Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM EUTHUNASIA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam,
Yang Diampu Oleh Bapak KH. Didi M Turmudi LC.MA

Disusun oleh :
Putri Nurfiani Zahra
P20637021018

PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah sebesar pujian yang memenuhi rasa syukur atas nikmat-Nya
kepada kita sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Rahmat yang paling utama
dan salam yang paling sempurna semoga terlimpah kepada penutup para nabi dan rasul,
Muhammad Saw, pembawa agama yang sangat bijaksana dan terpelihara dari segala macam
perubahan dan pergantian berkat pemeliharaan Allah Rabb al ‘alamin sampai hari akhir.
Makalah ini berjudul “Hukum Euthunasia” yang disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Makalah ini berisikan tentang hukum euthanasia
dalam pandangan islam dan dalam pandangan kesehatan.
Penulis berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan,
bantuan, serta doanya terutama kepada Bapak KH. Didi M Turmudi LC.MA selaku dosen mata
kuliah Pendidikan Agama Islam sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu. Namun
demikian, penulis meminta masukan berupa saran dan kritikan dari seluruh pihak. Penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Tasikmalaya, 20 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Makalah..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................2
A. Konsep Euthanasia.............................................................................................2
B. Euthanasia dalam Ilmu Kedokteran dan Kode Etik Kedokteran........................3
C. Hukum Euthanasia Menurut Syariat Islam.........................................................4
BAB III SIMPULAN DAN SARAN............................................................................6
A. Simpulan.............................................................................................................6
B. Saran...................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................7

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan ilmu pengetahuan serta teknologi yang demikian pesat pada akhir- akhir
ini menyebabkan perubahan- perubahan yang demikian kilat dalam kehidupan sosial
budaya umat manusia. Perihal ini diakibatkan oleh kian banyaknya penemuan- penemuan
teknologi modern, yang pastinya bertujuan buat kemanfaatan kehidupan serta
kepentingan umat manusia dengan seluruh konsekuensinya. Diantara penemuan-
penemuan teknologi yang tidak kalah berarti serta pula demikian pesatnya merupakan
temuan dalam bidang medis.
Perlengkapan medis yang modern itu, diharapkan penderitaan serta rasa sakit
seseorang penderita bisa diperingan. Hidup seseorang penderita juga bisa diperpanjang
buat sesuatu waktu tertentu, dengan memakai obat serta alat- alat tertentu. Tetapi pada
kenyataanya, walaupun teknologi di bidang medis demikian maju, masih terdapat
sebagian penderita yang tidak bisa dihindarkan dari penderitaan yang berat. Seseorang
penderita yang menderita penyakit tertentu, yang memanglah susah pengobatannya,
semacam kanker ganas, hendak hadapi penderitaan yang sangat berat. Penderitaan yang
berat itu bisa jadi hendak lepas, apabila kematian sudah tiba. Tetapi kematian itu sendiri
ialah sesuatu teka- teki yang susah buat ditebak, sebab pada biasanya tidak seseorang
juga bisa mengenali dengan tentu kapan datangnya kematian itu.
Berdialog menimpa kematian, bagi metode terbentuknya, ilmu pengetahuan
membaginya dalam 3 tipe ialah Orthonasia merupakan kematian yang terjalin sebab
sesuatu proses alamiah, Dysthanasia merupakan kematian yang terjalin sebab suatu yang
normal serta Euthanasia merupakan kematian yang terjalin dengan pertolongan ataupun
tidak dengan pertolongan dokter. Dari ketiga tipe kematian itu Euthanasia lah yang jadi
kasus yang masih diperdebatkan(Best & Guidelines, 2011).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud euthanasia dan apa saja macamnya?
2. Bagaimana euthanasia dalam ilmu kedokteran dan kode etik kedokteran?
3. Bagaimana hukum euthanasia menurut syariat islam?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang konsep euthanasia dan macamnya.
2. Untuk mengetahui euthunasia dalam ilmu kedokteran dan kode etik kedokteran
3. Untuk mengetahui hukum euthanasia menurut syariat islam

