Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ISLAM DALAM DIMENSI HISTORY

Di susun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen Pembimbing : Ibu Sri Fauziati Fitri, M.Pd

Di Susun Oleh :
Kelompok (4)

1. ARMALAH (20211100056)

2. NOR HASANAH (20211100068)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)

ASSUNNIYYAH TAMBARANGAN
2021
KATA PENGATAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah
Metodologi Studi Islam yang berjudul “ Islam Dalam Dimensi History “. Tak lupa, kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Fauziati Fitri, M.Pd selaku pembimbing dalam
pembelajaran mata kuliah Metodologi Studi Islam yang sudah memberikan kepercayaan
kepada kami untuk membuat dan menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan memberikan wawasan yang lebih luas bagi pembacanya. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk peyusunan maupun
materinya. Maka dari itu untuk kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Wassalamulaikum Wr. Wb.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar… ................................................................................................


Daftar Isi… ..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang… ................................................................................
B. Rumusan masalah… ............................................................................
C. Tujuan… .............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Sejarah Islam… ......................................................................
B. Budaya Islam VS Budaya Arab… ........................................................
C. Membangun Universalisme Islam… ....................................................
D. Babakan Sejarah Peradaban Manusia
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan… .....................................................................................
B. Saran… ..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA… .........................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejarah masuknya Islam di Indonesia mempunyai beberapa versi, diantara lain
adalah teori dari Gujarat dan dari orang Arab yang singgah dalam pelayaranya. Berkenaan
dengan teori Arab ini, di Indonesia sudah beberapa kali diadakan seminar tentang
masuknya Islam ke Indonesia. Seminar di Medan tahun 1963 dan seminar di Aceh tahun
1978, kedua seminar itu menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad
pertama Hijriyah dan langsung dari Arab.1 Dengan masuknya agama Islam dari negara
Arab, maka dimulailah peradaban Islam di Indonesia. Peradaban Islam yang ditandai
dengan bermunculanya kerajaan-kerajaan Islam yang berusaha mematahkan dominasi
kerajaan-kerajaan Hindu, Budha, kepercayaan animisme dan dinamisme, yang terbukti
dengan semakin banyaknya bangunan-bangunan bercorak Islam, yang diantara lain
seperti masjid-masjid, madrasah-madrasah dan juga pesantren-pesantren yang
mempunyai semangat perjuangan didalam dunia pendidikan yang sampai pada hari ini
masih terus berkembang, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Konsep Sejarah Islam ?
2. Bagaimana Budaya Islam VS Budaya Arab ?
3. Bagaimana Membangun Universalisme Islam ?
4. Bagaimana Babakan Sejarah Peradaban Manusia dalam perspektif islam ?

C. TUJUAN
1. Memahami Konsep Sejarah Islam ?
2. Memahami Budaya Islam VS Budaya Arab ?
3. Memahami Membangun Universalisme Islam ?
4. Memahami Babakan Sejarah Peradaban Manusia dalam perspektif islam ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP SEJARAH ISLAM


Sejarah Islam adalah peradaban agama Islam yang di mulai dari turunnya wahyu
pertama pada tahun 610M yang diturunkan kepada rasul yang terakhir yaitu Muhammad bin
Abdullah di Gua Hira, (Arab Saudi) sampai dengan sekarang.
1. KRONOLOGI
Garis waktu berikut ini dapat menyajikan pedoman visual kasar untuk
pemerintahan-pemerintahan paling penting di dunia Islam sebelum Perang Dunia I. Garis
waktu ini mencakup pusat-pusat kekuatan dan budaya bersejarah, termasuk Jazirah
Arab, Mesopotamia (Iraq modern), Persia (Iran modern), Syam (Suriah, Lebanon, Yord
ania, dan Palestian/Israel modern), Mesir, Maghrib (Afrika barat laut), Al-
Andalus (Iberia), Transoxiana (Asia Tengah), Hindustan (termasuk Pakistan, India
Utara, dan Bangladesh modern), dan Anatolia (Turki modern). Mestinya ini adalah
perkiraan, karena kekuasaan pemerintahan untuk beberapa wilayah kadang dibagi antar-
pusat-kekuatan, dan kekuasaan di pemerintahan besar sering tersebar di beberapa dinasti.
Contohnya, selama tahap akhir Kekhalifahan Abbasiyah, bahkan Ibukota Baghdad secara
efektif diatur oleh dinasti lain seperti Buwaihi dan Seljuk; juga Turki Utsmani biasa
mengirim otoritas eksekutif atas provinsi-provinsi terluar ke penguasa setempat,
seperti Dey di Aljazair, Bey di Tunisia, dan Mamluk di Iraq.
2. SUMBER AWAL DAN HISTORIOGRAFI
Kurangnya sumber menjadikan kajian periode awal-awal sejarah Islam sulit.
Misalnya, sumber historiografis paling penting untuk asal-usul Islam adalah karya al-
Thabari. Meskipun al-Thabari dianggap sejarawan cakap menurut acuan zaman dan
tempatnya, dia menggunakan secara bebas sajian-sajian mistis, legenda, stereotip,
terdistorsi, dan polemik mengenai materi subyek—yang bagaimanapun juga secara Islam
bisa diterima—dan dia menjelaskan permulaan Islam padahal dia terpaut beberapa
generasi setelah peristiwanya; al-Thabari meninggal 923.
Beragamnya pandangan mengenai bagaimana menangani sumber-sumber tersedia
memicu berkembangnya empat pendekatan berbeda terhadap sejarah awal Islam. Masing-
masingnya memiliki pengikut sampai hari ini.
a. Metode deskriptif menggunakan garis besar tradisi Islam, sambil disesuaikan untuk
cerita-cerita mukjizat dan pengakuan yang berpusat pada keyakinan dalam sumber-

