DISUSUN OLEH :
1. IRMAYANI (1914201014)
S1 KEPERAWATAN
T.A 2020-2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada pemeriksaan dengan
mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa
sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3
persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab kematian
terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh diabetes.
Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada penderita
diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan perhatian dan bantuan.
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi mampu
memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut insulin. Sebaliknya,
diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun
insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data
epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-7
tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes, 5-10 persennya adalah
penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan
hanya sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak
terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan meninggal.
Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan koma apabila
tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada anak
dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar gula darah (GD)
tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di dalam air
kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut penyakit kencing
manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan asimtomatik,
aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang diinginkannya
serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat
dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan
prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik
untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem endokrin : Diabetes
Melitus dengan metode masalah yang sistematis melalui proses keperawatan.
B. Rumusan masalah
1) Apa pengertian diabetes mellitus (juvenile diabetes) pada anak?
2) Sebutkan klasifikasi dari diabetes mellitus pada anak?
3) Apa saja penyebab dari diabetes mellitus pada anak?
4) Bagaimana patofisiologi penyakit diabetes mellitus?
5) Apa saja pathway dari diabetes mellitus?
6) Apa manifestasi klinis diabetes mellitus pada anak?
7) Komplikasi apa saja yang ditimbulkan dari diabetes mellitus pada anak?
8) Apa saja pemeriksaan pemeriksaan penunjang diabetes mellitus pada anak?
9) Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit diabetes mellitus pada anak
10) Asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak penderita penyakit diabetes mellitus?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah :
1. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai asuhan
keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
2. Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus.
2. Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus.
3. Mengetahui etiologi diabetes mellitus.
4. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus.
5. Mengetahui pathway/pathoflow diabetes mellitus.
6. Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus.
7. Mengetahui akibat / komplikasi diabetes mellitus.
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus.
9. Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
10. Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik. Hiperglikemia ini
dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin,
gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S.
2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terutama
di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam masyarakat,
baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-
perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan
gaya hidup masyakarat modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya angka
kejadian Diabetes Mellitus(DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing manis.
Diabetes Mellitusadalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.Oleh karena itu, onset
Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting dalam kehidupan penderita.
Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja
(UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674 data
penyandang Diabetes Mellitus tipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama berbagai
pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit
dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes Mellitus
Anak dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga kerjasama dengan
perawat edukator National University Hospital Singapura untuk memperoleh data penyandang
Diabetes Mellitusanak Indonesia yang menjalani pengobatannya di Singapura.Data lain dari sebuah
penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di seluruh wilayah Indonesia pada awal Maret
tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitus usia anak-anak juga usia remaja
dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak. Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia) melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes Mellituscenderung naik dalam
beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik 40%
dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh dua anak diantaranya terkena Diabetes Mellitustipe 2.
(Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitusyang cukup signifikan di Indonesia ini perlu
mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak terkena Diabetes Mellitus.
Deteksi dini pada Diabetes Mellitusmerupakan hal penting yang harus dilakukan untuk
menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat mengakibatkan kematian.Diabetes
Mellitustipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena gejala
awalnya yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti
mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan deteksi dini, pengobatan dapat
dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan
risiko kecacatan dan kematian(Pulungan, 2010).
B. Klasifikasi
International Society of Pediatric and Adolescence Diabetes dan WHO merekomendasikan
klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1). DM tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan
sel β-pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun idiopatik.
Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat
resistensi insulin. Pada DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau bahkan meningkat.
DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya seperti obesitas,
hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS,
dkk. 2010).
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
1) DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a) Immune mediated
b) Idiopatik
2) DM tipe-2
3) DM Tipe lain
a) Defek genetik fungsi pankreas sel
b) Defek genetik pada kerja insulin
c) Kelainan eksokrin pankreas
d) Gangguan endokrin
e) Terinduksi obat dan kimia
4) Diabetes mellitus kehamilan
C. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1. Namun
yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko perkembangan
diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel
beta.
