Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung

terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.1 Memelihara keamanan dalam negeri dalam upaya penyelenggaraan

fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan

kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia

(Polri) selaku alat negara yang bersinergi dengan komponen pertahanan

keamanan negara lainnya untuk menjaga stabilitas keamanan nasional, dan

didukung oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Menjaga ketertiban, keamanan, dan penegakan hukum di seluruh wilayah

negara. Kepolisian adalah salah satu lembaga penting yang mempunyai tugas

utama sebagai penjaga keamanan, ketertiban dan penegakan hukum, sehingga

lembaga kepolisian ada di seluruh negara berdaulat.

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga

penyelenggaran tugas dan fungsi pemerintahan dalam melaksanakan tugas

1
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Menimbang a.

1
2

dan fungsinya harus berdasarkan legitimasi hukum yang berlaku, hal ini

ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa : “Kepolisian adalah

segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan”.2

Fungsi Kepolisian diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merumuskan

bahwa : “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di

bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan

hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.3

Kepolisian sebagai pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarkaat,

penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat, sehingga tugas polisi adalah melakukan pencegahan terhadap

kejahatan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat, membina

ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan

dan ketertiban masyarakat, membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi

yang menunjang keadaan yang lebih kondusif. Kepolisian Negara Republik

Indonesia selain mempunyai tugas pokok, fungsi dan wewenang, sebagai

suatu organisasi yang baik dan kuat memiliki aturan tata tertib intern sebagai

norma operasional untuk meningkatkan semangat kerja dan moril. Hal ini

2
Ibid., Pasal 1 angka 1.
3
Ibid., Pasal 2.
3

diatur dalam ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa :

(1) Untuk membina persatuan dan kesatuan serta meningkatkan


semangat kerja dan moril, diadakan peraturan disiplin anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai peraturan disiplin sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.4

Aturan tata tertib tersebut berbentuk peraturan disiplin maupun kode

etik, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, perlu

ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan

Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan Disiplin

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berisikan kewajiban,

larangan, dan sanksi bagi anggota Polri hal ini untuk menjaga kehormatan

sebagai pejabat negara yang diberi tugas dan kewenangan selaku pelindung,

pengayom dan pelayan masyarakat, penegak hukum dan pemelihara

keamanan.

Kondisi melemahnya disiplin dan profesionalisme anggota Polri yang

terjadi pada saat ini mulai sering menjadi pembicaraan masyarakat luas.

Dengan sering diberitakannya di berbagai media massa mengenai tindakan

indisipliner yang dilakukan oleh anggota Polri, misalnya banyaknya kasus

penyalahgunaan senjata api oleh anggota Polri, adanya anggota Polri yang

terlibat dalam tindak pidana, tindakan sewenang-wenang anggota Polri, dan

masih banyak kasus lain yang menggambarkan kurang disiplinnya anggota

4
Ibid., Pasal 27.
4

Polri, menjadikan keprihatinan sendiri bagi masyarakat terkait dalam

pelaksanaan tugas pokok Polri yaitu menjaga keamanan dan ketertiban

masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman

masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.5

Kondisi tersebut diperlukan strategi atau kebijakan yang tepat sehingga

penegakan hukum disiplin dapat berjalan dengan kondusif dan dapat

melakukan tindakan pencegahan perilaku menyimpang serta menumbuh

kembangkan perilaku disiplin anggota Kepolisian guna mewujudkan Good

Governance dan Clean Government di internal Kepolisian dalam rangka

memantapkan nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan

dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri.

Pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui penyelenggaraan fungsi

kepolisian agar kegiatan pembangunan nasional berjalan efektif, efisien dan

bersasaran maka diperlukan perencanaan pembangunan Kepolisian Negara

Republik Indonesia melalui Grand Strategi Polri tahun 2005-2025. Periode

2016 – 2025, Tahap Strive for Excellence: Tahap ini kebutuhan masyarakan

akan lebih mengharapkan multi dimensional service quality yang efektif dan

efisien ditengah globalisasi kejahatan yang makin canggih.6

Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumatera Utara dalam

melaksanakan tugas organisasinya termuat dalam Peraturan Kepolisian


5
Nenny Probowati, Gunarto, Penerapan Penegakan Hukum Disiplin Polri Demi
Terwujudnya Good Governance And Clean Goverment Dalam Ruang Lingkup Polda Jawa
Tengah, Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 3 September 2017, hal. 2.
6
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Grand Strategi Polri 2005 – 2025, Jakarta :
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2005, hal. 2.
5

Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2018 tentang Susunan

Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Daerah, Pasal 1 angka 3 angka 4

disebutkan bahwa :

3. Kepolisian Daerah yang selanjutnya disebut Polda adalah pelaksana


tugas dan wewenang Polri di wilayah provinsi yang berada di
bawah Kapolri.
4. Kepala Polda yang selanjutnya disebut Kapolda adalah pimpinan
Polri di daerah dan bertanggung jawab kepada Kapolri. 7

Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumatera Utara), merupakan

pelaksana tugas Polri di wilayah Provinsi Sumatera Utara, berbagai upaya di

telah dilakukan Polda Sumatera Utara, untuk meningkatkan kualitas dan

profesional Polri dalam memberikan pelayanan terhadap masyararakat, salah

satu program yang dilakukan oleh Polda Sumatera Utara adalah dengan

adanya Program Quick Wins Polri adalah suatu program unggulan Polri dalam

rangka meraih keberhasilan segera (QTAP : Quick, Transparan, Akuntabel,

dan Profesional) dengan tujuan  untuk meningkatkan kepercayaan dan

kemitraan terhadap publik/masyarakat kepada instansi Polri, dalam waktu

yang cepat.8 Adapun sasaran yang ingin dicapai dari program tersebut adalah

untuk merubah pola maupun perilaku dan budaya kerja para anggota Polri dan

sekaligus untuk meningkatkan kualitas dan profesional Polri dalam

memberikan pelayanan terhadap masyararakat termasuk juga sekaligus untuk

mengoptimalkan efektifitas pola manajemen dilingkungan organisasi Polri.

