Anda di halaman 1dari 22

RINGKASAN MATA KULIAH

AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN


Penggunaan Sistem Manajemen Biaya Untuk Pengambilan
Keputusan Strategik - Produk

DISUSUN OLEH :
EDA ZURAEDA (180020113111004)
FIBRIANA (

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
A.Product Profitability Analysis
1. Definisi Product Profitability Analysis
Menurut Hilton et al (2003) menyatakan bahwa profitabilitas berkaitan dengan profit
atau laba dan merupakan ukuran bagi perusahaan apakah telah menjalankan usahanya untuk
memenuhi kebutuhan konsumernya melalui produk atau jasa yang diproduksi oleh
perusahaan tersebut dalam rangka untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
sedangkan pengertian dari produk itu sendiri adalah hasil atau output dari proses
manufacturing yang akan ditawarkan di pasar untuk memuaskan kebutuhan pelanggan.
Berdasarkan definisi atas profitabilitas dan produk diatas, dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan profitabilitas produk merupakan laba atau profit yang diperoleh dari
hasil penjualan produk barang atau jasa kepada konsumen yang dapat menghasilkan laba bagi
perusahaan. Dengan demikian, Product Profitabilty Analysis merupakan sebuah analisis
terhadap profitabilitas produk atau analisis atas kemampuan produk dalam menghasilkan laba
bagi perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari selisih harga jual produk tersebut
dengan biaya produksinya.
2. Manfaat Product Profitability Analysis
Setelah mendapatkan informasi mengenai profitabilitas atas suatu produk yang
dihasilkan oleh perusahaan, pihak manajemen dapat menggunakan informasi tersebut untuk
mengambil keputusan strategis untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis.
Misalnya, dengan cara menurunkan harga jual untuk produk yang menghasilkan keuntungan
yang tinggi sehingga produk tersebut mempunyai daya saing yang kuat di pasar atau
menghentikan produk yang ternyata menghasilkan kerugian bila terus menerus diproduksi
oleh perusahaan.

3. Product Profitability Analysis dengan Activity Based Costing


Bila perusahaan menerapkan sistem perhitungan biaya menggunakan metode
tradisional dengan perataan biaya atau dengan satu standar alokasi biaya saja, perusahaan
dapat mengalami ketidakakuratan perhitungan biaya produksi yang dapat menyebabkan
adanya kekurangan biaya pada produk yang berarti sebuah produk yang sebenarnya
membutuhkan biaya sumber daya yang banyak tetapi justru perusahaan mentapkan biaya per
unitnya lebih rendah dari yang seharusnya. Sebaliknya, produk dapat kelebihan biaya yang
berarti sebuah produk yang sebenarnya mengkonsumsi sumber daya dalam jumlah sedikit
tetapi justru perusahaan salah menetapkan biaya produksi per unit dengan menetapkan biaya
produksi per unit yang lebih tinggi dari yang seharusnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan metode yang memeberikan informasi yang lebih rinci dan
akurat terkait biaya produksi, agar tidak berimbas pada kesalahan pembebanan biaya
produksi per unit yang tentunya juga akan berimbas pada perhitungan profitabilitas produk.
Activity Based Costing (ABC) System dapat memberikan informasi yang cukup akurat
mengenai biaya produksi suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga
pihak manajemen dapat mengetahui produk-produk mana saja yang sebenarnya
menghasilkan keuntungan dan produk mana saja yang mungkin menghasilkan kerugian bagi
perusahaan yang dapat diketahui dengan cara mengurangi harga penjualan produk dengan
biaya produk tersebut.
Hal diatas, dapat dijelaskan dengan contoh penelitian yang tertulis dalam sebuah jurnal
akuntansi dengan judul “Penerapan Activity Based Costing (ABC) System dalam
Perhitungan Profitabilitas Produk”. Pada penelitian tersebut, melakukan analisis profitabilitas
produk dengan melakukan perbandingan antara penggunaan metode tradisional dengan
metode Activity Based Costing (ABC) terkait biaya produksinya. Perusahaan yang dijadikan
sampel merupakan perusahaan yang memproduksi dua jenis sepatu, yaitu sepatu tipe A dan
sepatu tipe B. Dari hasil data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan perhitungan
Activity Based Costing, maka didapat hasil berikut:
Tabel 1
Perhitungan Profitabilitas Produk dengan Menggunakan Metode Tradisional
No. Keterangan Sepatu Tipe A Sepatu Tipe B
1. Harga Jual Rp 75.000 Rp 45.000
2. Biaya Produksi Rp 62.496 Rp 38.136
3. Profit Rp 12.504 Rp 6.864
4. Presentase 16,627 % 15,25 %