D. Patofisiologi
Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang
dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon
autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga
mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit
gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh
sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan
genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat
menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen
HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin
dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya
predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya
ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak
dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada
sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya
penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan
glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis.
Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol
yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin,
sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan
terganggu. Seharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan
badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke
dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180 mg/dL ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari
glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik
dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urin, terutama
natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi).
Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan
makanan (polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga
terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika
hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme
yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma
meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan
menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Tandra,2007).
E. Pathway
Reaksi autoimun
Definisi insulin
G. Komplikasi
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa
organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi berbagai
organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006):
Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan
tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Hipoglikemia yaitu
kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl. Hipoglikemi sering membuat anak emosional,
mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga
mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh
obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan,
atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
2. Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya
lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
Minum banyak, kencing banyak
Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta
berbau aseton
Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik
harus segara dibawa ke rumah sakit
Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun ke-5) berupa :
1. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1
diantara 3 penderita DM tipe-1.
2. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
1. Gangguan pertumbuhan dan pubertas
2. Katarak
3. Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
4. Hepatomegali
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)4.
Bukan DM Belum pasti DM DM
I. Penatalaksanaan Medis
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan / mengurangi
keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan
tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah
tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan
mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita anak
dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian
injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
Koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa, elektrolit
dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi penyakit dengan
insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang DM / keluarga mengenai
pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin,
pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam batas
normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan
penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya anak-
anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin tanpa
menimbulkan gejala hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik maupun
sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh lingkungan/
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya sendiri
sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya.
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan
diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut
dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut:
a. Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi hormon
insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah
yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan
makanan).
c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama bersumber dari karbohidrat
walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa. Secara terus menerus pankreas melepaskan
insulin pada saat makan atau tidak. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan
glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa
dan masuk ke darah sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak bisa
diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa
suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam
pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin
pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
b. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat,
protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani.
Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal =
(TB-100)-10%, sehingga didapatkan:
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu untuk laki-
laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-
30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk
menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi
yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
c. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang
berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
d. Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien
akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan
psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan
diabetes (Bare & Suzanne, 2002).
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari
pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
fisik, pola kegiatan sehari-hari.
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini
digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan
lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Pemeriksaan penunjang :
Riwayat kesehatan
Hal-hal yangbiasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus:
1. aktivitas/istirahat
Letih, lemah, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun
2. sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki
yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas ego
stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria), diare Perubahan pola berkemih ( poliuria,
nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / Batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi:
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan penyakit diabetes mellitus
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai dengansering
lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak bergairah.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dengan tidak
mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan
lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah,
konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat tidak adekuat (penurunan
fungsi limfosit).
5. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
4. Rencana Keperawatan
a. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit melitus .
Intervensi :
1. Monitor kadar gula darah
2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Berikan terapi insulin sesuai program kepada pasien dan keluarga mengenai pencegahan dan
pengenalan tanda-tanda hiperglikemia dan hipoglikemia dan managemen hiperglikemia dan
tanda hiperglikemia
5. Instruksikan kepada pasien untuk selalu patuh terhadap dietnya
b. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai dengan sering
lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi /tidak bergairah.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga kebutuhan aktivitas
2. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari
3. Monitor TTV
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu
dalam mengabsorbsi makanan karena factor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas,
berat badan pasienmenurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva
tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl.
Intervensi :
1. monitor berat badan tiap hari
2. ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkonsumsi makanan
3. berikan terapi insulin sesuai dengan program
4. kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
5. libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makanan sesuai indikasi
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan fungsi
limfosit).
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan cara cuci tangan yang pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien termasuk pasien sendiri.