Program Quick Wins Renstra Polri dan upaya penerapan reformasi

birokrasi secara konsisten dan berkelanjutan, serta menciptakan clean


7
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2018 tentang Susunan
Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Daerah, Pasal 1 angka 3 dan 4.
8
https://spppoldasu.wordpress.com/2011/03/31,penjabaran 21 Kegiatan Program Quick
Wins Polri | Spp Polda Sumatera Utara (Wordpress.Com), diakses tanggal 28 April 2021.
6

government dan good government yang menjadi prinsip dalam memberikan

pelayanan prima kepada masyarakat, perlu memperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

Penyamaan penyebutan Program Quick Wins Renstra Polri dengan 8


kegiatan sebagai berikut :
1) Kegiatan I : Penertiban dan penegakan hukum bagi organisasi
redikal dan anti pancasila.
2) Kegiatan II : Perburuan dan penangkapan gembong terorisme
sansoo dan jejaring terorisme;
3) Kegiatan III : Aksi nasional pembersihan preman dan premanisme.
4) Kegiatan IV : Pembentukan dan pengefektifan Satgascops Polri
Kontra Radikal dan Deradikalisasi (khusus ISI);
5) Kegiatan V : Pemberlakuakn Rekruitmen Terbuka untuk Jabatan di
Lingkungan Polri (Polres, Polda dan Mabes Polri).
6) Kegiatan VI : Polisi sebagai Penggerak Revolusi Mental dan
Pelopor Tertib Sosiasl di Ruang Pulbik.
7) Kegiaetan VII : Pembentukan Tim Internal Anti Korupsi
(Melibatkan Unsur Publik dan KPK)
8) Kegiatan VIII : Crash Program Pelayanan Masyarakat : Pelayanan
Bersih dari Percaloan.9

Program Quick Wins Polri masyarakat akan dapat secara langsung

merasakan pelayanan yang diberikan oleh anggota Polri, baik dalam bentuk-

bentuk pelayanan yang bersifat operasional maupun bentuk pelayanan Polri

lainnya yang berada pada masing-masing unit pelayanan yang sudah tersedia.

Waktu pelaksanana pelaporan kegiatan Quick Wins Renstra pertriwulan

sebagai berikut :10

1. Pelaporan B03 : melaporkan kegiatan selama 3 bulan mulai bulan Januari

sampai dengan bulan Maret dan pelaksanaan upload data pada minggu

pertama di bulan April dengan waktu pelaksanaan mulai pukul 00.01 Wib

sampai ari ke-4 pukul 23.59 Wib.

9
Kepolisian Negara Republik Indoneisa, Surat Edaran Nomor : SE/II/XII/2017 tentang
Petunjuk/Arahan Pelaksanaan Pogram Quick Wins Resstra Polri Tahun 2015-2019, point 2
huruf a.
10
Ibid., point 2 huruf b.
7

2. Pelaporan B06 : melaporkan kegiatan selama 3 bulan bulan April sampai

dengan bulan Juni dan pelaksanaan upload data pada minggu pertama di

bulan Juli dengan waktu pelaksanaan mulai pukul 00.01 Wib sampai hari

ke-4 pukul 23.59 Wib.

3. Pelaporan B09 : melaporkan kegiatan selama 3 bulan bulan Juli sampai

dengan bulan September dan pelaksanaan upload data pada minggu

pertama di bulan Oktober dengan waktu pelaksanaan mulai pukul 00.01

Wib sampai hari ke-4 pukul 23.59 Wib.

4. Pelaporan B12 : melaporkan kegiatan selama 3 bulan bulan Oktober

sampai dengan bulan Desember dan pelaksanaan upload data pada

minggu pertama di bulan Januari tahun berikutnya dengan waktu

pelaksanaan mulai pukul 00.01 Wib sampai hari ke-4 pukul 23.59 Wib.

Disamping itu juga telah dilakukan beberapa tinjauan maupun analisa

dengan melibatkan berbagai elemen baik dilingkungan internal Polri ataupun

didapat dari berbagai sumbangan dan pemikiran diluar Polri (stake holder),

dan juga diperoleh dari para pemerhati di bidang Kepolisian maupun para

senior dan pensiunan Polri serta pihak lainnya, yang diharapkan program ini

benar-benar dapat menghasikan kinerja dari anggota Polri yang optimal dan

professional terhadap program Polri yang telah disusun. Keberhasilan Polri

sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, dalam penegakkan

hukum serta memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat guna

mewujudkan keamanan nasional akan dijadikan sebagai modal awal dalam

membangun keikutsertaan masyarakat, lembaga/instansi terkait baik dalam


8

maupun luar negeri sebagai mitra Polri.  Oleh sebab itu pencapaian arah

kebijakan Polri diprioritaskan pada kerja sama/sinergi dengan segala unsur

masyarakat dalam kebijakan Strategi Perpolisian Masyarakat (Polmas).