Tabel 2
Perhitungan Profitabilitas dengan Menggunakan Activity Based Costing ABC) System
No. Keterangan Sepatu Tipe A Sepatu Tipe B
1. Harga Jual Rp 75.000 Rp 45.000
2. Biaya Produksi Rp 55.003,84 Rp 27.356,93
3. Profit Rp 19.999,16 Rp 17.643,07
4. Presentase 26,67 % 39,2 %
Berdasarkan data pada Tabel 1 dan 2, dapat diketahui bahwa perhitungan biaya
produksi dengan menggunakan Activity Based Costing (ABC) System memberikan gambaran
yang berbeda mengenai profitabilitas produk dibandingkan dengan perhitungan biaya
produksi dengan menggunakan metode tradisional. Dari perhitungan pada tabel tersebut,
ketika menggunakan metode tradisional, sepatu tipe A memiliki tingkat profitabilitas produk
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sepatu tipe B, yaitu besar profit yang dihasilkan oleh
sepatu tipe A adalah sebesar 16,627% sedangkan profit yang dihasilkan oleh sepatu tipe B
adalah sebesar 15,25%.
Hal ini berbeda dengan ketika perusahaan menggunakan metode Activity Based Costing
(ABC). Pada saat perusahaan menggunakan Activity Based Costing (ABC) System, produk
dari perusahaan tersebut yang lebih memberikan kontribusi besar kepada perusahaan adalah
sepatu tipe B. Dari perhitungan pada tabel tersebut, ketika menggunakan ABC, sepatu tipe A
justru memiliki tingkat profitabilitas produk yang lebih rendah dibandingkan dengan sepatu
tipe B, yaitu besar profit yang dihasilkan oleh sepatu tipe A adalah sebesar 26,67%
sedangkan profit yang dihasilkan oleh sepatu tipe B adalah sebesar 39,2%..
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya profitabilitas produk
untuk model sepatu tipe B lebih bedar dibandingkan profitabilitas produk sepatu tipe A
karena sebenarnya model sepatu tipe B mengkonsumsi lebih sedikit sumber daya
dibandingkan dengan model sepatu tipe A. Hal inilah yang menjadi kesalahan penghitungan
biaya yang dilakukan dengan cara membagi secara merata biaya sumber daya untuk semua
jenis produk yang dihasilkan tanpa memperhitungkan proporsi penggunaan sumber daya
untuk masing-masing produk. oleh karena hal tersebut, sistem ABC memberikan informasi
yang lebih akurat dalam analisis profitabilitas produk dibandingkan dengan metode
tradisional.

B. Target Costing
1. Definisi Target Costing
Menurut Hansen dan Mowen (2000) target costing adalah suatu metode penentuan
biaya produk atau jasa berdasarkan harga (harga target) dimana pelanggan bersedia
membayarnya. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa target costing
merupakan penentuan biaya yang diharapkan untuk suatu produk berdasarkan harga yang
kompetitif, sehingga produk tersebut akan dapat memperoleh laba yang diharapkan dan
proses ini dilakukan pada saat tahap perencanaan produk. Secara luas, target costing dapat
diartikan sebagai metode perencanaan laba dan manajemen laba yang difokuskan pada
produk dengan mempertimbangkan proses manufacturing sehingga target costing ini
digunakan oleh perancang sebelum proses dan proses desain dilakukan untuk mencapai
tujuan perbaikan usaha pada pengurangan biaya manufaktur produk di masa depan. Target
costing digunakan selama tahap perencanaan dan menuntun dalam pemilihan produk serta
proses desain yang akan menghasilkan suatu produk yang dapat diproduksi pada biaya yang
diijinkan dan pada suatu tingkat laba yang dapat diterima.

2. Tujuan dan Alasan menggunakan Target Costing


Menurut Malue (2013) tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dengan menerapkan
target costing adalah untuk menurunkan total biaya dari total biaya sebelumnya sehingga
perusahaan pun bisa mendapatkan laba yang maksimal tanpa harus menaikan harga jualnya.
Hal yang serupa juga disampaikan oleh Himawan dan Pendajaya (2005) yang menyatakan
bahwa metode target costing diterapkan dengan tujuan mengoptimalkan perencanaan laba
lewat penentuan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dan mengurangi biaya
pada tahap perancangan. Berdasarkan hal tersebut,dapat disimpulkan bahwa perusahaan
menerapkan target costing dengan tujuan sebagai alat strategi perusahaan selama tahap
perencanaan untuk meminimalkan biaya produksi untuk mencapai laba yang diinginkan oleh
perusahaan.
Menurut Garrison, Noreen (2001), alasan menggunakan metode target costing ini
berkaitan dengan pengamatan dua karakteristik dari market dan cost cost yang penting,yaitu:
1. Banyak perusahaan yang tidak dapat mengendalikan harga. Pada kenyataan yang terlihat
saat ini, harga sangat bergantung kepada pasar. Permintaan dan penawaran yang terjadi
dalam pasarlah yang sangat menentukan harga suatu produk atau jasa. sehingga
perusahaan yang tidak berusaha mengetahui hal ini atau mengabaikan hal ini akan
berbahaya karena mereka akan menanggung resikonya sendiri. Karena itu antisipasi dari
harga pasar dilakukan dengan menggunakan target costing.
2. Banyak perusahaan yang menentukan biaya dari suatu produk pada tahap desain,
sehingga sekali produk tersebut telah selesai di desain dan masuk dalam proses produksi,
tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengurangi biaya secara signifikan. Padahal
kesempatan untuk mengurangi biaya kebanyakan berasal dari desain produk. misalnya,
dengan ,menggunakan bahan baku yang tidak mahal namun masih tetap dapat memenuhi
kebutuhan konsumen.

