Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN ASUPAN GARAM DAN KEBIASAAN

MENGKONSUMSI KOPI DENGAN KEJADIAN


HIPERTENSI DI UPTD PUSKESMAS
CILACAP SELATAN I

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Keperawatan (S.Kep) Pada Program Studi S1 Keperawatan
STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Oleh :

NANDA PUTRI DAMAIYANTI


NIM. 108117040

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah

seseorang berada di atas normal, atau optimal yaitu 120 mmHg untuk

sistolik dan 80 mmHg untuk diastolik. Hipertensi merupakan peringkat 1

dari 14 Penyakit Tidak Menular (PTM). Hipertensi merupakan penyebab

kematian nomor satu di dunia dan menjadi faktor risiko independen karena

terlibat dalam proses terjadinya mortalitas dan morbiditas pada penyakit

kardiovaskular (WHO, 2010). Hipertensi yang terjadi dalam jangka lama

dan terus menerus bisa memicu terjadinya stroke, serangan jantung, gagal

jantung dan merupakan penyebab utama gagal ginjal kronik. Jumlah

penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahunnya,

diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi

(Rudianto, 2013).

Hipertensi merupakan kondisi peningkatan tekanan darah

seseorang di atas normal yang dapat mengakibatkan peningkatan angka

kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Sumartini,

Zulkifli, & Adhitya, 2019). Hingga saat ini hipertensi masih menjadi

masalah kesehatan yang cukup besar untuk tetap diatasi. WHO (World

Health Organization) menyebutkan bahwa hipertensi menyerang 22%

penduduk dunia, dan mencapai 36% angka kejadian di Asia Tenggara.

Hipertensi juga menjadi penyebab kematian dengan angka 23,7% dari total

1,7 juta kematian di Indonesia tahun 2016 (Hamdan Hariawan, 2020).


Riskesdas (2018) menunjukkan kejadian hipertensi pada usia 18-24

Tahun (13,2%), usia 25-34 Tahun (20,1%), dan usia 35-44 Tahun (31,6%)

jumlah penduduk mengalami kejadian hipertensi laki-laki sebesar 31,3%

dan perempuan 36,9% dengan jumlah hipertensi terbanyak di perkotaan

sebesar 34,4% dibandingkan dipedesaan sebesar 33,7% (Mahasiswa et al.,

2020). Pada umumnya, kejadian hipertensi banyak terjadi pada penduduk

berusia lanjut namun tidak menutup kemungkinan penduduk usia

produktif juga dapat mengalami penyakit hipertensi tersebut. Penduduk

usia produktif adalah penduduk yang masuk dalam rentang usia antara 15-

64 tahun (BPS, 2018). Kasus hipertensi yang diketahui 337.500 kasus

(75%) merupakan usia produktif (15-50 tahun) yang di dominasi oleh laki-

laki. Hipertensi kini telah menjadi penyakit degeneratif yang diturunkan

kepada anggota keluarga yang memiliki riwayat kejadian hipertensi

(Kemenkes RI, 2016).

Diperkirakan juga setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal akibat

hipertensi dan komplikasi (Kemenkes, 2018). Menurut hasil RISKESDAS

pada tahun 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%.

Sementara itu, data Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) tahun

2016 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi pada penduduk usia

18 tahun ke atas sebesar 32,4% (Kemenkes, 2018). Data dinas kesehatan

kota Cilacap tahun 2020 di UPTD Puskesmas Cilacap Selatan 1

menunjukkan jumlah hipertensi sebesar 9,27% (Sihotang, 2019). World

Health Organization (WHO) menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di

dunia menderita hipertensi. Artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis


menderita hipertensi, hanya 36,8% diantaranya yang minum obat

antihipertensi secara teratur tanpa terputus dan melakukan modifikasi gaya

hidup. Sehingga perlu untuk mengetahui dan menghindari faktor- faktor

risiko kejadian hipertensi (Artiyaningrum, 2015).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi

menjadi 2 yaitu faktor yang tidak dapat dikontrol seperti usia, jenis

kelamin, keturunan/genetik, ras dan faktor yang dapat dikontrol seperti

konsumsi kopi, asupan garam, pola makan, kolestrol, obesitas, stress,

merokok, alkohol, kurang olahraga (Mullo et al., 2018). Faktor kebiasaan

konsumsi kopi yang masih menjadi perdebatan. Kopi merupakan sejenis

minuman yang berasal dari proses pengelolahan biji kopi, kopi hanya

memiliki dua spesies yaitu coffe arabica dan coffe robusta. Kopi dapat

digolongkan sebagai minuman psikostimulant (minuman yang

menyebabkan rasa sejahtera, mengurangi kelelahan dan depresi, dan

menyebabkan perubahan suasana hati dan masalah tidur) yang akan

menyebabkan orang tetap terjaga, mengurangi kelelahan, dan memberikan

efek fisiologis berupa energi.