Dalam kehidupan di masyarakat tidak luput yang namanya kejahatan

dan kriminialitas, seperti pencurian, perampokan, penipuan, pembunuhan,

penyalahgunaan narkoba dan kejahatan bentuk baru juga yang menimbulkan

korban dalam jumlah yang besar karena kejahatan dilakukan dengan modus

operandi baru dan dilakukan dengan sarana-sarana yang modern dan canggih.

Kemajuan ekonomi dan perkembangan teknologi informasi serta

perkembangan ilmu pengetahuan selalu disertai oleh kemajuan aktivitas

kejahatan. Meningkatnya kualitas dan kuantitas kejahatan akan

mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan negara, menganggu kelancaran

produksi, kejahatan akan menyebabkan perasaan cemas dan tidak tenang dan

yang paling penting adalah kejahatan telah mengganggu perlindungan dan

kesejahteraan masyarakat.

Kejahatan atau kriminalitas di wilayah hukum Polda Sumatera Utara

memang masih tergolong tinggi. Hal itu terungkap berdasarkan catatan

tahanan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut), sepanjang tahun

2019 lalu :

“Jumlah tindak pidana (JTP) mencapai 31.388 kasus dan pengungkapan


tindak pidana (PTP) sebanyak 22.085 kasus. Kejahatan narkoba
menjadi urutan pertama dengan JTP mencapai 5.779 kasus perkara dan
PTP nya sebanyak 4.926 kasus perkara. Sedangkan curat (pencurian
dengan pemberatan) JTP nya ada 3.713 dan PTP nya 2.507. Untuk
curanmor (pencurian sepeda motor) JTP nya sebanyak 2.486 dan PTP
nya 783. Kasus perkosaan, sepanjang 2019 pihaknya mencatat JTP nya
mencapai sebanyak 208 kasus dan PTP nya sebanyak 142 kasus. Untuk
9

kejahatan asusila JTP nya sebanyak 398 kasus dan PTP nya sebanyak
356 kasus. Kemudian perjudian, JTP nya ada sebanyak 558 kasus dan
PTP nya 577 kasus. Korupsi JTP nya 27 kasus dan PTP nya 24 kasus.
Selanjutnya ilegal loging JTP nya 27 kasus dan PTP nya 18 kasus.
Maupun penipuan JTP nya 2.263 kasus dan PTP nya 1.057, serta
penggelapan JTP nya sebanyak 2.049 kasus dan PTP nya 1.483 kasus.
Sedangkan untuk kasus pembunuhan jumlah tindak pidananya ada 100
kasus, dan pengungkapannya sebanyak 98 kasus. Sementara itu, untuk
giat operasi, seperti Ketupat Toba 2019 yang dimulai dari 29 Mei
sampai 10 Juni, Polda Sumut mengeluarkan sebanyak 1.946 kasus
tilang, 2.996 perkara pelanggaran, 86 kasus kecelakaan lalu lintas
dengan rincian 25 orang meninggal, 45 orang luka berat, dan 112 orang
luka ringan.11

Tingginya tingkat kejahatan atau kriminalitas yang terjadi di wilayah

hukum Polda Sumatera Utara, terus meningkat. Polda Sumatera Utara

mencatat pada 2020 laporan tindak pidana mengalami peningkatan sebesar

6,4 persen dari tahun sebelumnya. 

"Sepanjang tahun 2020, terdapat hingga 29.243 kasus atau lebih besar
dari laporan yang diterima kepolisian pada 2019 yang sebesar 27.484
kasus. Dari jumlah laporan tindak pidana tersebut, sebanyak 20.813
kasusnya dapat terselesaikan. Jumlah ini juga lebih tinggi ketimbang
capaian penyelesaian pada tahun 2019 sebesar 18.690 kasus. Artinya
juga terjadi kenaikan dalam hal penyelesaian kasus sebesar 11,3
persen”.12

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat

dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam kesehatian

dapat menangkap berbagai komentar atau pendapat suatu peristiwa kejahatan

yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pelaku kejahatan mempunyai andi

atas terjadinya suatu kejahatan, karena terjadinya kejahatan bukan semata-

mata perbuatan yang ditentang oleh masyarakat, akan tetapi adanya dorongan

11
https://medan.tribunnews.com/2020/01/02/angka-kriminalitas-di-sumut-2019-tergolong-
tinggi-total-31388-kasus-tertinggi-kejahatan-narkoba., diakses tanggal 28 April 2021.
12
Sepanjang 2020 Narkoba kasus Paling Menonjol di Sumut, 702 Kg Sabu Diungkap -
KRIMINAL | RRI Medan |, 30 Des 2020, diakses tanggal 28 April 2021.
10

dari si pelaku untuk melakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat,

akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk melakukan perbuatan yang

ditentang oleh masyarakat tersebut. Kejahatan merupakan suatu perilaku

manusia yang menyimpang, bertentangan dengan hukum, merugikan

masyarakat. Kejahatan merupakan masalah kemanusiaan dan masalah sosial,

bahkan kejahatan dinyatakan sebagai the oldest social problem. Jadi kejahatan

tidak dapat dihilangkan dalam kehidupan bermasyarakat, mungkin aparat

penegak hukum hanya dapat mengurangi atau membatasi adanya kejahatan

tersebut.

