-undangan seperti:
1) Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat yang bersifat penetapan
(beschikking), misalnya, Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2001 tentang
Penetapan Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden Indonesia
2) Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat yang bersifat bersifat mengatur
kedalam, misalnya, Ketetapan MPR RI Nomor I/ MPR/1978 tentang Peraturan
Tata Tertib MPR
3) Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat yang bersifat bersifat bersifat
mengatur sekaligus memberi tugas kepada presiden, misalnya, Ketetapan MPR
RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam
4) Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat yang bersifat bersifat perundang-
undangan, misalnya, Ketetapan MPR RI Nomor VII/ MPR/2000 tentang Peran
Tentara Nasional dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia
c) Undang Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang
Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang diatur dalam Pasal 22 UUD
1945. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Perpu harus mendapat
persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan,
maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Istilah hal ikwal kegentingan memaksa, tidak bisa di indentikan dengan
pengertian “keadaan bahaya” menurut ketentuan Pasal 12 UUD 1945. Keadaan darurat
atau kegentingan memaksa adalah keadaaan yang ditafsirkan secara subjektif dari sudut
pandang Presiden/Pemerintah, karena: (i) Pemerintah sangat membutuhkan suatu
undang-undang untuk tempat menuangkan sesuatu kebijakan yang sangat penting dan
mendesak bagi negara; (ii) waktu atau kesempatan yang tersedia untuk mendapatkan
persetujuan DPR tidak mencukupi sebagaimana mestinya.13
Materi muatan Perpu sama dengan materi muatan undangundang dan
pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan
pembahasan Rancangan undang-undang. karena Perpu adalah derajatnya sama dengan
undang-undang, hanya syarat pembentukanya yang berbeda

13
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Raja Graindo Persada, 2013), hlm. 169.
d) Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat
“administratiefrehtelijk”, karena tidak boleh mengatur atau menciptakan kaidah
ketatanegaraan. Peraturan Pemerintah tidak boleh menciptakan suatu bandan atau
wewenang kecuali yang diatur dalam undang-undang.
Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dilakukan dalam suatu program
penyusunan Peraturan Pemerintah. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah
memuat daftar judul dan pokok materi muatan Rancangan Peraturan Pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Perencanaan ditetapkan untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah
dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang
hukum. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.

e) Peraturan Presiden
Peraturan Presiden adalah Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
Presiden. Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh
undang-undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.

f) Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah (Gubernur atau Bupati/Walikota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi
khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundangundangan yang lebih
tinggi.
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan. Peraturan Daerah di tingkat Provinsi dilakukan oleh DPRD Provinsi
bersama Gubernur. Di tingkat Kabupaten/kota dilakukan oleh DPRD Kabupaten/kota
bersama Bupati/walikota
D. DASAR HUKUM LAIN

1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008


TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Pasal 6A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum.
Untuk menjamin pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang berkualitas,
memenuhi derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan dapat dipertanggungjawabkan perlu
dibentuk suatu Undang-undang tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang sesuai
dengan perkembangan demokrasi dan dinamika masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu perlu dilakukan penggantian terhadap UndangUndang Nomor 23
Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan
dengan tujuan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan kuat
dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara dalam rangka
tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Disamping itu, pengaturan terhadap Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dalam Undang-Undang ini juga dimaksudkan untuk menegaskan
sistem presidensiil yang kuat dan efektif, dimana Presiden dan Wakil Presiden terpilih tidak
hanya memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat, namun dalam rangka mewujudkan
efektifitas pemerintahan juga diperlukan basis dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Undang-Undang ini mengatur mekanisme pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden untuk menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden yang memiliki integritas tinggi,
menjunjung tinggi etika dan moral, serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik. Untuk
mewujudkan hal tersebut, dalam Undang-Undang ini diatur beberapa substansi penting yang
signifikan antara lain mengenai persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden wajib memiliki
visi, misi, dan program kerja yang akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun ke depan. Dalam
konteks penyelenggaraan sistem pemerintahan Presidensiil, menteri yang akan dicalonkan
menjadi Presiden atau Wakil Presiden harus mengundurkan diri pada saat didaftarkan ke
Komisi Pemilihan Umum. Selain para Menteri, Undang-Undang ini juga mewajibkan kepada
Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Pimpinan Badan Pemeriksa
Keuangan, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mengundurkan diri apabila
dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Pengunduran diri para pejabat negara
tersebut dimaksudkan untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan terwujudnya etika
politik ketatanegaraan. Untuk menjaga etika penyelenggaraan pemerintahan, gubernur/wakil
gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil walikota perlu meminta izin kepada
Presiden pada saat dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden.
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih adalah pemimpin bangsa,
bukan hanya pemimpin golongan atau kelompok tertentu. Untuk itu, dalam rangka membangun
etika pemerintahan terdapat semangat bahwa Presiden atau Wakil Presiden terpilih tidak
merangkap jabatan sebagai Pimpinan Partai Politik yang pelaksanaannya diserahkan kepada
masingmasing Partai Politik.
Proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan melalui kesepakatan tertulis
Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam pengusulan Pasangan Calon yang memiliki
nuansa terwujudnya koalisi permanen guna mendukung terciptanya efektifitas pemerintahan.
Adapun mengenai pengaturan Kampanye, Undang-Undang ini mengatur perlunya
dilaksanakan debat Pasangan Calon dalam rangka mengefektifkan penyebarluasan visi, misi,
dan program Pasangan Calon yang bersifat edukatif dan informatif.
Bagian Kesatu
Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden
Pasal 5

Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah:


1) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2) Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
3) tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi
dan tindak pidana berat lainnya;
4) mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Presiden dan Wakil Presiden;
5) bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
6) telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan
kekayaan penyelenggara negara;
7) tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan
hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
8) tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
9) tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
10) terdaftar sebagai Pemilih;
11) memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban
membayar pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi;
12) belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa
jabatan dalam jabatan yang sama;
13) setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
14) tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun;
15) berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah
(MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau
bentuk lain yang sederajat;
16) bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk
organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI; dan
17) memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara Republik
Indonesia.

Serta Tata Cara Penentuan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam
pasal :
1) Pasal 8 Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan
oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.
2) Pasal 9 Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik
peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen)
dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden.
3) Pasal 10 Ayat (3) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) hanya dapat mencalonkan 1 (satu) Pasangan Calon sesuai dengan
mekanisme internal Partai Politik dan/atau musyawarah Gabungan Partai Politik yang
dilakukan secara demokratis dan terbuka.

Pesyaratan Pendaftaran Bakal Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pasal
226-227
1) Bakal Pasangan Calon didaftarkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang
telah ditetapkan oleh KPU sebagai Peserta Pemilu.
2) Pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua umum
atau nama lain dan sekretaris jenderal atau nama lain serta Pasangan Calon yang
bersangkutan.
3) Pendaftaran bakal Pasangan Calon oleh Gabungan Partai Politik ditandatangani oleh
ketua umum atau nama lain dan sekretaris jenderal atau nama lain dari setiap Partai
Politik yang bergabung serta Pasangan Calon yang bersangkutan.
4) Masa pendaftaran bakal Pasangan Calon paling lama 8 (delapan) bulan sebelum hari
pemungutan suara.
Dan Persyaran Ini Dilengkapi Dalam Pasal 227

2. Pasal lain dalam UU No.7 Tahun2017 Tentang Pemilihan Umum tentang Syarat Calon
Presiden
1) Pasal 169 Huruf M Dalam hal 5 (lima) tahun terakhir bakal Pasangan Calon tidak
sepenuhnya atau belum memenuhi syarat sebagai wajib pajak, kewajiban pajak
terhitung sejak calon menjadi wajib pajak.
2) Pasal 169 Huruf N Mengatur tentang batas jabatan Bakal Calon Presiden yang tidak
boleh menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan.
3) Pasal 169 Huruf O Menyatakan bahwa Setiap Calon Presiden harus setia kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal lka