2
sumber tersebut. Edward Gibbon dan Gustav Weil mewakili beberapa sejarawan
awal yang mengikuti metode deskriptif.
b. Pada metode kritik sumber, ada pencarian komparasi terhadap semua sumber untuk
mengenali informan-sumber mana yang lemah dan karenanya membedakan
material yang palsu. Karya William Montgomery Watt dan Wilferd
Madelung adalah dua contoh kritik sumber.
c. Pada metode kritik tradisi, yang diyakini adalah sumber-sumbernya didasarkan
pada tradisi lisan dengan asal-usul yang tidak jelas dan sejarah periwayatan,
sehingga diperlakukan dengan sangat hati-hati. Ignaz Goldziher adalah pelopor
metode kritik tradisi, dan Uri Rubin menjadi contoh kontemporer.
d. Metode skeptis meragukan hampir semua materi pada sumber tradisional; segala
kemungkinan inti sejarah dianggap terlalu sulit untuk diuraikan dari material yang
dibuat-buat dan terdistorsi. Contoh awal metode skeptis adalah karya John
Wansbrough.

Hari-hari ini, masing-masing metode populer memiliki cakupan yang berbeda.


Pendekatan deskriptif lebih populer untuk perlakuan gambaran umum sejarah awal Islam.
Metode kritik sumber dan kritik tradisi lebih diikuti oleh ilmuwan yang memperhatikan
permulaan Islam secara mendalam.

Setelah abad ke-8, kualitas sumber-sumber meningkat. Sumber-sumber yang


membahas masa awal dengan kesenjangan masa dan budaya yang cukup lebar tersebut
sekarang mulai memberi catatan yang sifatnya semakin kontemporer, kualitas catatan
sejarahnya meningkat, dan sumber-sumber dokumentasi baru—seperti dokumen resmi,
korespondensi, dan syair-syair—muncul. Untuk zaman sebelum bermulanya Islam—
pada abad ke-6—sumber-sumbernya juga unggulan, meskipun juga campuran
kualitasnya. Terkhusus, sumber-sumber yang meliputi wilayah pengaruh Sasaniyah di
abad ke-6 cukup buruk, sedangkan sumber-sumber untuk area Bizantium di waktu itu
kualitasnya cukup baik, dan dilengkapi oleh sumber-sumber Kristen Suriah untuk
wilayah Suriah dan Iraq.

3. Nabi Muhammad

Jazirah Arab sebelum kedatangan Islam merupakan sebuah kawasan yang sangat
mundur. Kebanyakkan orang Arab merupakan penyembah berhala dan yang lain
merupakan pengikut agama Kristen dan Yahudi. Mekah ketika itu merupakan tempat
suci bagi bangsa Arab. karena di tempat tersebut terdapat berhala-berhala agama mereka
dan juga terdapat Sumur Zamzam dan yang paling penting adalah Ka'bah. Nabi
3
Muhammad dilahirkan di Makkah pada Tahun Gajah yaitu pada tanggal 12 Rabi'ul Awal
atau pada tanggal 21 April (570 atau 571 Masehi). Nabi Muhammad merupakan seorang
anak yatim sesudah ayahnya Abdullah bin Abdul Muttalib meninggal ketika ia masih
dalam kandungan dan ibunya Aminah binti Wahab meninggal dunia ketika ia berusia 7
tahun. Kemudian ia diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib. Setelah kakeknya meninggal
ia diasuh juga oleh pamannya yaitu Abu Talib. Nabi Muhammad kemudiannya menikah
dengan Siti Khadijah ketika ia berusia 25 tahun. Ia pernah menjadi penggembala
kambing.

Nabi Muhammad pernah diangkat menjadi hakim.pada usia 35 tahun, kota


mekkah dilanda banjir, Ia tidak menyukai suasana kota Mekah yang dipenuhi dengan
masyarakat yang memiliki masalah sosial yang tinggi. Selain menyembah berhala,
masyarakat Mekah pada waktu itu juga mengubur bayi-bayi perempuan. Nabi
Muhammad banyak menghabiskan waktunya dengan menyendiri di gua Hira untuk
mencari ketenangan dan memikirkan masalah penduduk Mekah. Ketika Nabi Muhammad
berusia 40 tahun, ia didatangi oleh Malaikat Jibril. Setelah itu ia mengajarkan ajaran Islam
secara diam-diam kepada orang-orang terdekatnya yang dikenal sebagai "as-Sabiqun al-
Awwalun(Orang-orang pertama yang memeluk agama Islam)" dan selanjutnya secara
terbuka kepada seluruh penduduk Mekah, setelah turun wahyu al-quran surat al hijr ayat
94. Pada tahun 622, Nabi Muhammad dan pengikutnya pindah dari Mekah ke Madinah.
Peristiwa ini dinamai Hijrah. Semenjak peristiwa itu dimulailah Kalender Islam atau
kalender Hijriyah.

Penduduk Mekah dan Madinah ikut berperang bersama Nabi Muhammad dengan
hasil yang baik walaupun ada di antaranya kaum Islam yang tewas. Lama kelamaan para
muslimin menjadi lebih kuat, dan berhasil menaklukkan Kota Mekah. Setelah Nabi
Muhammad wafat, seluruh Jazirah Arab di bawah penguasaan Islam.

4. Kekhalifahan Rasyidin

Setelah Nabi Muhammad meninggal, empat khalifah bergantian memerintah negara


Islam: Abu Bakar (632-634), Umar bin Khattab (634-644), Utsman bin Affan (644-656),
dan Ali bin Abi Thalib (656-661). Para pemimpin ini digelari para Khalifah "Rasyidin"
atau "yang terbimbing" dalam Islam Sunni. Merekalah yang mengawal tahap
awal penaklukan Islam, terus hingga ke Persia, Syam, Mesir, dan Afrika Utara.
Sepeninggalnya Muhammad, Abu Bakar, seorang sahabat terdekatnya, terpilih
sebagai khalifah (bahasa Arab: ‫خليفة‬, translit. khalīfah, har. 'penerus') pertama. Meskipun
dalam kedudukan khalifah tetap ada aura otoritas agama, khalifah sama sekali tidak
4
mengakui kenabian. Sejumlah kepala suku menolak untuk melanjutkan perjanjian yang
mereka buat dengan Muhammad kepada Abu Bakar, sehingga mereka menahan
pembayaran zakat dan beberapa justru mengaku sebagai nabi. Abu Bakar
mempertahankan kekuasaannya melalui kampanye militer yang sukses, dikenal dengan
sebutan Perang Riddah, yang momentumnya diteruskan ke wilayah Kekaisaran Romawi
Timur dan Sasaniyah. Di akhir masa khalifah kedua, Umar, pasukan-pasukan Arab, yang
jumlah barisan perangnya semakin membengkak karena tambahan pemberontak yang
kalah dan mantan pasukan pembantu kerajaan, mengalahkan Syam dan Mesir, dua
provinsi Romawi Timur, sedangkan Sasaniyah kehilangan teritori barat mereka, yang
sisanya akan menyusul segera setelahnya.

Umar memperbaiki administrasi imperium yang masih muda ini, memerintahkan


peningkatkan saluran irigasi dan ikut serta berperan dalam pembentukan kota-kata
seperti Basra. Dekat dengan orang-orang miskin, dia tinggal di sebuah pondok tanah liat
sederhana tanpa pintu dan berjalan mengelilingi jalanan setiap malam. Setelah mencari
keterangan dengan orang-orang miskin, Umar mendirikan Baitulmal, sebuah institusi
kesejahteraan untuk kaum miskin, berkebutuhan, lansia, yatim, janda, dan penyandang
disabilitas yang Muslim dan non-Muslim. Baitulmal beroperasi ratusan tahun di
bawah Kekhalifahan Rasyidin di abad ke-7 hingga ke periode Umayyah dan juga ke era
Abbasiyah. Umar juga mengenalkan pensiun untuk lansia dan tunjangan untuk
anak. Ketika dia merasa bahwa seorang gubernur atau komandan menjadi terpikat pada
kekayaan atau tidak memenuhi standar administrasi yang dibutuhkan, dia memindahnya
dari jabatannya. Ekspansi sebagian dihentikan antara 638 dan 639 selama tahun-tahun
kelaparan di Semenanjung Arab dan wabah berat di Syam, tetapi di akhir masa
berkuasanya Umar, Suriah, Mesir, Mesopotamia, dan sebagian besar Persia telah menjadi
bagian dari negara Islam.

5. Kekhalifahan Umayyah

Dinasti Umayyah, yang namanya diambil dari Umayyah bin Abdu Syams, kakek buyut
khalifah Umayyah pertama, memerintah dari 661 sampai 750. Meskipun keluarga
Umayyah berasal dari kota Mekkah, ibukota negara adalah Damaskus. Setelah
meninggalnya Abdurrahman bin Abi Bakar pada 666, Muawiyah bin Abu
Sufyan memperkukuh kekuasaannya. Muawiyah memindah ibukotanya dari Damaskus
ke Madinah, yang membawa perubahan besar terhadap negara Islam. Di waktu kemudian,
pemindahan Khalifah dari Damaskus ke Baghdad menandai naik tahtanya satu keluarga
baru.
5
6. Islam di Indonesia

Islam telah dikenal di Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau 7 Masehi,
meskipun dalam frekuensi yang tidak terlalu besar hanya melalui perdagangan dengan
para pedagang muslim yang berlayar ke Indonesia untuk singgah untuk beberapa waktu.
Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di Semenanjung Melayu dan Nusantara, yang
berlangsung beberapa abad kemudian. Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui
proses perdagangan, pendidikan dan lain-lain. Tokoh penyebar agama islam
adalah walisongo antara lain,

a. Sunan Ampel

b. Sunan Bonang

c. Sunan Muria

d. Sunan Gunung Jati

e. Sunan Kalijaga

f. Sunan Giri

g. Sunan Kudus

h. Sunan Drajat

i. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

B. BUDAYA ISLAM VS BUDAYA ARAB


Banyak kemungkinan dapat dikembangkan dari judul yang disebutkan di atas.
Pertama, yang biasanya langsung menjadi asosiasi pikiran kita, adalah kemungkinan
dipertentangkannya kebudayaan Arab dengan kebudayaan Islam. Kedua, kemungkinan
adanya sekedar perbandingan antara kedua kebudayaan tersebut. Ketiga, yang sebenarnya
menjadi tujuan dari ceramah ini, adalah usaha untuk mengetahui jalinan hubungan antara
keduanya sepanjang perjalanan sejarah. Bahwa terdapat perbedaan antara yang dinamai
kebudayaan Arab dan kebudayaan Islam adalah hal yang tidak dapat disangkal. Peradaban
bangsa Arab pra-Islam, yang disebut periode Jahiliyah, adalah bukti dari adanya sebuah
kebudayaan Arab yang mendahului datangnya kebudayaan Islam. Periode tersebut
menyaksikan puncak sebuah peradaban tersendiri di kawasan antara kedua imperium
Byzantium dari Asia Kecil dan imperium Sasan dari Persia. Sebagai kawasan yang terjepit
antara dan harus melayani kepentingan keduanya, peradaban Arab telah melahirkan
bangunan kebudayaannya sendiri. Kebudayaan tersebut telah mengambil unsur-unsur
6
kebudayaan kedua imperium itu maupun dari kebudayaan-kebudayaan lain yang telah
berkembang di kalangan “bangsa-bangsa lama” yang menduduki daerah sekitarnya, seperti
kebudayaan Yahudi, kebudayaan wilayah Mesopotamia (bekas-bekas peninggalan bangsa
Sumeria maupun Akkadia dari era Babylonia hingga Assyiria), kebudayaan Mesir maupun
kebudayaan Cristo-Graeco yang berkembang dengan nama kebudayaan Syriac
(Assiryaniyah) di wilayah yang kemudian dikenal dengan nama Arab al-Sham (the Fertile
Crescent). Di ujung selatan jazirah Arabia sendiri berkembang peradaban Yaman Selatan,
baik yang dibawakan oleh bangsa-bangsa Arab Saba maupun Himyar, maupun yang
dibawakan oleh penjajahan Ethiopioa atas wilayah itu menjelang datangnya agama Islam.
Demikian pula, di sepanjang pantai timur jazirah tersebut, beberapa kerajaan kecil telah jatuh
bangun secara bergiliran selama beberapa ratus tahun, kesemuanya itu dengan membawa
manifestasi dari kemajuan kebudayaan wilayah itu.
Kebudayaan Palmyra (Tadmur) di Syria, hingga sekarang masih dapat disaksikan
bekas peninggalannya. Demikian pula kerajaan-kota (city-state) Petra atau al-Anbat di
Yordania, dengan peninggalan bangunan-bangunan raksasanya yang ditatah keseluruhannya
dari sebuah dinding batu granit pada sisi terjal sebuah gunung. Walaupun kesemuanya pada
akhirnya harus tunduk atau dihancurkan oleh balatentara Romawi, Persia, atau Ethiopia,
kesemua pusat peradaban Arab itu secara kolektif telah memberikan peninggalan
kebudayaan bertaraf tinggi kepada bangsa Arab beberapa abad menjelang lahirnya Islam.
Bahkan secara umum kelahiran Islam sendiri adalah merupakan reaksi atas kemelut
kebudayaan yang menjadi ciri utama peninggalan aneka ragam kebudayaan itu; katakanlah
sebagai proses identifikasi diri dari kebudayaan Arab yang sedang mengalami krisis
identitas. Manifestasi dari ketinggian peradaban Arab menjelang masa lahirnya Islam dapat
dilihat dari munculnya kebudayaan yang memiliki persamaan-persamaan umum dalam sifat
ke-Arab-an di beberapa negara vazal, terutama negara vazal Ghassaniyah yang mengabdi
imperium Byzantium di wilayah al-Syam dan negara negara vazal Hirah yang tunduk kepada
imperium Sasan di Iraq. Kedua negara vazal ini, dibalik pertentangan politik sebagai
pengabdi kepentingan dua raksasa yang berkelahi, memiliki persamaan kebudayaan hampir
di segala bidang dan lapangan, yaitu dalam sifatnya yang utama sebagai kebudayaan Arab.
Di kerajaan Ghassan berkembang kesenian (terutama seni rupa) yang tinggi nilainya,
sedangkan di kerajaan Hirah berlangsung sebuah kebangunan sastra Arab yang belum pernah
terjadi sebelumnya. Gema dari kedua kebudayaan lokal yang berwatak Arab ini dengan cepat
berkumandang di seluruh jazirah Arabia, terutama di kalangan suku-suku yang berdiam di
sebelah utara dan di pantai barat (wilayah Hijaz dan Tihamah). Wilayah Hijaz di pantai barat
ini memegang kedudukan kunci di jazirah Arabia waktu itu, sebagai pusat perdagangan
7
transito antara India dan Afrika Timur dengan imperium Byzantium, disamping sebagai
pusat kehidupan beragama dari bangsa Arab. Di Hijaz-lah, yaitu di kota Makkah, terletak
batu pemujaan (sanctuary) al-Ka’bah yang harus dikunjungi dalam upacara haji. Dengan
berkumandangnya gema kebangunan kebudayaan dari kedua negara vazal Ghassan dan
Hirah, bangun pula dari kesibukan komersilnya, untuk turut menerjunkan diri dalam proses
kebangunan kebudayaan tersebut. Dengan segera pasar-pasar dagang (trade fairs) di ‘Ukaz
dan beberapa tempat lain di wilayah itu menjadi arena tahunan bagi festival-festival musik,
sastra dan seni rupa. Para seniman dan sastrawan dengan penuh ketekunan mempersiapkan
diri untuk mengemukakan karya-karya mereka dalam arena tersebut, guna memperoleh
pengakuan yang mereka inginkan. Salah satu diantara pengakuan itu adalah kehormatan
yang diberikan kepada karya puisi terbaik untuk dituliskan dengan tinta emas pada lembaran
kain halus, untuk kemudian digantungkan pada al-Ka’bah sebagai publikasi yang akan
dibaca oleh para peziarah yang datang dari seluruh penjuru peziarah. Tercatat dalam kronik
bangsa Arab, bahwa ada sepuluh sajak yang pernah memperoleh penghargaan digantungkan
di (al-mu’allaqat) itu.
Aspek utama daripada kesusateraan periode Jahiliyah ini adalah belum meluasnya
produk prosa, karena material bagi perekamannya masih diluar jangkauan kekuatan bangsa
Arab waktu itu untuk memperolehnya masih dalam kwantitas besar. Sastra yang terlalu
bertitik berat pada puisi ini terutama berkisar pada sajak-sajak percintaan, kepahlawanan dan
hal-hal yang sejenis, walaupun sedikit banyak telah pula disinggung berbagai pemikiran
keagamaan dan filosofis. Para penyair yang terkenal seperti Umru al-Qais, Nabiqhah al-
Zubyany, Zuhair ibn abid Sulma, ‘Antarah dan Tarafah ibn ‘Abd, menghasilkan karya-karya
yang secara kwalitatif tidak kalah dengan karya-karya besar du dunia, seperti Mahabharata,
Illyad dan Odyssei; walaupun karena sifat masing-masing yang terlalu individual dan tidak
ada seorangpun penyair Arab yang mampu menciptakan ode dan elegi yang berkepanjangan
(sedangkan Mahabharata itu sendiripun adalah karya kolektif dari masa berabad-abad).
Datangnya agama Islam membawa orientasi baru kepada kebudayaan Arab yang
telah berkembang waktu itu. Beberapa cabang kesenian menjadi terlarang karena sebab-
sebab keagamaan, seperti tari-tarian dan musik. Seni rupa yang diperkenankan tinggal lagi
kaligrafi (tulisan indah) dan hiasan-hiasan pada tekstil (sulaman ataupun tenunan), itupun
harus dengan motif yang tidak menggambarkan kehidupan manusia dan hewan. Dalam
produk puisi mereka, bangsa Arab harus pula menerima perubahan mendasar. Tema
percintaan yang semula bercerita tentang hedonisme yang diceritakan secara vulgar, harus
memuaskan diri dengan hanya mengemukakan lambing-lambang abstrak belaka tentang
cinta platonik. Dua macam kegemaran utama di masa Jahiliyah, yang semula merupakan
8
tema-tema utama dalam puisi, yaitu minum arak dan menyerang perkampungan atau kafilah
orang lain sama sekali tidak mendapat tempat di dalam kesusasteraan periode Islam. Sastra
yang semula merupakan ekspresi spontan yang seringkali bercorak proffan, berhasil
dijinakakkan oleh Islam.

C. MEMBANGUN UNIVERSALISME ISLAM


Menurut A. Boisard empat aspek utama Universalisme Islam adalah metafisik, agama,
sosiologi, dan politik.19Pertama, monoteisme mengandung adanya suatu orde yang satu dan
menyeluruh, hukum yang abadi adalah universal. Kedua, Islam menegaskan universalisasi
prinsip-prinsip moral sehingga dapat diterapkan di lingkungan dengan kultur berbeda-beda.
Ketiga, Islam menghargai perbedaan dengan mengedepankan prinsip harmonis, bukan
kekaburan. Keempat, gerakan dakwah Islam memiliki universalitas keluar, meski tidak
menyeluruh; sehingga keseluruhan hukumnya harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat.
Berbicara mengenai Islam Universal, Anshari menegaskan bahwa kebenaran Islam adalah
mutlak, universal dan eternal, serta tidak terikat oleh ruang dan waktu.20 Ia
mengelompokkannya secara sederhana, pertama, Islam mengatur berbagai hubungan
manusia, baik dengan Tuhannya, dengan sesamanya atau lingkungannya untuk kesejahteraan
seluruh manusia dan alam sekelilingnya. Kedua, Islam merupakan sistem yang mencakup
aqidah, syari’ah, dan akhlaq yang saling berkaitan erat. Ketiga, Islam adalah ajaran yang
heterogen dilihat dari ajaran fiqh-nya, sehingga Islam mengamini kebudayaan yang berbeda-
beda dan meliputi semuanya (universal). Teori Jundi mengenai Islam yang universal
dilandasi oleh pemikirannya bahwa Islam merupakan konsep dan sistem universal bagi
kehidupan dan masyarakat.21 Ia menggarisbawahi prinsip perpaduan Islam atas aspek
spiritual dan material yang ada dalam diri manusia dan masyarakat. Dan perpaduan tersebut
meliputi tiga hal; pertama, ibadah yang tidak hanya menghubungkan manusia dengan
Tuhannya, namun juga menghubungkannya dengan masyarakat dan alam sekitarnya. Kedua,
muamalah yang dalam hal ini ditekankan pada hubungan horizontal intrapersonal manusia,
atau hubungan antara manusia satu dengan lainnya. Ketiga, akhlak seorang manusia diatur
dalam Islam, yang mana menurutnya akhlak seharusnya dapat mendampingi ibadah.

D. BABAKAN SEJARAH PERADABAN MANUSIA


Berkembangnya agama Islam sejak 14 abad silam turut mewarnai sejarah peradaban
dunia. Bahkan, pesatnya perkembangan agama Islam itu, baik di barat maupun timur, pada
9
abad ke-8 sampai 13 Masehi mampu menguasai berbagai peradaban yang ada sebelumnya.
Tak salah bila peradaban Islam dianggap sebagai salah satu peradaban yang paling besar
pengaruhnya di dunia. Bahkan, hingga kini, berbagai jenis peradaban Islam itu masih dapat
disaksikan di sejumlah negara bekas kekuasaan Islam dahulu, misalnya Baghdad (Irak),
Andalusia (Spanyol), Fatimiyah (Mesir), Ottoman (Turki), Damaskus, Kufah, Syria, dan
sebagainya. Menurut Ma'ruf Misbah, Ja'far Sanusi, Abdullah Qusyairi, dan Syaid Sya'roni
dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, setidaknya ada dua sebab dan proses pertumbuhan
peradaban Islam, baik dari dalam maupun luar Islam. Dari dalam Islam, perkembangan
kebudayaan dan peradaban Islam itu karena bersumber langsung dari Alquran dan sunnah
yang mempunyai kekuatan luar biasa. Sedangkan, dari luar Islam, peradaban Islam itu
berkembang disebabkan proses penyebaran Islam yang dilandasi dengan semangat
persatuan, perkembangan institusi negara, perkembangan ilmu pengetahuan, dan perluasan
daerah Islam.
Menurut Ma'ruf Misbah dkk, perkembangan peradaban Islam yang dilandasi dengan
semangat persatuan Islam telah ditanamkan Rasulullah SAW sejak awal perkembangan
Islam di Timur Tengah. Kemudian, dalam praktiknya, seiring dengan makin luasnya wilayah
kekuasaan Islam, gesekan atau kebudayaan masyarakat setempat memengaruhi umat Islam
untuk mengadopsi dan mewarnai peradaban lokal yang disesuaikan dengan ajaran Islam.
Dari proses semacam inilah, peradaban Islam terus berkembang dari peradaban kebudayaan,
bangunan, bahasa, adat istiadat, hingga pada ilmu pengetahuan. Direktur Institute for the
Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Hamid Fahmy Zarkasyi, mengatakan,
peradaban Islam adalah peradaban ilmu. ''Substansi peradaban Islam itu ibarat pohon
(syajarah) yang akarnya tertanam kuat di bumi, sedangkan dahan-dahannya menjulang tinggi
ke langit dan memberi rahmat bagi alam semesta. Akar itu adalah teologi Islam (tauhid) yang
berdimensi epistemologis,'' ujarnya. ''Lalu, berkembang menjadi tradisi pemahaman
terhadap Alquran sehingga lahir intelektual Islam. Dari tradisi ini, kemudian terbentuklah
komunitas sehingga melahirkan konsep keilmuan dan disiplin keilmuan Islam. Dari sini, lalu
lahir sistem sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan Islam,'' terangnya. Ma'ruf
menambahkan, berkembangnya peradaban Islam itu disebabkan Islam meletakkan dasar-
dasar kepercayaan murni. ''Keyakinan manusia hanyalah pada Tuhan, bukan pada benda,
hawa nafsu, atau kemegahan. Semua kerja kemanusiaan hanyalah untuk Allah. Tidak ada
yang perlu dipertuan dan dipertuhankan, kecuali Allah,'' tulisnya. Karena itu, tak heran bila
akhirnya kekuatan Islam yang bersendi pada Alquran mampu menaklukkan berbagai
wilayah negara.
Di mulai dari masa Rasulullah, kemudian diteruskan di masa Khulafaur Rasyidin,
1
0
hingga masa tabiin dan munculnya berbagai dinasti Islam di sejumlah negara, seperti Dinasti
Abbasiyah, Umayyah, Fatimiyyah, Ottoman, Mamluk, dan sebagainya. Dari keyakinan itu
pula, umat Islam mampu membentuk peradaban baru dan kebudayaan baru hingga
menghasilkan berbagai macam peradaban di wilayah kekuasaan Islam tersebut. Seperti
diketahui, menyebarnya agama Islam ke berbagai wilayah telah terjadi pertukaran
kebudayaan antara satu negeri dan negara lainnya. Bidang kebudayaan yang mulai tumbuh
pada awal permulaan Islam itu adalah
(a) seni bangunan sipil, seperti pembuatan gedung, istana, dan kantor pemerintahan;
(b) seni bangunan untuk ibadah;
(c) seni bangunan pertahanan militer, seperti benteng; dan sebagainya.
Pada masa Khulafaur Rasyidin, dibentuk pula sejumlah departemen untuk mengurus
kebutuhan negara Islam, seperti departemen masalah politik (nizham al-siyasyi), departemen
administrasi negara (nizham al-Idary), departemen ekonomi dan keuangan (nizham al-
Maly), departemen angkatan perang (nizham alHarby), serta departemen urusan peradilan
dan kekuasaan kehakiman (nizham al-Qadla). Selain itu, pertumbuhan ilmu pengetahuan
juga mulai tumbuh seperti ilmu tafsir, qiraat, ilmu hadis, nahwu, dan sebagainya. Menurut
Ma'ruf Misbah dkk dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, peradaban Islam dari masa
Bani Abbasiyah hingga Dinasti Umayyah dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yakni kota
pusat peradaban Islam, bangunan-bangunan, penemuan, dan tokoh-tokohnya. Kota-kota
yang terkenal menjadi pusat peradaban Dinasti Abbasiyah antara lain:
a. Baghdad
Kota ini merupakan yang paling indah karena dikerjakan oleh lebih dari 100 ribu
pekerja yang dipimpin oleh Hajaj bin Arthal dan Amran bin Wadldlah. Di kota ini,
terdapat istana di pusat kota, asrama pegawai, rumah kepala polisi, dan rumah keluarga
khalifah. Istananya bernama Qasruzzabad yang memiliki luas 160 ribu hasta persegi.
Dibuat sangat indah dengan membujur empat jalan utama ke luar kota. Di kiri kanan jalan,
dibuat gedung bertingkat. Di luar Kota Baghdad, dibangun kota satelit, seperti Rushafah
dan Karakh. Kedua kota tersebut dilengkapi dengan kantor, toko-toko, rumah, taman,
kolam, dan lainnya. Karena itu, Kota Baghdad menjadi kota impian seluruh dunia.

b. Samarra
Letaknya di sebelah timur Sungai Tigris, kurang lebih 60 kilometer dari Baghdad.
Kotanya sangat indah, nyaman, dan teratur. Nama 'Samarra' diberikan oleh Khalifah Al-
Manshur. Ketika peresmian kota, banyak orang yang terkesan dengan keindahannya. Hal
ini sesuai dengan namanya Samarra yang berasal dari kata 'Sarra Man Ra'a' yang berarti
1
1
senang memandangnya. Di kota ini, terdapat 17 istana yang sangat indah, cantik, dan
mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota lainnya.
c. Sevilla
Kota ini merupakan salah satu kota terindah di Spanyol dan terletak di tepi Sungai
Guadal Quivir. Pernah menjadi ibu kota Kerajaan Mulukuththawaif. Di kota ini, dulu,
dibangun sebuah masjid yang sangat megah. Namun, kini masjid itu telah menjadi Gereja
Santa Maria. Menaranya mencapai 70 meter dengan dasar sekitar 13,60 meter.
d. Granada
Kota ini memiliki tanah yang subur. Di kota ini, dibangun sebuah istana yang
sangat terkenal sampai kini, yaitu Istana Granada yang dibuat oleh raja-raja Akhmar dan
diberi nama al-Hambra.
e. Cordoba
Kota ini didirikan oleh Abdurrahman Ad-Dakhil (Abdurrahman sang Penakluk,
wafat 852 M). Puncak keemasannya dialami pada masa Sultan Abdurrahman III yang
bergelar An-Nasyir (w 961 M). Cordoba menjadi kota teladan di seluruh Eropa karena
kota lainnya sangat kotor, becek, gelap, serta sepi. Sementara itu, Cordoba sangat indah,
terang benderang, bersih, dan indah di pandang mata.
f. Qahirah atau Kairo
Kota Kairo didirikan oleh Jauhar As-Saqali tahun 358 Hijriyah sebagai pusat
Dinasti Fatimiyah di Mesir. Di kota ini, terdapat Universitas Al-Azhar yang menampung
ribuan mahasiswa dari berbagai penjuru dunia.

Dalam sejarah peradaban Islam selama lebih kurang delapan abad mengalami masa
kejayaan, banyak penemuan yang berhasil dilakukan oleh ilmuwan Islam dalam bidang ilmu
pengetahuan, di antara sebagai berikut. Ilmu filsafat Tokohnya antara lain Al-Kindi (194-
260 H/809-873 M), Al-Farabi (w 390 H/961 M), Ibnu Bajah (w 523 H), Ibnu Thufail (w 581
H), dan Ibnu Sina (370-428 H/980-1037 M). Ibnu Sina, selain dikenal ahli filsafat, ia juga
dikenal sebagai bapak kedokteran Islam. Ia banyak menulis karya, seperti Qanun fi Thib,
Asy-Syifa, dan lainnya. Selain nama di atas, tokoh lainnya adalah Al-Ghazali (450-505
H/1058-1101 M). Beberapa karyanya adalah Ihya Ulum Al-Din, Tahafut al-Falasifah, dan
al-Munqizh Minadl Dhalal. Kemudian, ada Ibnu Rusyd (520-595 H/1126-1198 M).
Karangannya adalah Mabdiul Falasifah, Kasyful Afillah, dan Al-Hawi dalam bidang
kedokteran. Ilmu kedokteran
Selain Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd, tokoh lainnya adalah Jabir bin Hayyan (w 161
H/778 M), Hunain bin Ishaq (194-264 H/810-878 M), Thabib bin Qurra (w 901 M), dan Ar-
1
2
Razi (251-313 H/809-873 M). Ilmu matematika. Dua orang tokohnya antara lain adalah
Umar Al-Farukhan (arsitek pembangunan Kota Baghdad) dan Al-Khawarizmi (pengarang
kitab Al-Jabar yang juga menemukan angka nol (0).Sedangkan, angka 1-9 berasal dari India
yang dikembangkan oleh Islam. Karena itu, angka 1-9 disebut pula dengan angka Arab.
Namun, setelah ditemukan orang Latin, namanya pun disebut dengan angka Latin. Bidang
Astronomi. Tokoh perbintangan atau ilmuwan islam dalam bidang ini adalah Al-Fazari, Al-
Battani, Abu Wafak dan Al-Farghoni. Bidang Seni Ukir Dalam bidang ini, umat Islam cukup
terkenbal dengan hasil seni pada botol tinta, papan catur, payung, pas bunga, burung-
burungan dan pohon-pohonan. Tokohnya antara lain Al-Badr dan Al-Tariff sekitar tahun
961-976 M. Seni ukir yang dikembangkan tidak hanya pada kayu tapi juga pada logam,
emas, perak, marmer, mata uang, dan porselin.

1
3
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Datangnya agama Islam membawa orientasi baru kepada kebudayaan manusia yang
telah berkembang waktu itu. Beberapa cabang kesenian menjadi terlarang karena sebab-
sebab keagamaan, seperti tari-tarian dan musik. Seni rupa yang diperkenankan tinggal lagi
kaligrafi (tulisan indah) dan hiasan-hiasan pada tekstil (sulaman ataupun tenunan), itupun
harus dengan motif yang tidak menggambarkan kehidupan manusia dan hewan. Dalam
produk puisi mereka, bangsa Arab harus pula menerima perubahan mendasar. Tema
percintaan yang semula bercerita tentang hedonisme yang diceritakan secara vulgar, harus
memuaskan diri dengan hanya mengemukakan lambing-lambang abstrak belaka tentang
cinta platonik. Dua macam kegemaran utama di masa Jahiliyah, yang semula merupakan
tema-tema utama dalam puisi, yaitu minum arak dan menyerang perkampungan atau kafilah
orang lain sama sekali tidak mendapat tempat di dalam kesusasteraan periode Islam. Sastra
yang semula merupakan ekspresi spontan yang seringkali bercorak proffan, berhasil
dijinakakkan oleh Islam.
B. SARAN
Sebagai manusia yang menjalani kehidupan di dunia beserta problematikanya.
Apabila kita menginginkan kehidupan kita berjalan baik dan lancer maka pengelolaan kita
terhadap pola piker akal, jasmani dan rohani kita harus berjalan dengan benar, seimbang
dan sesuai dengan agama islam. Apabila ada salah satu saja yang tidak seimbang dalam
pemenuhannya maka akan berdampak pula pada kehidupan sehari-hari kita.

DAFTAR PUSTAKA
1
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Islam
https://dkj.or.id/artikel/kebudayaan-arab-dan-islam/
https://core.ac.uk/download/pdf/148614643.pdf
https://republika.co.id/berita/q943k4440/jejak-jejak-sejarah-peradaban-
islam

1
5

Anda mungkin juga menyukai