Kejahatan akan selalu ada. Maka dari itulah Ditreskrimum terus

berupaya untuk menaggulangi kejahatan, maka harus diketahui penyebab

timbulnya kejahatan. Adapun sebab-sebab timbulnya kejahatan dapat

dijumpai dalam berbagai faktor, dimana suatu faktor dapat menimbulkan

kejahatan tertentu, sedangkan faktor lain dapat menimbulkan jenis kejahatan

yang lain pula. Meskipun demikian langkah-langkah penanganan kejahatan

harus disesuaikan dengan sifat dan modus dari kejahatan yang muncul sesuai

dengan perkembangan zaman dan perkembangan masyarakatnya. Untuk itu

upaya untuk menekan angka kriminalitas di wilayah hukum Polda Sumatera

Utara dengan cara melakukan Operasi Sikat Toba 2021. Kepolisian Daerah

Sumatera Utara dan jajaran melaksanakan Operasi Sikat Toba 2021 terhitung

tanggal 2 sampai 22 Maret 2021.

“Operasi Sikat dengan sasaran curas (pencurian kekerasan), curat


(pencurian pemberatan), curanmor (pencurian kenderaam bermotor)
11

dan tindak kejahatan jalanan (street crime). Hingga tanggal 8 Maret


2021, berhasil mengamankan 172 orang tersangka dari 146 kasus. Dari
172 orang tersangka, diantaranya 32 orang yang sudah TO (Target
Operasi) dari 49 kasus sementara tersangka lain diluar TO sebanyak
140 orang dari 97 kasus. Selama 6 hari (2-8 Maret 2021 red), jajaran
Polda Sumatera Utara berhasil menangkap 172 tersangka dari 146
kasus.13 

Operasi Sikat dilaksanakan sebagai upaya untuk menekan sedikit

mungkin tindak kejahatan jalanan. Kepolisian tidak segan-segan melakukan

tindakan tegas dan terukur (tembak ditempat) bagi pelaku kejahatan yang

membahayakan keselamatan petugas dilapangan. Upaya Polda Sumatera

Utara, untuk menekan angka kriminalitas dengan cara pencegahan yang

dilakukan mulai dari tindakan preemtif, tindakan preventif, dan tindakan

represif.

Tindakan preemtif yang dilakukan pihak kepolisian kepada masyarakat

adalah memberi pemahaman dan pengetahuan dalam mencegah kejahatan.

Petugas melakukan binluh, sambang, DDS, Problem Solving

(Bhabinkamtibmas), kerjasama dengan pihak instansi lain. Tindakan preventif

(pencegahan) juga tetap dilakukan petugas seperti melakukan penjagaan,

pengawasan, patroli, dan razia. Pencegahan yang dilakukan seperti patroli itu

untuk memantau tempat-tempat yang rawan akan kriminalitas, terutama untuk

kejahatan jalanan. Apalagi jam rawan di Medan itu mulai dari pukul 24.00

WIB sampai jam 05.00 WIB. Selanjutnya, Ditreskrimum juga akan

melakukan tindakan represif setelah berhasil mengungkap para pelaku

13
Kasubbid Penmas Bid Humas Poldasu AKBP MP Nainggolan, POLDA SUMUT
Melaksanakan Operasi Sikat Toba 2021, 172 Pelaku Kejahatan Ditangkap - Indoglobe News,
diakses tanggal 1 April 2021.
12

kejahatan. Dimana, petugas akan mengungkap jaringan mereka baik kejahatan

curanmor, curas, curhat. Menghimbau kepada masyarakat, terutama yang

memiliki kendaraan bermotor untuk memiliki kunci ganda. Sepeda motor

harus ada kunci ganda. Masyarakat juga harus mempunyai insting ketika

meletakkan kendaraan bermotor, jangan meletakkan sembarangan.

Upaya-upaya yang dilakukan Ditreskrimum Polda Sumatera Utara,

dalam menekan tingkat kejahatan dirasakan belum optimal, hal ini dilihat

masih banyaknya kejahatan dan kriminalisme yang terjadi di wilayah hukum

Polda Sumatera Utara. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum)

Polda Sumatera Utara sebagai pelaksana tugas pokok dalam bidang Reserse

Kriminal Umum sebagai mana ditegaskan dalam Pasal 1 angka 19 Peraturan

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2018 tentang

Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Daerah, bahwa : “Direktorat

Reserse Kriminal Umum yang selanjutnya disebut Ditreskrimum adalah unsur

pelaksana tugas pokok dalam bidang Reserse Kriminal Umum pada tingkat

Polda yang berada di bawah Kapolda”.14

Ditreskrimum Polda Sumatera Utara telah menjalankan program 100

hari kerja, khususnya program enam tentang peningkatan kinerja penegakan

hukum. Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak melalui

Direktur Ditreskrimum Polda Sumatera Utara Kombes Pol Tatan Dirsan

Atmaja, mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti program 100 hari kerja

Kapolri. Agenda tersebut dirumuskan dalam dokumen Porefesional Modern

14
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2018, Op.cit., Pasal 1
angka 19.
13

dan Terpercaya (Promoter). Di lain pihak, profesionalisme Polri tidak hanya

menjadi keamanan dan kestabilan kehidupan masyarakat Indonesia,

preofesionalisme Polri bahkan dituntut untuk memperkuat mempertahankan

ke-Bhineka Tungal Ika-an tersebut dalam kerangka Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Salah satu yang ditindaklanjuti yakni program 6 yakni

proses penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Program

6 yaitu peningkatan kinerja penegakan hukum :

