Anda di halaman 1dari 17

TUMBUHAN OBATbDAN

KHASIATNYA
(BELIMBING WULUH, LIDAH
MERTUA)

Oleh:
MUH. TEGAR GHIFARI
2009200414201001

Dosen Pengampu:
Saprin, S.Pd, M.Sc

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN


AVICENNA KENDARI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Tahun Ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul TUMBUHAN
BELIMBING WULUH BAGI KESEHATAN LIDAH MERTUA SEBAGAI OBAT
TRADISIONAL DAN KHASIATNYA Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Saprin,
S.Pd, M.Sc yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah
mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Kami menyadari,
bahwa makalah yang dibuat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa,
maupun penulisannya.

Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang. Semoga laporan ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Kendari, Juni 2021 


DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................................................i

Daftar Isi..................................................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang..................................................................................................................


1.2 Rumusan masalah............................................................................................................
1.3 Tujuan
penulisan..........................................................................................................................
.

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1
Definisi.............................................................................................................................,..,...,..

2.2 klasifikasi tumbuhan Belimbing Wuluh dan Lidah Mertua sebagai tumbuhan obat
tradisional.........................

2.3 Fungsi dan Khasiatnya dalam


Kesehatan...............................................................................................................

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................

3.2 Saran..................................................................................................................................

Daftar Pustaka
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat tradisional atau etnomedicine Adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan,
hewan, mineral, maupun zat kimia tertentu yang telah melalui proses yang telah diuji yang
memiliki fungsi dan berkhasiat sebagai obat dan dipergunakan untuk penyembuhan
maupun mencegah berbagai penyakit, Tumbuhan merupakan sumber bahan kimia produk
alami bahan obat yang penting bagi kesehatan (Silokin, 2007). Menurut LIPI di Indonesia
terdapat Hutan yang luasnya 120,35 hektar dan terdapat sekitar 20.000 – 50.000 jenis
tumbuhan namun baru sekitar 7.500 yang berkhasiat obat. Jumlah ini akan terus bertambah
seiring dengan ditemukannya jenis-jenis tumbuhan baru yang berkhasiat obat. Tumbuhan
obat memiliki peluang yang sangat besar baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun
sebagai bahan baku industri obat dan kosmetika serta.

Dalam era ekonomi sekarang masyarakat indonesia sangat menyukai pengobatan


alternatif dari tanaman obat karena selain murah, tanaman obat juga mudah dicari,
Tanaman obat bukan hanya mudah ditemui dipersawahan, dipinggir-pinggir kolam atau
lahan-lahan kosong. Selain bagian batang dan akar, yang paling sering digunakan untuk
obat yaitu daun, Karena daun dari berbagai macam tanaman obat memiliki kegunaan dan
fungsi untuk setiap penyakit yang berbeda - beda, namun dalam kenyataannya masyarakat
kurang mampu mengenali daun dari tanaman yang termasuk dalam jenis tanaman obat.
Sehingga menjadi kendala bagi masyarakat dalam memanfaatkan khasiat dari daun jenis
tanaman yang ada di lingkungan sekitar.

Berdasarkan hasil survei diketahui penduduk Indonesia yang bermukim di sekitar kawasan
hutan menggunakan tanaman yang terdapat di hutan untuk pengobatan (Kusmawati dkk, 2003).
pengetahuan mengenai obat ini secara tradisional terutama yang bahan baku yang berasal dari
alam telah dilakukan sejak jaman dahulu, yang didasari atas pengalaman secara turun-
temurun. Namun, seiring berjalannya perkembangan zaman dan modernisasi budaya
menyebabkan hilangnya pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat sehingga
dikawatirkan menghilang karena pengetahuan mengenai tumbuhan obat tradisional cenderung
hanya diketahui oleh kelompok masyarakat atau suku tertentu saja. Maka perlu adanya
penggalian informasi mengenai jenis-jenis tumbuhan obat agar dapat dilestarikan oleh generasi
selanjutnya
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari Tumbuhan Obat ?
b. Bagaimana klasifikasii tumbuhan Belimbing Wuluh dan Lidah Mertua ?
c. Bagaimana Fungsi dan khasiat dalam Kesehatan ?

