Anda di halaman 1dari 13

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Berikut klasifikasi tanaman katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr):

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Euphorbialess

Suku : Euphorbiaceae

Marga : Sauropus

Jenis : Sauropus androgynus (L.) Merr

(BPOM RI, 2008)

2.1.2 Deskripsi Tanaman

Habitus berupa perdu setinggi 2,5-5 m. Batang berkayu, berbentuk bulat

dengan bekas daun yang tampak jelas. Batang tegak, saat masih muda berwarna

hijau dan setelah tua berwarna coklat kehijauan. Daun berupa daun majemuk,

berbentuk bulat telur dengan ujung runcing dan pangkal tumpul. Tepi daun rata,

panjang daun 1,5-6 cm, lebar daun 1-3,5 cm. Daun Sauropus androgynus

mempunyai pertulangan menyirip, bertangkai pendek, dan berwarna hijau

keputihan pada bagian atas, hijau terang pada bagian bawah. Bunga majemuk,

berbentuk seperti payung, berada di ketiak daun. Kelopak berbentuk bulat telur,
6

berwarna merah-ungu. Kepala putik berjumlah tiga, berbentuk seperti ginjal.

Benang sari tiga, panjang tangkai 5-10 mm. Bakal buah menumpang dan berwarna

ungu. Buah buni, berbentuk bulat, beruang tiga, dengan diameter ±1,5 mm, dan

berwarna hijau keputih-putihan-keunguan. Setiap buah berisi tiga biji. Biji bulat,

keras, berwarna putih. Akarnya berupa akar tunggang dan berwarna putih kotor

(BPOM RI, 2008). Tanaman katuk dapat dilihat pada gambar 2.1.

a b

Gambar 2.1 Tanaman katuk (a) dan daun katuk (b) (BPOM RI, 2008)

2.1.3 Kandungan Kimia

Tanaman katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) mengandung saponin,

flavonoid, dan tanin (Depkes RI, 2001). Berdasarkan skrining fitokimia yang telah

dilakukan, golongan senyawa yang teridentifikasi dalam daun katuk antara lain

alkaloid, terpenoid, dan glikosida (Budiman, 2014).

2.1.4 Kegunaan dan Bioaktivitas

Daun katuk secara tradisional telah digunakan oleh masyarakat khususnya

ibu-ibu untuk meningkatkan produksi air susu ibu (ASI) (Sa’roni dkk., 2004).
7

Selain itu, daun katuk juga digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati

sakit pada kerongkongan dalam Usadha Bali. Beberapa penelitian dilakukan untuk

mengetahui khasiat daun katuk. Pada penelitian yang dilakukan Warditiani dkk.

(2014), menyatakan bahwa pemberian ekstrak etanol 90% daun katuk memiliki

aktivitas sebagai antidislipidemia dengan menurunkan kadar kolesterol, trigliserida,

dan LDL pada tikus yang diberi pakan kaya lemak. Pada penelitian lain

menunjukkan bahwa pemberian daun katuk terfermentasi yang digunakan untuk

pakan ternak dapat menurunkan kadar kolesterol dalam daging ayam broiler

Carcass (Syahruddin dkk., 2013).

2.2 Terpenoid

Terpenoid berasal dari molekul isopren CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka

karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5. Terpenoid

hidrokarbon memiliki rumus umum (C5H8)n dan diklasifikasikan berdasarkan

jumlah atom karbon atau jumlah n yang terdapat dalam dalam struktur (Harborne,

2006: Yadav dkk., 2014). Golongan terpenoid berdasarkan jumlah atom karbon

dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Golongan terpenoid berdasarkan jumlah atom karbon (Yadav dkk.,
2014).
No. Jumlah Atom Karbon Jumlah n Golongan
1 10 2 Monoterpenoid (C10H16)
2 15 3 Seskuiterpenoid (C15H24)
3 20 4 Diterpenoid (C20H32)
4 25 5 Sesterpenoid (C25H40)
5 30 6 Triterpenoid (C30H48)
6 40 8 Tetraterpenoid (C40H64)
7 >40 >8 Politerpenoid (C5H8)n.
8

Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam

sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan tumbuhan

dengan memakai petroleum eter. Seskuiterpen lakton, diterpen, sterol dan

triterpenoid yang kurang polar dapat diektraksi dengan benzen, eter, dan kloroform.