E. KESESUAIN UU PEMILU DENGAN UUDNRI TAHUN 1945


Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar". Makna dari “kedaulatan berada di tangan rakyat” yaitu bahwa rakyat memiliki
kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin
yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat,
serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Perwujudan kedaulatan
rakyat dilaksanakan melalui Pemilu sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpin
melalui Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih dalam satu pasangan secara
langsung serta memilih wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan,
menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua
pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta
merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi
tersebut.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota
DPD, serta anggota DPRD diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
dilaksanakan dengan tujuan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh
dukungan kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan
negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di samping itu, pengaturan
terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam UndangUndang ini juga dimaksudkan
untuk menegaskan sistem presidensiil yang kuat dan efektif, dimana Presiden dan Wakil
Presiden terpilih tidak hanya memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat, namun dalam
rangka mewujudkan efektifitas pemerintahan juga diperlukan basis dukungan dari DPR.
Pemilu Anggota DPR, Anggota DPD, dan anggota DPRD diselenggarakan dengan
menjamin prinsip keterwakilan, yang artinya setiap Warga Negara Indonesia dijamin memiliki
wakil yang duduk di lembaga perwakilan yang akan menyuarakan aspirasi rakyat di setiap
tingkatan pemerintahan, dari pusat hingga ke daerah. Pemilu yang terselenggara secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan
wakil rakyat yang berkualitas, dapat dipercaya, dan dapat menjalankan fungsi kelembagaan
legislatif secara optimal. Penyelenggaraan Pemilu yang baik dan berkualitas akan
meningkatkan derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan keterwakilan yang makin kuat dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Secara prinsipil, Undang-Undang ini dimaksudkan menjawab dinamika politik terkait
pengaturan penyelenggara dan peserta Pemilu, sistem pemilihan, manajemen Pemilu, dan
penegakan hukum dalam 1 (satu) Undang-Undang, yaitu Undang-Undang tentang
Penyelenggaraan Pemilu.
Dalam Undang-Undang Pemilu ini juga diatur mengenai kelembagaan yang
melaksanakan Pemilu, yakni KPU, Bawaslu, serta DKPP. Kedudukan ketiga lembaga tersebut
diperkuat dan diperjelas tugas dan fungsinya serta disesuaikan dengan perkembangan
kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan Pemilu. Penguatan kelembagaan dimaksudkan
dapat menciptakan penyelenggaraan Pemilu yang lancar, sistematis, dan demokratis. Secara
umum Undang-Undang ini mengatur mengenai penyelenggara Pemilu, pelaksanaan Pemilu,
pelanggaran Pemilu dan sengketa Pemilu, serta tindak Pidana Pemilu.

F. SISTEM PEMERINTAHAN

1. Presidensiil
Sistem pemerintahan Presidensial merupakan system di mana pemerintahan sekaligus
kepala negaranya dijabat oleh seorang presiden, yang dipilih secara langsung oleh rakyat atau
melalui badan pemilihan umum untuk masa jabatan tertentu sesuai dengan UUD yang ada, dan
model kepimpinannya bersifat non-kolegial (satu orang) yang dalam kondisi normal tidak
dapat dijatuhkan oleh legislative.14

1. Unsur Pemerintahan Presidensial


Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:
(1) Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat
pemerintahan yang terkait.
(2) Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling
menjatuhkan.
(3) Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif

2. Ciri-Ciri Sistem Pemerintahan Presidensial


(1) Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih
langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.

14Haboddin, Muhtar. 2015. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Malang: Tim UB Press.


(Haboddin 2015)
(2) Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada
presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
(3) Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak
dipilih oleh parlemen.
(4) Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
(5) Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota
parlemen dipilih oleh rakyat.
(6) Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen

3. Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial


a.Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
b. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa
jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
c. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
d. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh
orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

2. Parlementer
Sistem pemerintahan Parlementer merupakan suatu system pemerintahan di mana
pemerintah (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen. Dalam system pemerintahan ini,
parlemen mempunyai kekuasaan yang besar dan mempunyai kewenangan untuk melakukan
pengawasan terhadap eksekutif. Menteri dan perdana menteri bertanggung jawab kepada
parlemen. Contoh Negara: Kerajaan Inggris, Belanda, India, Australia, Malaysia.

1. Ciri-Ciri Sistem Pemerintahan Parlementer


(1) Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih
langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar
sebagai badan perwakilan dan
(2) Lembaga legislatif.
(3) Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan
pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang
besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
(4) Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai
pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan
eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai
kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.
(5) Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat
dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen
dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak
percaya kepada kabinet.
(6) Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan
adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara
republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki
kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan
negara.
(7) Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas
saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan
pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.

2. Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer


(1) Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian
pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan
legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
(2) Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas.
(3) Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet
menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan

G. DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Muhammad Zainal. Hubungan Antara Ilmu Negara, Ilmu Politik dan Ilmu
Hukum. (diakses tanggal 1 April 2021).

Anonim.Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara. (diakses


tanggal 8 Maret 2021).

Setiadi, Adi. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Cabang Ilmu Pengetahuan
Lainnya. (diakses tanggal 1 April 2021).

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/05/hukum_tata_negara.

Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, (Jakarta: UII Press, 2003), hlm. 217-218.
Haboddin, Muhtar. 2015. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Malang: Tim UB Press.
(Haboddin 2015)
Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I. Jakarta : Mahkamah
Konstitusi Press

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, cet. 2, (Bandung: PT


Eresco, 1981), hlm. 1

Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.Cit, hlm. 32-33

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Raja Graindo
Persada, 2013), hlm. 169.

Bagir Manan, Konvensi Ketatanegaraan Hukum Nasional Di Indonesia Pasca Era


Reformasi , (Bandung: Armico, 1987), hlm. 49.

E. Utrecht dan Moh. Saleh djindang, Pengantar dalam Hukum Indonesia

Peter de Cruz, Perbandingan Sistem Hukum Common Law dan Civil Law . (Bandung:
Nusamedia, 2010), hlm 96.

Anda mungkin juga menyukai