3. Kegunaan Target Costing


Target costing mempertimbangkan faktor eksternal perusahaan (pasar). Melalui analisis
pasar dan pesaing dapat membantu manajemen dalam merancang produk yang dibutuhkan
konsumen dengan harga yang kompetitif. Menurut Albano, Bird, Clifton, Townsend (2003),
metode target costing membantu perusahaan untuk:
a) Menjamin bahwa produk disesuaikan dengan kebutuhan konsumen dengan lebih baik
Penggunaan target costing di dalam sebuah perusahaan akan menjamin produk yang
diproduksi tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Hal ini dikarenakan,
pada tahap awal proses target costing juga melihat kondisi pasar, maksudnya disini
melihat seberapa tingkat kebutuhan konsumen pada produk tersebut. sehingga, produk
yang akan diluncurkan oleh perusahaan tersebut dapat lebih disesuaikan dengan baik
terkait kebutuhan konsumen.
b) Menyesuaikan harga dari keistimewaan produk dengan kesediaan konsumen untuk
membayarnya
Penggunaan target costing dapat menyesuaikan harga dari kualitas yang dimiliki oleh
produk tersebut dan didasarkan pada tingkat berapakah kemampuan dan kesediaan
konsumen untuk membayar produk tersebut. Hal ini dikarenakan tahap awal dalam
proses target costing adalah melihat harga kompetitif produk tersebut di pasar yang
disesuaikan dengan kualitas produk serta kesediaan konsumen untuk membayarnya.
c) Mengurangi siklus pengembangan produk
Perusahaan yang menerapkan proses target costing dapat mengurangi siklus
pengembangan produk. siklus pengembangan produk disini adalah siklus dimana
perusahaan harus melakukan perubahan-perubahan atau pengembangan-pengembangan
terhadap biaya produksi suatu produk ketika produk tersebut telah memasuki tahap
produksi. Sedangkan apabila perusahaan menggunakan proses target costing yang telah
dilakukan pada tahap perencanaan dalam memproduksi suatu produk, pihak manajemen
telah benar-benar menghitung biaya yang minim tanpa mengurangi laba yang kita
harapkan serta tanpa menaikkan harga jual kepada konsumen.
d) Mengurangi biaya produk secara signifikan
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa pada proses target costing, pihak
manajemen akan membuat pengurangan pada biaya produk tersebut. Pengurangan biaya
produk pada proses target costing dapat menjadi lebih signifikan daripada melakukan
pengurangan biaya ketika telah memasuki tahap memproduksi produk.
e) Meningkatkan kerjasama antar departemen dalam perusahaan berkaitan dengan
penyusunan, pemasaran, perencanaan, pengembangan, pembuatan, penjualan,
pendistribusian, dan penempatan produk
Dalam proses target costing diperlukan kerjasama antar fungsi-fungsi seperti pemasaran,
perencanaan, pendistribusian dan lain sebagainya demi melakukan proses pengoptimalan
atau pengurangan biaya atas suatu produk dengan tidak meningkatkan harga jual dan
tidak menurunkan laba yang diinginkan oleh perusahaan.
f) Menggunakan konsumen dan pemasok untuk merancang produk yang benar dan untuk
mengintegrasikan seluruh rantai persediaan dengan lebih efektif.
Pada proses target costing, dalam merancang sebuah produk juga digunakan pandangan
terkait konsumen dan pemasok. Sehinnga, pada tahap perencanaan, konsumen dan
pemasok juga menjadi pertimbangan bagi manajemen dalam menentukan biaya atas
produk yang akan diluncurkan tersebut.

