Anda di halaman 1dari 92

PERBEDAAN TINGKAT KEBERHASILAN TOILET TRAINING

PADA ANAK USIA 36-42 BULAN ANTARA YANG MEMAKAI


DIPOSABLE DIAPER DENGAN YANG TIDAK
MEMAKAI DISPOSABLE DIAPER
DI PERUMNAS PATRANG
KABUPATEN JEMBER
2010

Oleh
ANITA MEGAWATI FAJRIN
NIM. 0702300054

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI D III
KEBIDANAN JEMBER
2010

i
PERBEDAAN TINGKAT KEBERHASILAN TOILET TRAINING
PADA ANAK USIA 36-42 BULAN ANTARA YANG MEMAKAI
DIPOSABLE DIAPER DENGAN YANG TIDAK
MEMAKAI DISPOSABLE DIAPER
DI PERUMNAS PATRANG
KABUPATEN JEMBER
2010

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan


menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Kebidanan

Oleh
ANITA MEGAWATI FAJRIN
NIM. 0702300054

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI D III
KEBIDANAN JEMBER
2010

i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ANITA MEGAWATI FAJRIN


NIM : 0702300054
Program Studi : Kebidanan Jember

Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil
alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan atau
pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah
ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Mengetahui,
Jember, Juni 2010

Pembimbing Pembimbing Yang membuat penyataaan


Utama Pendamping Tanda tangan

NI MADE ARMAWATI, SST. SUTRISNO, SST. ANITA MEGAWATI F.


NIP. 19520918 197512 2 001 NIP. 19550306 198703 1 002 NIM. 0702300054

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Anita Megawati Fajrin, NIM 0702300054


Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan

Jember, Juni 2010


Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

NI MADE ARMAWATI, SST. SUTRISNO, SST.


NIP. 19520918 197512 2 001 NIP. 19550306 198703 1 002

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Anita Megawati Fajrin, NIM 0702300054


Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal ...............

Dewan Penguji
Ketua

NI MADE ARMAWATI, SST.


NIP. 19520918 197512 2 001

Anggota I Anggota II

GUMIARTI, SST, MPH. SUTRISNO, SST.


NIP. 19620705 198403 2 001 NIP. 19550306 198703 1 002

Mengetahui,
Ketua
Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

SURACHMINDARI, SST, M.Pd


NIP. 19560517 198103 2 001

iv
ABSTRAK

Fajrin, Anita Megawati. (2010). Perbedaan Tingkat Keberhasilan Toilet Training


Antara Anak Usia 36-42 Bulan Yang Memakai Disposable Diapers Dengan Anak
Yang Tidak Memakai Disposable Diaper di wilayah Kerja Pustu Patrang. Karya
Tulis Ilmiah, Program Studi DIII Kebidanan Jember, Jurusan Kebidanan,
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. Pembimbing I: Ni Made Armawati,
SST. Pembimbing II: Sutrisno, SST.

Anak yang berada pada usia satu sampai tiga tahun disebut dengan masa toddler.
Salah satu tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada masa ini adalah
kemampuan mengendalikan BAK dan BAB. Pelatihan untuk keterampilan ini
disebut toilet training. Keberhasilan dari keterampilan ini sangat ditentukan oleh
ketepatan waktu untuk memulainya yaitu dengan memperhatikan faktor kesiapan
anak, misalnya, anak memberikan sinyal kepada orang tua ketika merasakan
keinginannya untuk BAB atau BAK. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbedaan tingkat keberhasilan toilet training berdasarkan pemakaian
disposable diapers. Penelitian ini menggunakan desain komparasi dan
Populasinya adalah anak usia 36-42 bulan di Perumnas Patrang. Sample diambil
dengan menggunakan tehnik purporsive sampling. Data diolah secara tabulasi
kemudian dikonfirmasi dengan Chi Kuadrat Dua Sampel dengan koreksi yates.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai x 2 tabel=¿ 3,481 dan nilai
x 2 hitung=7,63 dengan taraf kesalahan 5%. Dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan tingkat keberhasilan toilet training Pada Anak Usia 36-42 Bulan Yang
Memakai Disposable Diapers Dengan Anak Yang Tidak Memakai Disposable
Diaper. Dengan demikian pemakaian Disposable Diapers memberikan pengaruh
terhadap tingkat keberhasilan toilet training pada anak usia 36-42 bulan. Untuk
menghindari terjadinya kegagalan dalam pencapaaian tahapan toilet training,
perlu diberikan informasi yang tepat kepada orang tua tentang dampak dari
pemakaian disposable diapers dan toilet training.

Kata Kunci : Tingkat Keberhasilan Toilet Training, Anak usia 36-42 bulan,
Disposable Diapers.

v
ABSTRACT

Fajrin, Anita Megawati. (2010). Toilet Training Success Rate Differences Among
Children Aged 36-42 Months With Children Wear Disposable diapers Disposable
Diaper What Not To Wear at Work areas Pustu Patrang. Scientific Writing,
Midwifery Diploma Course Jember, Department of Obstetrics, Kemenkes Health
Polytechnic of Malang. Advisors I: Ni Made Armawati, SST. Advisors II:
Sutrisno, SST.

Children who are at the age of one to three years called the period of toddlerhood.
One of the tasks that must be completed on the development of this period is the
ability to control bladder and bowel movements. Training for these skills is called
toilet training. The success of these skills is largely determined by the accuracy of
time to start is by considering the readiness factor of the child, for example, the
child gives a signal to parents when it felt the desire for bowel and bladder. The
purpose of this research is to know the difference toilet training success rate based
on usage disposable diapers. This study uses a comparative design and the
population is children aged 36-42 months in the Housing Patrang. Samples are
taken using the sampling technique purporsive. Tabulation of data processed and
then confirmed with Two Sample Chi Square with Yates' correction. The result
showed that the value of x2 table = 3.481 and calculate the value of x 2 = 7.63 with
an error level of 5%. Can be concluded that there are differences in toilet training
success rate of 36-42 Month Olds Wear Disposable diapers With Children What
Not To Wear Disposable Diaper. Thus the use of disposable diapers to give effect
to toilet training success rate of children aged 36-42 months. To avoid such
failures in pencapaaian stages of toilet training, should be given appropriate
information to parents about the impact of the use of disposable diapers and toilet
training.

Keywords : Toilet Training Success Rate, Children ages 36-42 months,


Disposable diapers.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Perbedaan
Tingkat Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Usia 36-42 Bulan Antara Yang
Memakai Disposable Diapers Dengan Yang Tidak Memakai Disposable Diaper
Di Perumnas Patrang Kabupaten Jember Tahun 2010.” sebagai salah satu syarat
untuk kelulusan di Program Studi Kebidanan Jember Poltekkes Kemenkes
Malang.

Dengan terselesaikannya penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini,


penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak B. Doddy Riyadi, SKM, M.M. selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang.

2. Ibu Surachmindari, SST, M.Pd selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik


Kesehatan Kemenkes Malang.

3. Ibu Ida Prijatni, M.Kes. selaku Ketua Program Studi Kebidanan Jember
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang yang telah memberikan fasilitas
dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Ibu Ni Made Armawati, SST, selaku dosen Pembimbing Utama yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Bapak Sutrisno, SST, selaku dosen Pembimbing Pendamping yang telah


meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. ibu Gumiarti, SST, MPH selaku Penguji yang telah memberikan pengarahan
dan bimbingan untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Kepala Puskesmas dan Bidan Puskesmas Pembantu Patrang Kabupaten


Jember, yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam menyelesaikan
penelitian ini.
8. Seluruh responden penelitian

vii
9. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga Karya
Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan Karya Tulis


Ilmiah ini karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan
penulisan ini. Besar harapan penulis semoga Proposal Karya Tulis Ilmiah ini
bermanfaat bagi para pembaca.

Jember, Juni 2010

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
LEMBAR KEASLIAN TULISAN ............................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 4

1.3 Tujuan Penelitian................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Pertumbuhan Dan Perkembangan Toddler......
............................................................................................

2.1.1 Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan......... 6

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan


dan perkembangan................................................. 10
2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembang Toodler (1-3 tahun) 12

2.2 Toilet Training

2.2.1 Pengertian Toilet training....................................... 16

2.2.2 Metode Pendekatan Toilet Training....................... 17

2.2.3 Waktu memulai latihan toilet training.................... 19

2.2.4 Kesalahan utama dalam toilet training................... 22

ix
x

2.3 Disposable Diapers


2.2.5............................................................................Pengertian disposable diap
26

2.2.6 Sejarah dan Perkembangan Disposable Diaper..... 26

2.2.7 Kontroversi Pemakaian Disposable Diaper........... 26

2.2.8 Kerangka Konseptual............................................. 30

2.4 Kerangka Operasional........................................................


31

2.5 Hipotesis Penelitian ...........................................................


31

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian...............................................................
32

3.2 Populasi, Sample, Tehnik Sampling dan Kriteria


Sample...............................................................................
32

3.3 Variabel Penelitian............................................................


35

3.4 Definisi Operasional.........................................................


35

3.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian............................................


37

3.6 Prosedur Pengumpulan Data.............................................


37

3.7 Alat Ukur...........................................................................


38

3.8 Pengolahan Data Dan Analisa Data..................................


38

xi
xii

3.9 Etika Penelitian..................................................................


39

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 HASIL PENELITIAN..........................................................
41

4.1.1 Data Umum............................................................ 41


4.1.2 Data Khusus........................................................... 46
4.2 PEMBAHASAN....................................................................
49

4.2.1 Mengidentifikasi Jumlah Anak Yang Memakai


Disposable Diapers dan yang tidak memakai
Disposable Diapers................................................
................................................................................
49
4.2.2 Mengidentifikasi Usia Dimulainya Toilet Training
Pada Anak Yang Memakai Disposable Diapers.... 51
4.2.3 Mengidentifikasi Usia Dimulainya Toilet Training
Pada Anak Yang Tidak Memakai Disposable
Diapers................................................................... 52
4.2.4 Mengidentifikasi tingkat keberhasilan Toilet
Training pada anak yang memakai disposable
diapers....................................................................
................................................................................
53
4.2.5 Mengidentifikasi Tingkat Keberhasilan Toilet
Training Pada Anak Yang Tidak Memakai
Disposable Diapers................................................ 53
4.2.6 Menganalisis Perbedaan Tingkat Keberhasilan
Toilet Training Antara Anak Yang Memakai
Disposable Diapers Dengan Yang Tidak
Memakai Disposable Diaper ................................... 54
KETERBATASAN............................................................ 54
BAB 5 PENUTUP
5.1 KESIMPULAN.....................................................................
55

5.2 SARAN..................................................................................
55

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 57
LAMPIRAN-LAMPIRAN........................................................................... 59

xiii
xiv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 : Beberapa Teori Perkembangan Pada Masa............................ 10


Tabel 2.2 : Perbedaan Disposable Diaper dengan Popok Kain................ 27
Tabel 3.1 : Tabel Kontingensi................................................................... 39
Tabel 4.1 : Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan yang memakai disposable
diaper Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010................ 41

Tabel 4.2 : Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan yang tidak Memakai
Disposable Diaper Berdasarkan Jenis Kelamin Di
Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010................................
42

Tabel 4.3 : Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan yang memakai


Disposable Diapers Berdasarkan Keberadaan Adik Di
Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010................................
42

Tabel 4.4 : Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak Memakai
Disposable Diapers Berdasarkan Keberadaan Adik Di
Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010................................
43

Tabel 4.5 : Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Memakai


Berdasarkan Pekerjaan Kepala Keluarga Di Perumnas
Patrang Pada Bulan Mei 2010................................................
43

Tabel 4.6 : Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak Memakai
Berdasarkan Pekerjaan Kepala Keluarga Di Perumnas
Patrang Pada Bulan Mei 2010................................................
44

Tabel 4.7 : Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Memakai


Disposable Diapers Berdasarkan Kegiatan Ibu Sehari-Hari
di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010...........................
44

Tabel 4.8 : Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak Memakai
Disposable Diapers Berdasarkan Kegiatan Ibu Sehari-Hari
di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010...........................
45

xv
xvi

Tabel 4.9 : Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Berdasarkan Pemakaian


Disposable Diapers di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei
2010........................................................................................
46
Tabel 4.10 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Memakai
Disposable Diapers Berdasarkan Usia Dimulainya Toilet
Traning Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010.............
46

Tabel 4.11 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak Memakai
Disposable Diapers Berdasarkan Usia Dimulainya Toilet
Traning Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010..............
47

Tabel 4.12 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Memakai


Disposable Diapers Berdasarkan Tingkat Keberhasilan
Toilet Traning Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010..
48

Tabel 4.12 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak Memakai
Disposable Diapers Berdasarkan Tingkat Keberhasilan
Toilet Traning Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010..
48

Tabel 4.13 Tabel 2 x 2..............................................................................


