Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN

KENYAMANAN (NYERI)
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Dasar Profesional
Islami

Disusun oleh:

Ayu Yuliyani
NIM. 402021049

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2021 M/1442 H
A. PENGERTIAN
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
yang di gambarkan sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau di
prediksi (Nanda International INC, 2017).
Nyeri juga dapat di definisikan sebagai perasaan kurang senang, lega
dan sempurna dalam dimensi fisik psikospiritual, lingkungan dan sosial
(SDKI, 2016). Perasaan tidak nyaman yang dialami pasien dengan keluhan
nyrei sangat subyektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat
menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.
B. FISIOLOGI

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya


rangsangan. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsan nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri
adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya terhadap stimulus
kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor.
Secara anatomis, resptor nyeri (nosiseptor) ada yang bermialin dan ada yang
tidak bermialin dari saraf eferen.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf
perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu
dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna abu-
abu di medulla spinalis. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral,
maka otak
menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang
pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam
upaya mempersepsikan nyeri. Semua kerusakan selular, yang disebabkan
oleh stimulus internal, mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik yang
menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.
Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Resptor
jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalan dua komponen, yaitu:
1. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30
m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat
hilang apalagi penyebab nyeri dihilangkan.
2. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2
m/det) terdapat pada daerah yang lebh dalam, nyeri biasanya
bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
PATHWAY
C. NILAI NORMAL DAN PERHITUNGAN
1. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang
berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu
sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut :
a) Skala nyeri deskriptif