“Dalam menjalankan program 6 ini ada beberapa indikator mulai dari


mengedepankan hukum progresif dalam menyelesaikan perkara melalui
restoratif justice yang tidak melihat aspek kepastian hukum namun
pada kemanfaatan dan keadilan. Meningkatkan penegakan hukum
kejahatan jalanan (street crime) yang meresahkan masyarakat. Dalam
pelaksanaan street crime, Tatan mengaku Dit Reskrimum Polda Sumut
beserta Satuan Reskrim Polres sejajaran, telah mencapai target.
Indikator selanjutnya memberikan kepastian hukum dan menghindari
penyidikan yang berlarut-larut secara transaksional. Meningkatkan
kerja sama criminal justice dan aparat penegak hukum lainnya (Join
Investugation) tukar menukar informasi, gelar perkara dan dukungan
sarana prasarana”.15

Tujuannya untuk membangun organisasi Polri yang efektif, efisien,

akuntabel dan transparan sesuai dengan dinamika perubahan lingkungan

strategis dan tantangan tugas yang dihadapi sasaran transformasi Polri antara

lain:

1. Keberadaan Polri di tengah-tengah masyarakat dapat memberikan


rasa aman dan tenteram.
2. Polri mampu memberikan pelayanan yang prima, tidak
mempersulit, cepat dan tuntas dalam menyelesaikan masalah.
3. Penampilan personel Polri yang simpatik, humanis tapi tegas.
4. Keterbukaan dan tanggung jawab dari setiap tindakan dan
perbuatan yang dilakukan.
5. Terwujudnya postur Polri yang bersih, mandiri dan professional.
15
Jalankan Program 6 Kapolri, Kombes Tatan: Dit Reskrimum Poldasu Peringkat 4
Selesaikan Laporan se-Indonesia - Waspada Online | Pusat Berita dan Informasi Medan Sumut
Aceh, diakses tanggal 6 April 2021.
14

6. Mendambakan penampilan Polri yang santun, bermoral dan


modern.16

Program 100 hari kerja Kapolri yang tertuang dalam rencana aksi

transformasi organisasi, transformasi operasional, transformasi pelayanan

publik dan transformasi pengawasan telah terakselerasi dengan baik di Polda

Sumatera Utara. Tetapi hal ini tidak cukup hanya sebatas Program 100 hari

kerja Kapolri, perlu adanya langkah, upaya dan strategi Direktorat Reserse

Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Utara dalam menimalisasi

kejahatan, dengan melakukan pembinaan pada semua anggota Ditreskrimum

Polda Sumatera Utara, untuk menjadinya Polri yang profesionalisme sebagai

suatu strategi untuk mendukung peningkatan kerja suatu organisasi, tidak bisa

lepas dari kinerja yang dicapai oleh suatu organisasi dan perilaku anggota

organisasi tersebut. Organisasi Polri sebagai suatu bagian dari organisasi

publik yaitu Pemerintah Indonesia telah menunjukkan kinerja memberikan

dampak positif terhadap stabilitas kehidupan sosial dan politik bangsa

Indonesia. Dinamika kehidupan sosial dan politik berjalan lebih cepat dari

pada perubahan struktur dan mekanisme kerja dalam organisasi Polri. Kondisi

ini memunculkan disparitas antara upaya peningkatan profesionalisme

anggota Polri dan etika profesi dalam menjalankan tugas dan

tanggungjawabnya dalam menjaga keamanan negara serta mengatasi

pemasalahan-permasalahan yang muncul dalam masyarakat.

16
https://waspada.id/Dr Alpi Sahari, SH, M.Hum: Dukung Peningkatan Profesionalisme
Melalui Road Map Transformasi Polri PRESISI (waspada.id), Selasa, 11 Mei 2021, diakses
tanggal 26 April 2021.
15

Kepolisian dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai

penegak hukum, tidak saja tunduk para peraturan perundang-undangan yang

ada, tetapi juga harus mempunyai kode etik profesi sebagai aspek dalam

kepolisian. Menurut Kunarto yang dimaksud dengan : “Etika kepolisian

adalah norma tentang perilaku polisi untuk dijadikan pedoman dalam

mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik bagi penegakan hukum, ketertiban

umum dan keamanan masyarakat”.17

Kode Etik Kepolisian sebagai pedoman bagi setiap anggota Polri dalam

menjalankan tugas dan wewenang kepolisian, kode etik merupakan landasan

etika moral yang bersumber dan berpijak pada good governance dalam

menjalankan pemerintahan. Secara filosofis pemberlakuan kode etik

kepolisian merupakan suatu cita-cita dan keinginan untuk mewujudkan

kepolisian yang bersih dan baik dalam rangka mewujudkan good governance.

Kekuasaan kepolisian sebagai penyelenggara lembaga pemerintah bukanlah

sebagai kekuasaan tidak terbatas, akan tetapi tunduk pada hukum tidak tertulis

berupa asas-asas hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dikenal

dengan asas-asas umum pemerintah yang baik. Hal ini dapat dijawab dengan

menggali sejauh mana tingkat kesadaran, disiplin dan moralitas anggota Polri

dalam menjalankan wewenang yang diamanatkan oleh masyarakat melalui

Undang-undang. Hal yang mendasar dapat dicermati karena belum adanya

pemahaman yang dalam bagi Polri tentang fungsi yang diembannya yakni

harus berorientasi kepada masyarakat (public oriented) yang dilayani.


17
Kunarto, Etika Kepolisian, Jakarta : Cipta Manunggal, 1997, hal. 97.
16

Sikap aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya, di pengaruhi oleh faktor lingkungan dan juga dipengaruhi pula

oleh proses panjang yang dialami oleh setiap personil antara lain berkaitan

dengan latar belakang pendidikan, keahlian yang dimiliki, sarana prasarana

yang ada dihadapkan pada beban tugas termasuk tantangan yang dihadapinya.