49

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 : Jadwal Penyusunan Karya Tulis Ilmiah .........................
59

Lampiran 2 : Rencana Permohonan Persetujuan Menjadi Responden.. 60

Lampiran 3 : Lembar persetujuan setelah mendapat penjelasan


(informed consent)...........................................................
61

Lampiran 4 : Kuesioner......................................................................... 62

Lampiran 5 : Hasil Tabulasi.................................................................. 64

Lampiran 6 : Perhitungan Manual ....................................................... 66

Lampiran 7 : Uji SPSS 14 .................................................................... 68

Lampiran 8 : Surat Ijin Penelitian ........................................................ 69

Lampiran 9 : Lembar Konsultasi ......................................................... 72

xviii
xix
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Toddler adalah anak yang berusia antara satu dan tiga tahun,
meskipun ada beberapa pendapat menganggap toddler adalah anak yang
berusia antara dua dan lima tahun. Selama masa ini, anak akan belajar
membuat keputusan penting dalam peran sosialnya dan mengembangkan
kemampuan motorik (Biologi Dictionary and Research Guide, 2004).
Pertumbuhan fisik anak toddler relatif lebih lambat dibandingkan dengan
masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya lebih cepat (Nursalam,
Rekawati & Utami, 2005). Semua sistem tubuh berlanjut menjadi matang
selama masa toddler, salah satunya adalah Kontrol sfingter anal dan
urinarius mulai berfungsi setelah terjadi mielinasi spinal cord. Pada anak
yang sehat kandung kemih akan meningkat secara signifikan di usia 2 dan 3
tahun. Dengan demikian, pada umur 3 tahun kebanyakan anak dapat
menahan kencing dan tetap kering dalam waktu yang lebih lama (Jane
Gilbert, 2003).
Salah satu tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada masa ini
adalah memiliki kemampuan buang air kecil dengan baik dan anak harus
belajar membuang produk sampah tubuhnya di tempat yang sesuai dengan
kondisi lingkungannya (Mark, 2001). Pelatihan untuk keterampilan
membuang air kecil dan besar dengan baik , biasa disebut sebagai toilet
training.
Toilet training adalah proses pembelajaran pada anak dalam
mengontrol fungsi bladder dan bowel. Cara melatihnya sangat bervariasi,
tetapi semuanya bermaksud positif, konsisten, tidak menghukum, dan
dengan pendekatan yang tanpa tekanan. Tiap-tiap metode yang digunakan
bersifat individual, dipengaruhi oleh mental dan usia fisik serta tingkat
perkembangan anak, hubungan orang tua dengan anak, dan kesiapan anak
untuk mempelajarinya. Selain itu, ada beberapa faktor dan tahapan yang
mempengaruhi sukses tidaknya toilet training, salah satunya adalah dengan

1
2

tidak memulai pelaksanaan toilet training terlalu dini dan tidak menunda
atau mengabaikan toilet training. Ada beberapa syarat dan tahapan dalam
pelaksanaan toilet training. Menurut tim dokter yang mengasuh rubric info
“kosodade shukan toire” menjelaskan bahwa salah satu syarat untuk
melaksanakan toilet training adalah kesiapan baik mental anak maupun
kesiapan fisik tubuhnya, berupa kemauan menahan pipis dan merasakan
sensasi keluarnya air kemih. Tetapi anak yang fisiknya sudah siap, belum
tentu siap meninggalkan kenyamanan popoknya, kuncinya adalah motivasi
(Jane Gilbert, 2003).
Anak yang memakai pakaian atau popok biasa akan terbebas dari
popoknya 12 bulan lebih awal daripada yang memakai disposable diaper
karena anak akan merasakan basah saat mengeluarkan urin (Tracy, 2000).
Hal yang sangat disayangkan adalah, jika awalnya pemakaian disposable
diapers hanya dikonsumsi oleh ekspatriat yang tinggal di kota-kota besar
Indonesia, Kini Pemakaian disposable diapers sudah mulai merata
dikalangan ibu-ibu muda, termasuk ibu-ibu yang tinggal di lingkungan
Perumnas Patrang Kabupaten Jember. Hal ini berawal dari kejenuhan orang
tua karena harus mengganti popok kain bayi mereka setiap kali basah.
Ketika diwawancarai alasan pemakaian disposable diaper, sebagian besar
alasannya adalah lebih praktis dan efisien daripada memakai popok kain.
Padahal, Dra Tuty Wahyuti PSi, menjelaskan bahwa penggunaan disposable
diapers atau yang biasa kita kenal dengan sebutan `pampers` yang terus-
menerus dapat mengurangi sensitivitas balita terhadap lingkungan
sekitarnya. Lazimnya, balita akan menangis bila merasa kurang nyaman
terhadap perubahan lingkungan atau adanya gangguan fisik seperti basah
oleh air kencingnya sendiri. Namun dengan pemakaian "pampers", Balita
membawa kotorannya kemana-mana tanpa terganggu, hal ini juga bisa
membuat anak tidak menunjukkan kesiapannya untuk di lakukan toilet
training. Selain itu, kemudahan disposable diaper dan training pants telah
membuat beberapa orang tua menunda toilet training meskipun sebagian
orang tua yang lain melatih anak lebih awal untuk berhemat (Choby dan
George, 2008).
3

Penelitian yang diterbitkan oleh British Journal of Urology, Agustus


2000, menunjukkan bahwa peningkatan usia untuk memulai toilet training
dapat menyebabkan disfungsi sistem urinarius yang menetap atau
inkontinensia. Hal ini terjadi pada anak yang orang tuanya tidak memulai
toilet training sampai usia anak 24 bulan. Otot-otot bowel dan bladder akan
lemah dan tidak berkembang karena tidak diberi kesempatan melatih
mengontrol otot-otot tersebut seperti yang dilakukan pada saat toilet
training (Tracy, 2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Simon dan Thomson (2006) mengenai
pengaruh jenis celana dalam anak yaitu disposable diaper, pull on training
pants, dan celana kain menunjukan bahwa 2 dari 5 anak mengalami
peningkatan kondisi kontinensia dan menurunkan frekuensi inkontinensia
saat memakai celana kain dan 3 dari 5 anak menunjukkan tingkat
kontinensia mendekati 0% saat memakai disposable diaper dan pull on
training pants. Para peneliti melakukan studi dengan mewawancarai 157
orang tua yang memiliki anak berusia 4 – 12 tahun yang rutin berkonsultasi
pada dokter karena anaknya masih mengompol. Para peneliti menanyakan
usia dimulainya toilet training dan metode yang di pakai. Jawaban para
responden itu kemudian di bandingkan dengan orang tua dari 58 anak yang
memiliki kemiripan usia, gender, ras, dan faktor lain, namun tidak
mempunyai masalah mengompol. pada anak yang masih mengompol di usia
4 – 12 tahun, rata-rata mereka mulai diajarkan toilet training oleh orang tua
saat mereka berusia 31 bulan, dibandingkan dengan anak dari kelompok
tidak mengompol yang mulai diajarkan toilet training pada usia 28 bulan
(http://www.kompas.com, 2010).
Berdasarkan studi pendahuluan di Perumnas Patrang Kecamatan
Patrang Kabupaten Jember, di peroleh data dari 15 anak usia 36 - 42 bulan,
8 anak sudah mampu mengontrol bowel dan bladder di siang hari, 4 anak
masih memerlukan peran penuh orang tua untuk mengontrol apakah anak
sudah BAB/BAK atau belum. Berdasarkan keterangan orang tua 11 anak
pernah memakai disposable diaper.
4

Berdasarkan uraian tersebut dan menyadari pentingnya pelaksanaan


toilet training dalam proses perkembangan anak toddler, peneliti ingin
membandingkan perbedaan tingkat keberhasilan toilet training antara anak
usia 36-42 bulan yang tidak memakai disposable diaper dengan anak yang
memakai disposable diapers
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka dapat di rumuskan masalah sebagai
berikut :
“Apakah ada perbedaan tingkat keberhasilan toilet training pada anak usia
36-42 bulan antara yang memakai disposable diaper dengan yang tidak
memakai disposable diapers?”
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan tingkat keberhasilan toilet
training pada anak antara yang memakai disposable diapers dengan
anak yang tidak memakai disposable diapers.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi jumlah anak yang memakai dan anak yang
tidak memakai disposable diaper
1.3.2.2 Mengidentifikasi usia dimulainya Toilet Training pada anak
yang memakai disposable diapers.
1.3.2.3 Mengidentifikasi usia dimulainya Toilet Training pada anak
yang tidak memakai disposable diapers.
1.3.2.4 Mengidentifikasi tingkat keberhasilan toilet training pada
anak yang memakai disposable diaper.
1.3.2.5 Mengidentifikasi tingkat keberhasilan toilet training pada
anak yang tidak memakai disposable diaper.
1.3.2.6 Menganalisis perbedaan tingkat keberhasilan toilet training
antara anak yang memakai disposable diapers dengan anak
yang tidak memakai disposable diapers.
5

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1.4.1 Bagi Peneliti
Dengan mengetahui perbedaan tingkat keberhasilan toilet
training di Perumnas Patrang Kecamatan Patrang Kabupaten Jember
maka dapat menambah pengetahuan peneliti, khusunya di bidang
pediatri yang menyangkut tugas perkembangan toilet training pada
toddler yaitu mengenai pengaruh pemakaian jenis popok terhadap
keberhasilan toilet training.
1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi praktisi kesehatan agar mampu
memberikan informasi tepat kepada masyarakat khususnya orang tua
mengenai pengaruh pemakain disposable diapers terhadap
keberhasilan anak untuk BAK dan BAK dengan baik pada usia
toddler.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan orang tua khususnya yang
mempunyai anak usia 1 – 3 tahun tentang tugas perkembangan usia
toddler, serta memberikan masukan bagaimana tata cara perawatan
anak pada usia toddler khusunya dalam pemilihan popok untuk anak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


TODDLER
2.1.1 Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Petumbuhan dan perkembangan adalah suatu proses yang
berlangsung terus menerus pada berbagai segi dan saling keterkaitan
dan terjadi perubahan pada individu semasa hidupnya (Suriadi &
Rita, 2006).
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan
struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya
multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena
bertambah besarnya sel. Adanya multiplikasi dan pertambahan
ukuran sel berarti ada pertambahan secara kuantitatif dan hal tersebut
terjadi sejak terjadinya konsepsi, yaitu bertemunya sel telur dan sel
sperma hingga dewasa (IDAI, 2002). Jadi, pertumbuhan lebih di
tekankan pada pertambahan ukuran fisik seseorang, yaitu menjadi
lebih besar atau lebih matang bentuknya, seperti pertambahan ukuran
berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala (Nursalam dkk., 2005).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur
atau fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur,
dapat diperkirakan, dan dapat diramalkan sebagai hasil dari
diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem yang
terorganisasi (IDAI, 2002 dalam Nursalam dkk., 2005). Beberapa
teori perkembangan akan di jelaskan pada tabel 2.1
Menurut Soetjiningsih (1995) Pertumbuhan dan perkembangan
merupakan dua peristiwa yang berbeda akan tetapi saling berkaitan
dan sulit dipisahkan). Keduanya terjadi secara simultan (bersamaan)
pada setiap individu. Pertambahan ukuran fisik akan disertai dengan
pertambahan kemampuan (perkembangan) individu (Nursalam dkk.,
2005).

6
7

Secara umum pertumbuhan dan perkembangan memiliki


prinsip dan prosesnya. Prinsip tersebut dapat menentukan ciri atau
pola dari pertumbuhan dan perkembangn setiap anak. Menurut
Narendra (2002) prinsip tersebut antara lain :
1) Proses pertumbuhan dan perkembangan sangat bergantung pada
aspek kematangan susunan saraf pada manusia dimana semakin
sempurna dan kompleks kematangan saraf maka semakin
sempurna proses pertumbuhan dan proses perkembangan yang
terjadi mulai dari proses konsepsi sampai dengan dewasa.
2) Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap individu adalah
sama, yaitu mencapai proses kematangan meskipun dalam
proses pencapaian tersebut tidak memiliki kecepatan yang sama
antara individu yang satu dengan yang lain.
3) Proses pertumbuhan dan perkembangan memiliki pola khas
yang dapat terjadi mulai dari kepala hingga ke seluruh bagian
tubuh atau juga mulai dari kemampuan yang sederhana hingga
mmencapai kemampuan yang kompleks sampai mencapai
kesempurnaan dari tahap petumbuhan dan perkembangan.
( Hidayat, 2008)
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang
terjadi selama proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak
yang dapat mengalami percepatan maupun perlambatan yang saling
berhubungan antara yang satu dengan satu organ yang lain. Dalam
peristiwa tersebut akan mengalami perubahan pola pertumbuhan
dan perkembangan sebagai berikut:
1) Pola pertumbuhsan fisik yang searah
Pola ini memiliki 2 prinsip atau hukum perkembangan, yaitu
prinsip chepalokaudal dan prinsip proximodistal
(1) Cephalocaudal atau hand to tail direction (dari arah
kepala kemudian ke kaki) pola pertumbuhan dan
perkembangan ini dimulai dari kepala yang di tandai
dengan perubahan ukuran kepala yang lebih besar,
8

kemudian berkembang kemampuan untuk menggerakkan


lebih cepat dengan menggelengkan kepala dan di
lanjutkan ke bagian ekstremitas bawah lengan, tangan,
dan kai. Hal tersebut merupakan pola searah dalam
pertumbuhan dan perkembangan.
2) Proximodistal atau near for direction. Pola ini dimulai dengan
menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan
pusat/sumbu tengah kemudian mnenggerakkan anggota gerak
yang lebih jauh atau ke arah bagian tepi.
3) Pola perkembangan umum ke khusus
Pola ini dikenal dengan nama pola mass to spesific atau
complex. Pola pertumbuhan dan perkembangan ini dapat
dimulai dengan menggerakkan dareah yang lebih umum
(sederhana dahulu baru kemudian daerah yang lebih
kompleks /khusus).
Pola perkembangan berlangsung dalam tahapan
perkembangan. Pola ini mencerminkan ciri khusus dalam setiap
tahapan perkembangn yang dapat digunakan untuk mendeteksi
perkembangan selanjutnya, sepperti seorang anak pada usia
empat tahun mengalami kesulitan dalam berbicara atau
mengemukakan sesuatu atau terbatas dalam pembendaharaan
kata, maka dapat diramalkan akan mengalami kelambatan pada
seluruh aspek perkembangan. Pada pola ini tahapan
perkembangan sebagai berikut :
(1) Masa pralahir, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada
alat dan jaringan tubuh.
(2) Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan
kehidupan di luar rahin dan hampir sedikit aspek
pertumbuhan fisik dalam perubahan.
(3) Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan
lingkungan yang mempengaruhinya serta memiliki
9

kemampuan untuk melindungi dan menghindar dari hal


yang mengancam dirinya.
(4) Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek
sifat, sikap, minat dan cara penyesuaiaan dengan
lingkungan, dalam hal ini keluarga dan teman sebaya
(5) Masa remaja, terjadi perubahan ke arah dewass sehingga
kematangan ditandai dengan tanda-tanda pubertas
4) Pola perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan
(belajar)
Proses kematangan dan belajar selalu mempengaruhi
perubahan dalam perkembangan anak. Kematangan yang di
capainya dapat di sempurnakan melalui rangsangan yang tepat.
Masa itulah dikatakan sebagai masa kritis yang harus di
rangsang agar mengalalami pencapaian perkembangan
selanjutnya melalui proses belajar.
Tumbuh kembang anak sudah di mulai sejak konsepsi sampai
dewasa itu mempunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu :
1) Dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau
masa perlambatan, serta laju tumbuh kembang yang berlainan
diantara organ-organ. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat
adalah pada masa janin, masa bayi 0-1 tahun, dan masa
pubertas. Sedangkan pertumbuhan organ-organ tubuh mengikuti
4 pola, yaitu pola umum, limfoid, neural dan reproduksi
2) Pola perkembangan anak adalah sama pada semua anak, tetapi
kecepatannya berbeda antara anak yang satu dengan yang
lainnya
3) pola perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem
susunan saraf.
4) Aktifitas seluruh tubuh diganti respons individu yang khas.
5) Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal
10