3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif
4. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam
e. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Orientasikan pasien dengan lingkungan sekitarnya
3. Pantau adanya keluhan parestesia,nyeri atau kehilangan sensori
4. Implementasi
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi. Tujuan dari
implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara
mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan
ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
1. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
3. Infeksi tidak terjadi
4. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
5. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
o
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan BB: 25,5kg, PB: 135 cm, suhu: 37,4 C,
nadi: 88x/menit. Respirasi: 24x/menit, TD: 110/70 mmHg. Turgor kulit kembali
segara, kulit kering, membrane mukosa lembab. Hasil pemeriksaan laboratorium
6
menunjukkan: Hb:11,2gr/dl, Hematokrit:30%, eritrosit: 4 ,0(x10 /uL), trombosit:
3
210000/mm ,leukosit: 9.500/uL, glukosa darah 300mg/dl.
Orang tua mengatakan bahwa mereka sangat terkejut dan tidak percaya
ketika anaknya didiagnosa Diabetes Melitus tipe 1, padahal tidak ada anggota
keluarga yang menderita Diabetes Melitus. Mereka mengatakan tidak paham
tentang Diabetes Melitus tipe 1 dan cara perawatannya terutama setelah pulang
dari Rumah Sakit. Orang tua khawatir memikirkan masa epan anaknya.
Terapi/instruksi medis yang diberikan saat ini : cek gula darah 2x/hari, insulin 2
unit dari U 100 sebelum makan.
1. Pengkajian :
a. Identitas :-
b. Nama : -
c. Umur :10 th
d. Jenis kelamin : laki-laki
e. Keluhan Utama :Banyak makan, banyak minum, banyak kencing,
f. Riwayat keluarga : -
g. Riwayat kesehatan sekarang : Diabetes Melitus tipe 1
h. Hasil pemeriksaan :BB = 25,5 kg, PB =135 cm suhu = 37,4 c
Nadi = 88 kali/menit, respirasi = 24kali/menit, tekanan darah = 110/70 mmHg.
Turgor kulit kembali segera. Kulit kering, membrane mukosa lembab.
i. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan : Hb : 11,2 gr/dl haematokrit ; 30%
eritrosit : 4,0 (10 6 )
f) Pernafasan
g) Keamanan
Gejala:Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda: a) Demam, diaforesis
b) Kulit rusak, lesi / ulserasi
Analisa Data
respirasi = 24
kali/menit,
tekanan darah =
110/70 mmHg.
Kulit kering,
membrane mukosa
lembab.
2 DS Hiperglekemi Kekurangan volume
cairan
banyak minum,
banyak kencing,
Dieresis osmotik
berat badannya
turun, enuresis
DO Poliuri
BB = 25,5 kg,
suhu = 37,4 c
nadi = 88 kali/menit,
respirasi = 24
kali/menit,
tekanan darah =
110/70 mmHg.
Kulit kering
3 DS : Peningkatan kadar gula dalam Kerusakan integritas
darah. kulit
- kalau ada luka sukar
sembuh ↓
Luka
- Klien mengatakan ↓
tubuhnya terasa lelah
Metabolisme menurun
DO :
↓
Tercium bau tak sedap
Energi menurun
saat berbicara/ bau keton
↓
- Kebutuhan ADL seperti
makan minum mandi Kelemahan fisik
klien dibantu oleh ↓
keluarga dan perawat
Defisit perawatan diri
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi oral/ penurunan intake
oral ditandai dengan mengeluh mual-muntah, intake tidak adekuat, penurunan nafsu
makan, lemah, tonus otot menurun.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik berlebihan,
masukan yang terbatas.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka, mencetuskan reaksi imun dan
peradangan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, energi menurun, dan
metabolisme menurun.
3. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Nutrisi kurang dari Setelah a. Timbang berat badan tiap hari
kebutuhan tubuh dilakukan b. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan
berhubungan dengan tindakan dan elektrolit dengan segera jika pasien dapat
defisiensi oral/ keperawatan mentoleransinya melalui pemberian makanan melalui
penurunan intake oral selama oral
ditandai dengan 2x24jam akan c. Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan
mengeluh mual- didapatkan tingkat kesadaran, kulit dingin, nadi cepat, sakit
muntah, intake tidak hasil : kepala dan pandangan berkurang-kunang.
adekuat, penurunan d. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana
- Nutrisi
nafsu makan, lemah, membuat jadwal makan sesuai dengan diet
terpenuhi
tonus otot menurun Diabetes Mellitus tipe 1
-Tidak terjadi e. Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan
penurunan 20% metode I.V secara intermiten atau secara kontinue
f. Kolaborasi pemeriksaan glukosa test, glukosa serum,
-Berat badan
aseton, pH, dan HCO3, kelola pemberian insulin, konsul
meningkat
dengan ahli gizi.
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat rasa gatal yang dirasakan klien.
kulit berhubungan tindakan selama 4x24
2. Observasi luka lecet.
dengan luka, jam diharapkan
mencetuskan reaksi integritas kulit 3. Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang
imun dan peradangan membaik dan tidak longgar dari bahan yang lembut dan menyerap keringat.
terjadi perusakan kulit 4. Berikan perawatan kulit dengan menaburi salicyl talk.
kriteria hasil 5. Beri penjelasan pada klien bila daerah yang gatal jangan
terjadi perbaikan digaruk, dan jelaskan penyebab rasa gatal.
status metabolik yang
dilakukan oleh gula
darah dalam batas
normal
4 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan klien dalam menolong dirinya sendiri,
berhubungan dengan tindakan perawatan seperti mandi dan gosok gigi.
kelemahan fisik, selama 3x24 jam 2. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
energi menurun, dan kebutuhan perawatan 3. Berikan dukungan jika klien berusaha untuk melakukan
metabolisme diri klien terpenuhi perawatan diri.
menurun dengan kriteria : 4. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang
pentingnya personal hygiene. Seperti mandi dan gosok
- Klien dapat melakukan
gigi.
perawatan diri (mandi,
gosok gigi) secara
mandiri.
Intervensi dilanjutkan
2 Kerusakan integritas kulit 1. Mengkaji tingkat rasa gatal gatal 18 Agustus 2017 Pukul
jaringan berhubungan dengan yang dirasakan klien 13.00 WIB
reaksi imun dan peradangan 2. Mengobservasi adanya luka lecet
3. Menganjurkan pada klien untuk
memakai pakain yang longgar S:
dari bahan yang lembut dan
Klien mengatakan
mudah menyerap keringat
gatalnya berkurang pada
4. Memberikan perawatan kulit
badanya
dengan menaburi minyak kayu
putih O:
5. Menjelaskan kepada klien bila Tampak kulit bersisik
daerah yang gatal jangan digaruk
Klien tampak menggaruk
dan menjelaskan penyebab rasa
badannya
gatal
A:
P:
Intervensi dilanjutkan
A:
P:
Intervensi dilanjutkan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penderita terbanyak diabetes mellitus tipe 1 adalah usia anak dan remaja. Perlu
kewaspadaan pada tenaga medis mengenai penyakit ini maupun komplikasi yang mungkin
terjadi yang seringkali salah diagnosis. Keterlambatan dalam diagnosis akan berakibat fatal
bagi keselamatan jiwa penderita DM tipe 1.
B. Saran
Penulis tentu menyadari bahwa laporan pendahuluan ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kesalahan dan kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan pendahuluan ini, supaya
dapat menjadi laporan pendahuluan yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan kami mohon maaf sebesar- besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/15996339/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_ANAK_DENGAN_DM_J
UVENILE
http://macrofag.blogspot.com/2013/02/makalah-diabetes-pada-anak.html
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and adolescents, basic training
manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted. Argentina: ISPAD, h 20-21.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang T Jr. Pediatric
endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010). Diabetes Melitus.
Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor. Buku Ajar
Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada tanggal 1 Maret 2015)