Anda di halaman 1dari 5

Judul : Mengidentifikasi Transformasi Etnik Papua dalam Wujud Ruang pada Tahun 1900 s/d

2021-sekarang.

Kelompok 1 : Aldy Bening Pamungkas 1007032058

Muhammad Zaidan Nashir 10070321003

St Widyastuti Sasmita Putri 10070321004

Hasna Fathiya Rumaisha 10070321018

Fadil Patiyas Sina Dulyaden 10070321019

Mohammad Fathir Alhamda 10070321021

Papua adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Nugini bagian barat atau
west Nieuw Guinea. Papua juga sering disebut sebagai Papua Barat karena Papua bisa merujuk
kepada seluruh pulau Nugini termasuk belahan timur negara tetangga, east Nieuw Guinea atau
Papua Nugini. Papua Barat adalah sebutan yang lebih disukai para nasionalis yang ingin
memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri.

Provinsi ini dulu dikenal dengan panggilan Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973,
namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang
tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama
provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No 21/2001 Otonomi Khusus Papua. Pada masa
era kolonial Belanda, daerah ini disebut Nugini Belanda (Dutch New Guinea).

1. Kondisi lingkungan fisik alam di Papua.


Papua adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Australia dan merupakan bagian
dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar daratan Papua masih berupa hutan belantara,
karena Papua memiliki hutan seluas 32,75 juta hektar dan dulu di Papua masih minim
populasi sehingga kawasan hutannya masih terjaga. Sekitar 81,14 persen dari luas lahan di
Papua berupa tutupan hutan yang mengandung kekayaan keanekaragaman hayati yang begitu
tinggi. Wilayah Papua juga merupakan hamparan hutan hujan tropis yang sulit ditembus
karena terdiri atas lembah-lembah yang curam dan pegunungan tinggi, dan sebagian dari
pegunungan tersebut diliputi oleh salju. Oleh karena itu, dulu akses jalan di Papua sangat
sulit karena hampir sebagian besar wilayah di Papua didominasi oleh kemiringan lahan diatas
40 %.
Kondisi alam Papua sekarang juga masih didominasi oleh hutan, tapi sekarang mulai
banyaknya lahan kawasan perhutanan dialih fungsikan menjadi pemukiman ataupun menjadi
kawasan industri pertambangan seperti PT Freeport Indonesia (PTFI). Karena sebagian lahan
digunakan untuk ekploitasi pertambangan banyak SDA disana rusak contohnya, sudah dua
gunung besar dalam kondisi rusak dan sepanjang sungai sudah penuh dengan tailing atau
pasir limbah, ada juga indikasi tumpahannya masuk ke permukaan laut. Untuk akses jalan
sekarang sudah mudah karena adanya proyek pembangunan jalan (infrastruktur) Jalan Trans
Jayapura-Wamena.

2. Kondisi demografi (struktur kependudukan) di Papua


Pada tahun 1990 penduduk di pulau Papua berjumlah 1.648.708 jiwa dan meningkat menjadi
sekitar 2,8 juta jiwa pada tahun 2006 dan 4.303.707 jiwa pada tahun 2020.

3. Sistem Budaya etnik Papua.


Suku biak yang sering di juga disebut vikingnya papua, suku ini mengalami suatu
perubahan, dan Perubahan yang terjadi ada yang kurang begitu tampak pengaruhnya. Hal ini
terjadi pada masyarakat pedesaan sudah telah mengenal perdagangan, alat transportasi
modern, bahkan mengikuti berita-berita mengenai daerah lain melalui Radio, TV dan
sebagainya yang telah merasuk sampai ke pedesaan.
Perubahan budaya dalam masyarakat Biak memang telah ada sejak zaman dahulu. sebagai
contoh dalam beberapa kasus dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Masyarakat lebih bersikap materialistis yang lebih diutamakan sebagai bagian dari pamer
kekayaan, berupa besarnya jumlah mas kawin dalam bentuk uang yang sudah disiapkan
akan berakibat kecenderungan poligami bagi yang kaya.
2. Kecenderungan untuk menikahkan anak perempuan dibawah umur dengan tujuan
memperoleh status walaupun berakibat terjadinya poligami yang memiliki ekses tidak
baik bagi kehidupan sosial kemasyarakatan
3. Pengaruh kesehatan dimana anak-anak yang dihasilkan dari pernikahan yang masih
berusia dini dapat berakibat kualitas sumber daya manusia yang rendah.
4. Mengurangi kesempatan perempuan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi dan
berperan lebih besar dalam pembangunan.
Fenomena tersebut jika di biarkan, akan memberi dampak negatif bagi budaya
itu sendiri yang pada akhirnya dapat menjadi kehancuran budaya, dimana di ketahui
masyarakat Papua pada umumnya masih terkebelakang dalam banyak hal.