Fenomena saat ini banyak kopi-kopi tidak murni yang dapat

mempengaruhi kesehatan penikmat kopi mekanisme kerja kopi pada

pembuluh darah kopi dapat mempengaruhi tekanan darah karena

mengandung polifenol, kalium, dan kafein. Polifenol menghambat

terjadinya atherogenesis dan memperbaiki fungsi vaskuler, kalium

menurunkan tekanan darah sistolik dengan menghambat pelepasan renin

sehingga terjadi peningkatan sekresi natrium dan air, hal tersebut


mengakibatkan penurunan volume plasma, curah jantung dan tekanan

perifer sehingga tekanan darah akan menurun. Kafein memiliki efek

antagonis yang kompetitif terhadap reseptor adenosin, adenosin

merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada

susunan saraf pusat, hal ini berdampak pada vasokontriksi dan

meningkatkan total resisten perifer, yang akan menyebabkan tekanan

darah naik (Rahmawati & Daniyati, 2016).

Kafein di dalam tubuh manusia bekerja dengan cara memicu

produksi hormon adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa di dalam sel

saraf yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Kafein yang bekerja

dalam tubuh dapat memberikan efek positif maupun efek negatif. Studi

deskriptif oleh Bawazeer dan Alsobahi (2013) menunjukkan bahwa 34,3%

peminum minuman energi yang mengandung kafein mengaku mengalami

efek samping di antaranya palpitasi, insomnia, nyeri kepala, tremor,

gelisah, mual, dan muntah. Selain itu, mengonsumsi kafein secara reguler

dapat menimbulkan efek ketergantungan. Kandungan kafein pada kopi

berkisar antara 70-220 mg/150 ml kopi. Asupan 200-300 mg kafein pada

kopi yang dilakukan pada pasien hipertensi menyebabkan peningkatan

tekanan darah dengan rata-rata 8,1 mmHg pada tekanan darah sistolik dan

rata-rata 5,7 mmHg pada tekanan darah diastolik. Efek tersebut terlihat 1

jam setelah konsumsi dan bertahan 3 jam kemudian (Lestari et al., 2020).

Berdasarkan berbagai penelitian, kopi dapat meningkatkan tekanan darah

secara akut.
Kebiasaan orang yang mengkonsumsi kopi akan berdampak dalam

peningkatan tekanan darah seperti dalam penelitian (Rahmawati &

Daniyati, 2016) dari 58 responden yang mengkonsumsi kopi hasil

penelitian menunjukkan bahwa diperoleh responden yang mengalami

hipertensi derajat 1 (5,2%) dan yang mengalami hipertensi drajat 2 yaitu

(94,8%). Hasil ini menunjukkan bahwa keseluruhan responden mengalami

hipertensi berat sebanyak 94.8%. Sebagian besar dari 58 responden

dengan umur 45-55 tahun dan berjenis kelamin laki-laki, hipertensi

dialami laki-laki karena seiring bertambahnya usia, dan tidak berperilaku

hidup sehat. Lingkungan adalah salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi seseorang memiliki kebiasaan mengkonsumsi kopi, seperti

jika kita berada ditengah masyakarat yang mayoritas penikmat kopi

dengan sendirinya kita akan menjadi pengkonsumsi kopi juga. Hal ini

dimulai dari frekuensi lebih dari 3 cangkir per hari, hal ini dapat

mempengaruhi tekanan darah meskipun sebenarnya bukan hanya karena

faktor kebiasaan minum kopi seseorang mengalami hipertensi atau

peningkatan tekanan darah (Sihotang, 2019).