Etil asetat dan aseton dapat mengekstraksi diterpenoid teroksigenasi, sterol dan

triterpenoid. Etanol, metanol, dan air dapat mengekstraksi triterpenoid dan

glikosida sterol (Citoglu dan Acikara, 2012).

Terpenoid dapat dipisahkan secara kromatografi pada silika gel atau alumina

memakai pelarut eter atau kloroform, namun sering kali sukar dideteksi dalam skala

mikro karena semuanya tidak berwarna kecuali karotenoid dan tidak ada pereaksi

yang peka. Secara umum deteksi terpenoid ialah menyemprot dengan larutan

KMnO4 0,2% dalam air, antimon klorida dalam kloroform, asam sulfat pekat, atau

vanillin-asam sulfat (Harborne, 2006).

Beberapa terpenoid berperan dalam menghambat biosintesis kolesterol,

mengatur aktivitas enzim 3-hidroksi-3-metilglutaril (HMG-KoA) reduktase yang

merupakan enzim dalam sintesis kolesterol dengan mengontrol degradasi enzim

(Bradfute dan Simoni, 1994). Terpenoid dapat memberikan penghambatan terhadap

lipase pankreas dalam jalur metabolisme. Lipase pankreas bertanggung jawab atas

emulsifikasi lipid sebelum penyerapan usus. Penghambatan lipase pankreas akan

menghambat penyerapan lemak dan menurunkan atau mengurangi kadar

trigliserida darah (Lunagariya dkk., 2014).


9

2.3 Ekstraksi dengan Metode Maserasi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI,

2000). Pada prinsipnya terdapat tiga tahapan proses pada saat ekstraksi, yaitu

penetrasi pelarut ke dalam sel tanaman dan pengembangan sel, pelarutan zat aktif

dalam sel, dan difusi bahan yang terekstraksi ke luar sel (Kusmardiyani dan

Nawawi, 1992).

Maserasi merupakan metode ekstraksi yang sederhana dan sering digunakan.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut

yang sesuai dalam wadah tertutup dengan sesekali pengadukan pada suhu ruangan.

Metode ini cocok untuk ekstraksi dalam jumlah yang banyak. Proses ekstraksi

berhenti ketika tercapai kesetimbangan konsentrasi metabolit dalam pelarut dan di

dalam serbuk simplisia (Seidel, 2008).

Keuntungan dari metode maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana. Kerugiannya adalah pengerjaannya membutuhkan waktu

yang lama, membutuhkan pelarut yang tidak sedikit, dan beberapa komponen tidak

dapat terekstraksi jika memiliki kelarutan yang lemah dalam suhu ruangan (Seidel,

2008).

2.4 Fraksinasi dengan Metode Kromatografi Kolom

Ekstrak kasar tanaman, mikroba, atau matriks hewan mengandung campuran

dari beberapa senyawa. Ekstrak kasar perlu dilanjutkan ke tahap fraksinasi untuk

memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak kasar. Fraksinasi


10

merupakan pemisahan ekstrak kasar yang dilakukan untuk mendapatkan berbagai

fraksi yang mengandung kelompok senyawa dengan polaritas yang sama atau

ukuran molekul yang sama (Sarker dan Nahar, 2012).

Pada prinsipnya ada dua cara pengemasan kolom, yaitu cara basah dan cara

kering. Fase diam yang digunakan dalam metode kromatografi kolom lambat sama

dengan metode kromatografi lapis tipis, hanya saja tidak menggunakan bahan

penyangga dan pengikat. Contohnya antara lain silika gel, poliakrilamida,

polistiren, karbohidrat, dan alumina. Umumnya ukuran diameter partikel silika gel

yang digunakan untuk mengemas kolom pada kolom kromatografi dapat berkisar

dari 10 - 200 µm (Salituro dan Dufresne, 1998).