5. Sistem Sosial etnik Papua.


Suku bangsa Asmat, dalam sistem kekerabatan mengenal 3 (tiga) bentuk keluarga, yaitu :
1. Keluarga Inti Monogamy dan Kandung Poligami
2. Keluarga Luas Uxorilokal (keluarga yang telah menikah berdiam di rumah keluarga dari
pihak istri)
3. Keluarga Ovunkulokal (keluarga yang sudah menikah berdiam di rumah keluarga istri
pihak ibu).
Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem kekerabatan di Papua khusunya Suku Asmat
sangat berkaitan erat dengan perkawinan antara anggota kerabat sendiri, sehingga
menumbuhkan hubungan kekerabatan yang bersifat “bilateral” supaya tali temali hubungan
kekerabatan yang berantai tak terputus. Dan itulah yang menyebabkan dalam suatu kampung
terdiri dari satu rumpun keluarga.
Jaman sekarang tidak semua perkawinan yang ada di Papua menganut sistem
kekerabatan, karena adanya perkembangan jaman dan moderenisasi masuk ke Papua orang –
orang yang merupakan bagian dari suatu suku mulai tidak terpaku pada sistem sosial
suku/daerahnya. Tetapi tidak semuanya, masih saja ada suatu suku yang menganut sistem
kekerabatan dalam perkawinan guna menumbuhkan hubungan kekerabatan yang bersifat
“bilateral” supaya tali temali hubungan kekerabatan yang berantai tak terputus.

6. Sistem budaya fisik etnik Papua (artefak pola pemukiman).


Pada awalnya pemukiman suku Marind bermula dikampung Sidomulya sekarang
ini, dengan bentuk pola permukiman memanjang mengikuti arah sungai yang
merupakan tempat mencari ikan, serta sumber makanan lainnya seperti sagu, atau kelapa
yang tumbuh di alam. Mereka hidup dekat dengan sumber-sumber makanan, dan
apabila sumber makanan mulai berkurang mereka akan berpindah. Hal inilah yang
menyebabkan mereka kemudian berpindah pada kampung kuprik pada saat itu dan
masih dengan bentuk pola permukiman yang sama. Kemudian kejadian itu berulang
kembali hingga mereka menetap pada 70 kampung Kuper sekarang ini. Dan padatahun
1950 an ketika belanda datangpola permukiman masyarakat Marind mulai brubah mengikuti
arah jalan (sejajar) kemudiansekitar tahun 1967 mulailah masuk para pendatang.
Tahapanperubahan Pola Permukiman Kampung Kuper dapat dilihat dalamgambar-
gambardi bawah ini
1. Awal Mula Kampung Kuper sebelum tahun 1950 Pada Kampung Sidomulyo

2. Pola permukiman Kampung Kuper tahun 1950 yang dipengaruhi Belanda


Kampung Kuper sekitar tahun 1950 mulai terlihat adanya perubahan pola
permukimanyang tadinya memanjang mengikuti sungai sekarang sejajar (linear dua sisi)
yang memanjang sepanjang jalan. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh belandayang menata
kembali pemukiman masyarakat serta memperbaiki jalanyang tadinya hanya jalan
setapak, orientasi bangunan pun tidak mempertimbangkan arah angin lagi tetapi
mengikuti arah jalan.
3. Pola Permukiman Kampung Kuper saat ini
Perubahan yang terjadi dari dahulu sampai sekarang sangat berbeda. Perubahan-
perubahan itu meliputi Ruang-ruang dekat dengan tempat kerja berupa ladang/ sawah, bentuk
pola permukiman bila diperhatikan menjadi penggabungan antara pola sejajar dan
membentuk cabang- cabang,dan akses jalan mengikuti tata letak rumah. Melihat dari hasil
analisis di atas maka terdapat perubahan pola permukiman pada kampung kuper yang mana
awalnya berpola memanjang lalu sejajar, menyebar. Kecenderungan perubahan ini dikarenakan
masyarakat membangun rumah dekat dengan sumber mata pencaharian.

Anda mungkin juga menyukai