6) Refleks primitive seperti reflek memegang dan berjalan akan


menghilang sebelum gerakan volunter tercapai (Soetjiningsih,
1995).
Tabel 2.1 Beberapa Teori Perkembangan Pada Masa
Masa prasekolah
Macam teori Masa bayi Masa pra sekolah
akhir
Psikososial Percaya vs tidak Otonomi vs ragu- Inisiatif vs rasa
(E. Erikson) percaya ragu/malu bersalah
Psikoseksual
Fase oral Fase anal Fase phalik
(Sigmund freud)
Perkembangan
Sensori motorik Praoperasional Praoperasional
kognitif (piaget)
Sumber : Nursalam, 2005
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dan
Perkembangan
Pola pertumbuhan dan perkembangan secara normal antara
anak yang satu dengan yang lainnya pada akhirnya tidak selalu sama,
karena di pengaruhi oleh interaksi beberapa factor. Menurut
soetjiningsih (2002), faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan
eksternal
2.1.2.1 Faktor dalam (internal)
1) Genetika
Faktor genetik akan mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan dan kematangan tulang, alat seksual, serta
saraf, sehingga merupakan modal dasar dalam
mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang, yaitu:
perbedaan ras, etniss atau keluarga, keluarga, umur,
jenis kelamin, kelainan kromosom.
2) Pengaruh hormon
Pengaruh hormone sudah terjadi sejak masa prenatal,
yaitu saat janin berumur 4 bulan. Pada saat itu terjadi
pertumbuhan yang cepat. Hormon yang berpengaruh
11

terutama adalah hormon pertumbuhan somatotropin


yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary. Selain itu,
kelenjar tiroid jug amenghasilkan kelenjar tiroksin yang
berguna untuk metabolisme serta maturasi tulang, gigi
dan otak ( Nursalam,dkk, 2005).
2.1.2.2 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh di kelompokkan
menjadi tiga, yaitu prenatal, kelahiran dan pascanatal.
1) Faktor prenatal (selama kehamilan) meliputi:
(1) Gizi, nutrisi ibu hamil akan mempengaruhi
perumbuhan janin, terutama selama trimester
akhir kehamilan.
(2) Mekanis, posisi janin yang abnormal dalam
kandungan dapat menyebabkan kelahiran
congenital, misalnya club foot.
(3) Toksin, zat kimia, radiasi.
(4) Kelainan endokrin
(5) Infeksi TORCH atau penyakit menular seksual.
(6) Kelainan imunologi.
(7) Psikologis ibu
2) Faktor kelahiran
Riwayat kelahiran dengan vakum ekstraksi atau forcep,
dapat menyebabkan trauma kepala pada bayi sehingga
berisiko terjadinya kerusakan jaringan otak.
3) Faktor pascanatal
Seperti halnya pada masa prenatal, factor yang
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak adalah
gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan
fisik dan kimia, psikologis, endokrin, sosioekonomi,
lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan.
12

2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Toodler (1-3 tahun)


2.1.3.1 Pertumbuhan Toddler
Toddler adalah anak yang berusia antara satu dan tiga
tahun, meskipun beberapa pendapat menganggap toddler
adalah anak yang berusia antara dua dan lima tahun. Selama
masa ini, anak akan belajar membuat keputusan penting
dalam peran sosialnya dan mengembangkan kemampuan
motorik. Toddler memiliki cara jalan yang masih belum
seimbang (Biologi Dictionary and Research Guide, 2004)
Pada masa ini, pertumbuhan fisik anak relative lebih
lambat dibandingkan dengan masa bayi, tetapi
perkembangan motoriknya berjalan lebih cepat. (Nursalam
dkk, 2005 ). Jaringan subkutan atau lemak bayi mulai
menghilang pada akhir tahun ketiga sehingga anak tampak
lebih kurus dan berotot. Pada usia 2 tahun, lingkar dada
menjadi lebih besar dibandingkan lingkar kepala (Pilliteri,
1999).
Menurut Pillitteri (1999), semua sistem tubuh
berlanjut menjadi matang selama masa toddler, yaitu:
1) Kardiovaskuler: frekuensi jantung melambat dari 110
menjadi 90 denyut setiap menit dan tekanan darah
meningkat sampai kira-kira 99/66 mmHg.
2) Respiratorius: frekuensi pernafasan melambat tetapi
berlanjut menjadi pernafasan abdomen. Ukuran traktus
respiratorius meningkat sehingga resiko infeksi saluran
nafas atas berkurang.
3) Gastrointestinal: kapasitas lambung meningkat
sehingga anak dapat makan 3 kali sehari. Keasaman
lambung meningkat. Kontrol sfingter ani mulai
berfungsi.
4) Persarafan: otak berkembang mencapai 90% ukuran
otak dewasa.
13

5) Kontrol sfingter anal dan urinarius mulai berfungsi


setelah terjadi mielinasi spinal cord.
6) Sistem imun: produksi antibodi IgG dan IgM menjadi
matur saat usia 2 tahun.
2.1.3.2 Perkembangan Toddler
Pada masa ini pertumbuhan fisik anak menjadi lambat
dibandingkan dengan masa bayi, tetapi perkembangan
motoriknya berjalan lebih cepat. Anak sering mengalami
penurunan nafsu makan sehingga tampak lebih langsing dan
berotot, dan anak mulai belajar berjalan. Pada mulanya,
anak berdiri tegak dan kaku, kemudian berjalan dengan
berpegangan. Sekitar usia enam belas bulan, anak mulai
belajar berlari dan menaiki tangga, tetapi masih kelihatan
kaku. Oleh karena itu anak perlu di awasi, karena dalam
beraktivitas anak tidak memperhatikan bahaya (Nursalam
dkk, 2005).
Salah satu tugas yang besar pada usia balita adalah
toilet training atau pendidikan menjadi ceria/bersih. Kontrol
volunteer spingter ani dan urethra dicapai pada waktu
berjalan dan biasanya terjadi antara usia 18-24 bulan.
Namun faktor kesiapan psikofiisiologis sangat berpengaruh
pada kesiapan toilet training (Nursalam dkk, 2005).
Menurut tahap-tahap perkembangan psikoseksual Sigmund
Freud anak yang berada pada usia ini termasuk dalam fase
1) Pemuasan berasal dari daerah anus, berhubungan
dengan aktifitas pembuangan atau pengeluaran kotoran
(faeses). Setelah makanan dicernakan, maka makanan
menumpuk di ujung bawah dari usus dan secara refleks
akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada otot
lingkar dubur mencapai taraf tertentu.
14

2) Pengeluaran feses menghilangkan sumber


ketidaknyamanan dan menimbulkan perasaan lega
(kenikmatan).
3) Anak mendapatkan pembiasaan akan kebersihan (toilet
training) dan anak mendapatkan pengalaman pertama
yang menentukan pengaturan atas suatu impuls
instingstual dari pihak luar. Ia belajar menunda
kenikmatan yang timbul dengan belajar menunda
pengeluaran faeses tersebut.
4) Pengaruh ibu dalam memberikan toilet training cukup
besar dan hal itu berpengaruh pada munculnya sejumlah
ciri kepribadian, Contoh:
(1) Jika ibu sangat keras dan represif dalam toilet
training, si anak bisa sangat kuat menahan faeses
dan bisa sembelit. Kalau hal itu digeneralisasikan
ke cara bertingkah laku yang lain, mungkin ia
bisa menjadi sangat kikir atau keras kepala. Atau
sebaliknya karena himpitan cara yang represif itu,
anak bisa melampiaskan kemarahannya dengan
mengeluarkan faeses pada saat yang tidak tepat.
Dan ini merupakan bentuk dari segala macam
sifat ekspulsif seperti kekejaman, anarkis,
merusak membabi buta, ledakan-ledakan amarah
dan sifat jorok.
(2) Jika ibu dengan sabar membujuk anak untuk
buang air besar dan memberikan pujian jika anak
melakukan dengan benar, maka anak akan belajar
bahwa aktivitas membuang faeses adalah sangat
penting. Ini bisa menjadi dasar bagi munculnya
kreativitas dan produktivitas.
Menurut erikson pada tahap kedua adalah tahap anus-
otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa
15

balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3


atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini
adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil
perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu
relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu
sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu
kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam
mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam
perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-
ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh
anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek
tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang
menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan
mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa
mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan.
Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk
mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan
nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap
pengalaman-pengalaman  baru yang berorientasi pada suatu
tindakan/kegiatan  yang dapat menyebabkan adanya sikap
untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima
control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan,
memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk
menyentuh benda-benda lain.
Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, toddler
berada pada tingkatan ke 5 dan 6 dari fase sensorimotorik
dan memulai fase prekonseptual sekitar usia 2 tahun. Pada
tingkatan ke lima, toddler menyelesaikan masalahnya
melalui proses trial-and-error. Pada tingkatan ke enam,
toddler dapat menyelesaikan masalah melalui pemikiran.
Misalnya, ketika anak diberi mainan baru, toddler tidak
akan segera mengambil mainan itu dan melihat bagaimana
16

mainan itu bekerja, tetapi mereka akan memperhatikan


dengan sungguh-sungguh dan berfikir bagaimana mainan
itu bekerja. Selama fase pra operasional, sedapat mungkin
toddler mengembangkan keterampilan kognitif dan
intelektual. Mereka belajar tentang urutan waktu. Mereka
mulai berfikir simbolik, contohnya: kursi mungkin
diibaratkan sebagai tempat yang aman, sedangkan selimut
identik dengan kenyamanan (Prohealth, 2009).
Pada masa ini, anak perlu di bimbing dengan akrab,
penuh kasih sayang, tetapi juga tegas, sehingga anak tidak
mengalami kebingungan. Jika orang mengenal kebutuhan
anak, maka anak akan berkembang perasaan otonominya
sehingga anak dapat mengendalikan otot-otot dan
rangsangan lingkungannya. (Nursalam dkk, 2005)
2.2 TOILET TRAINING
2.2.1 Pengertian Toilet training
Toilet training atau potty training adalah proses latihan anak
menggunakan toilet untuk membuang urin dan feses, meskipun di
mulai dengan menggunakan toilet mini (pispot). Di negara barat
biasanya di mulai dan di selesaikan antara usia 1-3 tahun (Wikipedia,
2008).
Pada periode ini, anak harus harus mampu mengenali
dorongan untuk melepaskan atau menahan dan mampu
mengkomunikasikannya kepada ibunya. Pada waktu ini, anak sudah
bisa menguasai kemampuan motorik yang utama, dapat
berkomunikasi dengan jelas, memiliki lebih sedikit konflik antara
tuntutan diri sendiri dengan negativistik, dan menyadari
kemampuannya untuk mengendalikan diri dan memenuhi
kesenangan ibunya.
Tanggung jawab perawat adalah menolong orang tua guna
mengidentifikasi kesiapan anaknya untuk toilet training.
17