Kebiasaan konsumsi kopi secara teratur tidak terkait dengan

dampak pada tekanan darah yang mungkin disebabkan oleh toleransi

kafein yang berkembang ketika seseorang terbiasa meminum kopi. Kopi

menjadi salah satu minuman paling popular dan digemari semua kalangan

serta menganggap bahwa kopi adalah minuman yang harus dinikmati

setiap hari baik kalangan elit maupun kalangan menengah kebawah

kebiasaan ini juga dilakukan oleh anak muda hingga orangtua. Kebiasaan
ini dimulai dari segelas kopi hingga minum kopi lebih dari empat cangkir

sehari dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sekitar 10 mmHg dan

tekanan darah diastolik sekitar 8 mmHg. Sedikit peningkatan tekanan

darah dapat terjadi setelah minum secangkir kopi terutama jika jarang

meminumnya (Hill Ansley, 2018). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika

seseorang terbiasa mengkonsumsi kopi seiring berjalannya waktu tubuh

menjadi toleran terhadap efek stimulan kafein dalam kopi sehingga tidak

menimbulkan peningkatan tekanan darah. Hal ini menunjukkan bahwa

sering mengkonsumsi kopi juga dapat membahayakan tubuh dan

merupakan perilaku hidup tidak sehat (Sihotang, 2019).

Perilaku hidup tidak sehat dapat mempengaruhi kejadian hipertensi

yang berakibat pada keselamatan dan kesehatan kerja. Makanan dengan

kandungan lemak yang tinggi meningkatkan kadar kolesterol yang

mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah sehingga terjadi

peningkatan tekanan darah (Ramadhani, Bintanah, & Handarsari, 2017),

sedangkan konsumsi tinggi garam membuat diameter arteri menyempit

dan jantung memompa lebih keras mengakibatkan tekanan darah naik

(Salman, Anwar, & Muhaimin, 2015). Frekuensi konsumsi makanan tinggi

garam, makanan tinggi kolesterol, bumbu penyedap (MSG), serta susu dan

olahannya dapat memicu terjadinya hipertensi (Astuti, 2017). Makanan

tinggi garam dan lemak dapat menyebabkan resistensi tahanan perifer dan

kenaikan tekanan darah (Susanto, Purwandari, & Wuri Wuryaningsih,

2016).
Konsumsi garam atau banyaknya kandungan natrium dalam

makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat merupakan salah satu

penyebab hipertensi. Natrium yang diserap ke dalam pembuluh darah yang

berasal dari konsumsi garam yang tinggi mengakibatkan adanya retensi

air, sehingga volume darah meningkat. Pengaruh asupan natrium terhadap

hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan

tekanan darah. Penelitian yang dilakukan oleh Febby yang menyatakan

bahwa ada hubungan bermakna antara asupan tinggi natrium dengan

kenaikan tekanan darah. Menurut penelitian Johnson et al, dosis fruktosa

yang tinggi (10%) air menghasilkan asupan energi dibandingkan dengan

jumlah fruktosa yang biasa dikonsumsi (60%) dapat meningkatkan

tekanan darah dan perubahan mikrovaskular (Kesehatan & Indonesia,

2018). Asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran

berlebihan dari hormon natrioretik yang secara tidak langsung akan

meningkatkan tekanan darah (Gadingrejo et al., 2020)

Asupan garam secara nasional di Indonesia rata-rata penduduk

adalah 6,3 ; 5,6 dan 5,7 g/kap/hr masing-masing. Konsumsi garam

menggunakan data ini diperkirakan underestimate karena belum termasuk

garam visible salt yang dibubuhkan pada makanan jajanan (bakso, soto,

mie goreng dan makanan jajanan lainnya) dan garam visible salt yang

dibubuhi pada makanan pabrik atau produk industri (Santi, 2015).