Tahap penyiapan kolom: glass wool diletakkan pada bagian bawah kolom

untuk menahan fase diam. Silika gel ditambahkan dengan ketukan perlahan ke

dalam kolom agar kolom menjadi padat, mencegah adanya gelembung, dan

memiliki permukaan yang datar. Tinggi kolom berkisar antara 20 - 30 cm dengan

40 - 60 cm ruang yang tersisa untuk menahan pelarut (Salituro dan Dufresne, 1998).

Pada proses pemisahan kromatografi kolom lambat, campuran yang akan

dipisahkan diletakkan pada bagian atas adsorben yang berada pada suatu tabung.

Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya gravitasi atau sistem

bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu

pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut (Deyl dkk., 1975).
11

2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis adalah metode untuk tujuan analisis kualitatif atau

analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dengan kromatografi lapis tipis dilakukan

untuk mengetahui jenis senyawa yang terkandung di dalam sampel. Analisis

kuantitatif untuk mengetahui kadar senyawa yang terdapat dalam bercak (Gandjar

dan Rohman, 2012). Jenis adsorben yang sering digunakan adalah silika gel dan

alumina (Gibbons, 2012).

Pelarut sebagai fase gerak atau eluen merupakan faktor yang menentukan

gerakan komponen-komponen dalam campuran. Pemilihan pelarut tergantung pada

sifat kelarutan komponen tersebut terhadap pelarut yang digunakan. Fase gerak

yang bersifat lebih polar digunakan untuk mengelusi senyawa-senyawa yang

adsorbsinya kuat, sedangkan fasa gerak yang kurang polar digunakan untuk

mengelusi senyawa yang adsorbsinya lemah. Fase gerak yang digunakan untuk

kromatografi lapis tipis dapat berupa 1 jenis pelarut atau campuran dari lebih 1 jenis

pelarut (Gibbons, 2012).

Plat KLT yang disemprot dengan pereaksi semprot akan menampakkan

warna bercak pada plat. Penggunaan pereaksi semprot yang dapat memberikan

informasi tentang golongan senyawa yang terdapat dalam ekstrak (Houssen dan

Jaspars, 2012).

2.6 Lipid

Lipid merupakan senyawa yang bersifat tidak larut dalam air, agar dapat

diangkut ke dalam sirkulasi darah maka lipid mengikat protein membentuk


12

lipoprotein yang larut dalam air (Pesek dkk., 2011). Lipid plasma terdiri dari

kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas (Murray dkk., 2009).

Kolesterol bersifat lipid ampifatik dan merupakan komponen struktural

esensial pada membran plasma dan lapisan luar lipoprotein plasma. Kolesterol

terdapat di jaringan dan plasma sebagai kolesterol bebas atau dalam bentuk

simpanan yang berikatan dengan asam lemak rantai-panjang sebagai kolesterol

ester. Kolesterol terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan misalnya kuning

telur, daging, hati, dan otak (Murray dkk., 2009).

Trigliserida atau triasilgliserol merupakan lipid utama ditimbunan lemak dan

di dalam makanan, terutama makanan yang kaya akan kabohidrat. Komponen dasar

dari trigliserida adalah gliserol dan asam lemak. Sintesis trigliserida terjadi di hati

dan di jaringan adiposa. Asam lemak dapat dioksidasi menjadi asetil-KoA atau

diesterifikasi dengan gliserol membentuk trigliserida. Trigliserida disimpan di

jaringan adiposa berfungsi sebagai sumber energi tubuh (Murray dkk., 2009).