2.2.2 Metode Pendekatan Toilet Training


Beberapa pendekatan yang biasa dipakai di United States meliputi
(Choby dan George, 2008) meliputi :
2.2.2.1 The Brazelton child orienteed approach
Pendekatan toilet training yang berpusat pada anak
dikembangkan Brazelton oleh sejak 1962. Metode ini
menekankan pada aspek waktu memulai latihan yaitu
setelah anak mencapai perkembangan fisik dan psikis
tertentu. Toilet training dapat dimulai saat anak
menunjukkan tanda-tanda kesiapan yang biasanya dicapai
setelah usia 18 bulan. Kesuksesan anak dalam latihan dipuji
dengan kata-kata yang positif. Metode ini menghindari
hukuman, mempermalukan dan kekerasan. Latihan
dilakukan dengan cara positif, tidak mengancam dan secara
wajar.
2.2.2.2 Panduan menurut American Academy of Pediatric (AAP)
Panduan dari AAP menggabungkan komponen-
komponen dari pendekatan child oriented. AAP
menyarankan agar tidak memaksa anak untuk memulai
toilet training sampai anak menunjukkan kesiapan dalam
perilaku, emosi, dan perkembangan. Toilet training
sebaiknya dimulai setelah usia 18 bulan menggunakan potty
chair dan selanjutnya orang tua menilai kesiapan anak
dengan mengkaji adanya tanda-tanda ketertarikan anak pada
toilet. Langkah-langkah latihan hampir sama dengan
pendekatan Brazelton, meskipun AAP menunjukkan
pemakaian pujian sebagai penguatan dan bukan sekedar
menyenangkan.
2.2.2.3 Metode latihan menurut Dr. Spocks
Prinsip latihannya adalah tanpa paksaan. Latihan
dimulai saat usia antara 24-30 bulan dengan
memperkenankan anak untuk mengikuti anggota keluarga
18

lain saat mereka menggunakan kamar mandi. Orang tua


hendaknya membuat proses latihan yang santai dan
menyenangkan serta menghindari kritikan. Selain itu
sebaiknya menghindari membuat pernyataan negatif
mengenai feses. Pelaksanaannya dengan membiarkan anak
menggunakan potty menurut kehendaknya, awalnya sekali
saat anak menunjukkan ketertarikannya, kemudian anjurkan
untuk memakai 2-3 kali setiap hari. Keberhasilan anak
harus dihargai dengan suatu pujian.
2.2.2.4 Metode intensif yaitu toilet training dalam 1 hari oleh
Azrin dan Foxx.
Sebuah pendekatan alternatif yang disebut toilet
training in a day merupakan pendekatan berorientasi pada
orang tua secara intensif yang dikembangkan oleh Azrin
dan Foxx. Metode ini dapat digunakan pada anak dengan
keterbelakangan mental maupun anak yang normal.
Walaupun metode ini menggunakan metode parent-
centered approach, metode ini cukup sukses dalam melatih
kontrol kandung kemih dan kontrol bowel. Azrin-Foxx
Method menggunakan model operan conditioning serta
berbagai alat-alat latihan yang mambantu pembelajaran.
Pelaksanaannya adalah anak akan diberi penguatan positif
berupa barang (makanan, minuman, mainan) secara
langsung setelah berhasil berkemih atau defekasi di potty-
chair. Jika anak mengalami kegagalan maka anak tidak
diberi hadiah, ditegur, diharuskan mengganti celananya
sendiri.
Berbagai metode memiliki perbedaan dalam tekhnik
dan tingkatan akhir yang dicapai. Selain metode tersebut
terdapat metode assisted infant toilet training dan
elimination communication yang biasa dipakai di negara
berkembang. Assisted infant toilet training merupakan
19

metode dengan pendekatan berpusat pada orang tua. Metode


ini dilakukan dengan melatih kontrol bowel dan bladder
anak saat usia 2-3 minggu dengan cara meletakkan bayi di
atas toilet setelah makan atau saat menunjukkan tanda-tanda
akan berkemih atai defekasi. Metode elimination
comunication dilakukan segera setelah lahir. Orang tua
harus mempelajari gaya bahasa tubuh bayi dan pola
tangisannya. Saat bayi menunjukkan tanda akan berkemih
atau defekasi maka bayi dibawa ke kamar mandi atau potty
chair sambil didengarkan suara aliran air. Metode ini baru
berkembang di United States sejak 2005. Dari penelitian
terhadap metode-metode tersebut disimpulkan bahwa
metode child oriented dan Azzrin and Foxx tampaknya
lebih menunjukkan keberhasilan toilet training pada anak
normal (Choby dan George, 2008).
2.2.3 Waktu Memulai Latihan Toilet Training
Toilet training mengalami perubahan pesat selama beberapa
tahun terakhir. (Hamly octopus, 2005). Pelaksanaan latihan toilet
telah berubah dari waktu ke waktu (jane gilbert, 2002). Ibu-ibu dari
generasi sebelumnya terdorong untuk melakukan latihan sedini
mungkin, sejak bayi bisa duduk atau mungkin lebih dini (Hamly
octopus, 2005). Walaupun semua perbedaan keyakinan dan
praktiknya selalu berhubungan dengan waktu dalam toilet training,
penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan anak akan berhasil
dilatih saat berusia 24 sampai 36 bulan, dan hampir semua anak telah
berhasil saat usia 4 tahun (Salkind, 2006).
Para ilmuwan telah mengidentifikasi beberapa tahapan yang
akan di lalui anak ketika mengembangkan fungsi kontrol terhadap
kandung kemih dan sisi perutnya.
1) Anak akan menyadari bahwa popok maupun pakaiannya basah
atau kotor. Ini dapat terjadi sejak umur 15 bulan
20

2) Anak tahu perbedaan antara buang air kecil atau besar, dan
dapat mempelajari kata-kata untuk memberitahu kita bila ini
terjadi. Umur 18 sampai 24 bulan atau lebih adalah masa-masa
pengenalan ini.
3) Dia dapat memberi tahu terlebih dahulu bahwa ia perlu
membuang air, dengan peringatan yang cukup agar kita
memiliki banyak waktu untuk mengantarnya. Rata- rata hal ini
terjadi antara usia 2 ½ dan 3 tahun
4) Dia cukup dapat melakukan kontrol atas kandung kemihnya dan
dapat menahan keinginan buang air selama beberapa waktu. Ini
terjadi pada umur 3 tahun ke atas.
Belajar untuk mengendalikan kandung kemih di malam hari
biasanya memerlukan waktu lebih lama daripada di siang hari. Anak
harus dapat menyadari jika kandung kemihnya penuh saat sedang
tidur kemudian memberikan respon, baik dengan menahan sampai
pagi atau bangun dan pergi ke kamar mandi. Sebanyak 1 dari 4 balita
usia 3 tahun belum mampu mengontrol kandung kemihnya di malam
hari (Thomson 2003).
Tahapan pencapaian kemampuan pelaksanaan toilet training
yaitu (Schum, 2002):
1) Kemampuan awal toilet training yang menunjukkan kesiapan
memulai toilet training, meliputi:
(1) Memahami kosakata yang digunakan berhubungan dengan
toilet training misalnya pipis atau pup.
(2) Menunjukkan ketertarikannya pada pemakaian toilet
(3) Mengkomunikasikan keinginannya untuk defekasi
(4) Tetap berada dalam keadaan kering salam 2 jam
2) Kemampuan menengah toilet training berupa kemampuan anak
membantu diri sendiri yang dapat diajarkan pada anak, meliputi:
(1) Menyiram toilet sendiri
(2) Mencuci tangan
(3) Membuka celana sendiri sebelum berkemih atau defekasi
21

(4) Memakai celana sendiri setelah berkemih atau defekasi


3) Kemampuan akhir toilet training yang menunjukkan pencapaian
utama dalam penyelesaian toilet training, meliputi:
(1) Memakai kamar mandi orang dewasa, bukan pispot atau
potty training
(2) Mengkomunikasikan sebelum berkemih
(3) Tetap kering selama sehari
(4) Tetap kering sepanjang malam.
Keberhasilan toilet training sangat di dukung oleh kesiapan
fisik dan mental anak, seoarang anak yang fisiknya sudah siap,
belum tentu siap meninggalkan kenyamanan popoknya. Kuncinya,
adalah motivasi, seorang anak yang makin mandiri dan ingin
melakukan segala sesuatu sendiri biasanya akan lebih tertarik untuk
menggunakan toilet seperti halnya orang dewasa, dibandingkan anak
yang masih di tahap awal perkembangan emosionalnya. Banyak
anak akan menunjukkan sinyal kuat bahwa mereka sudah siap
secara fisik, mental, dan emosional untuk menjalani latiha toilet
sebelum usia 3 tahun. Meskipun begitu, setidaknya 15 persen anak
usia tersebut belum menguasainya
Adapun tanda-tanda kesiapan anak untuk dilakukan toilet
training adalah:
1) Anak lebih sering mengucapkan kata “aku bisa” , yang
menunjukkan bahwa dia ingin lebih mandiri.
2) Anak sudah memiliki waktu buang air yang teratur, dan
mungkin mukanya berubah merah dan berkonsentrasi keras
sebagai tanda akan segera buang air.
3) Dia sangat cukup cekatan untuk menaik-turunkan celananya
sendiri
4) Dia sangat tertarik saat ayahnya pergi ke toilet dan meniru gerak
geriknya
5) Dia semakin berkembang secara fisik sehingga dapat berjalan
dan duduk di toilet.
22

6) Dia dapat membedakan apa itu buang air kecil dan buang air
besar dan mungkin mengatakan keinginannya saat popoknya
diganti.
7) Kita mungkin mengamati bahwa popoknya semakin jarang
basah, bertahan kering sampai tiga – empat jam. Hal ini
menunjukkan kontrol dan kapasitas kandung kemihnya yang
makin membaik.
8) Dia mengerti kata–kata kita dan mampu mengikuti instruksi
sederhana, seperti ` ambil bonekamu`.
9) Dia mulai mengetahui sensasi tanda dia perlu buang air dan
menunjukkan ketidaknyamanannya dengan berlaku resah atau
merengek. Sebentar lagi dia akan dapat memberitahu kita secara
langsung
10) Dia mungkin akan resah dan bereaksi keras apabila popoknya
sudah kotor.
11) Dia mungkin merenggut lepas popoknya setiap buang air kecil,
yang berarti dia dapat menghabiskan sekitar sepuluh pook
sehari. Jika ini terjadi, akal sehat kita akan mengatakan, “ sudah
saatnya memulai latihan toilet”.
( Jane gilbert, 2003)
2.2.4 Kegagalan Dan Kesalahan Utama Dalam Toilet Training
Kegagalan mencapai pengendalian bowel dan bladder pada
umur yang secara sosial sudah cukup, akan menciptakan tekanan
signifikan pada anak serta kecemasan tinggi pada orang tua. Anak
yang tidak berhasil dalam toilet training akan tetap buang air di
celana atau popoknya hingga di atas usia 3,5 – 4,5 tahun. Anak tidak
akan mempedulikan masalah tersebut seberapapun marahnya orang
tua dan sering kali akan menolak menggunakan tempat duduk potty
atau toilet (Rudolph, 2006). Kegagalan tersebut dapat terjadi karena
adanya interaksi berbagai penyebab. Kesalahan orang tua dalam
proses pelaksanaan toilet training dapat menjadi penyebab kegagalan
toilet training.
23

Tidak ada orang yang sempurna dan setiap orang tua akan
mengalami kesulitan dalam proses latihan toilet dan akan melakukan
kesalahan seperti berikut:
1) Kehilangan kesabaran
Umumnya anak memerlukan waktu beberapa minggu untuk
menguasai kemahiran menggunakan toilet. Membersihkan
kotoran anak bukan kegiatan menyenangkan dan terus menerus
mencuci baju kotor akan melelahkan tetapi perlu diingat bahawa
memakai toilet adalah proses alami.
2) Memarahi atau menghukum anak
Hal ini akan membuatnya menjadi takut dan tidak nyaman serta
menghambat jalannya latihan ini sendiri.
3) Menggunakan jadwal anda
Latihan toilet bisa berhasil bila si anak juga sama siapnya
dengan orang tua, tapi memburu-buru anak hanya akan
membuat frustasi dan kecewa bila anak belum siap. Coba
biarkan anak menunjukkan tanda kapan ia siap meakukan toilet
training.
4) Memaksanya duduk di toilet mini selama berjam-jam
Ini akan menimbulkan kebosanan dan ketidaknyamanan serta
mendorong anak untuk tidak mau mendekati potnya lagi.
Sebaliknya, biarkan ia duduk selama yang ia mau. Anda bisa
membujuknya ntuk duduk lebih lama dengan membacakannya
cerita atau memberikannya buku bergambar di sekitar toilet.
5) Mengingatkan terus
Hal ini terus hampir selalu akan berakibat terbalik dari yang
diharapkan. Jika dilakukan kepada anak batita yang tidak suka
diberi tahu apalagi diberi tahu secara berulang-ulang.
6) Bersikap Inkosisten
Hal ini akan membuat anak bingung, misalnya bila anda
memperbolehkannya mengompol di ceana popok sekali-sekali
24

akan membuatnya sulit mengerti kenapa ini tidak boleh di lain


waktu.
7) Bersikap berlebihan
Bila anak sering diberi puji-pujian dan dorongan setiap ia
menggunakan toilet, ia akan mengulangnya. Bagusnya ini
menambah kesempatan belajarnya tapi juga bisa menjadi
senjatanya untuk menarik perhatian kita. Cobalah
mendorongnya dengan cara yang tenang dan terkontrol dan beri
ucapan selamat bila ia berhasil buang air tanpa bantuan.
8) Mengurangi konsumsi cairan.
Kekurangan cairan akan menyakitkan anak saat buang air dan
karena sakit, mungkin ia akan berfikir lebih baik ditahan-tahan,
yang akan menjadi masalah nantinya.
9) Terlalu cepat memulai
Latihan penggunaan toilet adalah proses yang alami, jadi tidak
perlu terburu-buru bila anak belum memperlihatkan tanda-tanda
kesiapan.
10) Menunda
Bila anak sudah meminta untuk memakai toilet mini, memakai
celana dan sadar kapan ia harus buang air, lakukan pelathan
toilet sekarang. Kalau anda mengabaikan sinyal-sinyal itu, anak
juga akan terbiasa mengabaikan pesan-pesan dari dalam
tubuhnya dan proses belajarnya akan menjadi lebih lama dimasa
depan.
11) Tidak mau menyerah
Anda perlu tahu kapan anda dan anak anda perlu istirahat. Saat
anda merasa marah dan frustasi atau anak anda terkesan kuat
penolakannya, mungkin sudah waktunya untuk berhenti sejenak.
Tunggulah sampai kesabaran dan antusiasme anda dan anak
kembali.
12) Menjadikan masalah toilet sebagi isu moral
25