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsep Euthanasia
1. Pengertian Euthanasia
Euthanasi berasal dari bahasa yunani, dari pangkal kata“ eu” yang maksudnya baik,
tanpa penderitaan, serta“ tanathos” yang maksudnya mati. Jadi“ euthanasia” maksudnya
mati dengan baik, ataupun mati dengan tanpa penderitaan ataupun mati kilat tanpa derita.
Secara harfiah Euthunasia terdiri dari 2 kata: eu serta thanasia. Eu berarti“ baik”, serta
thanasia berarti“ mati”. Euthunaia berarti mati secara baik, ataupun mati secara secara
tenang. Euthanasia ataupun euthanatos yang diterjemahkan secara leluasa selaku mati
dengan baik tanpa penderitaan.
John Suryadi serta S. Koencoro mengemukakan kalau bagi makna bahasa euthunasia
itu merupakan obat buat mati dengan tenang. Sedangkan bagi dokter. Med. Ahmad Ramli
serta K. St. Pamoentjak, euthunasia berarti mati suci derita. Sautinius dalam novel
Vitaceasarum merumuskan kalau euthanasia merupakan mati kilat tanpa derita. Bagi
Richard Lamerton, euthanasia pada abad ke- 20 ditafsirkan selaku pembunuhan atas
bawah belas kasihan( mercy killing). Pula dimaksud selaku perbuatan membiarkan
seorang mati dengan sendirinya( mercy dead), ataupun tanpa berbuat apa- apa
membiarkan orang mati. Sebaliknya bagi Euthanasia Study Group sesuatu Commissie
dari Gazond Heidsraad( Belanda): euthanasia merupakan dengan terencana tidak
melaksanakan suatu buat memperpanjang hidup seseorang penderita ataupun terencana
melaksanakan suatu buat memperpendek hidup ataupun mengakhiri hidup seorang
penderita serta ini dicoba buat kepentingan penderita sendiri. Dengan demikian
euthanasia bisa dimaksud mati dengan baik tanpa penderitaan. Dalam bahasa Inggris kita
jumpai sebutan“ Mercy Killing” yang berarti pembunuhan bersumber pada rasa belas
kasihan.
Dari penafsiran tersebut di atas bisa diambil intisari kalau euthunasia merupakan
usaha, aksi serta dorongan yang dicoba oleh seseorang dokter buat dengan terencana
memesatkan kematian seorang, yang bagi perkiraannya telah nyaris mendekati kematian,
dengan tujuan buat meringankan ataupun membebaskannya dari penderitaannya(Hukum
et al., 2017).
2. Macam-Macam Euthanasia
Euthunasia dapat dibedakan menjadi beberapa macam, sesuai dengan dari mana sudut
pandangnya atau cara melihatnya.
a. Euthunasia dilihat dari cara dilaksanakannya
1) Euthunasia pasif
Euthunasia pasif merupakan perbuatan menghentikan ataupun mencabut
seluruh aksi ataupun penyembuhan yang butuh buat mempertahankan hidup
manusia. Penafsiran euthunasia pasif merupakan sesuatu suasana di mana
seseorang penderita, dengan sadar menolak secara tegas buat menerima perawatan
kedokteran.
2) Euthunasia aktif