b) Skala identitas nyeri numerik

c) Skala analog visual


d) Skala nyeri bourbanis

Keterangan :
10 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang, Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul, nyeri sudah tidak bisa dikontrol
2. Faces pain scale – wong
Digunakan apabila klien tidak mampu mneyatakan nyerinya melalui
skala angka. Termasuk anakanak yang tidak dapat berkomunikasi secara
verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya:
1. Arti Nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan 7etabo
sebagian arti nyeri merupakan arti yang 7etaboli, seperti membahayakan,
merusak, dan lain-lain. Keadan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan, dan
pengalaman.
2. Persepsi Nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif dari seseorang
yang merasakan nyeri, tempatnya pada korteks (pada fungsi 7etabolic7
kognitif). Persepsi ini oleh faktor yang dapat memicu stimulasi
nosiseptor.
3. Toleransi Nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas yang dapat
memengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
memengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-
obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian,
kepercayaan yang kuat, dan
sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara lain
kelelehan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang,
sakit, dan lain-lain.
4. Reaksi terhadap Nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap
nyeri, seperti ketakutan, cemas, gelisah, menangis, dan menjerit. Semua
ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman
masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, metabolik fisik dan mental, rasa
takut, cemas, usia, dan lain-lain.
E. JERIN GANGGUAN
Nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis.
Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi terjadinya nyeri.
1. Nyeri Akut
Merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan. Tanda dan gejala nyeri akut (SDKI, 2016):
a. Mengeluh nyeri
b. Tampak meringis
c. Bersikap protektif
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Gelisah
f. Sulit tidur
g. Tekanan darah meningkat
h. Pola napas berubah
i. Nafsu makan berubah
j. Proses berpikir terganggu
k. Menarik diri
l. Berfokus pada diri sendiri
m. Diaforesis
2. Nyeri Kronis
Merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang
berlangsung lebih dari 3 bulan. Tanda dan gejala nyeri kronis (SDKI,
2016):
a. Mengeluh nyeri
b. Merasa depresi (tertekan)
c. Tampak meringis
d. Gelisah
e. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
f. Merasa takut mengalami cedera berulang
g. Bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri)
h. Waspada
i. Pola tidur berubah
j. Anoreksia
k. Focus menyempit
l. Berfokus pada diri sendiri
F. PENGKAJIAN
Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat
di dalam mulai mengkaji respon nyeri yang dialami oleh klien. Komponen-
komponen tersebut diantaranya:
1. Penentuan ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri,perawat harus mempercayai
ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi
perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang
dilaporkan klien adalah nyata. Sebaliknya ada beberapa pasien yang
terkadang justru menyembunyikan nyerinya untuk menghindari
pengobatan.
2. Karakteristik Nyeri (metode P, Q, R, S, T)
a) Faktor pencetus (P: Paliatif)
Perawat pengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada
klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-
bagian tubuh yang cidera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri
psikogenik maka perawat harus mengeksplor perasaan klien dan
menyatakan perasaan-perasaan apa yang dapat mencetuskan nyeri.
b) Kualitas (Q: Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan
oleh klien, seringkali klien mengungkapkan nyeri dengan kalimat-
kalimat tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih,
tertusuk dan lain-lain, di mana-mana tiap-tiap klien mungkin
berbeda- beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
c) Lokasi (R: Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh
klen. Untuk melokalisasi nyeri lebih spsifik, maka perawat dapat
meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik paling nyeri,
kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat
difus (menyebar).
d) Keparahan (S: Skala)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik
paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang atau berat. Namun sulitnya adalah makna dari istilah-istilah
ini berbeda dari perawat dan klien serta adanya batasan-batasan
khusus yang membedakan antara nyeri ringan, sedang dan berat. Hal
ini juga bias disebabkan karena memang pengalaman nyeri pada
masing-masing individu berbeda-beda
e) Durasi (T: Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menanyakan durasi dan
rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “kapan nyeri mulai
dirasakan?”, “sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “seberapa sering
nyeri kambuh?” atau dengan kata-kata lain yang semakna.
3. Respon Perilaku
Perawat perlu belajar dan mengenal berbagai respon perilaku tersebut
untuk memudahkan dan membantu dalam mengidentifikasi masalah
nyeri yang di rasakan klien. Respon perilaku yang biasa di tunjukkan
adalah merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit,
menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerang,
mengaduh, menjerit, meraung.
4. Respon afektif
Respon ini juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat di dalam
melakukan pengkajian terhadap klien dengan gangguan rasa nyeri.
Ansietas (kecemasan) perlu di gali dengan menanyakan pada klien
seperti: “Apakah anda saat ini merasakan cemas?”. Selain itu juga ada
depresi, ketidak tertarikan terhadap aktivitas fisik dan perilaku menarik
diri dari lingkungan perlu di perhatikan.
5. Persepsi Klien Tentang Nyeri
Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien terhadap nyeri,
bagaimana klien menghubungkan antara nyeri yang di alami dengan
proses penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan di sekitar nya.
6. Respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak
dan thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian
dari respon stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf
otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-
menerus, berat, dalam, dan melibatkan organ-organ visceral (misalnya
infark miikard atau batu ginjal) maka sistem saraf simpatis menghasilkan
suatu aksi.
7. Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri
Terkadang individu memiliki cara masing-masing dalam beradaptasi
terhadap nyeri. Perawat dalam hal ini perlu mengkaji cara-cara apa saja
yang biasa klien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami,