4. Karakteristik target costing


1. Target harga jual ditentukan selama perencanaan produk, pada cara orientasi pasar
Penetapan target harga jual merupakan poin awal dalam proses target costing.
Apabila manajemen percaya bahwa produk yang dimilikinya memiliki fungsi atau
kualitas yang lebih bagus daripada produk kompetitor, maka harga dari produknya
tersebut dapat lebih tinggi dari harga produk kompetitor. Sebaliknya, apabila produk
yang dimiliki perusahaan tersebut memiliki fungsi atau kualitas yang lebih rendah dari
produk kompetitor, maka harga produk tersebut bisa dinilai rendah.
Selain dilihat dari nilai konsumen dan tingkat harga dari produk kompetitor, Kato
(1993) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor lain yang juga perlu
dipertimbangkan dalam penentuan harga jual sebuah produk. Faktor-faktor tersebut
misalnya konsep dari produk tersebut, karakteristik konsumen yang berpartisipasi, siklus
hidup produknya, kuantitas penjualan yang diharapkan, strategi kompetitor, dan lain
sebagainya.
2. Target profit margin ditentukan selama perencanaan produk, berdasarkan perencanaan
profit yang strategis
Karakteristik kedua dari sistem target costing adalah penetapan awal target profit
margin selama perencanaan produk produk baru. Kato (1993) dan Monden and Hamada
(1991) menjelaskan bahwa total target profit untuk sebuah produk di masa depan dapat
berasal dari rencana profit jangka menengah, yaitu startegi manajemen dan bisnis antara
3 sampai 5 tahun. Target profit ini dapat diuraikan menjadi target profit tiap-tiap produk.
Dengan adanya estimasi volume penjualan produk di masa depan, target profit untuk
suatu produk di masa depan dapat diubah menjadi target profit margin per unit.
3. Target cost ditentukan sebelum NPD (new product development) dimulai yang
didasarkan pada pengurangan atau penambahan metode
Karakteristik ketiga dalam target costing adalah target cost (target biaya) ditentukan
sebelum proses NPD dimulai, yaitu sebelum desain dan pengembangan produk benar-
benar dimulai. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memutuskan berapa
target cost untuk sebuah produk baru, yaitu:
a. Perhitungan The Ongoing cost (biaya yang sedang berlangsung).
Ketika NPD dimulai, perhitungan Ongoing cost ini didasarkan pada biaya aktual dari
produk dengan mempertimbangkan faktor-faktor pengurangan atau penambahan
biaya. Rhe Ongoing cost ini disebut juga sebagai Drifting Cost.
b. Perhitungan The as-if cost.
The as-if cost merupakan biaya pembuatan suatu produk hanya jika perusahaan
mengimplementasikan semua ide pengurangan biaya yang tersedia. The as-if cost
sebenarnya merupakan sebuah pengurangan biaya yang nyata.
c. Perhitungan The allowable cost
The allowable cost dihitung dengan perbedaan antara target harga jual dan target
profit margin. The allowable cost merupakan biaya dimana produk harus diproduksi
dengan tujuan untuk mendapatkan target profit margin ketika terjual pada target
harga jual yang telah ditetapkan.
d. Target cost ditentukan pada suatu tempat antara as-if cost dan allowable cost, baik
menggunakan metode top down atau bottom up.
Dalam metode top-down, target cost ditetapkan pada tingkat allowable cost, yaitu
pada selisih antara target harga jual dan target profit margin. Kemudian, biaya target
ini kurang lebih dibebankan pada tim NPD. Hal ini bertentangan dengan apa yang
disebut metode bottom-up, dimana target biaya dimulai dalam departemen NPD itu
sendiri.
4. Target cost dibagi menjadi target cost untuk komponen, fungsi, biaya item, desainer atau
pemasok.
5. Target costing membutuhkan kerjasama lintas fungsional
Kerjasama dari berbagai departemen diperlukan dalam pelaksanaan target costing
(Monden dan Hamada, 1991). Yoshikawa et al. (1993) melaporkan bahwa proses target
costing memerlukan upaya partisipatif yang melibatkan perwakilan dari produksi, teknik,
desain, pemasaran, akuntansi dan penjualan. Sebuah perusahaan harus menggunakan
bakat, inovasi dan kesadaran sederhana setiap anggota organisasi dalam rangka untuk
melihat peluang untuk pengurangan biaya (Carr dan Ng, 1995).
6. Informasi biaya yang detail tersedia untuk mendukung pengurangan biaya
Kato (1993) berpendapat bahwa seorang perancang desain biaya membutuhkan
informasi biaya yang rinci setiap saat. Target costing membutuhkan manajer untuk
mengestimasi secara konstan biaya produksi suatu produk ketika bergerak melalui proses
NPD, dan mereka harus memanfaatkan informasi dari seluruh bagian organisasi. Salah
satu contoh yang terkenal dari informasi biaya, terutama digunakan oleh perusahaan-
perusahaan Jepang selama target costing, adalah tabel biaya. Yoshikawa et aL (1990)
menjelaskan bahwa tabel biaya adalah database terkomputerisasi yang besar, yang
merupakan sumber informasi yang mudah diakses terkait efek biaya produk dengan
menggunakan sumber daya(bahan baku), metode produksi, fungsi atau desain produk
yang berbeda. Pada tabel biaya tersebut juga tercantum informasi terkait peralatan yang
digunakan, jenis bahan yang digunakan dan variabel desain utama yang mempengaruhi
kegiatan produksi serta biayanya.
7. Tingkat biaya dari produk masa depan (drifing costing) dibandingkan dengan target cost
pada titik yang berbeda selama NPD
8. Menetapkan atau membuat sebuah aturan umum bahwa “target cost tidak dapat
dilampaui”
Aturan tentang “target cost tidak dapat dilampaui” memiliki tiga konsekuensi,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pertama,setiap kali kenaikan biaya pada suatu produk selama NPD, menyebabkan
harus adanya pengurangan pada bagian lain dengan jumlah yang setara.
b. Kedua, meluncurkan produk dengan biaya di atas target tidak diperbolehkan; hanya
produk yang menguntungkan yang diluncurkan.
c. Ketiga, proses produksi dikelola dengan hati-hati untuk memastikan bahwa target cost
benar-benar tercapai.

5. Proses Target Costing


Menurut Morgan (1993), proses penerapan metode target costing terdiri dari 3 tahapan
yang dapat diringkas pada gambar dibawah ini.
Penjelasan atas gambar tahapan proses target costing diatas adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi produk berkualitas tinggi yang memenuhi permintaan konsumen
Pada tahap ini, manajemen akan mengidentifikasi produk-produk mana yang
memenuhi permintaan konsumen. Selain itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan
pada tahap ini, yaitu:
a. Pihak manajemen akan menentukan harga jual produk yang akan diluncurkan ke
pasar. Dalam hal ini, pihak manajemen akan menentukan harga jualnya berdasarkan
kualitas produk yang akan diluncurkan tersebut, harga kompetitif produk tersebut di
pasaran, serta seberapa besar konsumen bersedia membayar produk tersebut.
b. Setelah pihak manajemen menetapkan harga jual produk yang akan diluncurkan
tersebut, kemudian pihak manajemen akan menentukan berapa besar target profit
yang diinginkan oleh perusahaan atas produk yang akan diluncurkan tersebut.
c. Hal yang harus dilakukan berikutnya adalah proses perhitungan target cost.
Perhitungan target cost dapat ditentukan dengan cara mencari selisih antara harga
jual yang telah ditetapkan untuk produk tersebut dengan target profit yang juga telah
ditentukan untuk produk yang akan diluncurkan tersebut. secara ringkas, perhitungan
target cost dapat dilihat sebagai berikut:
“Target Cost = Selling Price–Target Profit”
target cost pada tahap ini sering disebut juga sebagai allowable cost atau biaya yang
diijinkan. Allowable cost juga dapat diartikan sebagai jumlah biaya yang
diperkenankan oleh perusahaan yang didapat dari selisih antara harga jual dengan
laba yang dinginkan oleh perusahaan.
d. Setelah allowable cost diketahui, maka langkah yang harus dilakukan berikutnya
adalah menghitung drifting cost (biaya taksiran). Drifting cost adalah penjumlahan
biaya bahan baku, biaya proses, dan biaya lainlain yang diperkirakan akan terjadi
untuk memproduksi produk yang bersangkutan. Drifting cost merupakan biaya yang
diestimasi berdasarkan biaya produk yang sedang berjalan. Komponen-komponen
yang termasuk dalam penentuan drifting cost ini antara lain, biaya tenaga kerja, biaya
bahan baku, biaya overhead, dan biaya-biaya lainnya.
2. Menetapkan target cost dengan menerapkan value engineering (VE)
Setelah mengetahui berapa besarnya allowable cost dan drifting cost, maka tahap
selanjutnya dalam metode target costing adalah melakukan value engineering. Value
engineering adalah sebuah upaya sistematis dengan cara mengevaluasi fungsi-fungsi dan
proses dalam organisasi serta melakukan perbaikan yang dibutuhkan agar dapat
menurunkan biaya sekaligus memuaskan kebutuhan konsumen. Value engineering
dilaksanakan dengan tujuan agar drifting cost atau biaya taksiran mencapai angka yang
sama atau kurang dari allowable cost atau target cost yang telah dihitung pada tahap
awal. Proses ini memerlukan peran serta semua fungsi dalam perusahaan untuk
bekerjasama menekan biaya sampai mencapai target.
Proses awal value engineering yaitu dengan mengevaluasi kegitan perusahaan mulai
dari merancang, mengembangkan, memproduksi, memasarkan, dan melayani konsumen
yang memakai produk tersebut. Tugas setiap departemen adalah untuk memeriksa biaya
dan kinerjanya kemudian mencari cara untuk memperbaikinya dengan tujuan agar target
cost dapat tercapai dan meningkatkan kepuasan pelanggan atas produknya.
Menurut Cowe (1994) dalam Himawan dan Pendajaya (2005), value engineering
melibatkan penilaian sistematis mengenai bahan-bahan. Komponen penampilan, desain,
dan sebagainya. Proses tersebut termasuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Apakah penggunaan produk tersebut menyumbangkan nilai?
b. Apakah biaya sesuai dengan kegunaannya?
c. Apakah produk tersebut memerlukan semua sifat-sifat (ciri-ciri/keistimewaannya)?
d. Adakah sesuatu yang lebih baik untuk kegunaan yang dimaksud?
e. Dapatkah bagian (komponen) yang terpakai dibuat dengan metode biaya yang lebih
rendah?
f. Dapatkah ditemukan produk standar yang akan dapat digunakan?
g. Apakah produk tersebut dibuat dengan alat-alat yang sesuai dan sudahkan
mempertimbangkan jumlah yang digunakan?
h. Apakah bahan-bahan tenaga kerja, biaya tak langsung, dan laba sesuai dengan
harganya?
i. Dapatkah pemasok lain yang dapat diandalkan menyediakan produk tersebut dengan
biaya yang lebih murah?
j. Adakah orang yang membelinya lebih murah?
3. Mencapai target cost pada tahap produksi berdasarkan perubahan praktek saat ini.
Setelah melakukan desain dan value enginering, maka target cost diharpakan dapat
tercapai dengan artian bahwa drifting cost sama dengan atau kurang dari biaya yang
diijinkan atau allowable cost.
KASUS MERCEDES-BENZ ALL ACTIVITY VEHICLE (AAV)

LATAR BELAKANG
Mercedes-Benz adalah sebuah perusahaan otomotif asal Jerman yang memproduksi
berbagai macam kendaraan seperti mobil, truk, dan bus. Selain menjadi alah satu perusahaan
mobil paling dikenal di dunia, Mercedes-Benz juga menjadi perusahaan mobil tertua di dunia
yang bertahan hingga sekarang. Mobil berlogo bintang ini terkenal berteknologi dan memiliki
tingkat keamanan yang tinggi.
Mercedes-Benz adalah divisi dari Daimler AG, yang bermula dari penemuan Karl
Benz atas mobil berbahan bakar bensin pertama di dunia yang dipatenkan bulan Januari 1886,
yaitu Benz Patent Motorwagen. Mercedes-Benz juga mendapat pengaruh besar dari Gottlieb
Daimler serta teknisi Wilhelm Maybach.
Selama resesi mulai pada awal 1990an, Mercedez-Benz (MB) berjuang dengan
pengembangan produk, efesiensi biaya, pembelian material, dan masalah dalam menghadapi
perubahan pasar. Pada 1993, masalah ini menyebabkan penjualan kemerosotan terburuk
dalam dekade, dan pembuat mobil mewah itu kehilangan uang untuk pertama kalinya dalam
sejarah. Sejak itu, MB harus mengurut bisnis intinya, mengurangi partisi dan kekomplekan
sistem, dan membangun program rekayasa serentak dengan pemasok.
Dalam pencarian pangsa pasar tambahan, segmen pasar baru, dan celah baru, MB
memulai pengembangan jarak dari produk baru. Pengenalan produk baru termasuk C-class
pada 1993, E-class pada 1995, sportater SLK baru pada 1996, dan A-class dan M-class All
Activity Vehicle (AAV) pada 1997. Mungkin projek terbaru paling radikal dan paling besar
dari MB adalah AAV. Pada April 1993, MB mengumumkan bahwa mereka akan membuat
kendaraan berpenumpang pertama-diproduksi di Amerika. Keputusan penekanan strategi
globalisasi perusahaan dan hasrat untuk lebih dekat dengan pelanggan dan pasar.

Mercedes-Benz United States International menggunakan fungsi kelompok dengan


perwakilan dari masing-masing area perusahaan (pemasaran, pengembangan, rekayasa,
pembelian, produksi dan pengendalian) untuk mendesign kendaraan dan sistem
produksi.Modulproses kontruksi digunakan untuk memproduksi AAV. Pemasok tingkat
pertama lebih menyediakan sistem dibandingkan partisi atau komponen dari produksi dari
approximately 65000 kendaraaan setiap tahun.
Proyek AAV
AAV mulai bergerak dari konsep ke produsi pada periode yang relatif pendek. Fase
pertama, fase konsep, dikerjakan pada 1992. Fase konsep dihasilkan dalam studi kelayakan
yang ditentukan oleh direksi. Dengan persetujuan direktur juga fase realisasi dimulai pada
1993, dengan produksi terhitung per 1997. Elemen kunci dari beberapa fase digambarkan
sebagai berikut:
a. Fase Konsep, 1992-1993
Anggota tim membandingkan lini produksi yang ada dengan beberapa segmen pasar
untuk menemukan kesempatan untuk mengenalkan kendaraan baru. Analisis mengungkapkan
kesempatan dalam perluasan pasar kendaraan olahraga yang cepat yang didominasi oleh Jeep,
Ford dan GM. Penelitian pasar dilakukan untuk memperkirakan potensi peluang penjualan
dunia untuk high-end AAV dengan karakteristik Mercedes-Bendz. Perkiraan biaya kasar
yang dikembangkan termasuk biaya bahan baku, tenaga kerja, overhead, dan one-time
development and project. Perkiraan aliran kas (cash flow) dianalisa lebih dari 10 tahun
menggunakan analisis net present value (NPV) untuk memperoleh izin proyek dari direktur.
Sensitifitas NPV dianalisis dengan menghitung scenario “apa-jika” termasuk resiko dan
kesempatan. Contohnya, faktor resiko yang terdiri atas fluktuasi tingkat pertukaran mata
uang, perbedaan tingkat penjualan karena subsitusi pelanggan dengan AAV dari produk MB
yang lain, dan biaya produk dan biaya produksi yang berbeda dari perkiraan.
Atas dasar studi kelayakan ekonomi dari fase konsep, direktur menyetujui proyek dan
menginisiasi pencarian lokasi produksi yang potensial. Lokasi di Jerman, negara eropa lain,
dan Amerika dievaluasi. Konsisten dengan strategi globalisasi perusahaan, faktor yang
menentukanbahwa membawa pabrik ke Amerika karena dekat dengan pasar utama dari
pengguna kendaraan olahraga.

b. Fase Realisasi, 1993-1996


Pelanggan regular klinik hadir untuk melihat prototype dan menjelaskan konsep
kendaraan yang baru. Klinik ini memproduksi informasi penting tentang bagaimana
kendaraan yang ditawarkan dapat sampai ke pelanggan potensial dan pers. Pelanggan diminta
untuk meranking beberapa prioritas penting, termasuk keamanan, kenyamanan, ekonomi, dan
model. Teknisi dimasukkan ke dalam grup sistem design untuk menghadirkan karakteristik
penting ni. Bagaimanapun, MP tidak akan menurunkan standar. Sebagai contoh, banyak ahli
otomotig percaya bahwa penanganan superior dari produk MB dihasilkan dari pembuatan
kerangka automobile terbaik didunia. Kemudian, masing-masing kelas dalam lini MB sesuai
dengan standar yang ketat untuk penanganan, bahkan standar penanganan ini melebihi
ekspektasi pelanggan dari beberapa kelas. MB tidak menggunakan target costing untuk
memproduksi kendaraan berharga rendah dalam sebuah kelas automobile. Tujuan strategis
perusahaan untuk menyampaikan produk yang lebih mahal dari model bersaing.
Bagaimanapun biaya tambahan harus bisa diubah keperolehan nilai yang lebih besar dari sisi
pelanggan.
Melalui fase realisasi proyek, kendaraan (dan target cost kendaraan) tetap hidup
karena dinamisnya perubahan. Sebagai contoh, pasar berpindah menuju spektrum
kemewahan ketika AAV sedang dikembangkan. Atas alasan ini, MB mengetahui bahwa akan
menguntungkan ketika menempatkan anggota tim design dan pengujian lebih dekat secara
fisik dengan fungsi lainnya dalam proyek untuk mendukung komunikasi dan pengambilan
keputusan yang lebih cepat. Kadang, sifat teknik yang baru, seperti side air bag,
dikembangkan oleh MB. Keputusan untuk memasukkan sifat terknik yang baru ada semua
lini MB dibuat pada semua level perusahaan larema pengalaman menunjukkan reaksi
pelanggan terhadap kelas kendaraan akan mempengaruhi keseluruhan merk.

c. Fase Produksi 1997


Proyek dimonitor dengan update tahunan dari analisis NPV. Sebagai tambahan, rencana
3 tahun (termasuk laporan keuangan), disiapkan setiap tahun dan dilaporkan kepada kantor
pusat di Jerman. Meeting bulanan departemen diadakan untuk mendiskusikan biaya kinerja
sebenarnya, dibandingkan dengan standar perkembangan selama proses perkiraan biaya.
Kemudian, sistem akuntansi melayani sebagai mekanisme pengendalian untuk memastikan
biaya produksi sebenarnya akan sesuai dengan biaya target (standar).

Target Costing dan AVV


Proses mencapai target cost bagi AAV dimulai dari perkiraan biaya saat ini pada
masing-masing fungsi grup. Kemudian komponen dari masing-masing fungsi diidentifikasi
dengan biaya yang terasosiasi padanya. Pengurangan biaya ditetapkan dengan
menbandingkan perkiraan biaya saat ini dengan target cost bagi masing-masing fungsi grup.
Fungsi grup terdiri atas: pintu, sisi jendela dan atap, sistem listrik, bumper, power train, kursi,
sistem pemanas, cockpit, dan front-end. Kemudian target pengurangan biaya dibangun untuk
masing-masing komponen. Sebagai bagian dari proses benchmark yang kompetitif, MB
membeli dan membongkar kendaraan pesaing untuk bisa memahami biaya mereka dan proses
produksinya.
Proses pembuatan AAV mempercayakan kepada sistem pemasok bernilai tambah
tinggi. Contohnya, keseluruhan cockpit dibeli sebagai kesatuan unit dari sistem pemasok.
Dengan demikian, sistem pemasok merupakan bagian dari proses pengembangan dari awal
proyek. MB memperkirakan pemasokakan sesuai dengan target cost yang dibangun. Untuk
meningkatkan efektifitas fungsi grup, pemasok diajak untuk berdiskusi dari tahap awal
proses. Keputusan akan dibuat lebih cepat pada tahap awal pengembangan.
Proses target costing dipimpin oleh perencana biaya yang merupakan seorang
insinyur, bukan akuntan. Karena perencanaan biaya dibuat sesuai dengan pengalaman design
dan produksi insinyur, mereka bisa membuat biaya yang masuk akal yang akan disediakan
pemasok untuk pengadaan berbagai macam sistem. Juga, MB memiliki banyak peralatan
seperti alat pembentuk logam, yang digunakan pemasok untuk membentuk komponen. Biaya
peralatan merupakan bagian penting dari one-time cost dalam fase proyek.

Pengembangan Index untuk Mendukung Aktivitas Target Costing


Selama fase pengembangan konsep, anggota tim MB menggunakan berbagai
indeks untuk membantu mereka menentukan kinerja yang penting, design dan
hubungan biaya untuk AAV. Untuk membuat indeks tersebut, beberapa informasi
digabungkan dari pelanggan, pemasok dan tim design internal. Walaupun jumlah
kategori yang sebenarnya digunakan oleh MB jauh lebih besar, tabel 1 menggambarkan
perhitungan yang digunakan untuk menghitung respon pelanggan terhadap konsep
AAV.

Sebagai contoh, nilai yang ditunjukkan dalam kolom “importance” dihasilkan


dari pertanyaan terhadap pelanggan potensial apakah mereka menganggap masing-
masing kategori penting ketika mempertimbangkan membeli produk baru dari MB.
Responden dapat merespon setuju atas semua kategori.
Untuk memperoleh pemahaman yang baik dari beberapa sumber biaya, fungsi
grup diidentifikasi bersamaan dengan target cost yang diperkirakan. (MB juga
menyusun tim yang disebut fungsi grup yang tujuannya untuk mengembangkan
spesifikasi dan proyeksi biaya). Seperti terlihat pada tabel 2, persentase target cost
relative dari masing-masing fungsi telah dihitung.

Tabel 3 merupakan ringkasan bagaimana masing-masing fungsi terlibat dalam


identifikasi persyaratan pelanggan pada tabel 1. Contohnya, keamanan diidentifikasikan
oleh pelanggan potensial sebagai karakteristik penting dari AAV; beberapa fungsi grup
terlibat lebih pada kategori ini disbanding yang lain. Insinyur MB menentukan bahwa
kualitas kerangka monil merupakan elemen penting dari keamanan (50% dari
keterlibatan fungsi total grup).
Tabel 4 mengkombinasikan persentase bobot kategori dari tabel satu dengan
kontribusi fungsi grup dari tabel 3. Hasilnya adalah indeks penting yang mengukur
kepentingan relatif dari masing-masing fungsi kelompok semua kategori. Sebagai
contoh, pelanggan potensial menimbang kategori keamanan, kenyamanan, ekonomi dan
stile sebesar 0,41; 0,32; 0,18 dan 0,09. Baris pada tabel 4 menunjukkan kontribusi dari
masing-masing fungsi grupdalam semua kategori. Indeks penting untuk kerangka
dihitung dengan mengalikan masing-masing nilai baris nilai kategori yang sesuai dan
menjumlahkannya (0,50x0,41)+(0,3x0,32)+(0,10x0,18)+(0,10x0,09) = 0,33.

Seperti terlihat pada tabel 5, indeks target cost dihitung dengan membagi indeks
penting dengan persentase target cost. Manajer MB menggunakan indeks sepertinini
selama fase design konsep untuk memahami hubungan dari pentingnya sebuah fungsi
grup terhadap target cost dari fungsi grup. Indeks yang kurang dari 1 mengindikasikan
biaya lebih besar dari nilai yang dirasakan fungsi grup. Kemudian, kesempatan untuk
pengurangan biaya yang konsisten dengan permintaan pelanggan, bisa diidentifikasi
dan diatur selama tahap awal pengembangan produk.

Pilihan yang dibuat selama fase realisasi proyek tidak dapat diubah lagi pada
fase produksi karena hampir 80% material dan sistem disediakan oleh pemasok
eksternal. Proyek AAV menggunakan struktur manajemen yang ringkas untuk
memfasilitasi pengembangan yang cepat dan efisien. Organisasi yang ringkas ini mampu
menghasilkan kendaraan baru dari konsep ke produksi selama empat tahun.
Menggunakan proses target costing sebagai elemen kunci manajemen, MB membuat
AAV pertama pada 1997.
PERTANYAAN

1. Lingkungan persaingan yang bagaimana yang dihadapi oleh MB?


2. Bagaimana MB bereaksi terhadap perubahan pasar yang mendunia di industri
kendaraan mewah?
3. Diskusikan factor-faktor apa yang digunakan oleh MB untuk menyaingi Jeep,
Ford dan GM?
4. Bagaimana proyek AAV berhubungan dengan nama besar MB dalam menguasai
pasar?
5. Dll informasi yang layak disampaikan, tidak terbatas pada 4 pertanyaan diatas.
a. Jelaskan proses pengembangan ‘important index’ untuk fungsi grup atau
komponen. Bagaimana index tersebut dapat menuntun manajer membuat
keputusan pengurangan biaya.
b. Bagaimana pendekatan pengurangan biaya MB dapat mencapai target cost?
c. Bagaimana faktor pemasok mempengaruhi proses target costing? Mengapa
hal ini sangat penting bagi kesuksesan MB AAV?
d. Apa peran departemen akuntansi dalam proses target costing?

PEMBAHASAN

1. Pada saat mempertimbangkan pembuatan AVV/ All Activity Vehicle perusahan


menghadapi lingungan persaingan yaitu pada utilitas pasar kendaraan sport
yang saat itu didominasi oleh Jeep, Ford & GM. Analisis mengungkapkan peluang
di utilitas pasar kendaraaan sport berkembang pesat sehingga Mercedes
menemukan peluang untuk mengenalkan kendaraan baru. Berdasarkan studi
kelayakan ekonomi dari tahap konsep, papan persetujuan proyek. Margin yang
dibutuhkan, Prakiraan biaya langsung dan tidak langsung Atas margin yang
dibutuhkan harus cukup untuk menutupi jumlah biaya yang akan dikeluarkan.

2. Reaksi Mercedez-Benz (MB) terhadap perubahan dunia atas kendaraan mewah


yaitu berusaha membuat kendaraan baru yang lebih dikembangkan salah
satunya yaitu AVV,MB juga membuat pabrik baru di Amerika serikat agar lebih
dekat dengan pasar utama dan juga dengan konsumen. Dengan melibatkan
suplayer dalam pemesanan produk, MB juga berusaha mengurangi biaya.
3. Fakor yang membuat BM lebih unggul dari pesaingnya yaitu untuk beraing BM
menggunakan target costing dengan melibatkn supalayer dan pelnggan dalam
pembuatan produk mobil yang akan dikeluarkan, sehingga BM akan mampu
mengurangi biaya yang dikeluarkan dengan menentukan target harga jual
dengan analisis important Index

4. Proyek AVV dihungkan dengan strategi pasar Bm.


Strategi yang dikeluarkan Bm ayaitu dengan menganalisis tren pasar dan
menghitung target costing dari produk pesaing maka Bm mengeluarkan AVV
sebagai wujud dari setiap kelebihan-kelebihan yang ada pada produk pesaing
dengan menggunakan margin biaya.

5. Informasi lainnya:
a. Important index dibuat untuk memahami hubungan antara fingsi pokok
grup untuk mencapai target costing dan juga ini dikembangkan untuk
melihat bagaimana respon pelnggan/ pelaku pasar terhadap rancangan
produk yang dibuat oleh perusahaan dan juga melihat bagai mana respon
pelanggan terhap setiap kateory yang ada pada bagia bagian mobil seperti
kenyamanan, keamanan, gaya dan harga mana yang paling dominan dipilih
oleh pelanggan.
Untuk setiap fungsi grup akan dihubungkan kesetiap kategory yang
ditawarkan kepada konsumen sehingga akan menghasikan produk yang
memenag sesuai dengan permintaan pelanggan dan direncanakanlah
penguran biaya yang akan digunakan.

b. Pendekatan pengurangan biaya yangdigunakan MB untuk mencapai target


costing yaitu menggunakan target harga jual dan menghitung batas biaya
yang dibutuhkan dengan cara
 Menghitung estimasi biaya pada setiap fungsi grup yang ada
 Menentukan target biaya yang akan dikurangi
 Melaksanakan pengukuran untuk mencapai target cost
 Meramalkan biaya langsung dan tidak langsung
c. Faktor pemasok mempengaruhi proses target dan hal ini sangat penting bagi
kesuksesan MB AAV karna suplayer membantu perusahaan untuk dapat
melakukan perkembangan awal pada produk, dan dapat berfungsi sebagai
Tim karna menjadi bagian yang menyediakan komponen untuk perusahaan
dalam membuat produk, membantu perusahaan dalam menetapkan target
biaya, dengan bantuan Indeks.

d. Peran departemen akuntansi dalam proses target costing khusnya pada


kasus ini yaitu untuk menganalisis apakah target biaya yang ditetapkan oleh
Insinyur memang benar terlaksana dengan mempertimbangan faktor-fakror
baik didalam maupun diluar perusaaan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Dicky, Yoanes. 2011. Penerapan Activity Based Costing (ABC) System dalam Perhitungan
Profitabilitas Produk. Jurnal Akuntansi Universitas Kristen Maranatha,Vol.3,No.1

Himawan dan Pendajaya. 2005. Penerapan Metode Target Costing sebagai Alat Bantu
Manajemen dalam Mengoptimalkan Perencanaan Laba. e-Journal ESENSI, volume 8
No.2

Malue, Jurgen. 2013. Analisis Penerapan Terget Costing sebagai Sistem Pengendalian Biaya
Produksi Pada PT Celebes Mina Pratama. Ejournal.unsrat.ac.id

Morgan, Malcom J. 1993. A case study in target costing : Accounting for Strategy. Research
in Management Accounting. Vol 5, pg 20.

Patricia Everaert, Stijn Loosveld, Tom Van Acker, Marijke Schollier, Gerrit Sarens. 2006.
Characteristics of target costing: theoretical and field study perspectives. Qualitative
Research in Accounting & Management, Vol. 3 Iss: 3, pp.236 – 263

Anthony A. Atkinson, Robert S. Kaplan, Ella Mae Matsumura, S. Mark Young (2012).
Management Accounting: Information for Decision Making and Strategy Execution,
6th edition. Pearson

Mercedes Benz All Activity Vehicle (AAV). Case

Wikipedia. 2017. Mercedes Benz. https://id.wikipedia.org/wiki/Mercedes-Benz Diakses pada


tanggal 8 September 2017

Anda mungkin juga menyukai