Sementara konsumsi makanan jajanan dan pabrik yang bergaram

cenderung semakin tinggi selama satu dekade terakhir. Anjuran kebutuhan

natrium bagi remaja dan dewasa 1200 mg/hr dan ditolerir (UL) sampai
2300 mg/hr. Natrium bukanlah hanya dari garam saja. Natrium diperoleh

dari garam, BTP (bahan tambahan pangan) dan natrium dari makanan dan

minuman. Badan kesehatan dunia WHO (2018) menganjurkan untuk

membatasi konsumsi sodium 2.400mg atau sekitar 1 sendok teh garam per

hari. Kemungkinan kekurangan garam untuk kita yang tinggal di Indonesia

sangat kecil karena sebagian besar makanan yang ada negara kita tinggi

kandungan sodiumnya (Santi, 2015).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 15 Maret

2021 di Dinas Kesehatan Kabupaten Kota Cilacap tahun 2020 di dapat

data penderita hipertensi pada tahun 2020 di Puskesmas Cilacap Selatan I

sejumlah 1.403 penderita hipertensi (9,27%). Hal ini juga dikarenakan

dari hasil wawancara pada 5 penderita hipertensi di Puskesmas Cilacap

Selatan I, didapatkan 3 dari mereka yang mengonsumsi garam secara

berlebih dan sering mengonsumsi kopi.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian tentang hubungan asupan garam dan kebiasaan mengkonsumsi

kopi dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Cilacap Selatan I.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah “apakah ada hubungan antara asupan garam dan

kebiasaan mengkonsumsi kopi dengan kejadian hipertensi di Puskesmas

Cilacap Selatan I tahun 2021.


C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan

garam dan kebiasaan minum kopi dengan kejadian hipertensi di

Puskesmas Cilacap Selatan I tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan asupan garam dan kebiasaan mengkonsumsi kopi

dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Cilacap Selatan I tahun

2021.

b. Mendeskripsikan kasus konsumsi kopi terhadap kejadian hipertensi

di Puskesmas Cilacap Selatan I tahun 2021.

c. Menjelaskan hubungan asupan garam dengan kejadian hipertensi

di Puskesmas Cilacap Selatan I tahun 2021.

d. Menjelaskan hubungan konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi

di Puskesmas Cilacap Selatan I tahun 2021.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai kajian

pustaka untuk semakin memperkuat teori tentang hubungan asupan

garam dan kebiasaan mengkonsumsi kopi dengan kejadian hipertensi

pada usia produktif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi dan gambaran mengenai asupan garam dan kebiasaan


mengkonsumsi kopi dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Cilacap

Selatan I tahun 2021.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Puskesmas Cilacap Selatan I

Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya hubungan

asupan garam dan kebiasaan mengkonsumsi kopi dengan kejadian

hipertensi pada usia produktif dengan kejadian hipertensi di

Puskesmas Cilacap Selatan I.

b. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan

bagi pelaksanaan penyuluhan kesehatan di masyarakat mengenai

konsumsi kopi dan adanya risiko hipertensi yang mungkin terjadi.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang hubungan

asupan garam dan kebiasaan mengonsumsi kopi dengan kejadian

hipertensi pada usia produktif, mengaplikasikan mata kuliah

Metodologi Riset dan Riset Keperawatan serta merupakan

pengalaman dalam melakukan penelitian.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Penelitian dengan judul hubungan asupan garam dan kebiasaan

mengkonsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada usia remaja, belum

pernah dilakukan. Penelitian dengan fokus dan tema yang hampir sama

dengan penelitian ini diantaranya adalah:


1. Hubungan Antara Kebiasaan Minum Kopi Dengan Kejadian

Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Paniki Bawah Kota Manado.

Penelitian yang dilakukan oleh Oldry Enda Mullo, F.L.Fredrik G.

Langi, Afnal Asrifuddin, (2018).

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara

kebiasaan minum kopi dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Paniki

Bawah Kota Manado. Dengan variabel independent kebiasaan minum

kopi dan variabel dependen hipertensi. Jenis penelitian ini yaitu

menggunakan survey deskriptif dengan desain penelitian Cross

Sectional Study (study potong-lintang). Uji statistik yang digunakan

adalah uji chi-square dengan nilai kepercayaan 95% dan α=0,05.

Berdasarkan hasil analisis hasil penelitian menunjukkan sebagian besar

(57,5%) pasien yang mengunjungi Puskesmas Paniki Bawah

menkonsumsi kopi 6 gelas atau lebih setiap minggu, jenis kopi yang

dikonsumsi terutama kopi tidak murni (dicampur gula, susu, dlln).

Kebanyakan dari mereka baru mengkonsumsi kopi dalam setahun

terakhir. Lebih dari 60% pasien tersebut menderita hipertensi.