Lipoprotein merupakan kompleks antara lipid dengan protein yang berfungsi

sebagai pengangkut lipid di dalam darah. Inti lipoprotein mengandung lipid non

polar yaitu trigliserida dan kolesterol ester serta dikelilingi oleh fosfolipid,

kolesterol bebas, dan apoprotein Lipoprotein dibagi menjadi 5 golongan besar,

yaitu:

A. Kilomikron

Kilomikron merupakan lipoprotein plasma dengan berat molekul terbesar.

kilomikron mengandung lebih dari 80% trigliserida dan kurang dari 5% kolesterol

ester. Kilomikron membawa trigliserida dari makanan ke jaringan lemak dan otot,
13

juga membawa kolesterol dari makanan ke hati. Trigliserida dari kilomikron akan

mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase membentuk asam lemak bebas,

kemudian masuk ke dalam jaringan lipid sebagai sumber energi. Sisa kilomikron

kemudian dibersihkan oleh hati (Ganiswarna dkk., 2004; Murray dkk., 2009).

B. Lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL)

VLDL (Very Low Density Lipoprotein) merupakan lipoprotein yang terdiri

dari 90% trigliserida dan 10-15% kolesterol. VLDL disintesis di hati dan berfungsi

untuk mengangkut trigliserida ke jaringan perifer. Trigliserida yang terdapat dalam

VLDL dihidrolisis oleh lipoprotein lipase sehingga membentuk asam lemak bebas

dan sisa VLDL (Brunton dkk., 2008; Ganiswarna dkk., 2004).

C. Lipoprotein densitas sedang (IDL)

IDL (Intermediate Density Lipoprotein) merupakan zat perantara yang terjadi

saat VLDL dikatabolisme menjadi LDL. IDL terdiri atas 30% trigliserida, 20%

kolesterol dan relatif lebih banyak mengandung apolipoprotein B dan E

(Ganiswarna dkk., 2004).

D. Lipoprotein densidas rendah (LDL)

LDL (Low Density Lipoprotein) merupakan lipoprotein pengangkut

kolesterol terbesar pada manusia yaitu sekitar 70%. LDL merupakan hasil dari

katabolisme VLDL yang banyak mengandung kolesterol dan membawa kolesterol

dari hati dan sel darah (Ganiswarna dkk., 2004; Pesek dkk., 2011).

E. Lipoprotein densitas tinggi (HDL)

HDL (High Density Lipoprotein) merupakan lipoprotein yang banyak

mengandung protein dibandingkan dengan lipoprotein lain. HDL terdiri atas 13%
14

kolesterol, kurang dari 5% trigliserida, dan 50% protein. HDL disirkulasikan

melalui darah dan berfungsi mengangkut kelebihan kolesterol dari darah dan

jaringan kembali ke hati, sehingga penimbunan kolesterol di perifer berkurang

(Ganiswarna dkk., 2004; Pesek dkk., 2011).

2.7 Dislipidemia

Dislipidemia merupakan gangguan metobalisme lipoprotein, termasuk

kelebihan maupun kekurangan lipoprotein. Dislipidemia ditandai dengan salah satu

atau kombinasi dari peningkatan kadar kolesterol total, Trigliserida (TG), Low

Density Lipoprotein (LDL), atau penurunan kadar High Density Lipoprotein

(HDL). Tingginya kadar LDL serta rendahnya kadar HDL dalam darah akan

memicu terjadinya aterosklerosis yang dapat mengakibatkan penyakit jantung

koroner. Dislipidemia dapat dibagi menjadi dislipidemia primer dan dislipidemia

sekunder. Dislipidemia primer disebabkan oleh faktor keturunan seperti

berkurangnya reseptor LDL atau apoprotein B yang terlibat dalam mengikat

partikel LDL dengan reseptor LDL. Sebagian kecil dari kasus dislipidemia

termasuk dislipidemia primer dan sebagian besar kasus yang terjadi adalah

dislipidemia sekunder. Dislipidemia sekunder terjadi akibat obesitas, asupan lemak

tinggi, kurangnya aktivitas fisik, dan merokok (Pesek dkk., 2011). Penelitian ini

menggunakan hewan uji tikus. Kadar kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida

pada tikus dapat dilihat pada tabel 2.2


15

Tabel 2.2 Klasifikasi kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida tikus
Lipid Darah Kadar Normal
Kolesterol Total 10-54 mg/dL (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988)

LDL 7-27,2 mg/dL (Schaerfer dan McNamara, 1997)

HDL ≥35 mg/dL (Schaerfer dan McNamara, 1997)

Trigliserida 26-145 mg/dL (Meyer dana Harvey, 2004)

2.8 Hewan Uji

Tikus putih (Rattus norvegicus, L.) memiliki beberapa sifat yang

menguntungkan sebagai hewan uji penelitian diantaranya perkembangbiakan cepat,

mempunyai ukuran yang lebih besar dari mencit, mudah dipelihara dalam jumlah

yang banyak, relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian, dan

aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia disekitarnya (Akbar, 2010).