Tidak ada soal baik atau buruk dalam hal toilet, hanya siap dan
tidak siap. Seorang anak yang berhasil menggunakan toilet tidak
boleh disebut baik dan anak yang masih mengalami
“kecelakaan” tidak boleh disebut buruk
13) Berputus asa
Proses belajar menggunakan toilet mungkin terasa seperti akan
berlangsung selamanya tetapi tidaklah demikian. Bahkan anak
yang sangat menolakpun akhirnya suatu hari akan memutuskan
untuk pergi ke toilet dan melepaskan popoknya, dan ketika hal
ini terjadi proses pergi ke toilet akan menjadi hal yang rutin.
(Jane Gilbert, 2003)
2.2.5 Tips Mebiasakan Anak Ke Toilet Dan Keuntungan Toilet Training
2.2.5.1 Tips Mebiasakan Anak Ke Toilet
1) Hindari pemakaian bahan sintetis yang hanya beralasan
kepraktisan seperti pampers yang membuat anak malas.
2) Kenalkan anak ke toilet sejak enam bulan dengan
menatur (membopong).
3) Bila anak sudah berumur 2-3 tahun maka biasakan
mereka dengan mengajak ke kamar mandi.
4) Biasakan mengajak anak dengan kebiasaan minum
yang kuat ke kamar mandi dengan menjadwal tiga jam
sekali.
5) Hindari kesan seram, gelap, jorok pada ruangan kamar
mandi.
6) Jangan jadikan ruang kamar mandi sebagai tempat
hukuman kemarahan orang tua ke anak yang membuat
anak jadi trauma.
2.2.5.2 Keuntungan Toilet Training
1) Mengajarkan anak disiplin, dan hidup bersih.
2) Memacu  kreatifitas dan insiatif berfikir anak.
3) Bisa memacu kemandirian anak.
4) Menghindari perilaku malas pada anak sejak dini.
26

2.3 DISPOSABLE DIAPERS


2.3.1 Pengertian Disposable Diapers
Diaper atau disebut juga nappy adalah bahan yang mudah
menyerap dan digunakan oleh individu yang tidak mampu
mengontrol pergerakan bladder dan bowel atau tidak mampu
menggunakan toilet (Wikipedia, 2008).
Disposable diaper adalah diaper yang mengandung bahan
kimia sebagai bahan penyerapnya dan langsung dibuang setelah
dipakai (Wikipedia, 2008).
2.3.2 Sejarah dan Perkembangan Disposable Diaper
Disposable diaper mulai berkembang pada abad 20. Pada
1942, ditemukan disposable diaper pertama yang berupa lembaran
tissu yang ditempatkan di dalam celana karet. Empat tahun kemudian
dikembangkan penutup diaper yang tahan air. Pada 1947 ditemukan
diaper yang memakai bahan disposable nonwoven fabric. Berbagai
riset mengenai disposable diaper dilakukan pada tahun 1950-an.
Beberapa dekade berikutnya, industri disposable diaper berkembang
pesat. Beberapa pengembangan mulai dibuat meliputi perekat yang
dapat dibuka dan ditutup lagi, serta penemuan bahan super-
absorbent yang disebut sodium polyacrylate (Wikipedia, 2008).
2.3.3 Kontroversi Pemakaian Disposable Diaper
Keputusan orang tua dalam memilih menggunakan popok kain
atau disposable diaper pada anaknya merupakan keputusan yang
harus dipertimbangkan dengan baik. Berbagai pendapat mengenai
disposable diaper yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah:
1) Manfaat pemakaian disposable diaper
Disposable diaper lebih efektif dalam mencegah
kebocoran urin dan feses bila dibandingkan dengan popok kain
(dijelaskan dalam tabel 2.2). Disposable diaper mengurangi
kontaminasi feses dan urin sehingga menurunkan potensi
penularan penyakit infeksi. Jumlah benda-benda (tangan,
mainan) lebih sedikit (<2%) di ruangan anak-anak yang
27

memakai disposable diaper bila dibandingkan dengan di


ruangan anak-anak yang memakai popok kain (Kamat, 2003).
Tabel 2.2 Perbedaan Disposable Diaper dengan Popok Kain
(Kamat, 2003)
Pembeda Disposable Diaper Popok Kain
Penghalang untuk Pelindung luar Tidak tahan air
melindungi mampu menghalangi
cairan dan fekal
Penyerapan Super Absorbent Tetap basah
Material menyerap
cairan sehingga tetap
kering

Pemakaian disposable diaper yang lebih nyaman, lebih


aman, dan lebih mudah dalam pemakaiannya akan menjadi
alternatif pilihan yang lebih baik bagi para orang tua yang
anaknya masih memakai popok kain tradisional.
2) Dampak pemakaian disposable diaper
Pemakaian disposable diaper yang terlalu lama
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penundaan
toilet training (Tarbox, Williams dan Friman, 2004 dalam
Simon, 2006). Biasanya anak yang memakai pakaian atau popok
biasa akan terbebas dari popoknya 12 bulan lebih awal daripada
yang memakai disposable diapers karena anak akan merasakan
basah saat mengeluarkan urin. Penelitian dalam British Journal
of Urology, Agustus 2000, menunjukkan bahwa peningkatan
usia untuk memulai toilet training dapat menyebabkan disfungsi
sistem urinarius yang permanent atau inkontinensia (Tracy,
2000).
Bardasarkan penelitian terbaru di Jerman, dilaporkan
bahwa bayi yang memakai disposable diaper dari plastik
memiliki suhu testis yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang
memakai popok kain. Hasil penelitian ini dianggap signifikan
28

sebab telah diketahui sebelumnya bahwa suhu yang tinggi dapat


menurunkan jumlah sperma pada laki-laki dewasa. Meskipun
testis tidak memproduksi sperma yang matur sebelum pubertas,
peneliti menduga bahwa tingginya suhu testis pada bayi
berhubungan dengan perkembangan sperma tahap awal dan
akan menjadi masalah saat timbul efek yang nyata di kemudian
hari (Needlman, 2000).
Ginny Caldwell dalam artikelnya yang berjudul Diaper,
Disposable or Cotton?, menyatakan bahwa kerusakan dalam
sistem saraf pusat, ginjal dan lever bisa disebabkan oleh bahan-
bahan kimia berbahaya yang ditemukan dalam disposable
diaper. Dioxcin yang dipakai dalam proses produksi disposable
diaper merupakan bahan kimia sangat beracun dan bersifat
persisten menetap dalam tubuh. Sodium polyacrylate sebagai
bahan super absorbent pada disposable diaper yang mengubah
cairan menjadi gel akan menempel di kulit bayi dan
menimbulkan reaksi alergi. Selain itu, jika disuntikkan pada
tikus percobaan akan menimbulkan hemorhage, kegagalan
kardivaskuler dan kematian. Anak-anak bisa terbunuh jika
menelan 5 gram Sodium Polycrylate. Tributyl Tin (TBT)
menyebabkan pencemaran lingkungan dan sangat beracun.
Penyebarannya bisa melalui kulit. Meskipun dalam konsentrasi
yang sangat kecil dapat mengakibatkan gangguan hormon,
gangguan sistem kekebalan tubuh serta kemandulan. The
Archive of Environtmental Health melaporkan sebuah studi yang
dilakukan oleh Anderson Laboratories pada 1999. Hasil studi
tersebut menunjukkan bahwa tikus-tikus yang terpapar
disposable diaper menderita bronchoconstriction serta
mengalami iritasi mata, kulit dan tenggorokan. Meskipun berada
dalam sebuah ruangan yang luas, emisi dari disposable diaper
mampu menyebabkan asma pada tikus-tikus percobaan. Bahan
kimia yang ditemukan dalam disposable diaper yang mampu
29

menyebabkan iritasi tenggorokan antara lain tolune, xylene,


ethylbenzene, styrene dan isopropylbenzene (Rurian, 2008).

2.4 KERANGKA KONSEPTUAL


30

-alergi -praktis
-ekonomi -nyaman
-pencemaran -bersih
lingkungan
Kesiapan orang tua (+) Kesiapan orang tua Kesiapan orang tua (-)

Anak tidak memakai disposable diaper Anak memakai disposable diaper Persepsi salah
pada anak

Merasakan basah saat BAB atau BAK Tidak merasa basah saat BAB/BAK
Berkemih di
disposable diaper
Kesadaran sensorik (+) Kesadaran sensorik (-) benar dan praktis

Kemampuan Merasa tidak Kemampuan mengenali Tidak peduli dengan


mengenali nyaman dorongan eliminasi (-) keadaan basah
dorongan
eliminasi (+)
Kebutuhan tetap Kebutuhan tetap
kering (+) kering (-)

Kesiapan fisik dan Kesiapan fisik dan


emosional (+) emosional (-)

Kesiapan toilet Kesiapan toilet


training (+) training (-)

Pengetahua Pengetahua
n orang tua Waktu Waktu n orang tua
tentang memulai toilet memulai toilet tentang
toilet training training ↑↑ toilet
training training

Cara orang Pelaksanaan Pelaksanaan Cara orang


tua/metode toilet training toilet training tua/metode
dalam toilet dalam toilet
training training
Baik +++

Kemampuan Kemampuan
anak dalam anak dalam
BAB dan BAB dan
BAK ↑↑↑ Perbedaan BAK ↓

diukur
Tidak diukur

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual perbedaan tingkat keberhasilan toilet


training antara anak yang memakai disposable diapers
dengan anak yang tidak memakain disposable diapers.
2.5 KERANGKA OPERASIONAL
31

Anak Usia 36-42 bulan

Anak tidak memakai Anak yang memakai


disposable diaper disposable diaper

Waktu memulaiToilet
Training

Keberhasilan Toilet Training

Gambar 2.2 Kerangka operasional perbedaan tingkat keberhasilan toilet


training antara anak yang memakai disposable diapers
dengan anak yang tidak memakain disposable diapers.
2.6 HIPOTESIS PENELITIAN
Ha : Terdapat perbedaan tingkat keberhasilan Toilet Training antara anak
usia 36-42 bulan yang memakai Disposable Diapers dengan yang
tidak memakai Disposable Diapers.
BAB 3
METODE PENELITIAN

Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu


pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan
metode ilmiah (Notoatmodjo, 2002). Pada bab ini akan diuraikan tentang desain
penelitian, populasi, sample, kriteria sample, definisi operasional, lokasi dan
waktu penelitian, prosedur pengumpulan data, alat ukur yang digunakan, analisa
data, etika penelitian.
3.1 DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan
yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian
dapat di terapkan (Nursalam,2003)
Penelitian ini menggunakan Desain penelitian komparasi dengan
pendekatan cross sectional.
3.2 POPULASI, KRITERIA SAMPLE, TEHNIK SAMPLING DAN
SAMPLE
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Notoatmodjo, 2002).
Pada penelitian ini populasi yang digunakan yaitu seluruh
balita yang berusia 24-36 bulan di Perumnas Patrang Kecamatan
Patrang Kabupaten jember yaitu 55 orang.
3.2.2 Tehnik Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi
untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008). Dalam
penelitian ini, pendekatan sampling yang akan digunakan adalah
purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pada
suatu pertimbangan tertentu yang dibuat sendiri oleh peneliti
berdasarkan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya
(Notoadmojo, 2005). Data anak yang berusia 36-42 bulan
didapatkan dari keterangan pihak posyandu di seluruh pos

32
33

posyandu Perumnas Patrang kemudian diseleksi yang memenuhi


kriteria inklusi. Setelah peneliti meminta kesediaan orang tua
dari anak tersebut untuk menjadi responden dalam penelitian,
maka didapatkan sampel penelitian yang memenuhi kriteria
inklusi yaitu kelompok yang memakai disposable diaper
(kelompok 1) dan kelompok yang tidak memakai disposable
diaper (kelompok 2)
3.2.3 Kriteria Sampel
Untuk mengurangi hasil bias pada hasil penelitian ditentukan
kriteria sampel yang meliputi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi
(Nursalam, 2008). Kriteria tersebut meliputi:
3.2.3.1 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek
penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan
akan diteliti (Nursalam 2008).
Kriteria inklusi kelompok anak toddler yang
memakai disposable diaper (kelompok 1):
1) Anak usia 36-42 bulan memakai/pernah memakai
disposable diaper (minimal 12 jam/hari ) yang
bertempat tinggal di Perumnas Kecamatan Patrang
Kabupaten Jember..
2) Anak usia 36-42 bulan memiliki orang tua yang
bersedia menjadi responden penelitian.
3) Anak Usia 36-42 bulan yang orang tuanya mengerti
tentang pelatihan toilet (toilet training).
4) Anak usia 36-42 bulan tinggal di lingkungan rumah
yang memiliki toilet/wc dengan jenis wc jongkok.
Kriteria inklusi kelompok anak toddler yang tidak
memakai disposable diaper (kelompok 2):
1) Anak usia 36-42 bulan bulan yang tidak pernah
memakai disposable diapers bertempat tinggal di
Perumnas Kecamatan Patrang Kabupaten Jember.
34

2) Anak Usia 36-42 bulan yang mengerti tentang toilet


training.
3) Anak usia 36-42 bulan memiliki orang tua yang
bersedia menjadi responden penelitian.
4) Anak usia 36-42 bulan tinggal di lingkungan rumah
yang memiliki toilet/wc dengan jenis wc jongkok.
3.2.3.2 Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau
mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari
studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2008). Kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Anak usia 36-42 bulan memiliki gangguan sistem
urinaria dan gangguan sistem pencernaan.
2) Anak usia 36-42 bulan mengalami gangguan atau
keterlambatan perkembangan pada sektor motorik halus
dan motorik kasar.
3) Anak usia 36-42 bulan mengkonsumsi obat-obatan
yang bersifat mempengaruhi kerja sistem urinarius,
misalnya bersifat diuretik.
3.2.4 Sampel
Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling
(Nursalam, 2008). Sampel penelitian ini adalah anak toddler yang
berusia 36-42 bulan yang memenuhi kriteria inklusi yang telah
ditetapkan baik kelompok memakai disposable diaper serta
kelompok tidak memakai disposable diaper. Besar sampel yang
diambil adalah 62 orang.
35