Kondisi ini sangat rentan terhadap timbulnya berbagai permasalahan yang

mengarah pada terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh

aparat penegak hukum (Ditreskrimum Polda Sumatera Utara), hal ini

berdampak pada tindak optimalnya dalam menjalankan tugas dan

tanggungjawab dalam menekan tingkat kejahatan yang berada di wilayah

hukum Polda Sumatera Utara.

Masyarakat pada saat ini hendaki agar aparat penegak hukum

(Polri)/Ditreskrimum Polda Sumatera Utara lebih profesional dan

meningkatkan kinerja pelayanannya yang berorientasi kepada kepentingan

masyarakat serta dapat menekan tingkat kejahatan yang terjadi di masyarakat.

Permintaan masyarakat tersebut adalah bentuk rasa aman, tentram, damai, dan

keselamatan terjaminnya dengan adanya Ditreskrimum Polda Sumatera Utara

yang mempunyai profesional dan integritas dalam melaksanakan

tanggungjawabnya. Maka dari itu Polri/Ditreskrimum Polda Sumatera Utara,

sebagai pengabdi masyarakat dapat menanifestasikan moral yang baik (kode

etik profesi) seperti yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi

Kepolisian Negara Republik Indonesia. Maka untuk mewujudkan profil yang


17

demikian itu harus setiap anggota Ditreskrimum Polda Sumatera Utara

memiliki nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai

oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam wujud

komitmen moral yang meliputi etika kenegaraan, kelembagaan,

kemasyarakatan, dan kepribadian serta persyaratan-persyaratan intelektual

atau kecerdasan yang memadai dan disiplin serta dapat memelihara tata tertib

kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Upaya

pelaksanaan penerapan disiplin dan kode etik Kepolisian sangat dibutuhkan

guna terwujudnya pelaksanaan tugas dan tanggungjawab yang dibebankan

dan tercapainya profesionalisme Polri/Ditreskrimum Polda Sumatera Utara.

Disamping pembentukan moral dan etika profesi kepolisian itu juga

perlu adanya pelatihan dan pembinaan dalam membentuk atau menggali

kemampuan dan keahlian para personel penyidik Ditreskrimum Polda

Sumatera Utara, guna mendukung aktivitas dalam menanggulangi kejahatan

yang terjadi di masyarakat. Kemampuan Ditrestrimum dalam mengungkap

kejahatan-kejahatan yang terjadi di masyarakat yang berbekal kemampuan

dan keahlian yang dimilikinya, hal ini akan memudahkan atau mempercepat

proses penanggulangan atau penangangan kejahatan-kejahatan yang terjadi.

Hal ini sesuai dengan perencanaan pembangunan Kepolisian Negara Republik

Indonesia melalui Grand Strategi Polri tahun 2005-2025, Tahap III Service

for Excellence (2016-2025) : “Membangun kemampuan pelayanan publik

yang unggul, mewujudkan good government, best practice polri,


18

profesionalisme sumber daya manusia. Implementasi teknologi, infrastruktur

matfasjas guna membangun kapasitas polri (capacity building) yang kredibel

di mata masyarakat nasional, regional dan international”.18

Dalam mewujudkan Grand Strategi Polri Tahun 2005-2025, Tahap III

Service for Excellence (2016-2025), usaha meningkatkan kemampuan dan

kewibawaan aparat penegak hukum perlu dilanjutkan, maka perlu adanya

program-program yang dilakukan oleh Ditreskrimum Polda Sumatera Utara

menjadikan penyidik Ditreskrimum yang mempunyai kapasitas polri

(capacity building) yang kredibel di mata masyarakat nasional, regional dan

international, maka perlu pembentukan profesionalisme, bermoral dengan

perpedoman pada kode etik profesi kepolisian, serta kecerdasan intelektual,

sikap kerja yang tekun bekerja, daya tahap fisik dan psikhis yang tinggi,

disiplin yang tinggi, solidaritas sesama rekan sejawat, dapat dipercaya, jujur

dan taat asas yang terbentuk dalam diri penyidik Ditreskrimum sebagai salah

satu strategi dalam mendukung peningkatan kerja dalam meminimalisasi

kejahatan dan perilaku anggota penyidik Ditreskrimum dengan

mengedepankan kode etik profesi kepolisian dalam setiap tindakan atau

perilaku dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabkan sebagai penyidik

Polri.

Arah pengembangan profesionalisme anggota penyidik Ditreskrimum

dalam kerangka membentuk Polri yang bermoral, kode etik dan disiplin

sebagai norma atau pedoman perilaku kepolisian dalam mewujudkan

18
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Grand Strategi Polri 2005 – 2025, Op.cit., hal. 5.
19

pelaksanaan tugas yang baik dalam menjalankan penegakan hukum,

ketertiban umum dan keamanan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dalam disertasi ini

mengambil judul mengenai “Optimalisasi Kemampuan Penyidik

Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara Dalam

Menekan Tingkat Kejahatan di Masyarakat”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penegakan hukum penyidik Reserse Kriminal Umum Polda

Sumatera Utara dalam perspektif profesionalisme dan bermoral ?

2. Apa strategi yang diterapkan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal

Umum Polda Sumatera Utara dalam menekan tingkat kejahatan di

masyarakat ?

3. Mengapa optimalisasi kemampuan penyidik Direktorat Reserse Kriminal

Umum Polda Sumatera Utara perlu, dalam menekan tingkat kejahatan di

masyarakat ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menelaah penegakan hukum penyidik Reserse Kriminal Umum

Polda Sumatera Utara dalam perspektif profesionalisme dan bermoral.