2
Euthunasia aktif merupakan perbuatan yang dicoba secara medik lewat intervensi
aktif oleh seseorang dokter dengan tujuan buat mengakhiri hidup manusia. Dengan
perkataan lain euthunasia aktif merupakan aksi kedokteran secara terencana lewat
obat ataupun metode lain sehingga menimbulkan penderita tersebut wafat.
Euthunasia aktif ini dapat pula dibedakan atas:
a) Euthunasia aktif langsung (direct)
Euthunasia aktif langsung merupakan dikerjakannya aksi medik secara terencana
yang diperhitungkan hendak mengakhiri hidup penderita ataupun memperpendek
hidup penderita. Tipe euthunasia ini diketahui pula selaku mercy killing.
b) Euthunasia aktif tidak langsung (indirect)
Euthunasia aktif tidak langsung merupakan dikala dokter ataupun tenaga
kesehatan melaksanakan aksi medik buat meringankan penderitaan psien, tetapi
mengenali terdapatnya efek tersebut bisa memperpendek ataupun mengakhiri
hidup penderita. Contohnya merupakan pemberian obat penenang dalam jumlah
yang terus ditambahkan.
b. Euthunasia dilihat dari permintaan
1.) Euthunasia voluntir atau euthunasia sukarela (atas permintaan pasien)
Euthunasia yang dicoba oleh petugas kedokteran bersumber pada permintaan dari
penderita sendiri. Permintaan dari penderita ini dicoba dalam keadaan sadar
ataupun dengan kata lain permintaan penderita secara sadar serta berulang- ulang,
tanpa tekanan dari siapa pun.
2.) Euthunasia involuntir (tidak atas permintaan pasien)
Euthunasia tidak atas permintaan penderita merupakan euthunasia yang dicoba
pada penderita yang( telah) tidak sadar serta umumnya keluarga penderita yang
memohon. Dengan bermacam alibi, antara lain: bayaran perawatan, kasihan
kepada penderitaan( penderita), serta sebagainya. Pada peraktiknya, umumnya
euthunasia dicoba bersumber pada campuran antara bermacam tipe euthunasia
tersebut.
B. Euthanasia dalam Ilmu Kedokteran dan Kode Etik Kedokteran
Di dalam ranah ilmu medis, kata euthanasia dipergunakan di dalam 3 makna, ialah:
Awal, berpindah ke alam baka dengan tenang serta nyaman, tanpa penderitaan, buat yang
beriman dengan nama Allah SWT di bibir; Kedua, pada waktu hidup hendak berakhir,
diringankan penderitaan sang sakit dengan membagikan obat penenang; Ketiga, ialah
mengakhiri penderitaan hidup seorang dengan terencana atas permintaan penderita serta/
ataupun permintaan dari pihak keluarganya.
Dalam hubungannya dengan kode etik medis, R. Soeprono dalam sesuatu dialog
panel menimpa euthanasia menjabarkan, kalau seluruh perbuatan dokter terhadap sang
sakit itu bertujuan memelihara kesehatan serta kebahagiaannya. Dengan sendirinya dia
wajib mempertahankan serta memelihara kehidupan manusia. Wajib diingat kalau,
meringankan penderitaan pula jadi kewajiban seseorang dokter. Bisa jadi dari segi inilah
sehingga sebagian pakar terdapat yang menerima satu berbagai euthanasia serta terdapat
pula yang menerima kedua- duanya dengan sebagian pertimbangan tertentu.
Akhir- akhir ini sangat banyak sekali pertentangan hangat di segala dunia, menimpa
mungkin adanya euthanasia. Sudah diungkapkan kalau euthanasia itu sempat terjalin di
sebagian negeri di dunia. Di Indonesia disinyalir tumbuh euthanasia negatif. Sementara
itu di tanah air kita ini yang berasaskan Pancasila yang sekalian beragama, sepatutnya

3
tidak menerima euthanasia terlebih melaksanakannya. Tetapi permasalahan euthanasia itu
disinyalir kerap terjalin di tanah air kita, ialah pada rumah sakit yang telah mempunyai
Intensive Care Unit( ICU)(Rada, 2013).
C. Hukum Euthanasia Menurut Syariat Islam
Euthanasia, tidak ubahnya dengan menghabisi penderita yang mengidap tanpa sama
sekali mengakhiri penderitaan mereka. Dengan kata lain, penyembuhan terhadap rasa
sakit ataupun perih yang tidak terbendung bukan semata bisa dicoba dengan
pembunuhan, namun bisa pula ditempuh dengan pengobatan lain. Pasti saja aspek agama
hendak sangat memastikan perilaku seorang terhadap derita sakit serta pula perih yang
dialaminya. Untuk kalangan Hindu yang menyakini kalau pain( rasa sakit serta perih
yang berasal dari bahasa Latin poena) berarti siksaan hendak lebih merasakan
penderitaan perih dibandingkan seseorang Muslim yang memperhitungkan penderitaan
selaku cobaan dari Tuhan ataupun apalagi pembersihan diri saat sebelum menghadap
kepadaNya( Alwi Shihab, 1999: 169).
Kala orang- orang yang mana pro euthanasia menyangka kalau kebebasan buat
melaksanakan apa saja terhadap diri seorang merupakan hak yang sangat utama untuk
mereka yang berdaya besar. Sebagaimana aku berhak memilah kapal buat berlayar,
ataupun rumah buat ditempati, sayapun berhak buat memilah kematian buat bisa
meninggalkan kehidupan ini. Hingga Islam malah tidak sejalan dengan filosofis tersebut.
Islam mengakui hak seorang buat hidup serta mati, tetapi hak tersebut ialah anugerah
Allah SWT kepada manusia. Cuma Allah SWT yang bisa memastikan kapan seorang
lahir serta kapan dia mati. Untuk mereka yang mengidap bagaimanapun wujud serta
kadarnya Islam tidak membetulkan merenggut kehidupan baik lewat praktek euthanasia
terlebih bunuh diri.
Supaya meringankan derita sakit seseorang muslim diberi pelipur lara oleh Nabi Saw.
dengan sabdanya, Bila seorang dicintai Tuhan hingga dia hendak dihadapkan kepada
cobaan yang bermacam- macam. Lain halnya dengan mereka yang tidak memperoleh
alternatif lain dalam menanggulangi penderitaan serta rasa putus asa, Islam berikan jalur
keluar dengan menjanjikan kasih sayang serta rahmat Tuhan, sebagaimana firman Allah
SWT dalam QS. Az- Zumar ayat 53:
۟ ُ‫وا َعلَ ٰ ٓى أَنفُ ِس ِه ْم اَل تَ ْقنَط‬
َ ُ‫وا ِمن رَّحْ َم ِة ٱهَّلل ِ ۚ إِ َّن ٱهَّلل َ يَ ْغفِ ُر ٱل ُّذن‬
‫وب‬ ۟ ُ‫ى ٱلَّ ِذينَ أَس َْرف‬َ ‫قُلْ ٰيَ ِعبَا ِد‬
ِ ‫َج ِميعًا ۚ إِنَّ ۥهُ هُ َو ْٱل َغفُو ُر ٱلر‬
‫َّحي ُم‬
Artinya: “Katakanlah: Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi
yang Maha Penyayang.”
Disinilah berartinya peranan hukum Islam dalam menetapkan hal- hal yang halal serta
haramnya sesuatu perilaku yang diambil dalam perihal euthanasia. Kala orang diombang-
ambing oleh kondisi yang sangat menekan, sebab dipengaruhi oleh tuntutan era ataupun
kemajuan teknologi, dimana orang seenaknya saja berperan, yang asalkan bagi mereka
perihal itu ialah keputusan rasional tanpa memandang apakah aksi mereka itu benar
ataupun tidak bagi hukum, agama ataupun etika.
Dalam bermacam riset serta literatur Islam, menimpa pemikiran terhadap aksi
euthanasia, nampaknya terdapat sesuatu konvensi ataupun sangat tidak ada kesamaan
anggapan menimpa penafsiran euthanasia. Euthanasia merupakan sesuatu upaya yang