3.3 VARIABEL PENELITIAN


Variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau
bilangan dari konsep atau sesuatu yang bervariasi (Notoatmodjo, 2002).
Pada penelitian ini, variabel penelitiannya adalah:
3.3.1 Variabel Independen (bebas)
Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan
variabel lain (Nursalam, 2008). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah:
1) Memakai disposable diaper
2) Tidak memakai disposable diaper
3.3.2 Variabel Dependen (tergantung)
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan
oleh variabel lain (Nursalam, 2008). Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah tingkat keberhasilan toilet training pada anak
toddler yang berusia 36-42 bulan yang tinggal di Perumnas
Kecamatan Patrang Kabupaten Jember.
3.4 DEFINISI OPERASIONAL
Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Score
Variabel Anak yang Ibu menjawab kuesioner Nominal Memakai =
Independen: memakai/pernah Ya ketika jika ibu
Pemakaian memakai peneliti memilih
disposable disposable menanyakan option Ya
diapers diaper. apakah anak pada
-Anak memakai/perna Pertanyaan
memakai h memakai Riwayat
disposable disposable Pemakaian
diaper diaper Disposable
diapers
- Anak tidak Anak tidak Tidak
memakai memakai/ tidak memakai=
disposable pernah memakai jika ibu
diaper disposable memilih
diapers option Ya
36

pada
PertanyaanR
iwayat
Pemakaian
Disposable
diapers

Variabel Kemampuan 1. Anak saya Kuesioner Nominal Berhasil jika


dependen: seorang anak memberita score = 6
Tingkat untuk hu terlebih dengan
keberhasilan menyelesaikan dahulu jika Ketentuan
Toilet tahapan dalam hendak Ya=1
training toilet training BAK/BAB Tidak=0
sesuia dengan misalnya untuk
usianya “pup”, pertanyaan
“pis”, positif
“ee`” (1,2,3,4,6)
2. Anak saya Ya=0
sudah bisa Tidak=1
membuka untuk
celana pertanyaan
sendiri negatif yaitu
ketika untuk nomor
merasakan 5.
keinginann
ya BAK
atau BAB
3. Anak saya
bisa
memakai
celana
sendiri
setelah
37

BAK atau
BAB
4. Anak saya
sudah
tidak
mengompo
l di siang
hari
5. Anak saya
masih
mengompo
l di malam
hari
6. Jika ingin
BAB/BAK
, anak saya
menuju ke
kamar
mandi.

3.5 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


3.8.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Perumnas Kecamatan Patrang
Kabupaten Jember.
3.8.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan mei 2010.
3.6 PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Adapun prosedur dalam penelitian ini adalah:
3.6.1 Mendapat izin untuk melakukan penelitian di Perumnas Patrang
Kecamatan Patrang Kabupaten Jember.
3.6.2 Mendata jumlah balita yang berusia 36-42 bulan.
3.6.3 Menyeleksi balita sesuai dengan kriteria inklusi dan eklusi
38

3.6.4 Mengunjungi responden


3.6.5 Memberikan penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan dan
meminta persetujuan.
3.6.6 Jika responden bersedia, memberikan lembar persetujuan untuk
ditanda tangani sebagai bukti persetujuan untuk dilakukan penelitian.
3.6.7 Melakukan wawancara dengan responden dan melakukan observasi
pertumbuhan dan perkembangan balita yang di teliti
3.6.8 Pencatatan
3.7 ALAT UKUR
Alat ukur yang digunakan adalah Kuesioner. Kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti
tahu pasti variable yang akan diukur dan tahu apa yang digunakan bila
jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner
dapat berupa pertanyaan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada
responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet (Sugiyono,
2009). Pada penelitian ini Kuesioner digunakan untuk mewawancarai
responden.
3.8 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA
3.8.1 Pengolahan Data
Setelah dilakukan wawancarara, peneliti memberikan penilaian
pada setiap item kuesioner kemudian dilakukan koding dan
ditabulasi.
3.8.2 Analisa Data
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan
setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.
Kegiatan dalam analisis data adalah: mengelompokkan data
berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data setiap
variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk hipotesis yang
diajukan (Sugiyono, 2009).
39

Data dianalisis memakai uji statistik Chi Kuadrat (X²) dua


sampel karena datanya berbentuk nominal dan sampelnya besar.
Cara penghitungan dengan menggunakan Tabel Kontingensi 2x 2.
Tabel 3.1 Tabel Kontingensi
Frekuensi Pada
Sampel Jumlah sampel
Obyek 1 Obyek II
Sampel A a B a+b
Sampel B c D c+d
Jumlah a+c b+d N
n = Jumlah sampel
Dengan memperhatikan koreksi yates rumus yang digunakan
untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut:
2
1
x2
(
n |ad−bc|− n
2 )
( a+b )( a+c )( b +d ) (c +d )
3.9 ETIKA PENELITIAN
3.9.1 Lembar Permohonan dan Persetujuan Responden
Sebelum mengadakan penelitian, peneliti melakukan
pendekatan untuk menjelaskan maksud dan tujuan peneliti
selanjutnya membagikan lembar persetujuan kepada responden jika
bersedia maka responden memberikan tanda tangannya pada lembar
tersebut. Jika menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap
menghargai sikap responden.
3.9.2 Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak
mencantumkan nama obyek pada lembar kuisioner tetapi hanya
memberi kode.

3.9.3 Kerahasiaan (Confidentiality)


Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin
oleh peneliti (Hidayat, 2007).
40
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN


Pada bab ini akan diuraikan hasil dan pembahasan dari pengumpulan
data kuesioner tentang pemakaian disposable diaper pada anak toddler serta
tingkat keberhasilan toilet training pada kelompok anak usia36-42 bulan
yang memakai disposable diaper dan kelompok anak usia36-42 bulan yang
tidak memakai disposable diaper.
Hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk data umum dan data
khusus. Data umum adalah data yang tidak menjadi fokus penelitian tetapi
secara tidak langsung mempunyai hubungan dengan variabel penelitian,
berisi tentang karakteristik responden yang meliputi usia responden, jenis
kelamin responden, keberadaan adik, serta status ekonomi keluarga.
Sedangkan data khusus terdiri dari riwayat pemakaian pampers, usia
dimulainya toilet training serta tahapan dalam pencapaian toilet training.
4.1.1 Data Umum
Data umum adalah data yang tidak menjadi fokus penelitian
tetapi secara tidak langsung mempunyai hubungan dengan variabel
penelitian, berisi tentang karakteristik responden yang meliputi usia
responden, jenis kelamin responden, keberadaan adik, serta status
ekonomi keluarga.
4.1.1.1 Karakteristik Anak Usia 36-42 Yang Memakai Disposable
Diapers Bulan Berdasarkan Jenis Kelamin Di Perumnas
Patrang Pada Bulan Mei 2010.
Tabel 4.1 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan yang memakai
disposable diaper Di Perumnas Patrang Pada
Bulan Mei 2010.

Jenis kelamin Jumlah Prosentase


Laki-Laki 15 46,67%
Perempuan 17 53,33%
Total 32 100%
Tabel diatas menunjukkan bahwa pada kelompok
anak usia 36-42 bulan yang memakai disposable diaper

41
42

terdiri dari 15 anak laki-laki (46,67%) dan 17 anak


perempuan (53,33%).
4.1.1.2 Karakteristik Anak Usia 36-42 bulan Yang Tidak Memaka
Disposable Diapers Berdasarkan jenis Kelamin Di
Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010.
Tabel 4.2 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan yang tidak
Memakai Disposable Diaper Berdasarkan Jenis
Kelamin Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei
2010.

Jenis kelamin Jumlah Prosentase


Laki-Laki 9 30%
Perempuan 21 70%
Total 30 100%

Tabel diatas menunjukkan bahwa pada kelompok


anak yang tidak memakai disposable diapers terdiri dari 9
anak laki-laki (30%) dan 21 anak perempuan (70%).
4.1.1.3 Karakteristik Anak Usia 36-42 Bulan yang memakai
Disposable Diapers Berdasarkan Keberadaan Adik Di
Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010.
Tabel 4.3 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan yang memakai
Disposable Diapers Berdasarkan Keberadaan
Adik Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010

Keberadaan Adik Jumlah Prosentase


Ya 0 0%
Tidak 32 100%
Total 32 100%

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok


anak usia 36-42 bulan yang memakai disposable diaper
tidak ada yang mempunyai adik.
43

4.1.1.4 Karakteristik Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak Memakai


Disposable Diapers Berdasarkan Keberadaan Adik Di
Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010.
Tabel 4.4 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak
Memakai Disposable Diapers Berdasarkan
Keberadaan Adik Di Perumnas Patrang Pada
Bulan Mei 2010

Keberadaan Adik Jumlah Prosentase


Ya 1 3,33%
Tidak 29 96,67%
Total 32 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok


anak usia 36-42 bulan yang tidak memakai disposable
dipaer terdapat 1 anak (3,33%) mempunyai adik.
4.1.1.5 Karakteristik Anak Usia 36-42 Bulan Yang Memakai
Berdasarkan Pekerjaan Kepala Keluarga Di Perumnas
Patrang Pada Bulan Mei 2010.
Tabel 4.5 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang
Memakai Berdasarkan Pekerjaan Kepala
Keluarga Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei
2010.

Jenis Pekerjaan Jumlah Prosentase


PNS 15 45%
TNI/POLRI 2 10%
Wiraswasta 15 45%
Total 32 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok


anak usia 36-42 bulan yang memakai disposable diapers 15
anak (45%) pekerjaan kepala keluarganya sebagai PNS, 15
anak (45%) pekerjaan kepala keluarganya wiraswasta, dan 2
anak (10%) sebagai TNI/POLRI.
4.1.1.6 Karakteristik Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak Memakai
Berdasarkan Pekerjaan Kepala Keluarga Di Perumnas
Patrang Pada Bulan Mei 2010.
44

Tabel 4.6 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak


Memakai Berdasarkan Pekerjaan Kepala
Keluarga Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei
2010.

Jenis Pekerjaan Jumlah Prosentase


PNS 2 7%
TNI/POLRI 0 0%
Tani 9 30%
Buruh 19 63%
Total 30 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok


anak 36-42 bulan yang tidak memakai disposable diapers 2
anak (7%) pekerjaan kepala keluarganya sebagai PNS, 9
anak (30%) adalah tani dan 19 anak (63%) kepala
keluarganya bekerja sebagai buruh.
4.1.1.7 Karakteristik Anak Usia 36-42 Bulan Yang Memakai
Disposable Diapers Berdasarkan Kegiatan Ibu Sehari-Hari
di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010.
Tabel 4.7 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang
Memakai Disposable Diapers Berdasarkan
Kegiatan Ibu Sehari-Hari di Perumnas Patrang
Pada Bulan Mei 2010.

Kegiatan Sehari-hari Jumlah Prosentase


Bekerja 19 60%
Tidak Bekerja 13 40%
Total 32 100%
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok
anak usia 36-42 bulan 19 anak (60%) memiliki ibu yang
bekerja dan 13 anak (40%) memiliki ibu yang tidak bekerja.
4.1.1.8 Karakteristik Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak Memakai
Disposable Diapers Berdasarkan Kegiatan Ibu Sehari-Hari
di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010.
Tabel 4.8 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak
Memakai Disposable Diapers Berdasarkan
Kegiatan Ibu Sehari-Hari di Perumnas Patrang
Pada Bulan Mei 2010.
45

Kegiatan Sehari-hari Jumlah Prosentase


Bekerja 7 22%
Tidak Bekerja 23 78%
Total 32 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok


anak usia 36-42 bulan yang tidak memakai disposable
diapers 7 anak (22%) memiliki ibu yang bekerja dan 23
anak (78%) memiliki ibu yang tidak bekerja.

4.1.2 Data Khusus


Data khusus adalah data yang berhubungan langsung dengan
penelitian. Data ini terdiri dari riwayat pemakaian pampers, usia
dimulainya toilet training serta tahapan dalam pencapaian toilet
training.
4.1.2.1 Karakteristik Anak Usia 36-42 Bulan Berdasarkan
Pemakaian Disposable Diapers di Perumnas Patrang Pada
Bulan Mei 2010.
Tabel 4.9 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Berdasarkan
Pemakaian Disposable Diapers di Perumnas
Patrang Pada Bulan Mei 2010.
46

Jumla
Kelompok anak usia 36-42 bulan Prosentase
h
Memakai Disposable Diapers 32 52%
Tidak Memakai Disposable Diapers 30 48%
Total 62 100%

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 62 anak


terdapat 32 anak (52%) memakai disposable diapers dan 30
anak (48%) tidak memakai disposable diapers.
4.1.2.2 Karakteristik Anak Usia 36-42 Bulan Yang Memakai
Disposable Diapers Berdasarkan Usia Dimulainya Toilet
Traning Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010.
Tabel 4.10 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang
Memakai Disposable Diapers Berdasarkan Usia
Dimulainya Toilet Traning Di Perumnas
Patrang Pada Bulan Mei 2010.

Usia dimulainya Toilet Training Jumlah Prosentase


< 12 Bulan 1 3,33%
13-18 Bulan 13 41,67%
19-24 Bulan 15 48%
25-30 bulan 3 7%
Total 32 100%

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok


anak usia 36-42 bulan yang memakai disposable diapers, 1
anak (3,33%) mulai di laksanakan toilet training pada usia <
12 bulan, 13 anak (41,67%) dimulai pada rentang usia 13-
18 bulan, 15 anak (48%) dimulai pada rentang usia 19-24
bulan dan 3 anak (7%) dimulai pada rentang usia 25-30
bulan.
4.1.2.3 Karakteristik Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak Memakai
Disposable Diapers Berdasarkan Usia Dimulainya Toilet
Traning Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010.
Tabel 4.11 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak
Memakai Disposable Diapers Berdasarkan Usia
Dimulainya Toilet Traning Di Perumnas
Patrang Pada Bulan Mei 2010.
47

Usia dimulainya Toilet Training Jumlah Prosentase


< 12 Bulan 1 3%
13-17 Bulan 27 91%
18-24 Bulan 1 3%
25-30 bulan 1 3%
Total 30 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok


anak usia 36-42 bulan yang tidak memakai disposable
diapers 1 anak (3%) mulai di laksanakan toilet training pada
usia < 12 bulan, 27 anak (91%) dimulai pada rentang usia
13-18 bulan, 1 anak (3%) dimulai pada rentang usia 19-24
bulan dan 1 anak (3%) dimulai pada rentang usia 25-30
bulan.

4.1.2.4 Karakteristik Anak Usia 36-42 Bulan Yang Memakai


Disposable Diapers Berdasarkan Tingkat Keberhasilan
Toilet Traning Di Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010.
Tabel 4.12 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang
Memakai Disposable Diapers Berdasarkan
Tingkat Keberhasilan Toilet Traning Di
Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010.

Tingkat Keberhasilan Jumlah Prosentase


Berhasil 3 9,37%
Tidak Berhasil 29 90,63%
Total 32 100%

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa pada


kelompok anak usia 36-42 bulan yang memakai disposable
diapers terdapat 3 anak (9,37%) yang berhasil dan 29 anak
(90,67) belum berhasil dalam menyelesaikan tahapan toilet
training.
48

4.1.2.5 Karakteristik Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak


Memakai Disposable Diapers Berdasarkan Tingkat
Keberhasilan Toilet Traning Di Perumnas Patrang Pada
Bulan Mei 2010.
Tabel 4.12 Distribusi Anak Usia 36-42 Bulan Yang Tidak
Memakai Disposable Diapers Berdasarkan
Tingkat Keberhasilan Toilet Traning Di
Perumnas Patrang Pada Bulan Mei 2010.

Tingkat Keberhasilan Jumlah Prosentase


Berhasil 13 43,33%
Tidak Berhasil 17 56,67%
Total 30 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok


anak usia 36-42 bulan yang tidak memakai disposable
diapers terdapat 13 anak (43,33%) yang berhasil dan 17
anak (56,67%) belum berhasil dalam menyelesaikan
tahapan toilet training.
Data di uji dengan menggunakan Chi Kuadrat Dua Sampel
dengan memperhatikan koreksi Yates. Data hasil pengamatan
disusun ke dalam tabel kontingensi 2x2 sebagai berikut.
Tabel 4.1 Tabel 2 x 2
Tingkat Keberhasilan Toilet Training Jumlah
Sampel Berhasil Tidak Berhasil
sampel
Kelompok anak 3 29 32
yang memakai
disposable
diapers
Kelompok anak 13 17 30
yang tidak
memakai
disposable
diapers
Jumlah 16 46 62
49

Dari hasil perhitungan dengan taraf kesalahan 5% dan dk=1,


maka harga  tabel=3,481 ternyata harga () hitung lebih besar
dari harga () tabel untuk taraf kesalahan 5% yaitu 7,63. Dengan
demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat keberhasilan toilet
training antara anak antara usia 36-42 bulan yang memakai
disposable diapers dengan yang tidak memakai disposable diapers.
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Mengidentifikasi Jumlah Anak Yang Memakai Disposable
Diapers Dan Tidak Memakai Disposable Diapers
Pemakaian disposable diapers awalnya hanya dikonsumsi
oleh ekspatriat yang tinggal di kota-kota besar Indonesia, Kini
Pemakaian disposable diapers sudah mulai merata dikalangan ibu-
ibu muda, termasuk ibu-ibu yang tinggal di sekitar Perumnas Patrang
Kabupaten Jember. Hal ini berawal dari kejenuhan orang tua karena
harus mengganti popok kain bayi mereka setiap kali basah. Ketika
diwawancarai alasan pemakaian disposable diaper, sebagian besar
alasannya adalah lebih praktis dan efisien daripada memakai popok
kain. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.9, dari 62 anak yang menjadi
sampel penelitian, ada 32 (52%) anak yang menggunakan
disposable diapers. Pemakaian disposable diaper yang lebih
nyaman, lebih aman, dan lebih mudah dalam pemakaiannya menjadi
alternatif pilihan yang lebih baik bagi para orang tua yang tidak
mempunyai banyak waktu untuk mengganti popok kain anak mereka
setiap kali basah. Hal ini dikarenakan kandungan super absorbent
material pada disposable diapers yang dapat menyerap air hingga
tetap kering (Kamat, 2003).
Terdapat beberapa alasan yang mempengaruhi orang tua dalam
pemilihan jenis popok kain antara lain, harga yang relatif mahal,
dapat menimbulkan alergi serta dampak untuk lingkungan sekitar
yaitu sampah disposable diaper tidak bisa dibiodegradasi sehingga
menumpuk dan menjadi sumber infeksi akibat kontaminasi feses.
dan Walaupun demikian, disposable diapers lebih sering digunakan
50

oleh kalangan keluarga dengan taraf ekonomi menengah ke atas


sehubungan dengan harga disposable diapers yang sulit dijangkau.
Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.3 yang menunjukkan bahwa
pada anak yang tidak memakai disposable diapers yaitu 30 anak
(48%) sebagian besar mempunyai kepala keluarga yang bekerja
sebagai buruh.
4.2.2 Mengidentifikasi Usia Dimulainya Toilet Training Pada Anak
Yang Memakai Disposable Diapers
Kebiasaan pemakaian disposable diaper berpengaruh pada
kesiapan anak dalam toilet training sebab menurut Iskadarwati
(2006), kebiasaan memakai disposable diapers yang mengandung
bahan superabsorbent menyebabkan anak kurang mampu menyadari
kondisi basah saat berkemih atau kotor saat defekasi. Kesiapan anak
dalam toilet training berbeda pada masing-masing anak. Hal ini
ditunjukkan oleh waktu memulai toilet training yang bervariasi pada
tiap-tiap anak yaitu antara usia 12 sampai usia 30 bulan. Menurut
Tarbox, Williams dan Friman, 2004 dalam Simon dan Thomson
(2006), pemakaian disposable diaper yang terlalu lama merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi penundaan toilet training.
Berdasarkan hasil penelitian, pada kelompok anka usia 36-42 bulan
yang memakai disposable diapers, toilet training rata-rata dimulai
pada rentang usia 19-24 bulan yaitu sebanyak 15 orang yang berarti
48% dari keseluruhan responden hal ini dpat dilihat pada tabel 4.10.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penundaan toilet
training tidak terjadi pada sampel penelitian kelompok anak yang
memakai disposable diapers sebab seluruh orang tua pada kelompok
ini sudah mulai melatih toilet training pada anaknya meskipun masih
terdapat 4 anak yang sampai saat ini masih menggunakan disposable
diapers.
4.2.3 Mengidentifikasi Usia Dimulainya Toilet Training Pada Anak
Yang Tidak Memakai Disposable Diapers.
Toilet training mengalami perubahan pesat selama beberapa
tahun terakhir. (Hamly octopus, 2005). Pelaksanaan latihan toilet
51

telah berubah dari waktu ke waktu (jane gilbert, 2002), Begitu juga
dengan waktu dimulainya toilet training. Usia dimulainya toilet
training sangat bervariasi hal ini dapat dilihat pada tabel 4.10 yang
menunjukkan bahwa pada kelompok anak usia 36-42 bulan yang
tidak memakai disposable diapers, toilet training rata-rata dimula
pada rentang usia 13-18 bulan, yaitu sebanyak 27 anak (91%).
Seperti yang telah diuraikan oleh Tracy, 2000 dalam artikelnya yang
berjudul Toilet Training Begins at Birth: Concept & Method
menyatakan bahwa Anak yang memakai pakaian atau popok biasa
akan terbebas dari popoknya 12 bulan lebih awal daripada yang
memakai disposable diaper karena anak akan merasakan basah saat
mengeluarkan urin, sehingga kesadaran sensoriknya terlatih
menghubungkan antara rasa basah dan dorongan eliminasi. Anak
yang merasa tidak nyaman saat basah menunjukkan bahwa ia sudah
memiliki kebutuhan untuk tetap kering. Adanya kebutuhan tetap
kering dan kemampuan mengenali dorongan eliminasi pada anak
merupakan tanda kesiapan anak untuk dilakukan toilet training.
Peluang keberhasilan toilet training akan menjadi lebih besar jika
dimulai pada waktu anak menunjukkan tanda kesiapan untuk
dilakukan toilet training.
4.2.4 Mengidentifikasi Tingkat Keberhasilan Toilet Training Pada
Anak Yang Memakai Disposable Diapers.
Sebagian besar kelompok anak usia 36-42 bulan yang
memakai disposable diapers belum dapat menyelesaikan tahapan
dalam toilet training. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.12, dari 32
anak usaia 36-42 bulan hanya 3 anak (9,37%) yang dapat
menyelesaikan toilet training.
Keberhasilan toilet training sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, salah satunya adalah dengan tidak menunda/mengabaikan
toilet training dan sikap orang tua yang konsisten dengan
memberikan stimulasi yang tepat pada saat anak telah menunjukkan
kesiapannya untuk dilakukan pelatihan toilet. Penundaan toilet
training dan sikap orang tua yang tidak konsisten, misalnya dengan
52

memperbolehkan anak untuk mengompol di celana atau popoknya


lebih sering terjadi pada orang tua yang lebih memilih memakaikan
disposable diapers pada anaknya. Faktor ini merupakan salah satu
penyebab kegagalan toliet training Penelitian yang diterbitkan oleh
British Journal of Urology, Agustus 2000, menunjukkan bahwa
peningkatan usia untuk memulai toilet training dapat menyebabkan
disfungsi sistem urinarius yang menetap atau inkontinensia. Hal ini
terjadi pada anak yang orang tuanya tidak memulai toilet training
sampai usia anak 24 bulan. Otot-otot bowel dan bladder akan lemah
dan tidak berkembang karena tidak diberi kesempatan melatih
mengontrol otot-otot tersebut seperti yang dilakukan pada saat toilet
training (Tracy, 2000). Peningkatan usia dimulainya toilet training
sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan anak untuk
menyelesaikan tahapannya yang seharusnya telah diselesaikan pada
usia 3 sampai dengan 4 tahun.
4.2.5 Mengidentifikasi Tingkat Keberhasilan Toilet Training Pada
Anak Yang Tidak Memakai Disposable Diapers.
Sebagian besar kelompok anak usia 36-42 bulan yang
memakai disposable diapers belum dapat menyelesaikan tahapan
dalam toilet training. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.13, dari 30
anak usaia 36-42 bulan hanya 13 anak (43,33%) yang dapat
menyelesaikan toilet training. Keberhasilan toilet training sangat di
dukung oleh kesiapan fisik dan mental anak. Peluang keberhasilan
toilet training akan menjadi lebih besar jika dimulai pada waktu anak
telah menunjukkan tanda kesiapan untuk dilakukan toilet training.
4.2.6 Menganalisis Perbedaan Tingkat Keberhasilan Toilet Training
Antara Anak Yang Memakai Disposable Diapers Dengan Yang
Tidak Memakai Disposable Diaper .
Berdasarkan gambar 4.5 sebagian besar anak belum berhasil
menyelesaikan tahapan dalam toilet training. Yaitu 3(9,35%)pada
kelompok anak yang memakai disposable diaper dan sebanyak 13
anak (43,3%) pada kelompok anak yang tidak memakai disposable
diaper. Dari hasil perhitungan uji statistik menggunakan uji chi
53

kuadrat () dua sampel diperoleh nilai = 7,63. Harga  hitung
lebih besar daripada  tabel untuk taraf kesalahan 5%. Hal ini
membuktikan bahwa ada perbedaan tingkat keberhasilan pada anak
usia 36-42 bulan antara yang memakai disposable diaper dengan
yang tidak memakai disposable diaper. Seperti yang telah diuraikan
oleh Jane Gilbert (2003) dalam bukunya yang berjudul Toilet
Training, ada banyak faktor yang mempengaruhi sukses tidaknya
toilet training, salah satunya adalah dengan tidak memulai toilet
training terlalu dini. Toilet training akan berhasil jika dimulai pada
saat yang tepat yaitu dengan memperhatikan kesiapan anak.
Kegagalan toilet training dapat terjadi karena penundaan waktu
memulai dan perilaku orang tua yang tidak konsisten yaitu dengan
memperbolehkan anak mengompol di popoknya. Hal ini lebih sering
terjadi pada anak yang orang tuanya lebih memilih disposable
diapers. Kandungan super absorbent material pada disposable
diapers yang dapat menyerap air hingga tetap kering (Kamat, 2003).
Seperti yang telah di uraikan oleh Choby dan george dalam bukunya
yang berjudul American Family Physician. Leawood (2008) bahwa
Kemudahan disposable diaper dan training pants telah membuat
beberapa orang tua menunda toilet training. Adanya penundaan dan
peningkatan usia dimulainya toliet training itulah yang menjadi
salah satu penyebab anak tidak dapat menyelesaikan tahapan toilet
trainingnya.
4.3 KETERBATASAN
1. Pengumpulan data dengan kuesioner memungkinkan responden
menjawab pertanyaan tidak jujur dan mempunyai probabilitas yang
tinggi untuk memilih jawaban yang baik.
2. Pemilihan responden yang tidak homogen seutuhnya, reponden berasal
dari latar belakang pendidikan dan sosio ekonomi yang berbeda.
3. Alat ukur yang digunakan belum teruji realibitasnya.
54
BAB 5
PENUTUP