2. Hubungan Kebiasaan Merokok Dan Konsumsi Kopi Dengan Kejadian

Hipertensi Pada Laki-Laki Yang Bekerja Di Instansi Pemerintahan

Kabupaten Bantul Tahun 2018. Penelitian ini dilakukan oleh Arif

Rizky Himawan, Isti Suryani, Yulinda Kurniasari (2018).

Tujuan penelitian ini untuk diketahuinya hubungan kebiasaan

merokok dan konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada laki-laki

yang bekerja di Instansi Pemerintahan Kabupaten Bantul tahun 2018.


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan

rancangan penelitian cross sectional. Sampel yang diteliti sebanyak

155 responden, teknik pengambilan sampel menggunakan metode

stratified random sampling. Variabel yang diteliti meliputi nama, usia,

jenis kelamin, pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter,

kebiasaan merokok dan konsumsi kopi. Analisis data menggunakan

chi-square dengan tingkat kemaknaan α<0,05. Berdasarkan hasil

analisis presentase kejadian hipertensi pada laki-laki yang bekerja di

Instansi Pemerintahan 56,1%, kebiasaan merokok 23,9%, konsumsi

kopi 37,4%. Hasil analisa bivariate ada hubungan antara kebiasaan

merokok dengan kejadian hipertensi (p value= 0,029), tidak ada

hubungan antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi (p

value=0,393) pada laki-laki yang bekerja di Instansi Pemerintahan

Kabupaten Bantul.

3. Hubungan antara Asupan Gula, Lemak, Garam, dan Aktifitas Fisik

dengan Kejadian Hipertensi pada Usia 20 – 44 Tahun Studi Kasus

Posbindu PTM di Desa Secapah Sengkubang Wilayah Kerja

Puskesmas. Penelitian ini dilakukan oleh Novia Tri Herawati, Dedi

Alamsyah, Andri Dwi Hernawan (2020).

Jenis penelitian adalah penelitian yang bersifat analitik

observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Analisis

data dilakukan dengan univariat dan bivariat menggunakan uji chi

square. Desain penelitian secara observasional yang bersifat analitik

dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini


adalah seluruh usia produktif 20-44 Tahun, sampel dalam penelitian ini

sebanyak 77 orang.

4. Hubungan Konsumsi Makanan Tinggi Natrium Dengan Kejadian

Hipertensi Pada Buruh Tani Di Wilayah Kerja Puskesmas Panti

Kabupaten Jember. Penelitian ini dilakukan oleh Dwi Linda Aprilia

Aristi, Hanny Rasni, Latifa Aini Susumaningrum, Tantut Susanto,

Slamet Siswoyo (2020).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifi kasi

hubungan konsumsi makanan tinggi natrium dengan kejadian

hipertensi pada buruh tani di Kecamatan Panti Kabupaten Jember.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional pada 248 buruh tani

dengan stratifi ed random sampling. Kuesioner digunakan untuk

mengidentifi kasi sosiodemografi dan frekuensi konsumsi makanan.

Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan sphygnomanometer

digital. Analisis data bivariat dilakukan dengan Chi-square test. Hasil

penelitian menunjukkan kejadian hipertensi sebesar 33,1%. Frekuensi

konsumsi makanan tinggi natrium berhubungan dengan kejadian

hipertensi sistolik, seperti biskuit (x2 = 10,466; p-value = 0,005), ikan

asin (x2 = 12,067; p-value = 0,022), susu dan olahannya (x2 = 9,051;

p-value = 0,022), kopi (x2 = 6,025; p-value = 0,049), dan MSG (x2 =

10,298; p-value = 0,006), sementara itu, frekuensi konsumsi teh

berhubungan dengan hipertensi diastolik (x2 = 6,504; p – value =

0,039). Penelitian ini dapat disimpulkan frekuensi konsumsi makanan

(biskuit, ikan asin, susu, kopi, dan bumbu penyedap makanan)


berhubungan dengan kejadian hipertensi sistol, sedangkan kebiasaan

minum teh berhubungan dengan kejadian hipertensi diastolik. Oleh

karena itu, perlu dilakukan monitoring tekanan darah secara berkala

dan pengaturan konsumsi makanan buruh tani melalui kegiatan

posyandu penyakit tidak menular (PTM) secara berkala setiap

bulannya.

Anda mungkin juga menyukai