4
dilaksanakan buat bisa menolong seorang dalam memesatkan kematiannya secara
gampang akibat ketidakmampuan menanggung derita yang panjang serta tidak terdapat
lagi harapan buat hidup ataupun dipulihkan.
Begitu pula dari para tokoh Islam di Indonesia, semacam Amir Syarifuddin kalau
euthanasia merupakan pembunuhan seorang bertujuan melenyapkan penderitaan sang
sakit( Chuzaimah T. Yanggo, 1995: 61). Rumusan euthanasia yang diformulasikan di atas
sejalan dengan penafsiran yang diformulasikan oleh komisi dari fatwa MUI, kalau
euthanasia merupakan pembunuhan dengan didampingi oleh pertimbangan kedokteran
untuk seseorang pengidap ataupun menderita penyakit yang mana tidak bisa jadi lagi
dipulihkan( Majalah Panji Warga, Nomor. 846, 01- 15 Januari 1996: 60). Sesungguhnya
dalam menelaah bermacam konsep euthanasia yang sudah diformulasikan oleh para
pakar, baik dari golongan ataupun ahli Islam ataupun diluar Islam, dasar- dasar
perumusannya bisa ditemui di dalam Al- Qur’ an ataupun Hadits Nabi. Perihal ini sejalan
dengan fleksibilitas hendak sumber ajaran Islam tersebut. Misalnya dalam Al- Qur’ an
pada QS An’ am ayat 151:
ِّ ۗ ‫س الَّتِ ْي َح َّر َم هّٰللا ُ اِاَّل بِ ْال َح‬
‫ق‬ َ ‫َواَل تَ ْقتُلُوا النَّ ْف‬
Artinya: ”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
melainkan dengan sesuatu sebab yang benar.”
Membunuh yang dimaksudkan dalam ayat di atas memiliki penafsiran seluruh
berbagai wujud serta tipe pembunuhan, tercantum pula menewaskan dengan jalur
euthanasia itu tercantum dalam jenis ayat tersebut, ialah menewaskan secara terencana
terhadap seorang dengan dorongan dari orang lain. Dalam penafsiran ini terdapat subjek,
ialah orang yang menolong melaksanakan proses pembunuhan serta terdapat obyek ialah
penderita yang tengah hadapi penderitaan yang dinilai lumayan tragis.
Hendak namun pada Pesan Al- An’ am ayat 151 di atas terdapat pengecualian
pembunuhan yang tidak tercantum euthanasia semacam menewaskan dikala berperang
melawan orang kafir. Inilah yang diisyaratkan menewaskan dengan alibi yang
dibenarkan. Dalam penafsiran yang lebih eksklusif yang mana menuju kepada euthanasia
pasif sesungguhnya bisa pula ditemui dasarnya di dalam Al- Qur’ an. Sebab hendak
dikira aksi bunuh diri, dimana penderita memohon sendiri buat memesatkan kematiannya
dengan diberi obat yang dapat memesatkan kematiannya, kondisi yang demikian berarti
berputus asa serta mengingkari rahmat Allah SWT, sebagaimana firmanNya dalam QS.
An Nisa ayat 29 yang berbunyi:
‫َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬
Artinya: ”Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang
kepadamu.”
Jadi euthanasia ialah sesuatu usaha buat menolong seorang yang lagi hadapi sakit
ataupun penderitaan yang tidak bisa jadi dipulihkan buat bisa memesatkan kematian
dengan alibi menolong melenyapkan penderitaan yang makin dialami, sementara itu
sama sekali tidak bisa mengakhiri penderitaannya. Jadi hukum Islam dalam menjawab
euthanasia secara universal ini membagikan sesuatu konsep kalau buat menjauhi
terbentuknya euthanasia, utamanya euthanasia aktif umat Islam diharapkan senantiasa
berpegang teguh pada kepercayaannya yang memandang seluruh bencana( tercantum
pengidap sakit) selaku syarat yang tiba dari Allah SWT. Perihal ini sebaiknya dialami