Setelah mengetahui dan mempelajari hasil penelitian melallui analisa data dan
pembahasa, pada bab ini kan diuraikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
5.1 KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil penelitian tentang pemakaian disposable diapers,
terdapat 32 anak menggunakan disposable diapers dan 30 anak tidak
menggunakan disposable diapers.
2. Berdasarkan hasil penelitian tentang usia dimulainya toilet training,
pada anak yang menggunakan disposable diapers mulai dilakukan toilet
training pada rentang usia 19-24 bulan.
3. Berdasarkan hasil penelitian tentang usia dimulainya toilet training,
pada anak yang tidak menggunakan disposable diapers mulai dilakukan
toilet training pada rentang usia 13-18 bulan.
4. Berdasarkan hasil penelitian tentang tingkat keberhasilan toilet training,
pada anak yang menggunakan disposable diapers hanya sebagian anak
yang dapat menyelesaikaan tahapan toilet training yaitu 3anak dari 32
responden.
5. Berdasarkan hasil penelitian tentang tingkat keberhasilan toilet training,
pada anak tidak yang menggunakan disposable diapers hanya sebagian
kecil anak yang dapat menyelesaikaan tahapan toilet training yaitu 13
anak dari 30 responden.
6. Berdasarkan analisa tentang tingkat keberhasilan toilet training,
terdapat perbedaan pada anak usia 36-42 bulan antara anak yang
menggunakan disposable diapers dengan anak yang tidak
menggunakan disposable diapers.
5.2 SARAN
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu gambaran bagi
peneliti selanjutnya dan dikembangkan lebih mendalam mengingat

55
56

keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti serta ketidak akuratnya alat


yang digunakan untuk meneliti..
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Bidan dan kader di posyandu sebaiknya mampu memberikan informasi
yang tepat mengenai pelaksanaan toilet training pada anak. Informasi
yang diberikan sebaiknya sesuai dengan budaya keluarga dan pola asuh
orang tua sebab budaya keluarga dan pola asuh mempengaruhi
pandangan orang tua terhadap toilet training.
3. Bagi Orang Tua.
Orang tua yang terbiasa memakaikan disposable diaper pada anaknya
sebaiknya secara rutin mengkondisikan anak tanpa disposable diaper
saat terjaga agar anak mampu menyadari kondisi basah dan kotor saat
terkena urin atau feses. disposable diaper hendaknya hanya digunakan
pada saat bepergian saja.
57

DAFTAR PUSTAKA

Biology Dictionary and Research Guide. (2004). Toddler. http://www.123exp-


biology.com. ( diakses, 26 Februari 2010)

Health Dictionary and Research Guide. (2004). Toilet Training. http://www.123


exp-health.com. ( diakses, 26 Februari 2010)

Hidayat. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika,

Michel, Robert S. (1999). Toilet Training. American Academy of Pediatrics,


Pediatrics in Review

Needlman, Robert. (2000). Disposable Diapers: Are They Dangerous?

http://www.drspock.com. ( diakses, 26 Februari 2010)

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Asdi


Mahasatya

Nursalam; dkk. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba
Medika

Pillitteri, Adele. (1999). Child Health Nursing, Care of the Child and Family.
Lippincot

Prasad, Srivastava and Verma. (2004). Diapers and Skin Care. Merits and
Demerits. Indian Journal of Pediatrics

Salkind, Neil J. (2006). Encyclopedia of human development. By : Sage


Publications Inc

Kamat and Malkani. (2003). Disposable Diapers. A Hygienic Alternative. Indian


Journal of Pediatrics

Choby, Beth A.; George, Shefaa. (2008). Toilet Training. American Family
Physician. Leawood

Tracy, Susan. (2000). Toilet Training Begins at Birth: Concept & Method.
http://www.dydee.com. ( diakses, 26 Februari 2010)

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:


Alfabeta

Suriadi; Yuliani, Rita. (2006). Asuhan Keperawatan pada anak edisi2 . Jakarta :
Salemba Medika

Octopus. (2006) Under the tittle baby and child. All your question answered
London : Dockland
58

Rurian. (2008). Bahaya Disposable Diaper. http://rurian.multiply.com. ( diakses,


26 Februari 2010)

Rudolp, Hoffman dan Colin. (2006). Buku Ajar Pediatri Rudolp,. Jakarta : EGC
Lampiran 1
JADWAL KEGIATAN
Januari Februari Maret April Mei Juni
No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan dan Konfirmasi pada
pembimbing
2. Konfirmamsi Judul
3. Penelusuran literatur dan
pengajuan proposal
4. Seminar proposal
5. Revisi dan Persetujuan Proposal
Oleh Pembimbing
6. Pengajuan ijin penelitian dan
pelaksanaan penelitian
7. Penulisan Laporan Penelitian
8. Pendaftaran Ujian KTI
9. Ujian Akhir Program (KTI)

59
60

Lampiran 2

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Kepada Yth : Bapak / Ibu responden


Nama saya Anita Megawati Fajrin, mahasiswi Program Studi Kebidanan
Jember Politeknik Kesehatan Depkes Malang. Saya akan melakukan penelitian
dengan judul “PERBEDAAN TINGKAT KEBERHASILAN TOILET TRAINING
PADA ANAK USIA 36-42 BULAN ANTARA YANG MEMAKAI
DISPOSABLE DIAPERS DENGAN YANG TIDAK MEMAKAI
DISPOSABLE DIAPER ”. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi adanya perbedaan tingkat keberhasilan toilet training antara
anak toddler usia 36-42 bulan yang memakai disposable diaper dengan yang tidak
memakai disposable diaper.
Untuk itu saya mohon partisipasi dan kesediaan Saudara untuk mengisi
kuesioner sejujur-jujurnya atau apa adanya sesuai dengan yang keadaan anak
Saudara. Semua data yang dikumpulkan akan dirahasiakan dan tanpa nama. Data
hanya disajikan untuk penelitian dan pengembangan ilmu Pengetahuan khususnya
di bidang Kesehatan dan bukan untuk maksud yang lain. Saudara bebas untuk ikut
atau tidak tanpa ada sanksi apapun. Jika Saudara bersedia menjadi peserta
penelitian ini, saya mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar
persetujuan yang telah disiapkan.
Partisipasi saudara dalam mengisi kuesioner ini sangat saya hargai dan
saya ucapkan terima kasih.
Jember, April 2010
Hormat saya,

Anita Megawati Fajrin


NIM. 0702300054
61

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Perbedaan Tingkat Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Usia 36-42 Bulan
Antara Yang Memakai Disposable Diapers Dengan
Yang Tidak Memakai Disposable Diaper

Penelitian Oleh:

Anita Megawati Fajrin


NIM: 0702300054
Setelah membaca maksud dan tujuan dari penelitian ini maka saya dengan
sadar menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Tanda tangan saya di bawah ini sebagai bukti kesediaan menjadi responden

Lembar kuesioner

Tanda Tangan Responden :

Tanggal :

Nomor Responden :
62

Lampiran 4

KUESIONER

Perbedaan Tingkat Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Usia 36-42 Bulan
Antara Yang Memakai Disposable Diapers Dengan
Yang Tidak Memakai Disposable Diaper
A. Identitas
1. Biodata Anak
Nama anak :
Tanggal lahir :
Jenis kelamin :
Anak ke :
Jarak dengan anak terakhir :

A. Biodata Orang Tua


Nama ayah :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :

Nama Ibu :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :

B. Petunjuk Pengisian
 Berilah tanda silang (√) pada kotak sesuai keadaan anak Anda.
 (*) Isilah dengan angka pada titik-titik yang disediakan.
C. Pertanyaan
1. Pemakaian & Riwayat pemakaian Pampers
1) Apakah anak anda pernah memakai pampers?
Ya Tidak
63

2) Apakah Saat ini anak anda masih menggunakan Pampers


Ya
Tidak, anak saya sudah tidak memakai pampers sejak usia ......
(*bulan)
2. Waktu memulai toilet training
1) Apakah anda sudah membiasakan anak anda untuk BAK(Buang Air
Kecil) dan BAB(Buang Air Besar) di Toilet/wc?
Sudah, sejak Usia...........(*Bulan)
Belum

3. Tingkat Keberhasilan Toilet Training

Kemampuan BAB dan BAK Ya Tidak score


1. Anak saya memberitahu terlebih dahulu jika hendak
BAK/BAB misalnya “pup”, “pis”, “ee`”
2. Anak saya sudah bisa membuka celana sendiri
ketika merasakan keinginannya BAK atau BAB
3. Anak saya bisa memakai celana sendiri setelah
BAK atau BAB
4. Anak saya sudah tidak mengompol di siang hari
5. Anak saya masih mengompol di malam hari
6. Jika ingin BAB/BAK, anak saya menuju ke kamar
mandi.

Lampiran 5
64

Hasil Tabulasi Perbedaan Tingkat Keberhasilan Toilet Training Antara Anak Usia
36-42 Bulan Yang Memakai Disposable Diapers Dengan Anak Yang Tidak
Memakai Disposable Diaper

Tingkat Keberhasilan
No Responden Kode Score
Berhasil Tidak berhasil
1 A 3   
2 A 5   
3 A 6   
4 A 5   
5 A 5   
6 A 3   
7 A 5   
8 A 5   
9 A 5   
10 A 4   
11 A 4   
12 A 5   
13 A 5   
14 A 4   
15 A 5   
16 A 4   
17 A 6   
18 A 6   
19 A 6   
20 A 6   
21 A 6   
22 A 6   
23 A 6   
24 A 6   
25 A 6   
26 A 6   
27 A 6   
28 A 6   
29 A 3   
30 B 4   
31 B 2   
32 B 5   
33 B 4   
34 B 2   
35 B 3   
65

36 B 5   
37 B 5   
38 B 4   
39 B 4   
40 B 4   
41 B 4   
42 B 4   
43 B 2   
44 B 5   
45 B 5   
46 B 3   
47 B 5   
48 B 4   
49 B 3   
50 B 4   
51 B 5   
52 B 4   
53 B 5   
54 B 5   
55 B 5   
56 B 5   
57 B 3   
58 B 6   
59 B 6   
60 B 6   
61 B 4   
62 B 3   
JUMLAH     16 46

Lampiran 6
66

PERHITUNGAN MANUAL

Tabel Silang 2x2 (fo)


Tingkat Keberhasian
Total
Berhasil Tidak Berhasil
Anak
yang
memakai 3 29 32
disposabl
Kelompo e diapers
k Anak
yang tidak
memakai 13 17 30
disposabl
e diapers
Total 16 46 62
chi kuadrat dua sampel dengan koreksi yates 9,32

n(|ad −bc|) ²
2=
( a+ b ) ( a+c ) ( b+d ) ( c+ d)

62(|3.17−29.13|) ²
2=
( 3+29 ) ( 3+13 ) ( 29+17 ) (13+ 17)

62(|51−377|)²
2=
( 32 ) (16 )( 46 ) (30)

62(326) ²
2=
706560

6589112
2=
706560

2=9,32

Karena terdapat sel yang berisi frekuensi kurang dari 10 makan koreksinya

dinyatakan dengan rumus :

Koreksi Yates
67

n
n(|ad−bc|− )²
2
2=
( a+ b ) ( a+c ) ( b+d ) ( c+ d)

62(|3.17−29.13|−31) ²
2=
( 3+29 ) ( 3+13 ) ( 29+17 ) (13+ 17)

62(|51−377|−31) ²
2=
( 32 ) ( 16 ) ( 46 ) (30)

62(|326|−31)²
2=
706560

62(295) ²
2=
706560

5395550
2=
706560

2=7,63

Derajat kebebasan = (baris – 1 ) (kolom – 1 )

= (2 – 1) (2 – 1 )

=1

Table penolong untuk menghitung Chi Kuadrat (χ2)

Chi Kuadrat (χ2) tabel dengan dk = 1 dan taraf signifikansi 5% yaitu = 3,841

Dari perhitungan diatas diketahui χ2 hitung > χ2 tabel 9,32 > 3,841

Hal ini berarti Ho ditolak

Lampiran 7
68

UJI SPSS 14

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
RESPONDEN *
TENGKAT 62 100,0% 0 ,0% 62 100,0%
KEBERHASILAN

RESPONDEN * TENGKAT KEBERHASILAN Crosstabulation

Count
TENGKAT
KEBERHASILAN
TIDAK
BERHASIL BERHASIL Total
RESPONDEN KEL. I 3 29 32
KEL. II 13 17 30
Total 16 46 62

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 9,326(b) 1 ,002
Continuity
7,636 1 ,006
Correction(a)
Likelihood Ratio 9,841 1 ,002
Fisher's Exact Test ,003 ,002
Linear-by-Linear
Association 9,175 1 ,002
N of Valid Cases 62
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,74.

Symmetric Measures

Asymp.
Std. Approx.
Value Error(a) T(b) Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,362 ,002
Interval by Interval Pearson's R -,388 ,109 -3,259 ,002(c)
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -,388 ,109 -3,259 ,002(c)
N of Valid Cases 62
a Not assuming the null hypothesis.
b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c Based on normal approximation.
Lampiran 8
69
70
71

Lampiran 9
72

Anda mungkin juga menyukai