20

2. Untuk mengkaji dan menganalisis strategi yang diterapkan oleh penyidik

Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara dalam

menekan tingkat kejahatan di masyarakat.

3. Untuk mengkaji dan menganalisis optimalisasi kemampuan penyidik

Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara perlu, dalam

menekan tingkat kejahatan di masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan khususnya

optimalisasi kemampuan penyidik direktorat reserse kriminal umum

Polda Sumatera Utara dalam menekan tingkat kejahatan di masyarakat

dan untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan bagi

kalangan penegak hukum dan masyarakat, dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam mengambil kebijakan bagi Kepolisian Negara

Republik Indonesia terkait masalah optimalisasi kemampuan penyidik

(Polri) untuk menekan tingkat kejahatan di masyarakat.

E. Orisinal Penelitian

Berdasarkan teori dan penjelasan-penjelasan terkait dengan optimalisasi

kemampuan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera


21

Utara dalam menekan tingkat kejahatan di masyarakat dan untuk memperkuat

penelitian ini maka peneliti mengacu pada peneliti terdahulu yang relevan,

terkait pada penelitian ini adalah :

1. Agung Hendaryana, Judul : Memantapkan Profesionalisme Polri

Dibidang Penegakan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan

Supremasi Hukum, Undip E-Journal System Portal, (EJSP-e-ISSN:

1978-2993, Scopus, ESCI), 2010.

Hasil penelitian : Tuntutan reformasi total di Indonesia, yang

menghendaki perubahan diberbagai aspek kehidupan dibidang politik,

ekonomi, sosial budaya, keamanan dan hukum. Tuntutan reformasi

dibidang hukum menghendaki terwujudnya supremasi hukum yang

ditopang dengan kokohnya pilar hukum yang meliputi substansi hukum,

kualitas aparat penegak hukum, sarana prasarana hukum yang memadai

dan tingginya budaya hukum masyarakat. Kehendak untuk mewujudkan

supremasi hukum merupakan tantangan bagi Polri dalam upaya

meningkatkan profesionalisme dan kinerja dibidang penegakan hukum.

Penelitian yang berbasis pada inventarisasi hukum positif, penemuan

azas-azas hukum dan penemuan hukum inconcretto, yang dilengkapi

pengamatan operasionalisasi hukum secara empiris di masyarakat.

Upaya mewujudkan Polri yang mandiri, profesional dan dapat

memenuhi harapan masyarakat, menghendaki Polri untuk menuju

paradigma baru sebagai Polisi Sipil yang menjunjung tinggi hak azasi
22

manusia, demokrasi, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.

Pergeseran paradigma Polri membawa implikasi pembaharuan pada aspek

struktural, instrumental dan kultural, yang menuntut berbagai peningkatan

baik dibidang pembangunan kekuatan, pembinaan kekuatan maupun

operasional dalam rangka memantapkan profesionalisme Polri. Strategi

dan kebijakan dalam memantapkan profesionalisme Polri dibidang

penegakan hukum, diimplementasikan dalam bentuk program yang secara

simultan dilaksanakan melalui proses pembangunan kekuatan dengan

lebih mengedepankan satuan kewilayahan, pembinaan sumberdaya

pendukung yang mencakup sumberdaya personil, materiil dan anggaran,

serta meningkatkan pembinaan operasional Polri dalam rangka

mendukung pelaksanaan tugas Polri dibidang penegakan hukum.

Secara spesifik pada aspek pembinaan sumberdaya manusia

diperlukan terobosan dalam pola dan proses rekrutmen, pendidikan,

pembinaan karier, peningkatan kesejahteraan, fungsi pengawasan dan

penerapan reward and punishment system, serta diimbangi proses

pengembangan diri oleh setiap individu (individual development). Hal ini

dilakukan dengan maksud untuk lebih memantapkan profesionalisme

Polri dibidang penegakan hukum terutama yang bcrkaitan dengan

integritas moral, sikap perilaku dan etika profesi serta disiplin dan

tanggung jawab yang tinggi pada setiap personil Polri.


23

2. Agus Raharjo dan Angkasa, Judul : Profesionalisme Polri Dibidang

Penegakan Hukum, Jurnal : Dinamika Hukum Vol. 11, No. 3 September

2011.

Hasil penelitian : Kekerasan seringkali dilakukan oleh polisi dalam

penyidikan untuk mendapatkan pengakuan tersangka. Perilaku ini telah

menjadi kebisaan yang dapat ditunjukkan dari berbagai hasil penelitian,

yang disebabkan oleh ketiadaan lembaga pengawasan penyidikan,

instrumen hukum yang tidak lengkap, adanya perlindungan dari institusi,

dan sikap tidak profesional dari polisi. Keadaan ini menyebabkan tidak

ada kesempatan tersangka untuk memperjuangkan hak-haknya dan

perlaku kekerasan tak terjamin. Profesionalitas berkaitan dengan masalah

moral yang dibakukan menjadi kode etik, dan adana pelanggan kode etik

meunjukkan adanya masalah moral dalam tubuh polisi. Perlu ada

perbaikan moral pada penyidik agar penyidikan dapat berlangsung

dengan baik dan benar sesuai harapan.

3. Nenny Probowati, Gunarto, Judul : Penerapan Penegakan Hukum

Disiplin Polri Demi Terwujudnya Good Governance And Clean

Goverment Dalam Ruang Lingkup Polda Jawa Tengah, Jurnal

Hukum : Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 3 September 2017 : 643 –

654.