1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya laporan makalah ini untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas ilmu
keperawatan dasar 2 dan untuk mengetahui khasiat dan fungsi yang terkandung di dalam
tumbuhan Belimbing botol dan lidah mertua sebagai tumbuhan obat tradisional.

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Definisi Tumbuhan Obat

Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan digunakan sebagai obat
dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit.Pengertian berkhasiat obat adalah
mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika tidak mengandung
zat aktif tertentu tapi mengandung efek resultan sinergi dari berbagai zat yang berfungsi
mengobati (Flora, 2008).

Tanaman obat tidak berarti tumbuhan yang ditanam sebagai tanaman obat. Tanaman obat
yang tergolong rempah-rempah atau bumbu dapur, tanaman pagar, tanaman buah, tanaman sayur
atau bahkan tanaman liar juga dapat digunakan sebagai tanaman yang di manfaatkan untuk
mengobati berbagai macam penyakit. Penemuan-penemuan kedokteran modern yang
berkembang pesat menyebabkan pengobatan tradisional terlihat ketinggalan zaman. Banyak
obat-obatan modern yang terbuat dari tanaman obat, hanya saja peracikannya dilakukan secara
klinis laboratories sehingga terkesan modem.Penemuan kedokteran modern juga mendukung
penggunaan obat-obatan tradisional (Hariana, 2008).

Tanaman obat didefinisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau
eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Eksudat
tamman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja
dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya
yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamanya (Herdiani, 2012).

Tanaman obat pada umumnya memiliki bagian-bagian tertentu yang digunakan sebagai
obat, yaitu:

1. Akar (radix) misalnya pacar air dan cempaka.

2. Rimpang (rhizome) misalnya kunyit, jahe, temulawak

3. Umbi (tuber) misalnya bawang merah, bawang putih, teki

4. Bunga (flos) misalnya jagung piretri dan cengkih

5. Buah (fruktus) misalnya delima, kapulaga dan mahkota dewa

6. Biji (semen) misalnya saga, pinang, jamblang dan pala

7. Kayu (lignum) misalnya secang, bidara laut dan cendana jenggi

8. Kulit kayu (cortex) misalnya pule,kayu manis dan pulosari

9. Batang (cauli) misalnya kayu putih, turi, brotowali

10. Daun (folia) misalnya saga, landep, miana, ketepeng pegagan dan sembung

11. Seluruh tanaman (herba) misalnya sambiloto, patikan kebo dan meniran
Salah satu prinsip kerja obat tradisional adalah proses (reaksinya) yang lambat (namun
bersifat konstruktif), tidak seperti obat kimia yang bisa langsung bereaksi (tapi bersifat
destruktif/merusak). Hal ini karena obat tradisional bukan dikeringkan, dan dihancurkan. Jika ingin
mendapatkan senyawa yang dapat digunakan secara aman, tanaman obat harus melalui proses
ekstraksi, kemudian dipisahkan, dimurnikan secara fisik dan kimiawi (di-fraksinasi). Tentu saja proses
tersebut membutuhkan bahan baku dalam jumlah yang sangat banyak (Herdiani,2012).

Tanaman obat adalah jenis tanaman yang salah satu, beberapa atau seluruh bagian tanaman
(daun, bunga, buah batang, akar, umbirimpang. biji, dan getah), mengandung senyawa aktif yang
dapat memberikan pengaruh atau khasiat terhadap kesehatan, yaitu sebagai pemelihara,
pencegahan dan penyembuh dari suatu penyakit (Gunarto 1999).Pengobatan dengan bahan alam ini
biasanya tidak tertuju pada bagian tubuh tertentu, tetapi pada keseluruhan tubuh karena bahan-
bahan yang berkhasiat dalam suatu tanaman berbentuk senyawa kompleks (Sutarno dan
Atmowidjojo 2000).

Beberapa tanaman obat Indonesia yang telah banyak digunakan sebagai bahan baku industri
obat atau jamu antara hin, (a) dari Simplisia rimpang temulawak, temugiring. tenuitem jahe, kunyit,
kencur, bangle, lempuyang: (b) dari simplisisa daun jati belanda, kumis kucing, tempuyang,
kemuning lidah buaya: (c) dari simplisia kulit batang kayu pulesari, pule, kayu rapat: (d) dari simplisia
bunga, buah, dan biji bunga srigading, buah adas, buah kapu laga. buah cabe jawa, dan biji kedaung.
Keuntungan menggunakan tanaman obat dari tumbuhan ini adalah tidak memiliki efek samping,
karena bahan aktifnya masih menyatu dengan zat-zat lain dan belum disolasi (Gunarto1999).