5
dengan penuh kesabaran serta tawakal. Serta diharapkan kepada dokter buat senantiasa
berpegang kepada kode etik medis serta sumpah jabatannya.

6
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan
Bersumber pada pada ulasan di atas, kesimpulannya bisa ditarik sesuatu kesimpulan,
Awal, kalau proses euthanasia dalam tinjauan medis merupakan apabila seseorang
penderita hadapi penyakit menahun serta dalam keadaan yang kritis hingga seseorang
dokter umumnya melaksanakan tindakan- tindakan buat memesatkan kematian
pasiennya. Kala konsep euthanasia tersebut diperkenalkan di sebagian negeri dunia, serta
sebagian pula telah bisa melegalkan, hendak namun untuk negeri Indonesia yang masih
berpayung di dasar Pancasila tidak bisa melegalkan perihal tersebut. Karena secara
hukum tugas serta tanggungjawab medis di Indonesia, dibatasi oleh Etika Medis sendiri
yang isinya seseorang dokter wajib tetap mengingat kewajiban melindungi hidup
makhluk manusia.
Kedua, Tinjauan hendak hukum Islam menimpa euthanasia, paling utama ialah
euthanasia aktif merupakan diharamkan. Sebab euthanasia aktif ini dikategorikan selaku
perbuatan bunuh diri yang diharamkan serta diancam oleh Allah SWT dengan hukuman
neraka selama- lamanya. Sebab yang berhak mengakhiri hidup seorang cumalah Allah
SWT. Oleh sebab itu, orang yang mengakhiri hidupnya ataupun orang yang menolong
memesatkan sesuatu kematian seorang sama saja dengan menentang syariat agama.
B. Saran
1. Untuk para dokter hendaknya senantiasa berpegang teguh pada sumpah jabatannya
selaku dokter yang bertujuan buat berikan penyembuhan serta perawatan pasiennya
hingga batasan kemampuannya
2. Untuk penderita yang sakit sebaiknya tidak boleh berputus asa, walaupun lagi hadapi
cobaan namun senantiasa beribadah serta berdoa kepada Allah SWT sebab Allah
Maha Berkuasa, tidak terdapat yang tidak bisa jadi bagi- Nya
3. Untuk keluarga penderita hendaklah berikan sokongan positif untuk penderita serta
berupaya melaksanakan serta mencari penyembuhan semaksimal bisa jadi buat
kesembuhan penderita selaku wujud ikhtiyar kepada Allah SWT.

7
DAFTAR PUSTAKA

Best, E., & Guidelines, P. (2011). BAB I PENDAHULUAN A . Latar Belakang Penelitian. 1–10.

Hukum, J., Dan, P., Islam, U., & Alauddin, N. (2017). EUTHUNASIA DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM DAN Rosmini.

Nurjanah, I. (2009). EUTHANASIA DILIHAT DARI SUDUT PANDANG HUKUM. 1–93.

Rada, A. (2013). Euthanasia dalam perspektif hukum islam. XVIII(2), 108–117.

Anda mungkin juga menyukai