Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MAKALAH TENTANG:
DISUSUN OLEH:
RAIHAN AJAMI
210180034
KELAS 1A
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi
untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri
makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah,
karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat
instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi).
Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama),
maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia
dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan
mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu
karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu
yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
1.2.Rumusan Masalah
1.Apa Definisi Agama dan Manusia?
2.Apa unsur dan Pokok Agama?
3.Apa Hakekat manusia terhadap agama?
4.Apa Hubungan Manusia dengan Agama?
5.Apa pengertian Falsafah Agama?
A. PENGERTIAN AGAMA
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.
Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama =
kacau) dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan
manusia dari kekacauan. Didunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama
ini, yaitu : religi, religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh
penderitaan atau mati-matian, perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang
dilakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu
addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan, dan
pembalasan.
Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan
penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan
tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaatan tersebut (Moh. Syafaat, 1965). Dari sudut
sosiologi, Emile Durkheim (Ali Syari’ati, 1985 : 81) mengartikan agama sebagai suatu
kumpulan keayakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi, suatu peniruan
terhadap modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi dan praktek-praktek
secara sosial telah mantap selama genarasi demi generasi. Sedangkan menurut M. Natsir
agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang mengandung faktor-faktor antara
lain :
a. Percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai hidup.
b. Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada rosulnya.
c. Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia.
d. Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari.
e. Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir.
f. Percaya dengan ibadat sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan.
g. Percaya kepada keridhoan Tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini.
1. Sistem Credo (keyakinan) yaitu tata keimanan atau keyakinan (adanya suatu yang
mutlak di luar manusia yang dapat mengatur alam)
2. Sistem ritus (peribadatan) yaitu tingkah laku manusisa dalam hubungan dengan
kekuatan supranatural, sebagai konsekuensi atas pengakuannya
3. Sistem norma (tata kaidah) yaitu mengatur hubungan manusia antara manusia Allah
Swt dan alam
Beberapa unsur pokok yang menjadi cerminan seluruh isi Al Quran terdapat didalam
surat Al-Fatihah, yaitu :
1. Keimanan:
Pada ayat ke-2 surat Al-fatihah mengandung makna beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dimana dinyatakan dengan tegas bahwa segala puji-pujian dan ucapan syukur atas suatu
nikmat itu dutujukan hanya kepada Allah, karena Allah adalah Pencipta dan sumber segala
nikmat yang terdapat di alam ini. Diantara nikmat itu ialah : nikmat menciptakan, nikmat
mendidik dan menumbuhkan, sebab kata Rab dalam kalimat "....Rabbil-'aalamiin" tidak
hanya berarti Tuhan atau Penguasa, tetapi juga mengandung arti tarbiyah yaitu mendidik dan
menumbuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa segala nikmat yang dilihat oleh seseorang dalam
dirinya sendiri dan dalam segala alam ini bersumber dari Allah, karena Tuhan-lah Yang
Maha Berkuasa di alam ini. Pendidikan, penjagaan dan Penumbuahn oleh Allah di alam ini
haruslah diperhatikan dan dipikirkan oleh manusia sedalam-dalamnya, sehingga menjadi
sumber pelbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat menambah keyakinan manusia kepada
keagungan dan kemuliaan Allah, serta berguna bagi masyarakat. Oleh karena keimanan
(ketauhidan) itu merupakan masalah yang pokok, maka didalam surat Al Faatihah tidak
cukup dinyatakan dengan isyarat saja, tetapi ditegaskan dan dilengkapi oleh ayat 5, yaitu :
Iyyaaka na'budu wa iyyaka nasta'iin (hanya Engkau-lah yang kami sembah, dan hanya
kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan). Janji memberi pahala terhadap perbuatan yang
baik dan ancaman terhadap perbuatan yang buruk.
F.HAKEKAT MANUSIA
Arti Hakekat Manusia
Menurut bahasa, hakikat berarti kebenaran atau sesuatu yang sebenar-benarnya atau asal
segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu atau yang
menjadi jiwa sesuatu. Dikalangan tasawuf orang mencari hakikat diri manusia yang
sebenarnya, karena itu muncul kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan
pengertian itu mencari hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan rahasia.
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt.
Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka
sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.
Jadi hakekat manusia adalah kebenaran atas diri manusia itu sendiri sebagai makhluk
yang diciptakan oleh Allah SWT.[1]
. Hakekat Manusia Menurut Pandangan Islam
Manusia perlu mengenali hakekat dirinya, agar akal yang digunakannya untuk menguasai
alam dan jagad raya yang maha luas dikendalikan oleh iman, sehingga mampu mengenali ke-
Maha Pekasaan Allah dalam mencipta dan mengendalikan kehidupan ciptaanNya. Dalam
memahami ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan hakekat dirinya, manusia menjadi mampu
memberi arti dan makna hidupnya, yang harus diisi dengan patuh dan taat pada perintah-
perintah dan berusaha menjauhi larangan-larangan Allah. Berikut adalah hakekat manusia
menurut pandangan Islam:
1. Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT.
Hakekat pertama ini berlaku umum bagi seluruh jagat raya dan isinya yang bersifat baru,
sebagai ciptaan Allah SWT di luar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan meupakan alam
nyata yang konkrit, sedang alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib, kecuali Allah SWT
yang bersifat ghaib bukan ciptaan, yang ada karena adanya sendiri.
Hakikat pertama ini berlaku pada umumnya manusia di seluruh jagad raya sebagai
ciptaan Allah diluar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan merupakan alam nyata yang
konkrit sedangkan alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib kecuali Allah yang bersifat
ghaib bukan ciptaan yang ada karena dirinya sendiri.
2. Kemandirian dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).
Kemanunggalan tubuh dan jiwa yang diciptakan Allah SWT , merupakan satu diri
individu yang berbeda dengan yang lain. setiap manusia dari individu memiliki jati diri
masing - masing. Jati diri tersebut merupakan aspek dari fisik dan psikis di dalam kesatuan.
Setiap individu mengalami perkembangan dan berusah untuk mengenali jati dirinya sehingga
mereka menyadari bahwa jati diri mereka berbeda dengan yang lain
Di dalam sabda Rasulullah SAW menjelaskan petunjuk tentang cara mewujudkan
sosialitas yang diridhoiNya, diantara hadist tersebut mengatakan:
“Seorang dari kamu tidak beriman sebelum mencintai kawannya seperti mencintai
dirinya sendiri” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
“Senyummu kepada kawan adalah sedekah” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan
Baihaqi)
Kebersamaan (sosialitas) hanya akan terwujud jika dalam keterhubungan itu manusia
mampu saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya menjalin hubungan
manusiawi yang efektif, sebagai hubungan yang disukai dan diridhai Allah SWT.[6] Selain
itu manusia merupakan suatu kaum (masyarakat) dalam menjalani hidup bersama dan
berhadapan dengan kaum (masyarakat) yang lain. Manusia dalam perspektif agama Islam
juga harus menyadari bahwa pemeluk agama Islam adalah bersaudara satu dengan yang lain.
[7]
3.Manusia Merupakan Makhluk yang Terbatas.
Manusia memiliki kebebasan dalam mewujudkan diri (self realization), baik sebagai satu
diri (individu) maupun sebagai makhluk social, terrnyata tidak dapat melepaskan diri dari
berbagai keterikatan yang membatasinya. Keterikatan atau keterbatasan itu merupakan
hakikat manusia yang melekat dan dibawa sejak manusia diciptakan Allah SWT.
Keterbatasan itu berbentuk tuntutan memikul tanggung jawab yang lebih berat daripada
makhluk-makhluk lainnya. Tanggung jawab yang paling asasi sudah dipikulkan ke pundak
manusia pada saat berada dalam proses penciptaan setiap anak cucu Adam berupa janji atau
kesaksian akan menjalani hidup di dalam fitrah beragama tauhid.
Kesaksian tersebut merupakan sumpah yang mengikat atau membatasi manusia sebagai
individu bahwa didalam kehidupannya tidak akan menyembah selain Allah SWT. Bersaksi
akan menjadi manusia yang bertaqwa pada Allah SWT. Manusia tidak bebas menyembah
sesuatu selain Allah SWT, yang sebagai perbuatan syirik dan kufur hanya akan
mengantarkannya menjadi makhluk yang terkutuk dan dimurkaiNya.[8]
Filsafat agama adalah filsafat yang membuat agama menjadi obyek pemikirannya.
Dalam hal ini, filsafat agama dibedakan dari beberapa ilmu yang juga mempelajari agama,
seperti antropologi budaya, sosiologi agama dan psikologi agama. Kekhasan ilmu-ilmu itu
adalah bahwa mereka bersifat deskriptif.
Antropologi budaya meneliti pola kehidupan sebuah masyarakat dan kerangka spiritual
hidup. Dalam rangka itu, bentuk-bentuk penghayatan agama dalam masyarakat itu diteliti.
Antropologi mengamati dan berusaha ikut menghayati bagaimana masyarakat yang diteliti
menghayati Yang ilahi. Antropologi adalah ilmu deskiptif. la tidak menilai apakah
penghayatan itu baik atau buruk dan tidak berusaha untuk mengubah penghayatan itu,
melainkan berusaha untuk memahami apa yang merupakan kenyataan keagamaan dalam
masyaraka
BAB III
KESIMPULAN
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari
kehidupan.Sedangkan Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, baik
dalam hal ‘aqidah, syari’at, ibadah, muamalah dan lainnya. Allah Allah Azza wa Jalla
menyuruh manusia untuk menghadap dan masuk ke agama fitrah. Allah Allah Azza wa Jalla
berfirman. ““Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah
Allah yang Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
pengertian manusia secara umum adalah manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk
sosil. Karena bukan hanya diri sendiri saja tetapi manusia perlu bantuan dari orang lain. Maka
sebab itu manusia adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Manusia adalah
makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt. Kesempurnaan yang
dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di
muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.
Jadi hakekat manusia adalah kebenaran atas diri manusia itu sendiri sebagai
makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Agama sangat penting dalam kehidupan manusia
antara lain karena agama merupakan : a. sumber moral, b. petunjuk kebenaran, c. sumber
informasi tentang masalah metafisika, dan d. bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala
suka maupun duka.
DAFTAR PUSTAKA