2.2 Klasifikasi Belimbing Wuluh dan Lidah Mertua


A. Belimbing Wuluh

Kerajaan:

Plantae .
1. T
Divisi:
r
Magnoliophyta a
Kelas: u
m
Magnoliopsida
a
Ordo: 2. P
a
nas dan terbakar baik fisik maupun kimia
3. Gigitan binatang atau serangga
4. Tekanan
5. Gangguan vaskular, arterial vena atau gabungan arterial dan vna
6. Immunodefisiensi
7. Malignansi
8. Kerusakan jaringan ikat
9. Penyakit metabolik, seperti diabetes
10. Defisiensi nutrisi
11. Kerusakan psikososial
12. Efek obat-obatan

Pada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktor yang mempengaruhi  penyembuhan luka
dengan multifaktor

2.3 Jenis-jenis Luka


1. Berdasarkan kategori
a. Luka Accidental
Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti kena pisau, luka tembak, luka bakar;
tepi luka bergerigi; berdarah; tidak steril
b. Luka Bedah
Merupakan terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle introduction;
tepi luka bersih; perdarahan terkontrol; dikendalikan dengan asepsis bedah

2. Berdasarkan integritas kulit


a. Luka terbuka
Kerusakan melibatkan kulit atau membran mukosa; kemungkinan perdarahan
disertai kerusakan jaringan; risiko infeksi
b. Luka tertutup
Tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat kerusakan jaringan
lunak; mungkin cedera internal dan perdarahan

3. Berdasarkan Descriptors
a. Aberasi
Luka akibat gesekan kulit; superficial; terjadi akibat prosedur dermatologik
untuk pengangkatan jaringan skar
b. Puncture
Trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja oleh akibat
alat-alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di bawah kulit
c. Laserasi
Tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin terkontaminasi; risiko
Infeksi
d. Kontusio
Luka tertutup; perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan tumpul; memar

4. Klasifikasi Luka Bedah


a. Luka bersih
Luka bedah tertutup yang tidak mengenai system gastrointestinal, , pernafasan
atau system genitourinary, risiko infeksi rendah
b. Bersih terkontaminasi
Luka melibatkan system gastrointestinal, pernafasan atau system genitourinary,
risiko infeksi
c. Kontaminasi
Luka terbuka, luka traumatic, luka bedah dengan asepsis yang buruk; risiko
tinggi infeksi
d. Infeksi
Area luka terdapat patogen; disertai tanda-tanda infeksi

2.4 Prinsip Pemyembuhan Luka


Penyembuhan luka adalah proses yang komplek dan dinamis dengan perubahan
lingkungan luka dan status kesehatan individu. Fisiologi dari penyembuhan luka yang
normal adalah melalui fase hemostasis, inflamasi, granulasi dan maturasi yang
merupakan suatu kerangka untuk memahami prinsip dasar perawatan luka. Melalui
pemahaman ini profesional keperawatan dapat mengembangkan ketrampilan yang
dibutuhkan untuk merawat luka dan dapat membantu perbaikan jaringan. Luka kronik
mendorong para profesional keperawatan untuk mencari cara mengatasi masalah ini.
Penyembuhan luka kronik membutuhkan perawatan yang berpusat pada pasien ”patient
centered”, holistik, interdisiplin, cost efektif dan eviden based yang kuat.
Penelitian pada luka akut dengan model binatang menunjukkan ada empat fase
penyembuhan luka. Sehingga diyakini bahwa luka kronik harus juga melalui fase yang
sama. Fase tersebut adalah sebagai berikut:
 Hemostasis
 Inflamasi
 Proliferasi atau granulasi
 Remodeling atau maturasi

1. Hemostatis
Pada penyembuhan luka kerusakan pembuluh darah harus ditutup. Pada proses
penyembuhan luka platelet akan bekerja untuk menutup kerusakan pembuluh darah
tersebut. Pembuluh darah sendiri akan konstriksi dalam berespon terhadap injuri tetapi
spasme ini biasanya rilek. Platelet mensekresi substansi vasokonstriktif untuk membantu
proses tersebut.

Dibawah pengaruh adenosin diphosphat (ADP) kebocoran dari kerusakan jaringan akan
menimbulkan agregasi platelet untuk merekatkan kolagen. ADP juga mensekresi faktor
yang berinteraksi dengan dan merangsang pembekuan intrinsik melalui produksi trombin,
yang akan membentuk fibrin dari fibrinogen. Hubungan fibrin diperkuat oleh agregasi
platelet menjadi hemostatik yang stabil. Akhirnya platelet juga mensekresi sitokin seperti
”platelet-derived growth factor”. Hemostatis terjadi dalam waktu beberapa menit setelah
injuri kecuali ada gangguan faktor pembekuan.

2. Inflamasi
Secara klinik, inflamasi adalah fase ke dua dari proses penyembuhan yang
menampilkan eritema, pembengkakan dan peningkatan suhu/hangat yang sering
dihubungkan dengan nyeri, secara klasik ”rubor et tumor cum calore et dolore”. Tahap
ini biasanya berlangsung hingga 4 hari sesudah injuri. Pada proses penyembuhan ini
biasanya terjadi proses pembersihan debris/sisa-sisa. Ini adalah pekerjaan dari PMN’s
(polymorphonucleocytes). Respon inflamasi menyebabkan pembuluh darah menjadi bocor
mengeluarkan plasma dan PMN’s ke sekitar jaringan. Neutropil memfagositosis sisa-sisa
dan mikroorganisme dan merupakan pertahanan awal terhadap infeksi. Mereka dibantu
sel-sel mast lokal. Fibrin kemudian pecah sebagai bagian dari pembersihan ini. Tugas
selanjutnya membangun kembali kompleksitas yang membutuhkan kontraktor. Sel yang
berperan sebagai kontraktor pada penyembuhan luka ini adalah makrofag. Makrofag
mampu memfagosit bakteri dan merupakan garis pertahan kedua. Makrofag juga
mensekresi komotaktik yang bervariasi dan faktor pertumbuhan seperti faktor
pertumbuhan fibrobalas (FGF), faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan
beta trasformasi (tgf) dan interleukin-1 (IL-1).

3. Proliferasi (proliferasi, granulasi dan kontraksi)


Fase granulasi berawal dari hari ke empat sesudah perlukaan dan biasanya
berlangsung hingga hari ke 21 pada luka akut tergangung pada ukuran luka. Secara
klinis ditandai oleh adanya jaringan yang berwarna merah pada dasar luka dan mengganti
jaringan dermal dan kadang-kadang subdermal pada luka yang lebih dalam yang baik
untuk kontraksi luka. Pada penyembuhan luka secara analoginya satu kali pembersihan
debris, dibawah kontraktur langsung terbentuk jaringan baru. Kerangka dipenuhi oleh
fibroblas yang mensekresi kolagen pada dermal yang kemudian akan terjadi regenerasi.
Peran fibroblas disini adalah untuk kontraksi. Serat-serat halus merupakan sel-sel perisit
yang beregenerasi ke lapisan luar dari kapiler dan sel endotelial yang akan membentuk
garis. Proses ini disebut angiogenesis. Sel-sel ”roofer” dan ”sider” adalah keratinosit
yang bertanggungjawab untuk epitelisasi. Pada tahap akhir epitelisasi, terjadi kontraktur
dimana keratinosit berdifrensiasi untuk membentuk lapisan protektif luar atau stratum
korneum.

4. Remodeling atau maturasi


Setelah struktur dasar komplit mulailah finishing interior. Pada proses penyembuhan
luka jaringan dermal mengalami peningkatan tension/kekuatan, peran ini dilakukan oleh
fibroblast. Remodeling dapat membutuhkan waktu 2 tahun sesudah perlukaan.

Pada beberapa literatur dijelaskan juga bahwa proses penyembuhan luka meliputi dua
komponen utama yaitu regenerasi dan perbaikan (repair). Regenerasi adalah pergantian
sel-sel yang hilang dan jaringan dengan sel-sel yang bertipe sama, sedangkan repair
adalah tipe penyembuhan yang biasanya menghasilkan terbentuknya scar. Repair
merupakan proses yang lebih kompleks daripada regenerasi. Penyembuhan repair terjadi
oleh intention primer, sekunder dan tersier.

1. Intension primer

Fase-fase dalam penyembuhan Intension primer :


a. Fase Inisial (3-5 hari)
b. Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel, mulai pertumbuhan sel
c. Fase granulasi (5 hari – 4 minggu) Fibroblas bermigrasi ke dalam bagian luka dan
mensekresi kolagen. Selama fase granulasi luka berwarna merah muda dan mengandung
pembuluh darah. Tampak granula-granula merah. Luka berisiko dehiscence dan resisten
terhadap infeksi. Epitelium permukaan pada tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari
lapisan epitelium yang tipis bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal dan
mulai matur dan luka merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi selama 3 – 5 hari.
d. Fase kontraktur scar ( 7 hari – beberapa bulan ) Serabut-serabut kolagen terbentuk dan
terjadi proses remodeling. Pergerakan miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi
area penyembuhan, membentu menutup defek dan membawa ujung kulit tertutup bersama-
sama. Skar yang matur selanjutnya terbentuk. Skar yang matur tidak mengandung
pembuluh darah dan pucat dan lebih terasa nyeri daripada fase granulasi

2. Intension sekunder
Adalah luka yang terjadi dari trauma, elserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah besar
eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang cukup luas
menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih besar daripada
penyembuhan primer.

3. Intension Tersier
Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringa granulasi
dijahit bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi terbuka dan dijahit rapat
setelah infeksi dikendalikan. Ini juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami infeksi,
terbuka dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit. Intension tersier
biasanya mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam daripada intension primer
atau sekunder

2.5 Tindakan Keperawatan Terhadap Luka

Perawatan Luka Bersih Prosedur perawatan yang dilakukan pada luka bersih
(tanpa ada pus dan necrose), termasuk didalamnya mengganti balutan. Tujuan :
a. Mencegah timbulnya infeksi.
b. Observasi perkembangan luka.
c. Mengabsorbsi drainase.
d. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis. Indikasi :
a. Luka bersih tak terkontaminasi dan luka steril.
b. Balutan kotor dan basah akibat eksternal ada rembesan/ eksudat.
c. Ingin mengkaji keadaan luka.
d. Mempercepat debredemen jaringan nekrotik. Prosedur Perawatan Luka Bersih
a. Menyiapkan alat
b. Menyiapkan pasien
c. Perkenalkan diri
d. Jelaskan tujuan
e. Jelaskan prosedur perawatan pada pasien
f. Persetujuan pasien
g. Tekhnis pelaksanaan Peralatan
a. Gunting pembalut
b. Plaster
c. Bengkok/ kantong plastik
d. Pembalut
e. Alkohol 70 %
f. Betadine 10 %
g. Bensin/ Aseton
h. Obat antiseptic/ desinfektan
i. NaCl 0,9 %
j. Pincet anatomi 1
k. Pinchet chirurgie 1
l. Gunting Luka (Lurus)
m. Kapas Lidi
n. Kasa Steril
o. Kasa Penekan (deppers)
p. Mangkok / kom Kecil Prosedur Pelaksanaan
a. Jelaskan prosedur perawatan pada pasien.
b. Tempatkan alat yang sesuai.
c. Cuci tangan.
d. Buka pembalut dan buang pada tempatnya.
e. Bila balutan lengket pada bekas luka, lepas dengan larutan steril atau NaCl.
f. Bersihkan bekas plester dengan bensin/aseton (bila tidak kontra indikasi), arah
dari dalam ke luar.
g. Desinfektan sekitar luka dengan alkohol 70%.
h. Buanglah kapas kotor pada tempatnya dan pincet kotor tempatkan pada bengkok
dengan larutan desinfektan.
i. Bersihkan luka dengan NaCl 0,9 % dan keringkan.
J. Olesi luka dengan betadine 2 % (sesuai advis dari dokter) dan tutup luka
dengan kasa steril
k. Plester verban atau kasa.
l. Rapikan pasien.
m. Alat bereskan dan cuci tangan.
n. Catat kondisi dan perkembangan luka.

2. Perawatan Luka Kotor


Perawatan pada luka yang terjadi karena tekanan terus menerus pada bagian
tubuh tertentu sehingga sirkulasi darah ke daerah tersebut terganggu. Tujuan:
a. Mempercepat penyembuhan luka.
b. Mencegah meluasnya infeksi.
c. Mengurangi gangguan rasa nyaman bagi pasien maupun orang lain. Prosedur
Perawatan Luka Kotor (decubitus)
a. Menyiapkan alat
b. Menyiapkan pasien
c. Perkenalkan diri
d. Jelaskan tujuan
e. Jelaskan prosedur perawatan pada pasien
f. Persetujuan pasien
g. Tekhnis pelaksanaan Peralatan
a. Gunting pembalut
b. Plaster
c. Bengkok/ kantong plastik
d. Pembalut e. Alkohol 70 %
f. Betadine 2 %
g. H2O2, savlon
h. Bensin/ Aseton
i. Obat antiseptic/ desinfektan j. NaCl 0,9 %
k. Pincet anatomi 1
l. Pinchet chirurgie 2
m. Gunting Luka (Lurus dan bengkok)
n. Kapas Lidi o. Kasa Steril
p. Kasa Penekan (deppers)
q. Sarung Tangan r. Mangkok / kom Kecil 2 Prosedur Pelaksanaan
a. Jelaskan prosedur perawatan pada pasien.
b. Tempatkan alat yang sesuai.
c. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mengurangi transmisi pathogen yang
berasal dari darah). Sarung tangan digunakan saat memegang bahan berair dari
cairan tubuh.
d. Buka pembalut dan buang pada tempatnya serta kajilah luka becubitus yang ada.
e. Bersihkan bekas plester dengan bensin/aseton (bila tidak kontra indikasi), arah
dari dalam ke luar.
f. Desinfektan sekitar luka dengan alkohol 70%.
g. Buanglah kapas kotor pada tempatnya dan pincet kotor tempatkan pada bengkok
dengan larutan desinfektan.
h. Bersihkan luka dengan H2O2 / savlon.
i. Bersihkan luka dengan NaCl 0,9 % dan keringkan.
j. Olesi luka dengan betadine 2 % (sesuai advis dari dokter) dan tutup luka
dengan kasa steril.
k. Plester verban atau kasa.
l. Rapikan pasien. m. Alat bereskan dan cuci tangan.
n. Catat kondisi dan perkembangan luka.
o. Hal-hal yang perlu diperhatikan
p. Cermat dalam menjaga kesterilan.
q. Peka terhadap privasi pasien.
r. Saat melepas atau memasang balutan, perhatikan tidak merubah posisi drain atau
menarik luka.
s. Alat pelindung mata harus dipakai bila terdapat resiko kontaminasi okuler seperti
cipratan mata.
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perawatan luka merupakan tindakan untuk merawat luka dan memalukan pembalutan,
dengan tujuan mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat proses
penyembuhan luka.
Jika luka sudah membaik atau sembuh, disarankan agar balut tekan tetap digunakan dengan
tujuan untuk mengontrol risiko pembengkakkan, memperbaiki system saraf dan mencegah
risiko terjadinya luka ini kembali. Sebelum kita melakukan intervensi terhadap luka, ada
baiknya kita melakukan pengkajian terlebih dahulu.
Melakukan pengkajian luka secara komprehensif pada klien yang tepat merupakan
komponen penting dalam manajemen luka. Kemampuan untuk melakukan pengkajian luka
tersebut membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang cukup. Perencanaan
perawatan luka sangat dibutuhkan namun dalam perencanaan tersebut dibutuhkan juga
keterangan-keterangan atau fakta dari hasil evaluasi rencana tersebut.

3.2 Saran
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saya
sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pihak demi sempurnanya
makalah ini dan sebagai perbaikan dalam pembuatan makalah-makalah berikutnya. Prosedur
Perawatan Luka
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba MedikaBobak,

K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown
S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta: EGC.

Ismail S.Kep, Ns, M.Kes, Manajemen Luka dan Perawatannya (Moya J. Morison, 2003).

Anda mungkin juga menyukai