Hasil peneliitian : Penerapan penegakan hukum disiplin POLRI

yang berbasis Good Governance and Clean Goverment terhadap anggota

di Polda Jawa Tengah adalah sebagaimana proses penegakan hukum pada


24

umumnya dalam proses penegakan hukum disiplin anggota Polri terhadap

anggota Polda Jawa Tengah juga tidak terlepas dari lima faktor yang

saling terkait dengan eratnya karena merupakan esensi dari penegakan

hukum itu sendiri. Mulai dari faktor hukumnya, faktor penegak

hukumnya, masyarakat dalam hal ini anggota Polri sebagai objek dari

penegakan hukum disiplin dan faktor kebudayaan dalam organisasi Polri

maupun dalam masyarakat pada umumnya :

a) Faktor Hukumnya (Undang-Undang/Aturan Hukum),

b) Faktor Penegak Hukum (Provos Polri, Pimpinan/Ankum),

c) Faktor Sarana dan Fasilitas Pendukung. Sarana dan Fasilitas

pendukung dalam penegakan hukum disiplin anggota Polri tidak jauh

berbeda dengan penegakan hukum pada umumnya dirasakan masih

serba terbatas,

d) Faktor Masyarakat (anggota Polda Jawa Tengah). Faktor kesadaran

dan ketaatan anggota Polda Jawa Tengah terhadap hukum baik hukum

yang berlaku umum maupun hukum yang berlaku khusus bagi

anggota Polda Jawa Tengah.

e) Faktor Budaya. Faktor kebudayaan sebenarnya bersatu padu dengan

faktor masyarakat tapi sengaja dibedakan karena kebudayaan (sistem)

hukum pada dasarnya mencakup nilai- nilai mendasari huku yang

berlaku.

Kelemahan dan solusinya terhadap penerepan penegakan hukum

disiplin Polri kepada para anggota Polda Jawa Tengah agar terwujudnya
25

Good Governance and Clean Goverment, terkait kelemahannya dalam hal

ini adalah kesadaran hukum yang dimiliki anggota Polri kurang serta

lingkungan atau pergaulan juga merupakan faktor lemahnya penegakan

disiplin. Pengaruh lingkungan keluarga yang menuntut untuk menjadi

kaya atau sebagai perantara untuk membangun karir dan juga pengaruh

oleh pergaulan sesama anggota Polri, seperti nilai-nilai konsumerisme

yang masuk sehingga mempengaruhi perilaku anggota Polri dalam

pelaksanaan tugasnya. Selain itu solusi untuk menghasilkan tegaknya

hukum termasuk dalam hal ini tegaknya hukum disiplin anggota Polri

yang berbasis Good Governance dan Clean Goverment, maka penegakan

hukum secara konsepsional maupun penegakan hukum sebagai suatu

proses haruslah terwujud dengan 1) Peningkatan kualitas Penyidik Provos

Polda 2) Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan anggota Polri terhadap

disiplin, 3) Pengadaan dan pengelolaan sarana pendukung tugas

penegakan Hukum Disiplin dan 4) Membangun pemahaman masyarakat

tentang pelaksanaan penegakkan hukum disiplin anggota Polri sebagai

bentuk transparansi dan akuntabilitas kinerja Polri kepada masyarakat.


26

F. Kerangka Berpikir

Penegakan Hukum

Optimalisasi Kemampuan Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum


Polda Sumatera Utara

KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Teori Utama (Grand Theory) tentang Penegakan Hukum
2 Teori Tengah (Middle Range Theory)
a. Teori Kewenangan
b. Teori Kepatuhan Hukum
3. Teori Aplikasi (Applicative Theory) tentang Penanggulangan
Kejahatan
B. Tinjauan Pustaka
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia
2. Kejahatan

METODOLOGI PENELIITAN

Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Penegakan hukum penyidik Reserse Kriminal Umum Polda
Sumatera Utara dalam perspektif profesionalisme dan bermoral.
B. Strategi yang diterapkan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal
Umum Polda Sumatera Utara dalam menekan tingkat kejahatan di
masyarakat.
C. Optimalisasi kemampuan penyidik Direktorat Reserse Kriminal
Umum Polda Sumatera Utara perlu, dalam menekan tingkat
kejahatan di masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN


27

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini, untuk mempermudah dalam menyusun

penelitian dan pemahaman dari keseluruhan disertasi ini, dibagi atas 5 bab

yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Bab I, menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, orisinal penelitian,

kerangka berpikir dan sistematika penulisan

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Bab II, menjelaskan kerangka teori : teori utama (grand theory)

tentang penegakan hukum, teori tengah (middle range theory),

teori kewenangan dan teori kepatuan hukum, teori aplikasi

(applicative theory) tentang teori penanggulangan kejahatan.

Tinjauan pustaka tentang Kepolisian Republik Indonesia dan

Kejahatan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab III, metodologi penelitian yang akan digunakan dalam

penelitian ini dengan langkah-langkah : metode pendekatan,

spesifikasi penelitian, bahan hukum penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data dan analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV, mengambarkan, mengkaji dan menganalisis Penegakan

hukum penyidik Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara

dalam perspektif profesionalisme dan bermoral, Strategi penyidik


28

Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara

menekan tingkat kejahatan di masyarakat dan Optimalisasi

kemampuan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda

Sumatera Utara menekan tingkat kejahatan di masyarakat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab V, menguraikan suatu kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai