Anda di halaman 1dari 19

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

“ PENYAKIT ASMA ”

Disusun Oleh:

Kelompok 1

1. Moh. Aerlangga Syapawe (P10119054)


2. Nurul Fuadi (P10119126)
3. Annisa Nur Hidayanti (P10119132)
4. Deiske Simbaju (P10119144)
5. Grace Adelvois Koela (P10119108)
6. Chesyani Shinta Megawati Tulak (P10119162)
7. Annasya Septiani mahaputri (P10119066)
8. Nabila Putri Aulia (P10119180)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan yang Maha Esa sebab atas segala rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya, makalah mengenai “Penyakit Asma” ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Meskipun kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan didalamnya.

Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pemahaman
mengenai penyakit asma dalam kesehatan. Selain itu makalah ini juga nantinya diharapkan dapat
memberikan edukasi mengenai penyakit. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan.

Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemudian
makalah kami ini dapat kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian.

Palu, 15 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan ..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Definisi..........................................................................................................3
B. Epidemiologi (Determinan, Distribusi, Frekuensi).......................................4
C. Faktor Risiko.................................................................................................5
D. Tanda dan Gejala..........................................................................................6
E. Patogenesis....................................................................................................8
F. Pencegahan....................................................................................................9
G. Penanggulangan..........................................................................................12
BAB III PENUTUP..............................................................................................14
A. Kesimpulan.................................................................................................14
B. Saran............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan saat ini adalah
terjadinya pergeseran pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular.
Tingginya prevalensi penyakit tidak menular membawa dampak terhadap menurunnya
produksitivitas dan gangguan pada pemenuhan aktivitas sehari-hari. Laporan dari WHO
menunjukkan bahwa PTM sejauh ini merupakan penyebab utama kematian di dunia,
yang mewakili 63% dari semua kematian tahunan. PTM membunuh lebih dari 36 juta
orang setiap tahun. Kematian akibat penyakit kardiovaskular paling banyak disebabkan
oleh PTM yaitu sebanyak 17,3 juta orang per tahun, diikuti oleh kanker (7,6 juta),
penyakit pernafasan (4,2 juta), dan DM (1,3 juta). Keempat kelompok jenis penyakit ini
menyebabkan sekitar 80% dari semua kematian PTM (Sudayasa et al., 2020).
Penyakit tidak menular (PTM), dikenal juga sebagai penyakit kronis, tidak
ditularkan dari orang ke orang. Perkembangan penyakit tidak menular umumnya lambat
dan membutuhkan durasi yang panjang. Berdasarkan profil WHO mengenai penyakit
tidak menular di Asia Tenggara, ada lima penyakit tidak menular dengan angka kesakitan
dan kematian yang tinggi, yaitu penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit pernapasan
kronis, dibetes mellitus, dan cedera (Warganegara & Nur, 2016).
Penyakit tidak menular muncul dari kombinasi faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Fakor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi oleh individu adalah usia, jenis kelamin, dan genetika. Sedangkan faktor
risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor yang dapat diubah melalui kesadaran
individu itu sendiri dan intervensi sosial (Sudayasa et al., 2020).
Salah satu jenis penyakit pernapasan kronis yaitu asma. Asma merupakan
penyakit paru obstruktif kronis yang sering diderita oleh anak-anak, orang dewasa,
maupun para lanjut usia. World Health Report di tahun 2000 menunjukkan asma
menduduki peringkat ke-5 sebagai penyakit paru utama yang menyebabkan kematian di
dunia. Saat itu penderita asma di dunia mencapai 100-150 juta orang, dan terus
bertambah sekitar 180 ribu orang pertahun (WHO, 2000). Jumlah terkini di tahun 2008
mencapai 300 juta orang (GINA, 2008). Asma mencapai perkembangan hingga dua kali

1
lipat dari jumlah awal dalam 8 tahun terakhir. Prevalensi asma di Indonesia sendiri
berkisar antara 5-7% (Suyono, 2001). Asma juga terbukti menurunkan kualitas hidup
penderita. Riset terhadap 3207 kasus asma menunjukkan 44-51% penderita mengalami
batuk malam dalam sebulan terakhir, bahkan 28,3% penderita mengaku mengalami
gangguan tidur paling tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang mengaku mengalami
keterbatasan dalam berekreasi atau berolahraga sebanyak 52,7%, aktivitas sosial 38%,
aktivitas fisik 44,1%, cara hidup 37,1%, pemilihan karier 37,9%, dan pekerjaan rumah
tangga 32,6%. Absen dari sekolah maupun pekerjaan dalam setahun terakhir dialami oleh
36,5% anak dan 26,5% orang dewasa (Nursalam et al., 2015).
Faktor risiko asma dapat dibagi menjadi 3 domain besar, yaitu alergen, iritan, dan
hal-hal lain yang tidak tergolong dalam alergen maupun iritan (State of the Region’s
Health, 2002). Faktor risiko asma yang mempengaruhi perkembangan dan ekspresi asma
terdiri dari faktor internal (host factor) dan faktor eksternal (environmental factor). Faktor
internal terdiri dari genetik, obesitas, jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan ekspresi
emosi yang kuat atau berlebihan. Sedangkan faktor eksternal meliputi occupational
irritant, infeksi virus di saluran nafas, alergen, asap rokok, polusi udara, obat-obatan, dan
perubahan suhu terkait perubahan musim atau kondisi geografis lainnya (Nursalam et al.,
2015).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu definisi asma
2. Untuk mengetahui dan memahami apa itu Epidemiologi (Determinan, Distribusi,
Frekuensi) asma
3. Untuk mengetahui dan memahami apa itu faktor risiko asma
4. Untuk mengetahui dan memahami apa itu tanda dan gejala asma
5. Untuk mengetahui dan memahami apa itu patogenesis asma
6. Untuk mengetahui dan memahami apa itu pencegahan asma
7. Untuk mengetahui dan memahami apa itu penanggulangan asma

2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Definisi
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran nafas yang melibatkan
banyak sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel mast, leukotrin dan lain-lain. Inflamasi
kronik ini berhubungan dengan hiperresponsif jalan nafas yang menimbulkan episode
berulang (wheezing), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk terutama pada malam dan
pagi dini hari. Kejadian ini biasanya ditandai dengan obstruksi jalan napas yang bersifat
reversible. Penyakit asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa
gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai
berat bahkan dapat menimbulkan kematian, alternatif dalam mendiagnosis penyakit
asma. Sistem pakar dengan menggunakan Algoritme Genetika akan membantu dalam
menemukan informasi jenis penyakit asma berdasarkan gejala klinis yang dirasakan
sampai ditemukannya kesimpulan berdasarkan hasil diagnosis berupa informasi
mengenai cara pengobatan penyakit asma.
Asma masih merupakan masalah yang mendunia dengan perkiraan 300 juta orang
yang menderitanya. Hal tersebut didasarkan dengan terdapatnya ratusan laporan
mengenai prevalensi asma pada populasi-populasi yang berbeda.Berdasarkan data World
Health Organization (WHO) pada tahun 2005, jumlah penderita asma di dunia
diperkirakan akan terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya.
Menurut Departemen Kesehatan RI penyakit asma adalah suatu kelainan berupa
inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa
batuk,sesak nafas dan rasa berat di dada terutama pada malam atau dini hari yang
umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan. Penyakit asma bersifat
fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas
tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan
kematian.

3
B. Epidemiologi (Determinan, Ditribusi, Frekuensi)
Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma
telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah
menunjukkan bahwa prevalensinya terus menerus meningkat, khususnya pada anak-anak.
Masalah epidemiologi mortalitas dan morbiditas penyakit asma masih cenderung tinggi,
menurut world health organization (WHO) yang bekerja sama dengan organisasi asma di
dunia yaitu Global Astma Network (GAN) memprediksikan saat ini jumlah pasien asma
di dunia mencapai 334 juta orang, diperkirakan angka ini akan terus mengalami
peningkatan sebanyak 400 juta orang pada tahun 2025 dan terdapat 250 ribu kematian
akibat asma termasuk anak-anak
Determinan asma adalah kawasan tempat tinggal, umur, pendidikan, status gizi,
merokok, sumber penerangan, jenis kelamin, pekerjaan utama, indeks kepemilikan, lokasi
tempat tinggal, lingkungan kumuh, aktivitas fisik, dan jenis bahan bakar
Angka kejadian asma bervariasi diberbagai Negara, tetapi terlihat kecenderungan
bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakang ini obat-obatan
asma banyak dikembangkan. National Health Interview Survey di Amerika Serikat
memperkirakan bahwa setidaknya 7,5 Juta orang pendududk negeri itu menghidap
brokhitis kronik,lebih dari 2 juta orang menderita salah satu bentuk asma. Laporan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Word health report 2000 menyebutkan, lima
penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh kematian didunia, masing-masing
terdiri dari infeksi paru, 7,2% PPOK (Penyakit Paru Kronis) 4,8 Tuberkolosis 3,0%
kanker paru, trakea, bronkus 2,1% dan Asma 0,3%.
Saat ini penyakit asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan
data dari WHO (20002) dan GINA (2011), diseluruh dunia diperkirakan terdpat 300 juta
orang menerita asma. Dan tahun 2005 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400
juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang
undergianosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat
diperkirakan menjadsi penyebab meningkatnya penderita asma. Data dari berbagai
Negara menunjukan bahwa prevalensi penyakit asma berkisar antara 1-18%
(GINA,2011).

4
Terlihat pada tahun 2013 terdapat 18 provinsi yang mempunyai prevalensi
penyakit asma melebihi angka nasional, dari 18 provinsi tersebut 5 provinsi teratas adalah
Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan
Kalimantan Selatan. Sedangkan provinsi yang mempunyai prevalensi penyakit asma
dibawah angka nasional, dimana 5 provinsi yang mempunyai prevalensi asma terendah,
yaitu: Sumatera Utara, Jambi, Riau, Bengkulu, dan Lampung.
C. Faktor Risiko
Faktor risiko asma dapat dibagi menjadi 3 domain besar, yaitu alergen, iritan, dan
hal-hal lain yang tidak tergolong dalam alergen maupun iritan (State of the Region’s
Health, 2002). Faktor risiko asma yang mempengaruhi perkembangan dan ekspresi asma
terdiri dari faktor internal (host factor) dan faktor eksternal (environmental factor). Faktor
internal terdiri dari genetik, obesitas, jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan ekspresi
emosi yang kuat atau berlebihan. Sedangkan faktor eksternal meliputi occupational
irritant, infeksi virus di saluran nafas, alergen, asap rokok, polusi udara, obat-obatan, dan
perubahan suhu terkait perubahan musim atau kondisi geografis lainnya (Suyono,
2001 ;GINA, 2008).
Faktor eksternal, menjadi berperan dominan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Banyak penelitian telah membuktikan hal ini. Riset di
Kanada menunjukkan bahwa infeksi virus, olahraga, asap rokok, debu, dan serbuk sari
bunga menempati lima peringkat teratas sebagai penyebab asma terbanyak di semua
golongan usia (State of Region’s Health, 2002). Di lingkungan kerja, dimana asma

5
meliputi asma kerja (occupational asthma) dan asma diperberat di tempat kerja (work-
aggravated asthma), occupational irritant yang paling sering menginduksi asma tersebut
adalah isosianat (dari cat semprot) sehingga disebut isocyanate-induced asthma
(Wahyuningsih, etal, 2003).
Selain itu, riset di London menunjukkan bahwa berjalan selama 2 jam disepanjang
jalan yang padat kendaraan bermesin diesel mempengaruhi efek fungsional dan reaksi
inflamasi pada orang dewasa dengan asma (Kaufman, 2007). Di wilayah kerja Puskesmas
Selat Kabupaten Karangasem Bali, asma termasuk dalam 5 besar penyakit dengan angka
kunjungan tertinggi di awal tahun 2009. Penduduk setempat melaporkan bahwa faktor
yang paling sering menginduksi asma adalah polusi udara terkait daerah pertambangan
dan perubahan suhu terkait kondisi geografis wilayah yang ada di daerah dataran tinggi.
Peningkatan intensitas paparan factor risiko asma akan menyebabkan ekspresi asma lebih
sering muncul. Hal ini menunjukkan kontrol penderita yang rendah terhadap penyakit
asma, dan secara tidak langsung menunjukkan kegagalan terapi asma, sehingga perlu
peninjauan kembali. Perilaku pencegahan terhadap paparan faktor risiko asma yang
dilakukan terus-menerus, seperti memakai alat pelindung diri saat bekerja, akan sangat
membantu penderita asma untuk meningkatkan kontrol terhadap penyakit asma. Semakin
baik kontrol penderita terhadap asma, terapi farmakologis dapat diminimalkan sehingga
sangat berguna dalam menghindari efek samping obat-obat anti asma. Hubungan antara
faktor risiko asma dan perilaku pencegahan tentang paparan dengan tingkat control
penyakit pada penderita asma perlu diteliti lebih lanjut. Dengan ini diharapkan tingkat
kontrol penyakit yang maksimal atau controlled asthma semakin mudah dicapai oleh
penderita asma, sehingga kualitas hidup para penderita asma akan meningkat.
D. Tanda dan Gejala
Gejala awal asma Melansis Buku Asma (2006) oleh Vitahealth, tanda-tanda
peringatan awal dialami penderita asma sebelum munculnya suatu episode serangan
asma. Gejala-gejala ini sifatnya unik untuk setiap individu. Pada individu yang sama pun,
gejala awal bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode
serangan.
Beberapa tanda peringatan awal mungkin hanya dideteksi oleh penderitanya atau
yang bersangkutan. Sedangkan, tanda peringatan awal yang lain lebih mungkin terlihat

6
oleh orang lain. Tetapi, yang paling bisa diandalkan sebagai gejala awal asma adalah
penurunan angka prestasi penggunaan peak flowmeter.
Berikut ini beberapa contoh gejala awal asma yang patut diwaspadai:

1. Perubahan dalam pola pernapasan


2. Bersin-bersin
3. Perubahan suasana hati (moodiness)
4. Hidung mampat atau hidung ngocor
5. Batuk
6. Gatal-gatal pada tenggorokan
7. Merasa capek
8. Lingkaran Hitam di bawah mata
9. Turunnya Toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga
10. Susah Tidur
11. Kecenderungan penurunan prestasi dalam pengguna peak flow meter.
Peak flow meter adalah alat yang dipakai untuk mengukur seberapa lancar aliran
udara yang mengalir dari paru-paru. Sederhananya, alat ini diperukan untuk mengukur
kemampuan seseorang dalam mengeluarkan udara dari organ paru-paru. Pada beberapa
peak flow meter, telah tersedia atau dilengkapi indikator berupa zona-zona warna yang
menandakan perkembangan asma.
Misalnya saja zona hijau yang berarti stabil sehingga penderita asma mampu
mejalani kegiatan sehari-hari. Sedangkan zona kuning, menjadi tanda seseorang harus hati-
hati, apalagi terdapat gejala seperti batuk, bersin, atau napas pendek. Sementara, zona
merah adalah kondisi yang cukup parah. Penderita mungkin sudah mengalami batuk terus
menerus, napas sangat pendek, dan sebaiknya menjalani perawatan.
Berikut ini gejala-gejala asma yang memberi indikasi bahwa suatu serangan asma
sedang terjadi. Contoh gejala asma, meliputi:
1. Napas berat yang berbunyi “ngik-ngik”
2. Batuk-batuk
3. Napas pender tersengal-sengal

7
4. Sesak dada Angka performa pengguna peak flow meter menunjukkan rating yang
termasuk “hati-hati” atau “bahaya”, yakni biasanya antara 50 persen sampai 80
persen dari penunjuk performa terbaik individu
Kondisi di atas menunjukkan bawah perubahan telah terjadi pada saluran
pernapasan dan aliran udara sudah terhambat.
E. Patogenesis
Keterbatasan aliran udara pada asma bersifat recurrent dan disebabkan oleh
berbagai perubahan dalam jalan napas, meliputi.
a. Bronkokonstriksi Kejadian fisiologis dominan yang mengakibatkan timbulnya gejala
klinis asma adalah penyempitan saluran napas yang diikuti gangguan aliran udara.
Pada asma eksaserbasi akut, kontraksi otot polos bronkus (bronkokonstriksi) terjadi
secara cepat, menyebabkan penyempitan saluran napas sebagai respons terhadap
paparan berbagai stimulus termasuk alergen atau iritan. Bronkokonstriksi akut yang
diinduksi oleh alergen ini merupakan hasil IgE-dependent release of mediators dari sel
mast, yang meliputi histamin, tryptase, leukotrien, dan prostaglandin yang secara
langsung mengakibatkan kontraksi otot polos saluran napas.
b. Edema
Jalan Napas Saat penyakit asma menjadi lebih persisten dengan inflamasi yang lebih
progresif, akan diikuti oleh munculnya faktor lain yang lebih membatasi aliran udara.
Faktorfaktor tersebut meliputi edema, inflamasi, hipersekresi mukus dan pembentukan
mucous plug, serta perubahan struktural termasuk hipertrofi dan hiperplasia otot polos
saluran napas.
c. Airway hyperresponsiveness
Mekanisme yang dapat memengaruhi airway hyperresponsiveness bersifat multiple,
diantaranya termasuk inflamasi, dysfunctional neuroregulation, dan perubahan
struktur, dimana inflamasi merupakan faktor utama dalam menentukan tingkat airway
hyperresponsiveness. Pengobatan yang diarahkan pada inflamasi dapat mengurangi
airway hyperresponsiveness serta memperbaiki tingkat kontrol asma.
d. Airway remodelling
Keterbatasan aliran udara dapat bersifat partially reversible pada beberapa penderita
asma. Perubahan struktur permanen dapat terjadi di saluran napas, terkait hilangnya

8
fungsi paru secara progresif yang tidak dapat dicegah sepenuhnya dengan terapi yang
ada. Airway remodeling melibatkan aktivasi banyak sel yang menyebabkan perubahan
permanen dalam jalan napas. Hal ini akan meningkatkan obstruksi aliran udara, airway
hyperresponsiveness dan dapat membuat pasien kurang responsif terhadap terapi.
Biopsi bronkial dari pasien asma menunjukkan gambaran infiltrasi eosinofil, sel mast
serta sel T yang teraktivasi. Karakteristik perubahan struktural mencakup penebalan
membran sub-basal, fibrosis subepitel, hiperplasia dan hipertrofi otot polos saluran
napas, proliferasi dan dilatasi pembuluh darah, serta hiperplasia dan hipersekresi
kelenjar mukus.
Hal ini menunjukkan bahwa epithelium mengalami perlukaan secara kronis serta tidak
terjadi proses repair yang baik, terutama pada pasien yang menderita asma berat
Adanya gabungan perubahan dalam jalan napas tersebut akan membatasi aliran udara
pada penderita asma, dan dapat dilihat pada gambar 2.

F. Pencegahan
Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Pencegahan primer, ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko
asma (orangtua asma), dengan cara
 Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa
perkembangan bayi lanak.

9
 Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan dengan syarat diet tersebut tidak
mengganggu asupan janin
 Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
 Diet hipoalergenik ibu menyusui
2. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah
tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam
ruangan terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang
telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang
dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan
bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi
dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah
menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian
setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).
Pencegahan lain yang dapat dilakukan yaitu :
1. Menjaga Kesehatan
 Dua hal yang berbeda dalam menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi obat
asma. Bila seseorang memiliki kurang gizi dan lemah maka tidak menutup
kemungkinan untuk mendapatkan serangan penyakit lebih mudah termasuk
penyakit asma. 
 Seluruh penyakit membutuhkan makanan yang bernutrisi dan bergizi baik dalam
mengimbanginya. Minum air putih sebanyak 2 liter dalam sehari dan istirahat
yang cukup menjadi salah satu bagian dari menjaga kesehatan agar terhindar dari
prnyakit asma. Olahraga pun menjadi rutinitas wajib yang patut anda agendakan
agar penyakit lain tidak mengikuti anda seperti ginjal, jantung dan masih banyak
lagi.
 Mencegah penyakit asma dengan memberikan asupan air putih yang banyak akan
sangat bermanfaat karena berfungsi sebagai pengencer dahak pada saluran
pernafasan dan dahak pun mudah keluar. Saat seseorang kekurangan cairan dalam
tubuh dahak akan mengental dan pernafasan akan sulit. Saat kegiatan yang

10
mengharuskan anda berkeringat, kekurangan cairan dalam tubuh menjadikan
penguapan cairan akan berlebih dan saluran nafas cepat dan lebih dalam.
2. Menjaga Kebersihan Lingkungan
 Kebersihan pada lingkungan anda menjadi pemicu akan gejala penyakit asma.
Dari area rumah usahakan bersih dari debu dan ventilasi udara yang masuk
berjalan dengan baik begitu pula cahaya matahari. Usahakan keadaan rumah
kering dan tidak lembab.
 Jika dalam tempat tidur yang biasa anda tempati berlama-lama diruangan tersebut
maka minimaliskan barang-barang yang ada didalam kamar agar debu yang
menempel tidak terhirup oleh tubuh.
 Beberapa gejala asma pun dapat dirasakan dari asap rokok, obat nyamuk, hair
sprey, hewan peliharaan dan lingkungan pekerjaan yang memang kurang
perhatian akan kebersihan dan sosialisasi etika ditempat umum seperti asap rokok
yang merusak udara.
3. Menghindari Faktor Pencetus
 Alergen adalah salah satu gejala penyebab penyakit asma dari hewan peliharaan
yang tidak terawat, debu dan virus masih menempel dan dapat terhirup dengan
bebas oleh manusia. Selain beberapa binatang peliharaan yang memang banyak
diminati seperti kucing, anjing, burung ternyata binatang yang sering ada dirumah
anda seperti tikus dan kecoak dapat merasuki tubuh anda karena gejala penyakit
asma akan datang dari mereka.
 Infeksi gejala penyakit asma biasanya menjalar dari bagian pernafasan. Jadi,
diharapkan untuk menghindari orang-orang yang sedang sakit pernafasan seperti
flu dan batuk. Selain itu hindari tempat yang berkerumunan banyak orang yang
membuat sesak.
 Hindari rasa lelah dan capek yang berlebihan. Kehujanan dan pergantian musim
pun harus dengan baik dihindarkan gejala nya. Latihan olahraga yang ringat
bukan olah raga yang memberatkan tubuh anda yang malah dapat membuat tubuh
anda kelelahan dan sesak.

11
G. Penanggulangan
Penanggulangan asma jangka panjang adalah menanggulangi proses inflamasinya
agar serangan asma dapat dikendalikan. Lain halnya penanganan pada saat terjadi
serangan asma, bukan anti inflamasi yang dibutuhkan melainkan obat yang dapat segera
merelaksasi otot saluran napas yang sedang dalam keadaan spasme, disusul obat untuk
menghilangkan edema mukosa saluran napas dan tindakan mengeluarkan lendir yang
tertimbun di saluran napas.
Jadi tujuan penatalaksanaan serangan asma adalah untuk;
1. Meredakan penyempitan jalan napas secepat mungkin,
2. Mengurangi hipoksemia.
3. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya,
4. Membuat rencana tata laksana guna mencegah kekambuhan.
Penanggulangan asma secara dini dan agresif adalah kunci untuk menghilangkan
gejala. Berikut adalah cara menanggulangi asma yang bisa dilakukan, di antaranya:
1. Obat Asma
Obat asma dapat bekerja dengan cepat untuk menghentikan batuk dan mengi
dengan cara mengencerkan lendir saluran napas dan membuka otot jalan napas.
Konsultasi dengan dokter mengenai dosis dan pemakaian obat. Biasanya, obat asma
yang diminum ini adalah sebagai “pengontrol gejala” dan tidak digunakan ketika
gangguan terjadi.
2. Inhaler Asma
Inhaler dapat digunakan sendiri di rumah. Penekanan tombol inhaler sebaiknya
dilakukan ketika serangan asma dan usai membuang napas. Ketika disemprotkan saat
membuang napas, momen selanjutnya adalah ketika penderita menghirup napas
sehingga obat justru akan masuk. Jika disemprotkan ketika menarik napas, penekanan
tombol bisa saja terlambat dan justru obat malah terbuang.
3. Nebulizer untuk Asma
Cara mengobati asma berikutnya adalah menggunakan nebulizer. Nebulizer
merupakan suatu alat untuk memberikan obat uap ketika seseorang mengalami
serangan asma. Alat ini dapat mengubah cairan.
4. Mengendalikan Pemicu Asma

12
Apa yang membuat gejala asma timbul? Belajar lebih banyak tentang pemicu
asma dapat membantu penderita mengurangi kesempatan mengalami serangan asma.
Setiap orang memiliki pemicu yang berbeda, dapat berupa debu, udara dingin, asap
rokok, kelelahan, pikiran yang tertekan, makanan seperti seafood, telur, dan lain-lain.
Catat apa yang menjadi pemicu sehingga dapat dihindari di kemudian hari.

Dalam penanggulangan asma ada dua hal yang perlu dilakukan, yakni meredakan
gejala dan mencegah gejala kambuh. Oleh karena itu, penting untuk menjalani pengobatan
ke dokter, sehingga dapat diberikan obat untuk mengatasi asma.Di samping melakukan
pengobatan, pengidap asma juga harus menghindari dari hal-hal yang dapat memicu asma
kambuh. Biasanya, dokter akan merekomendasikan inhaler sabagai pengobatan saat gejala
asma muncul. Namun, penggunaan inhaler juga mungkin menyebabkan efek samping bagi
pengguna.

Efek samping inhaler yang ringan, yaitu:

1. Pusing yang disertai sakit kepala.


2. Mengalami insomnia atau susah tidur.
3. Rasa nyeri pada otot.
4. Hidung tersumbat hingga meler.
5. Kering pada mulut dan tenggorokan.
6. Batuk meski bukan karena sedang sakit.
7. Sakit tenggorokan hingga suara serak.

Ada pula efek samping berat yang mesti diwaspadai. Segera hubungi dokter jika
mengalami efek samping sebagai berikut:

1. Muncul rasa nyeri di dada, jantung berdenyut tidak beraturan.


2. Tremor pada tangan.
3. Muncul gejala kecemasan.
4. Tekanan darah menjadi tinggi.
5. Menurunnya kadar kalium dalam darah, yang dibiarkan dapat menyebabkan rasa haus
yang ekstrim, otot melemah dan lemas.

13
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran nafas yang melibatkan
banyak sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel mast, leukotrin dan lain-lain. Inflamasi
kronik ini berhubungan dengan hiperresponsif jalan nafas yang menimbulkan episode
berulang (wheezing), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk terutama pada malam dan
pagi dini hari. Faktor risiko asma dapat dibagi menjadi 3 domain besar, yaitu alergen,
iritan, dan hal-hal lain yang tidak tergolong dalam alergen maupun iritan (State of the
Region’s Health, 2002). Faktor risiko asma yang mempengaruhi perkembangan dan
ekspresi asma terdiri dari faktor internal (host factor) dan faktor eksternal (environmental
factor).
Gejala awal asma Melansis Buku Asma (2006) oleh Vitahealth, tanda-tanda
peringatan awal dialami penderita asma sebelum munculnya suatu episode serangan asma.
Contoh gejala asma, meliputi:
1. Napas berat yang berbunyi “ngik-ngik”
2. Batuk-batuk
3. Napas pender tersengal-sengal
4. Sesak dada Angka performa pengguna peak flow meter menunjukkan rating yang
termasuk “hati-hati” atau “bahaya”, yakni biasanya antara 50 persen sampai 80
persen dari penunjuk performa terbaik individu
Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Pencegahan primer, ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko
asma (orangtua asma),
2. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah
tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam
ruangan terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi.

14
Penanggulangan asma jangka panjang adalah menanggulangi proses inflamasinya
agar serangan asma dapat dikendalikan. Lain halnya penanganan pada saat terjadi
serangan asma, bukan anti inflamasi yang dibutuhkan melainkan obat yang dapat segera
merelaksasi otot saluran napas yang sedang dalam keadaan spasme, disusul obat untuk
menghilangkan edema mukosa saluran napas dan tindakan mengeluarkan lendir yang
tertimbun di saluran napas.
B. Saran
Saran agar penyakit atau masalah kesehatan terkait asma bisa lebih di perhatikan
agar penderita tidak semakin meningkat dan berharap para pembaca dapat tetap
memperluas wawasan nya mengenai asma agar dapat mencegah penyakit tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA
Anggreni, D. (2020). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Tindakan
Penanggulangan Penyakit Asma Di Desa Cimbang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.
Ardi Wijaya. 2018. Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Asma Dengan Menggunakan Algoritme
Genetik. Jurnal Pseudocode, Volume V Nomor 2, Issn 2355-5920
Handayani, H., & Setiawan, A. (2019). Kualitas Hidup Anak dengan Asma di RSUD Dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya dan RSUD Kabupaten Ciamis. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah Bengkulu, 7(1), 27-32.
Nursalam, Hidaya, L., & Sari, N. P. W. P. (2015). Faktor Risiko Asma Dan Perilaku Pencegahan
Berhubungan Dengan Tingkat Kontrol Penyakit Asma (Asthma Risk Factors And
Prevention Behaviour Relate To Asthma Level Of Control). Jurnal Keperawatan Indonesia,
4(1), 9–18.

Suyono, S., 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FK –
UI, hlm. 21, 22, 23, 27,28, 29, 31, 33,
Sudayasa, I. P., Rahman, M. F., Eso, A., Jamaluddin, J., Parawansah, P., Alifariki, L. O.,
Arimaswati, A., & Kholidha, A. N. (2020). Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Tidak
Menular Pada Masyarakat Desa Andepali Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe.
Journal of Community Engagement in Health, 3(1), 60–66.

Warganegara, E., & Nur, N. N. (2016). Faktor Risiko Perilaku Penyakit Tidak Menular.
Majority, 5(2), 88–94.

Resti Yudhawati, Desak Putu Agung Krisdanti.2017. Imunopatogenesis Asma. JURNAL


RESPIRASI. Vol. 3 No. 1 Januari 2017

Riskedas,2013 kemnkes RI. Data Sirs,2013

Heru sundaru, penyebab penyakit asma dan faktor pencetus asma, 2014. Jurnal ASMA

juuwarto,2014

Soryono & Magfirahh Seminar cara efektif di RS Bunda Jakarta, 2006

16

Anda mungkin juga menyukai