Tikus ini dapat mencapai ukuran 40 cm yang diukur dari hidung sampai ujung ekor

dengan berat berkisar antara 140-500 gram (Kusumawati, 2004). Tikus galur wistar

yang digunakan memiliki jenis kelamin jantan dimana jantan tidak dipengaruhi oleh

adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina serta kondisi

biologis tubuh dan lebih stabil dibanding tikus betina (Manurung dkk., 2012).

2.9 Terapi Dislipidemia

2.9.1 Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan yaitu penurunan berat badan,

peningkatan aktivitas fisik, berhenti merokok, dan terapi diet dengan

mempertahankan berat badan normal dan mengurangi kadar lipid darah. Individu
16

dengan berat badan berlebih sebaiknya segera mulai dengan makanan rendah

kolesterol (<300 mg/hari), rendah lemak total, dan rendah lemak jenuh (Ganiswarna

dkk., 2004).

2.9.2 Terapi Farmakologi

Golongan obat yang dapat diberikan untuk terapi dislipidemia yaitu statin.

Obat golongan statin bekerja dengan cara menghambat enzim 3-hidroksi-3-

metilglutaril (HMG-KoA) reduktase yang berperan dalam biosintesis kolesterol di

hati. Penghambatan sintesis kolesterol akan mengurangi kadar kolesterol di hati,

sehingga terjadi peningkatan ekspresi reseptor LDL yang akan menurunkan kadar

LDL di darah. Contoh obat golongan statin yaitu simvastatin, lovastatin,

atorvastatin, rosuvastatin, fluvastatin, dan pravastatin (NCEP, 2002; Murray dkk.,

2009).

Obat lain yang digunakan adalah golongan fibrat, misalnya gemfibrozil,

fenofibrat, dan klofibrat. Obat golongan fibrat bekerja dengan cara menurunkan

kadar trigliserida di dalam darah melalui penurunan sekresi VLDL yang

mengandung trigliserida dan kolesterol dari hati. Obat dislipidemia lain yang

digunakan yaitu ezetimib, obat ini memiliki efek menurunkan kadar kolesterol di

dalam darah dengan menghambat penyerapan kolesterol oleh usus. Ezetimib

termasuk dalam kelas azetidinon dari inhibitor penyerapan kolesterol (Murray dkk.,

2009).
17

2.10 Metode Induksi

Metode induksi yang dilakukan untuk menimbulkan keadaan dislipidemia

yaitu dengan memberikan pakan kaya lemak pada hewan uji. Campuran pakan kaya

lemak yang diberikan terdiri dari 15% lemak babi dan 5% kuning telur bebek yang

dicampur dengan pakan pelet sampai 100%. Induksi pakan kaya lemak dengan

komposisi ini selama 30 hari berhasil merangsang peningkatan kadar kolesterol

total, trigliserida, LDL, dan penurunan kadar HDL pada darah tikus (Warditiani

dkk, 2014).

Pemberian kuning telur bebek dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam

darah (Murray dkk., 2009). Kuning telur mengandung kolesterol sebesar 20 mg/g.

Sekitar 95 % dari kolesterol kuning telur terdapat dalam lipoprotein-lipoprotein

yang kaya trigliserida. Lemak babi mempunyai kandungan asam lemak jenuh yang

tinggi (Widyaningsih, 2011). Asam lemak jenuh inilah yang berperan dalam

peningkatan kadar LDL dan menurunkan kadar HDL dalam darah (Lau, 2009).

Anda mungkin juga menyukai