mengkaji keefektifan cara tersebut dan apakah bisa di gunakan saat klien
menjalani perawatan di rumah sakit. Apabila cara tersebut dapat di
gunakan, perawat dapat memasukkannya dalam rencana tindakan (Sigit,
2010).
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien gangguan nyeri adalah:
1. Nyeri akut b.d
a) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
c) Agen pencedera fisik (mis. abses, prosedur operasi, trauma)
2. Nyeri kronis b.d
a) Kerusakan sistem saraf
b) Infiltrasi tumor
c) Gangguan fungsi metabolik
d) Kondisi pasca trauma
e) Tekanan emosional
3. Gangguan mobilitas fisik b.d
a) Nyeri
b) Penurunan kendali otot
c) Kekakuan sendi
d) Gangguan neuromuscular
e) Gangguan sensori persepsi
4. Gangguan pola tidur b.d
a) Nyeri
b) Restraint fisik
5. Ansietas b.d
a) Penyakit kronis progresif (mis. kanker, autoimun)
b) Penyakit akut
H. RENCANA KEPERAWATAN
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan
berorientasi untuk memenuhi hal-hal berikan :
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman
3. Klien mampu mempertahankan kondisi fisik, psikologi yang dimiliki
4. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
5. Klien mampu mengunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri saat dirumah.
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam - Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan nyeri akut durasi, frekuensi, kualitas,
dapat teratasi dengan intensitas nyeri
kriteria hasil: - Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri (-) - Identifikasi respons nyeri non
2. Meringis (-) verbal
3. Kemampuan - Identifikasi faktor yang
muntaskan memperberat dan memperingan
aktivitas nyeri
4. Ketegangan otot (-) - Identifikasi pengetahuan dan
5. Frekuensi nadi keyakinan tentang nyeri
normal - Identifikasi pengaruh nyeri pada
6. Kemampuan kualitas hidup
mengenali onset Teurapetik
nyeri - Berikan teknik nonfarmakologis
7. Kemampuan untuk mengurasi rasa nyeri
mengenali - Kontrol lingkungan yang
penyebab nyeri memperberat rasa nyeri
8. Kemampuan - Pertimbangkan jenis dan sumber
menggunakan nyeri dalam pemilihan strategi
teknik meredakan nyeri
nonfarmakologis Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Pemberian Analgesik
Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis
analgetik
- Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
- Monitor keefektifan analgetik
Teurapetik
- Tetapkan target efektifitas
analgetik untuk mengoptimalkan
respons pasien
- Dokumentasikan respons
terhadap efek analgetik
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgetik, sesuai indikasi
Terapi Relaksasi
Observasi
- Identifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan
kognitif
- Identifikasi teknik relaksasi yang
diberikan
- Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah dan
suhu sebelum dan sesudah
Latihan
- Monitor respons terhadap
relaksasi
Teurapetik
- Ciptakan lingkungan yang tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan
dan jenis relaksasi yang tersedia
- Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
- Ajurkan mengambil posisi
nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
- Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
2. Nyeri kronis Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam
diharapkan nyeri kronis - Identifikasi lokasi, karakteristik,
dapat teratasi dengan durasi, frekuensi, kualitas,
kriteria hasil: intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri (-) - Identifikasi skala nyeri
2. Meringis (-) - Identifikasi respons nyeri non
3. Kemampuan verbal
muntaskan - Identifikasi faktor yang
aktivitas memperberat dan memperingan
4. Ketegangan otot (-) nyeri
5. Frekuensi nadi - Identifikasi pengetahuan dan
normal keyakinan tentang nyeri
6. Kemampuan - Identifikasi pengaruh nyeri pada
mengenali onset kualitas hidup
nyeri Teurapetik
7. Kemampuan - Berikan teknik nonfarmakologis
mengenali untuk mengurasi rasa nyeri
penyebab nyeri - Kontrol lingkungan yang
8. Kemampuan memperberat rasa nyeri
menggunakan - Pertimbangkan jenis dan sumber
teknik nyeri dalam pemilihan strategi
nonfarmakologis meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Terapi Relaksasi
Observasi
- Identifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan
kognitif
- Identifikasi teknik relaksasi yang
diberikan
- Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah dan
suhu sebelum dan sesudah
Latihan
- Monitor respons terhadap
relaksasi
Teurapetik
- Ciptakan lingkungan yang tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan
dan jenis relaksasi yang tersedia
- Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
- Ajurkan mengambil posisi
nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
- Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
Pemberian Analgesik
Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis
analgetik
- Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik
- Monitor keefektifan analgetik
Teurapetik
- Tetapkan target efektifitas
analgetik untuk mengoptimalkan
respons pasien
- Dokumentasikan respons
terhadap efek analgetik
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgetik, sesuai indikasi
3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam - Identifikasi adanya nyeri atau
diharapkan gangguan keluhan fisik lainnya
mobilitas fisik dapat - Identifikasi toleransi fisik
teratasi dengan kriteria melakukan pergerakan
hasil: - Monitor frekuensi jantung
1. Pergerakan sebelum memulai mobilisasi
ektremitas (+) - Monitor kondisi umum selama
2. Kekuatan otot (+) melakukan mobilisasi
3. Rentang Teurapetik
gerak/ROM (+) - Fasilitasi aktivitas mobilisasi
4. Nyeri (-) dengan alat bantu
5. Kekakuan sendi (-) - Fasilitasi melakukan pergerakan,
6. Kelemahan fisik (-) jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
- Anjurkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Nanda International. 2018. Nanda International Nursing Diagnoses:


Definitions and Classification 2018 - 2020. 11th Edition. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Prasetyo, sigit (2010) konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Rosdahl, Kowalski. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. EGC. Jakarta
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. (2002).Buku Ajar Medikal Bedah Edisi
8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016). Definisi dan Indikator
Diagnostik. Indonesia Persatuan Perawat Indonesia Edition Jakarta
Selatan.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2016). Definisi dan Indikator
Diagnostik. Indonesia Persatuan Perawat Indonesia Edition Jakarta
Selatan.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2016). Definisi dan Indikator
Diagnostik. Indonesia Persatuan Perawat Indonesia Edition Jakarta
Selatan.
Tamsuri. (2007). Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai