Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan suatu negara kepulaun yang begitu luas. luas daratan sekitar 188,20 juta ha
dan memiliki kandungan sumber daya lahan yang sangat bervariasi. dari luas daratan tersebut
yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian sekitar 100,7 juta yang meliputi lahan sawah
tegalan lahan tanaman tahunan.

padi merupakan komoditi pangan utama di Indonesia yang memiliki peran strategis. Padi
merupakan tanaman pangan yang setelah melalui berbagai proses akan mengasilkan beras. Beras
merupakan bahan pangan pokok yang vital bagi semua orang. Itulah sebabnya upaya pemenuhan
kebutuhan beras terus dilakukan melalui berbagai program, salah satunya adalah intensifikasi.
Intensifikasi padi dengan asupan pupuk kimia dalam jumlah besar dabn jangka waktu yang
lama , serta penggunaan bahan organik dalam sistem produksi padi sawah telah mengakibatkan
terganggunya keseimbangan hara tanah yang berakibat terhadap penurunan ,ualitas sumber daya
lahan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktvitas tanaman padi sawah adalah
dengan menciptakan lingkungan tumbuh yang optimal untuk setiap fase pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Teknologi yang diterapkan tidak hanya berorientasi pada peningkatan
hasil, tetapi juga menekankan efisiensi penggunaan sarana produksi.

Salah satu tantangan dalam pembangunan pertanian adalah adanya kecenderungan menurunnya
produktifitas lahan. Disisi lain sumberdaya alam terus menurun sehingga perlu di upayakan
untuk tetap menjaga kelestariannya. Demikian pula dalam usahatani padi, agar usahatani dapat
berkelanjutan maka teknologi yang diterapkan harus memperhatikan faktor lingkungan baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial sehingga agribisnis padi dapat berlanjut.

Selama ini produksi padi nasional masih mengandalkan sawah irigasi namun ke depan bila
hanya mengandalakn padi sawah irigasi akan menghadapi banyak kendala. Hal tersebut
disebabnkan banyaknya lahan sawah irigasi subur yang beralih fungsi ke penggunaan lahan non-
pertanian, tingginya biaya pencetakan lahan sawah baru dan berkurangnya debit air. Dilain
pihak, lahan kering tersedia cukup luas dan pemanfaatannya untuk pertanaman padi gogo juga
dapat di jadikan andalan produksi padi nasional.

Salah satu strategi dalam upaya pencapaian produktifitas usahatani padi adalah penerapan
inovasi teknologi yang sesuai dengan sumberdaya pertanian di suatu tempat (spesifik lokasi).
Teknologi usahatani padi spesifik lokasi tersebut di rakit dengan menggunakan pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu.

PTT padi merupakan suatu pendekatan inovatif dalam upaya peningkatan efisiensi usahatani
padi dengan menggabungkan komponen teknologi yang memiliki efek sinergistik. Artinya tiap
komponen teknologi tersebut saling menunjang dan memberikan pengaruh yang lebih baik
terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Penanaman padi termasuk dalam serangkaian kegiatan pembudidayaan tanaman padi.


Penanaman padi dilakukan dengan menanam bibit padi pada lahan yang telah di persiapkan
sebelummnya. Bibit padi yang ditanam haruslah bibit padi yang sehat agar produk yang
dihasilkan berkualitas. penanaman bibit padi yang tidak sehat akan menyebabkan padi yang di
hasilkan dapat terserang penyakit sehingga produk menjadi tidak sehat.

Budidaya padi sawah saat iµni secara umum masih menggunakan sistem konvensional.
Budidaya padi konvensional umumnya menggunakan jarak tanam yang rapat sehingga
membutuhkan benih dalam jumlah banyak (40 kg per hektar), dengan umur bibit tua (30 hari)
pada saat di pindahkan. Pada waktu pemindahan ke lahan, bibit dicabut dan bagian atas dipotong
dengan menanam 6 bibit per lubang tanam. Penggunaan bibit yabng agak tua dabn sudah
mempunyai banyak akar akan mengakibatkan bibit mengalami stress dabn kerusakan akar. Jarak
tanam yang rapat akan menyebabkan jumlah anakan produktif yang rendah yang mengakibatkan
produksi rendah dengan rata-rata nasional 4-5 ton.

Budidaya padi sistem konvensional melakukan penggenaan lahan. Penggenangan ini


menyebabkan proses reduktif yang melepaskan gas-gas rumah kaca antara lain metan dan nitrous
oksida sebesar 70,9 %.
Emisi metan dari pertanian tanah sawah diperkirakan lebih dari 170 kg per tahun. Lebih dari
90% metan terlepas dari tanah sawah ke atmosfer lewat tanaman padi, karena tanaman padi
mempunyai ruang arenkhima dan intersel sebagai media pengangkutan metan dari tanah
tereduksi ke atmosfer. Aplikasi pupuk terutama urea pada kondisi tergenang menyebabkan
terbentuknya gas N2O salah satu gas rumah kaca.

Pelepasan N2O terjadi akibat proses denitrifikasi. Tingkat emisi ini meningkat apabila tanah
pertanian tersebut dipupuk dan pupuk nitrogen seperti urea. Nitrogen yang terdapat di pupuk
urea ,dabn amonium sulfat (AS) mengalami denitrifikasi menjadi N2O dan NO2 dengan tingkat
emisi 1 ,0 dan 1 ,57%.

Emisi gas metan pada lahan sawah irigasi teknis 1435 Gg per tahun , irigasi semi teknis 354 Gg
per tahun, irigasi sederhana 524 Gg per tahun, tadah hujan 136 Gg per tahun , pasang surut 93
Gg per tahun dan lahan kering nol Gg per tahun, sedangkan pada tanah digenangi kontiniu 1424
Gg per tahun dan alternasi basah-kering 427 Gg. Salah satu cara budidaya yang dapat
mengurangi atau menurunkan gas metan dan nitrous oksida dari lahan sawah dengan
menerapkan budidaya padi dengan System of Rice Ibntensification (SRI).

Seperti metode lainnya, SRI juga memiliki keunggulan antara lain: (1) semua varietas benih
dapat digunakan, (2) dapat meningkatkan produksi padi , (3) pengurangan dalam pemakaian
benih sampai 80-90% dan kebutuhan air 25-50% , (4) biaya produksi turun 10-25 % , (5)
pendapatan petani meningkat.

Hasil penelitian Ardi (2009), budidaya System of Rice Intensification (SRI) dan konvensional di
desa Nagrak Sukabumi memperlihatkan SRI nyata lebih rendah mengemisikan gas metan selama
satu musim tanam sebesar 123 ,31 % dibandingkan dengan konvensional, yang berarti SRI
bukan hanya dapat mengurangi emisi gas metan saja bahkan dapat menyerap (sink) CH4 sebesar
23 ,31%. Total emisi N2O selama masa tanam adalah: konvensional 3 ,2 µgm-2 jam-1 dan SRI
anorganik 2 ,24 µg m-2 jam-1, SRI lebih rendah mengemisikan N2O, tetapi pengurangannya
tidak berbeda nyata di banding dengan konvensional. SRI ternyata meningkatkan hasil produksi.
Perlakuabn SRI anorganik dapat meningkatkan produksi padi sebesar 27 ,44% dibanding dengan
perlakuan konvensional.

B.TUJUAN
1).Untuk mengetahui proses penanaman padi di lahan sawah

2).Untuk mengetahui proses penanaman padi

3).Untuk mengetahui perbedaan budidaya padi secara konvensional, SRI, dan jajar legowo.

C.MANFAAT

Manfaatnya agar pratikan dapat mengetahui bagaimana cara persiapan lahan,pengolahan


lahan,menyiapkan benih,mengetahui umur pindah benih antara padi SRI dan konvensinal,cara
mananam,jumlaha anakan perlobang tanam,penyiangan gulma,pemupukan dan perawatan dari
berbagai macam budidaya padi mulai dari SRI,Konvensional dan jajar legowo.
BAB II

LANDASAN TEORI

1.JAJAR LEGOWO

Sistem tanam pada pertanaman padi sangat berpengaruh terhadap komponen budidaya dan hasil
produksi tanaman. Pengaruh tersebut terjadi pada penangkapan cahaya untuk fotosintesis,
kebutuhan air tanaman, penyerapana usur hara oleh akar, ketersediaan ruang yang menentukan
kompetisi gulma dengna tanaman, dan iklim mikro di bawah kanopi yang berpengaruh terhadap
perkembangan hama dan penyakit tumbuhan. Menurut Ikwani (2013) jarak tanam yang lebar
akan meningkatkan penangkapan sinar matahari oleh tajuk tanaman sehingga berpengaruh
terhadap jumlah anakan yang dihasilkan, meningkatkan bobot kering tanaman dan bobot gabah
tiap rumpun. Jarak tanam yang lebar juga memberikan ruang, semakin rapat jarak tanam maka
semakin sedikit rumpun yang dihasilkan per rumpunnya. Sedangkan pada populasi yang rendah
dengan jarak tanam yang lebar mampu menghasilkan keragaman rumpun yang besar.

Pengelolaan tanaman terpadu merupakan suatu penekatan dalam budidaya tanaman yang
memiliki peran sentral terhadap peningkatan hasil produksi padi. Menurut Watemin dan
Budiningsih (2012) berdasarkan hasil analissis data yang dilakukan tingkat penerapan
pengelolaan tanaman terpadu padi sawah di kecamatan kebasen secara keseluruhan sebesar 76,67
%. Sedangkan penerapan teknologi budidaya dengan jajar legowo menghasilkan produksi
sebesar 81,67 %. Faktor yang berpengaruh antara lain penggunaan varietas unggul, sistem
pemupukan berimbang dan pengendalian hama dan penyakit secara teratur.

Sistem budidaya menggunakan teknik jajar legowo pada umumnya dikombinasikan dengan
pengguanaan benih unggul bersertifikat, dimana kelebihan benih tersebut adalah mutunya
terjamin, daya kecambah lebih tinggi, bebas dari hama dan penyakit. Pemeliharaan tanaman
yang perlu dilakukan meliputi sanitasi lahan, pembersihan gulma, pemberian pupuk dan
pengendaian hama dan penyakit baik dengan pestisida kimia atau bahan alami sebagai pestisida.
Urea, Phonska merupakan beberapa jenis pupuk yang digunakan dalam menyuplai unsur hara
tanaman. Hal yang paling penting dalam pemupukan adalah menerapkan 5 tepat, yaitu tepat
jenis, dosis, tempat, cara, dan tepat waktu (Rauf dan Murtisari, 2014).

Peningkatan hasil produski padi sangat dipengaruhi oleh varietas baenih yang digunakan. Hal ini
sependapat dengan hasil penelitian Suhendrata dan Budiyanto, (2012) menyebutkan pada
keragamn agronomis tinggi tanaman padi gogo varietas inpago 4, 5, dan 6 yang digunakan dan
varietas situ bagendit dengan sistem jajar legowo saat panen menghasilkan sistem tanam yang
lebih tinggi. Sedangkan pada jumlah anakan produktif yang dihasilkan lebih banyak daripada
sistem tanam tegel. Pergantian sistem tanam dari sistem tanam tgel menuju sistem tanam jajar
legowo 2:1 menyebabkan perubahan struktur biaya dan pendapatan.

Sistem tanam memiliki peran penting dalam budidaya tanaman padi baik dengan sistem jajar
legowo atau sistem tanam tegel. Berdasarkan hasil penelitian oleh Chapagain et al (2011) bahwa
tidak terjadi interaksi antara umur bibit dengan sistem tanam yang digunakan. Sistem tanam jajar
legowo memberikan hasil yang lebih baik pada jumlah anakan, berat gabah per ton dan indeks
peningkatan jumlah daun. Umur pindah tanaman padi yang dilakukan harus secara tepat untuk
mengantisipasi perkembangan akar yang maksimal. Sedangkan jarak tanam yang diperlakukan
dapat berpengaruh terhadap penyerapan cahaya matahari untuk proses fotosintesisa, selin iu
sistem jajar legowo berpengaruh terhadap peningkatan populasi tanaman.

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan salah satu pendekatan atau strategi dalam
meningkatkan hasil produksi padi melalui penerapan berbagai komponen teknologi yang
memiliki efek strategis dan posistif. Komponen teknologi model pengelolaan tanaman terpadu
yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi
sehingga perlu diterapkan bersamaan dengan benih bermutu, varietas unggul baru yang spesifik
lokasi, bibit muda yang ditanam secara terbatas, sistem tanam legowo, pemupukan N, P dan K
berdasarkan status hara tanah secara seimbang. Komponen teknologi PTT lainnya adalah
pengairan berselang, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit serta penanganan
panen dan pascapanen (Hidayah, 2013)

Faktor internal dalam budidaya tanaman padi menunjukkan hubungan yang nyata terhadap
tingkat adopsi teknologi sistem jajar legowo 2:1 yang diterapkan. Tingkat penerapan teknologi
jajar legowo 2:1 pada petani padi sawah sebagian besar masih tergolong rendah, hal ini karena
tidak semua komponen penerapan teknologi jajar legowo 2:1 dilakukan sesuai dengan anjuran
seperti cara tanam, pemupukan. Juga kesadaran petani untuk menerapkan teknologi ini masih
kurang disebabkan kurangnya permodalan dan keterbatasan tenaga kerja tanam yang terampil.
Menurut Kawasaki dan Herath (2011) Berdasarkan kemajuan tenologi penanaman yang
digunakan maka sangat erat hubungannya dengan sumberdaya ekonomi yang tinggi untuk
inovasi tersebut.

Pada jenis tanah-tanah tertentu budidaya ta-naman padi di sawah sebenarnya tidak mutlak
memerlukan pengolahan tanah sebab ketersediaan air lahan sawah sudah dapat membantu proses
pelumpuran. Menurut Nyamai et al (2012) bahwa pengurangan intensitas pengolahan tanah me-
lalui sistem TOT dapat menghemat kebutuhan air hingga 30%. Budidaya padi sawah TOT
dengan memakai herbisida glyfosat untuk mengendalikan gulma dan turiang padi tidak
menyebabkan jasad renik berkurang. Hal ini disebabkan karena glyfosat yang masuk ke tanah
menjadi kurang aktif, karena keberadaan hara P yang cukup tinggi. Jumlah anakan maksinum
berkorelasi dengan jumlah malai. Dimana jumlah malai pada TOT lebih banyak dibandingkan
sistem tanam langsung.

Sistem pengairan pada tanaman padi lahan sawah dilakukan secara intensif secara teratur dengan
air yang digunakan harus dijaga kualitas airnya. Secara umum, sistem tanam dan umur bibit pada
tanaman padi sawah diketahui berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun hasil padi sawah.
Walaupun demikian, umur bibit dan sistem tanam yang optimum masih belum diketahui dengan
tepat. Oleh karena itu, penelitian mengenai sistem tanam dan umur bibit pada padi sawah masih
sangat penting untuk dilakukan. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari pengaruh sistem
tanam dan umur bibit yang tepat sehingga dapat meningkatkan produksi padi sawah (Prastiyo,
2012).

Sistem tanam jajar legowo yang diterapkan oleh mayorits petani di Indonesia adalah jajar legowo
2:1 dan 4:1 dimana sistem tanam ini dikombinasikan dengna sistem penanaman tegel.
Pertumbuhan merupakan proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan
ukuran, pertambahan bobot, volume dan diameter batang dari waktu ke waktu. Keberhasilan
pertumbuhan suatu tanaman dikendalikan oleh faktor-faktor pertumbuhan. Ada dua faktor
penting yang berpengaruh dalam pertumbuhan suatu tanaman, yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik berkaitan dengan pewarisan sifat tanaman itu sendiri, sedangkan
faktor lingkungan berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana tanaman itu tumbuh. Setiap
varietas tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam hal memanfaatkan sarana tumbuh
dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekitar, sehingga mempengaruhi potensi hasil
produksi (Sriyanto, 2010).

2. METODE SRI

1.Tanam bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (HSS) ketika bibit masih berdaun
2 helai.

2.Tanam bibit satu lubang satu bibit dengan jarak tanam lebar 30x30 cm, 35x35 cm atau lebih
jarang lagi

3.Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar
tidak putus dan di tanam dangkal

4.Pemberian air maksimum 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah
(irigasi berselang atau terputus)

5.Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari.
Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik.

Keunggulan metode SRI

1.Tanaman hemat air, selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen pemberian air
maksimum 2 cm paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai
tanah retak (irigasi terputus)

2.Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg per hektar, tidak butuh biaya pencabutan bibit, tidak
butuh biaya pindah bibit, tenaga tanam berkurang dan lain-lain

3.Hemat waktu ditanam, bibit muda 5-12 hari setelah semai dan waktu panen akan lebih awal

4.Produksi meningkat di beberapa tempat mencapai mencapai 11 ton per hektar


5.Ramah lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia (urea,SP36,KCl) akan dikurangi
dan digantikan dengan menggunakan pupuk organik (kompos,kadang dan MOL) begitu juga
penggunaan pestisida. (BBPADI. 2015)

Teknis Budidaya SRI

 Pengolahan tanah

Untuk mendapatkan media tumbuh metode tanam padi SRI yang baik, maka lahan diolah seperti
menanam padi metode biasa yaitu tanah dibajak sedalam 25-30 cm sambil membenamkan sisa-
sisa tanaman rumput-rumputan, kemudian digemburkan dengan garu ,lalu diratakan sebaik
mungkin sehingga saat diberikan air ketinggiannya dipetakan sawah akan merata.

 Parit

Pada petak SRI perlu dibuat parit keliling dan melintang petak untuk membuang kelebihan air.
Letak dan jumlah parit pembuang disesuaikan dengan bentuk dan ukuran petak,serta dimensi
saluran irigasi

 Pemilihan benih yang baik

Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas ,dengan metode SRI,harus terlebih
dahulu diadakan pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan cara penyeleksian
menggunakan larutan air garam,yang langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

 Masukkan air bersih ke dalam ember atau panci, kemudian berikan garam dan aduk
sampai larut. Jika telur itik belum mengapung maka perlu penambahan garam kembali.
Pemberian garam diangggap cukup apabila posisi telur itik mengapung pada permukaan
larutan garam.
 Masukkan benih padi yang akan diuji kedalam ember atau panci yang berisi larutan
garam. Aduk benih padi selama kira-kira 1 menit.
 Pisahkan benih yang mengambang dengan yang tenggelam. Benih yang tenggelam
adalah benih yang bernas.
 Benih yang baik atau bernas ini kemudian dicuci dengan air biasa sampai bersih. Dengan
indikasi bila digigit benih sudah tidak terasa garam.
 Perendaman benih

Benih yang telah diuji tersebut,kemudian direndam dengan menggunakan air biasa. Perendaman
ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat mempercepat benih untuk
berkecambah. Perendaman dilakukan selama 24-48 jam

 Penganginan benih

Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan kedalam karung yang berpori-
pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk kedalam benih padi, dan
kemudian disimpan ditempat yang lembab. Penganginan dilakukan selama 24 jam

 Persemaian benih

Persemaian dengan meode SRI dilakukan dengan mempergunakan nare atau tampah atau besek
atau juga hamparan sawah,hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penanaman.(Encum
Nurhidayat. 2011)

Pembuatan media persemaian dengan metode SRI dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:

1. Mencampur tanah, pasir dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1:1

2.Sebelum nare atau tampah tempat pembibitan diisi dengan tanah,pasir yang sudah dicampur
dengan pupuk organik terlebih dahulu dilapisi dengan daun pisang dengan harapan untuk
mempermudah pencabutan dan menjaga kelembaban tanah ,kemudian tanah dimasukkan dan
disiram dengan air sehingga tanah mebnjadi lembab

3.Benih yang sudah dianginkan ini,ditaburkan kedalam nare yang berisi tanah.

4.Setelah benih ditabur, kemudian ditutup dengan lapisan tanah yang tipis.

5.Persemaian dapat diletakkan pada tempat-tempat tertentu yang aman dari gangguan ayam atau
binatang lain.

6.Selama masa persemaian, pemberian air dapat dilakukan setiap hari agar media tetap lembab
dan tanaman tetap segar.
 Peyaplakan

Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan penyaplakan dengan memakai caplak agar jarak
tanam pada areal persawahan menjadi lurus dan rapi sehingga mudah untuk disiang. Caplak
berfungsi sebagai penggaris dengan jarak tertentu. Variasi jarak tanam diantaranya: jarak tanam
30x30 cm, 35x35 cm atau jarak tertentu lainnya.

Penyaplakan dilakukan secara memanjang dan melebar. Setiap pertemuan garis hasil garis
penyaplakan adalah tempat untuk penanaman 1 bibit padi

 Penanaman dengan metode SRI

Penanaman dengan metode SRI dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Bibit yang ditanam harus berusia muda, yaitu kurang dari 12 hari setelah semai yaitu ketika
bibit masih berdaun 2 helai

2.Bibit padi ditanam tunggal atau 1 bibit perlubang

3.Penanaman harus dangkal dengan kedalaman 1-1,5 cm serta perakaran saat penanaman seperti
huruf L dengan kondisi tanah sawah saat penanaman tidak tergenang air

 Pemupukan

Ada 2 perlakuan dengan menggunakan pupuk anorganik (kimia) murni dan organik

· Pemupukan kimia

Takaran pupuk mengikut anjuran Dinas Pertanian atau kebiasaan petani setempat. Diantaranya:

1. Pemupukan I pada umur 7-15 HST dengan dosis Urea 100 kg per hektar, SP36 50 kg per
hektar

2. Pemupukan II pada umur 25-30 HST dengan dosis Urea 50 kg per hektar, Phonska 100 kh per
hektar

3. Pemupukan III pada umur 40-45 HST dengan dosis Urea 50 kg per hektar, ZA 50 kg per
hektar
 Pemupukan organik

MOL yang disemprotkan terbuat dari bahan-bahan sebagai berikut:

1. Penyemprotan I, dilakukan pada saat umur 10 HST,dengan mempergunakan mol yang terbuat
dari daun gamal,dengan dosis 14 liter pr hektar

2. Penyemprotan II , dilakukan pada saat umur 20 HST, dengan mempergunakan mol yang
terbuat dari batang pisang dengan dosis 30 liter per hektar

3. Penyemprotan III dilakukan pada saat umur 30 HST dengan mempergunakan mol yang terbuat
dari urine sapi dengan dosis 30 liter per hektar

4. Penyemprotan IV dilakukan pada saat umur 40 HST dengan mempergunakan mol yang
terbuat dari batang pisang dengan dosis 30 liter per hektar

5. Penyemprotan V dilakukan pada saat umur 50 HST dengan mempergunakan mol yang terbuat
dari serabut kelapa dengan dosis 30 liter per hektar

6. Penyemprotan VI dilakukan pada saat umur 60 HST dengan mempergunakan mol yang
terbuat dari buah-buahan dan sayur-sayuran dengan dosis 30 liter per hektar

7. Penyemprotan VII dilakukan pada saat umur 70 HST dengan mempergunakan mol yang
terbuat dai terasi dengan dosis 30 liter per hektar

8. Penyemprotan VIII dilakukan pada saat umur 80 HST dengan mempergunakan mol yang
terbuat dari terasi dengan dosis 30 liter per hektar

 Pemberian air

Pemberian air dengan cara terputus-putus dengan ketinggian air dipetakan sawah maksimum 2
cm, paling baik macak-macak (0,5 cm). Pada periode tertentu petak sawah harus dikeringkan
sampai pecah-pecah. Pemberian air terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan akar
terganggu dan pertumbuhan tunas tidak optimal

 Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan mempergunakan alat penyiang jenis landak atau dengan alat jenis
apapun dengan tujuan untuk membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah.penyiangan
dengan gasrok selain dapat mencabut rumput juga dapat menggemburkan tanah dicelah-celah
tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan agar tercipta kondisi aerob di dalam tanah yang
dapat berpengaruh baik bagi akar-akar tanaman padi yang ada di dalam tanah. Penyiangan
dilakukan minimal 3 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada umur 10 hari setelah tanam dabn
selanjutnya penyiangan kedua dilakukan pada umur 30 HST daditabnn pebnyiangan ke empat
pada umur 40 HST.

3. METODE KONVESIONAL

Pada pertanian konvensional tidak ada teknik khusus untuk menyeleksi benih. Benih hanya
direndam di dalam air selama 1 hari 1 malam, selanjutnya benih diperam selama 2 hari 2 malam,
dan benih siap untuk disemaikan (Suparyono, 1997).

Pada pertanian konvensional persemaian dilakukan langsung di lahan sawah dengan kebutuhan
benih yang banyak yaitu antara 35-45 kg/ha (Suparyono, 1997).

Pada pertanian konvensional umur bibit yang siap ditanam adalah 18-25 hari setelah semai. Satu
lubang tanam berisi 5-8 bibit tanaman. Bibit ditanam dengan kedalaman 5 cm (lebih)
(Suparyono, 1997).

Pertanian konvensional lahan digenangi air sampai setinggi 5-7 cm di atas permukaan tanah
secara terus menerus. Serta untuk pemupukannya pertanian konvensional menggunakan pupuk
Urea, TSP, dan KCl. Pada pertanian konvensional hanya bertujuan membuang gulma dan dengan
menggunakan herbisida sedangkan untuk pengendalian hama, dalam teknik budidaya secara
konvensional menggunakan pestisida kimia (Suparyono, 1997).

Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah secara sempurna
seraya petani melakukan persemaian. Mula-mula sawah dibajak, pembajakan dapat dilakukan
dengan mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan
selama 2-3 hari. Namun di beberapa tempat, tanah dapat dibiarkan sampai 15 hari. Selanjutnya
tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua kalinya atau bahkan ketiga kalinya 3-5
hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian ditanam dengan cara pengolahan sawah
seperti di atas (yang sering disebut pengolahan tanah sempurna, intensif atau konvensional)
banyak kelemahan yang timbul penggunaan air di sawah amatlah boros. Padahal ketersediaan air
semakin terbatas. Selain itu pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan oleh petani
ternyata menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi. Hal ini
kurang baik dari segi konservasi lingkungan (Sudirman, 2005).

Teknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai
dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak dilakukan persemaian sampai
tanaman itu bisa dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman hingga berbuah ini harus
dipelihara yang baik, terutama harus diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan
penyakit yang sering kali menurunkan produksi (Sudirman, 2005).

I. Persemaian

Membuat persemaian merupakan langkah awal bertanam padi. Pembuatan persemaian


memerlukan suatu persiapan yang sebaik-baiknya, sebab benih di persemaian ini akan
menentukan pertumbuhan padi di sawah, oleh karena itu persemian harus benar-benar mendapat
perhatian, agar harapan untuk mendapatkan bibit padi yang sehat dan subur dapat tercapai
(Sudirman, 2005).

Penggunaan benih

- Benih unggul

- Bersertifikat

- Kebutuhan benih 25 -30 kg / ha

Persiapan lahan untuk persemaian

- Tanah harus subur

- Cahaya matahari

- Pengairan

- Pengawasan
Pengolahan tanah calon persemaian

- Persemaian kering

- Persemaian basah

 Persemaian Kering

Persemaian kering biasanya dilakukan pada tanah-tanah remah, banyak terdapat didaerah sawah
tadah hujan. Persemaian tanah kering harus dilakukan dengan baik yaitu :

Tanah dibersihkan dari rumput clan sisa -sisa jerami yang masih tertinggal, agar tidak
mengganggu pertumbuhan bibit.

Tanah dibajak atau dicangkul lebih dalam dari pada apa yang dilakukan pada persemaian basah,
agar akar bibit bisa dapat memasuki tanah lebih dalam, sehingga dapat menyerap hara lebih
banyak. Selanjutnya tanah digaru.

Areal persemaian yang tanahnya sempit dapat dikerjakan dengan cangkul, yang pada
dasarnya pengolahan tanah ini bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah, agar tanah menjadi
gembur (Sudirman, 2005).

 Ukuran bedengan persemaian :

· panjang bedengan : 500 -600 cm atau menurut kebutuhan, akan tetapi perlu diupayakan agar
bedengan tersebut tidak terlalu panjang

· Lebar bedengan 100 -150 cm

· Tinggi bedengan 20 -30 cm

· Diantara kedua bedengan yang berdekatan selokan, dengan ukuran lebar 30-40 cm.

Pembuatan selokan ini dimaksud untuk mempermudah :

Penaburan benih dan pencabutan bibit

Pemeliharaan bibit dipersemaian meliputi :


1.Penyiangan

2.Pengairan

3.Pemupukan

Pemberantasan hama dan penyakit

Persemaian diupayakan lebih dari 1/25 luas sawah yang akan ditanami, penggunaan benih pada
persemaian kering lebih banyak dari persemaian basah (Sudirman, 2005).

 Persemaian Basah

Perbedaan antara persemaian kering dan basah terletak pada penggunaan air.
Persemaian basah, sejak awal pengolahan tanah telah membutuhkan genangan air. Fungsi
genangan air :

1.Air akan melunakan tanah

2.Air dapat mematikan tanaman pengganggu ( rumput )

3.Air dapat dipergunakan untuk memberantas serangga pernsak bibit

Tanah yang telah cukup memperoleh genangan air akan menjadi lunak, tanah yang sudah lunak
ini diolah dengan bajak dan garu masing-masing 2 kali. Namun sebelum pengolahan tanah harus
dilakukan perbaikan pematang terlebih dahulu, kemudian petak sawah dibagi menurut keperluan.
Luas persemaian yang digunakan 1/20 dari areal pertanaman yang akan ditanami (Sudirman,
2005).

 Penaburan benih

Perlakuan sebagai upaya persiapan

Benih terlebih dahulu direndam dalam air dengan maksud :

a.Seleksi terhadap benih yang kurang baik, terapung, melayang harus dibuang

b.Agar terjadi proses tisiologis


Proses fisiologis berarti terjadinya perubahan didalam benih yang akhimya benih cepat
berkecambah. Terserap atau masuknya air kedalam benih akan mempercepat proses fisiologis
(Sudirman, 2005).

Benih direndam dalam air selama 24 jam, kemudian diperam (sebelumnya ditiriskan atau dietus)

 Lamanya pemeraman

Benih diperam selama 48 jam, agar didalam pemeraman tersebut benih berkecambah.

Pelaksanaan menebar benih

Hal- hal yang hams diperhatikan dalam menebar benih adalah :

Benih telah berkecambah dengan panjang kurang lebih 1 mm

Benih tersebar rata

Kerapatan benih harus sama

Pemeliharaan persemaian

1) Pengairan

Pada pesemaian secara kering

Pengairan pada pesemaian kering dilakukan dengan cara mengalirkan air keselokan yang
berada diantara bedengan, agar terjadi perembesan sehingga pertumbuhan tanaman dapat
berlangsung, meskipun dalam hal ini sering kali ditumbuhi oleh tumbuhan pengganggu atau
rumput. Air berperan menghambat atau bahkan menghentikan pertumbuhan tanaman
pengganggu / rumput. Perlu diketahui bahwa banyaknya air dan kedalamanya merupakan faktor

yang memperngaruhi perkembangan semai, terutama pada pesemaian yang dilakukan secara
basah (Sudirman, 2005).

Pada pesemaian basah

Pengairan pada pesemaian basah dilakukan dengan cara sebagai berikut :


1.Bedengan digenangi air selama 24 jam

2.Setelah genagan itu berlangsung selama 24 jam, kemudian air dikurang hingga

3.keadakan macak-macak (nyemek-nyemek), kemudian benih mulai bisa disebar

Pengurangan air pada pesemaian hingga keadaan air menjadi macak- macak ini,
dimaksudkan agar benih yang disebar dapat merata dan mudah melekat ditanah sehingga akar
mudah masuk kedalam tanah.

4.Benih tidak busuk akibat genagan air

5.Memudahkan benih bernafas / mengambil oksigen langsung dari udara, sehingga proses
perkecambahan lebih cepat

6.Benih mendapat sinar matahari secara langsung

Agar benih dalam bedengan tidak hanyut, maka air harus diatur sesuai dengan keadaan,
misalnya: bila akan terjadi hujan maka bedengan perlu digenangi air, agar benih tidak hanyut.
Penggenangan air dilakukan lagi pada saat menjelang pemindahan bibit dari pesemaian kelahan
pertanaman, untuk memudahkan pencabutan.

2) Pemupukan dipersemaian

Biasanya unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar ialah unsur hara makro.
Sedangkan pupuk buatan / anorganik seperti Urea, TSP dll diberikan menjelang penyebaran
benih dipesemaian, bila perlu diberi zat pengatur tumbuh. Pemberian zat pengatur tumbuh pada
benih dilakukan menjelang benih.

Persiapan dan pengolahan tanah

Pengolahan tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan alat tertentu hingga
memperoleh susunan tanah ( struktur tanah ) yang dikehendaki oleh tanaman. Pengolahan tanah
sawah terdiri dari beberapa tahap :

a. Pembersihan
b. Pencangkulan

c. Pembajakan

d. Penggaruan

 Pembersihan

a) Selokan-selokan perlu dibersihkan

b) Jerami yang ada perlu dibabat untuk pembuatan kompos

 Pencangkulan

a.Perbaikan pematang dan petak sawah yang sukar dibajak

 Membajak

a) Memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah

b) Membalikkan tanah beserta tumbuhan rumput ( jerami ) sehingga akhirnya


membusuk.

c) Proses pembusukan dengan bantuan mikro organisme yang ada dalam tanah

 Menggaru

a) Meratakan dan menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah

b) Pada saat menggaru sebaiknya sawah dalam keaadan basah

 Selama digaru saluran pemasukan dan pengeluaran air ditutup agar lumpur tidak hanyut
terbawa air keluar
 Penggaruan yang dilakukan berulang kali akan memberikan keuntungan ¾ Permukaan
tanah menjadi rata, ¾ Air yang merembes kebawah menjadi berkurang, Sisa tanaman
atau rumput akan terbenam, ¾ Penanaman menjadi mudah, ¾ Meratakan pembagian
pupuk dan pupuk terbenam (Sudirman, 2005).
II.PENANAMAN

Dalam penanaman bibit padi, harus diperhatikan sebelumnya adalah :

a. Persiapan lahan

b. Umur bibit

c. Tahap penanaman

 Persiapan lahan

Tanah yang sudah diolah dengan cara yang baik, akhirnya siap untuk ditanami bibit padi.

b. Umur bibit

Bila umur bibit sudah cukup sesuai dengan jenis padi, bib it terse but segera dapat dipindahkan
dengan cara mencabut bibit

c. Tahap penanaman

Tahap penanaman dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu

1) Memindahkan bibit

Bibit dipesemaian yang telah berumum 17-25 hari ( tergantung jenis padinya, genjah / dalam )
dapat segera dipindahkan kelahan yang telah disiapkan.

Syarat -syarat bibit yang siap dipindahkan ke sawah :

a) Bibit telah berumur 17 -25 hari

b) Bibit berdaun 5 -7 helai

c) Batang bagian bawah besar, dan kuat

d) Pertumbuhan bibit seragam ( pada jenis padi yang sama)

e) Bibit tidak terserang hama dan penyakit


f) Bibit yang berumur lebih dari 25 hari kurang baik, bahkan mungkin telah ada yang
mempunyai anakan (Sudirman, 2005).

2) Menanam

Dalam menanam bibit padi, hal- hal yang harus diperhatikan adalah :

a. Sistim larikan ( cara tanam )

b. Jarak tanam

c. Hubungan tanaman

d. Jumlah tanaman tiap lobang e. Kedalam menanam bibit

f. Cara menanam

a) Sistim larikan ( cara tanam )

 Akan kelihatan rapi

 Memudahkan pemeliharaan terutama dalam penyiangan

 Pemupukan, pengendalian hama dan penyakit akan lebih baik dan cepat

Dan perlakuan-perlakuan lainnya

Kebutuhan bibit / pemakaian benih bisa diketahui dengan mudah

b) Jarak tanam

Faktor yang ikut menentukan jarak tanam pada tanaman padi, tergantung pada :

1.Jenis tanaman

2.Kesuburan tanah

3.Ketinggian tempat / musim


BAB III

BAHAN DAN METODA

A.WAKTU DAN TEMPAT

Pratikum pangan di lakukan pada setiap hari minggu pukul 16:00 wib,yang di mulai dari tanggal
- 13 Mei 2018,di lahan basah UNIVERSITAS ANDALAS.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan dalam pratikum pangan ini adalah cangkul,mesin traktor.sedangaka
bahan yang digunakan yaitu benih padi,pupuk N,P,KCL dengan dosis yang berbeda masing-
masing.

C.CARA KERJA

JAJAR LEGOWO

1. Mempersiapkan lahan

– Mula-mula tanah dibajak, kemudian digaru, diberi pupuk kandang dan diratakan. Pada saat
menggaru dan meratakan tanah, usahakan agar air tidak mengalir di dalam sawah supaya unsur
hara yang ada di tanah tidak hanyut.

– Setelah tanah diratakan, buatlah parit di bagian pinggir lahan untuk mempermudah pengaturan
air dan membantu pengendalian keong mas.

– Buat garis pada tanam Sistem Jajar Legowo

Persiapkan alat garis tanam terlebih dahulu. Alat garis tanam ini dapat terbuat dari kayu yang
bergerigi dengan jarak tanam yang telaj ditentukan.

2. Mempersiapkan bibit
Untuk sistem jajar legowo, benih yang dibutuhkan tergantung pada pilihan legowo yang akan
digunakan (apakah legowo 2:1, 3:1 atau 4:1), jarak tanam dan jumlah bibit yang akan ditanam
per lubangnya.

Kebutuhan benih per hektar untuk sistem Jarwo dihitung sebagai berikut:

Asumsi yang digunakan:

– Jarak tanam 20 x 20 cm

– Bibit yang akan ditanam maksimum 2 bibit per lubang

– Berat 1000 bulir benih rata-rata 27 gram

– Daya tumbuh benih 90%

– Tambahan 2 kg benih untuk cadangan karena serangan hama

3. Menanam bibit

– Bibit siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 10-15 hari setelah semai. Pada umur
10-15 hari bibit masih memperoleh nutrisi dari biji padi, sehingga bibit lebih mudah beradaptasi.

– Kondisi air pada saat tanam adalah “macak-macak” atau kondisi tanah yang basah tetapi tidak
tergenang.

– Pada sistem Jarwo, satu lubang tanam diisi satu atau dua bibit padi.

– Bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2—3 cm dengan bentuk perakaran horizontal
(seperti huruf L).

4. Pemupukan

– Pemupukan dilakukan dengan cara tabur. Lakukan pemupukan dari barisan kosong di antara 2
barisan tanaman. Pupuk ditabur ke kiri dan ke kanan dengan merata, sehingga dalam sekali jalan
dapat melalukan pemupukan pada 2 barisan tanaman. Khusus pada Jarwo 2 : 1, pemupukan
boleh dilakukan dengan cara ditabur di tengah barisan tanaman.

SRI
1. Pemilahan Benih

Benih dipilih menggunakan larutan garam dengan cara memasukan gabah kelarutan garam dan
diambil yang tenggelam, gabah yang tenggelam kemudian dicuci dengan air bersih kemudian di
rendam dalam air bersih selama 24-28jam, setelah itu ditiriskan selama 24-28jam sampai
berkecambah.

2. Pengolahan Tanah

Tanah dibajak sedalam 25 – 30 Cm.

Tambahkan kompos atau bisa juga sisa-sisa tanaman dan rumput-rumputan

Gemburkan dengan garu sampai terbentuk struktur lumpur yang sempurna, lalu diratakan
sehingga saat diberikan air ketinggiannya di petakan sawah merata.

3. Persemaian Benih

Dalam persemaian benih alangkah baiknya dilakukan dengan menggunakan wadah seperti baki
plastic atau juga bisa menggunakan wadah kotak yang terbuat dari bambu seperti besek, hal ini
tujuanya untuk memudahkan saat pencabutan benih.

Adapun langkah persemaian benihnya sebagai berikut :

 Sebaiknya kita pilih benih padi yang bervarietas memiliki anakan yang banyak
 Untuk tempat penyemaian sebaiknya diberi alas daun pisang kemudian diberi tanah dan
kompos dengan perbandingan 1;1, tinggi tanah pembibitan sekitar 4cm.
 Setelah benih padi kita taburkan ke dalam tempat persemaian, sebaiknya tipis ditutup
dengan menggunakan tanah.

4. Penanaman

Untu struktur pola penanaman bibit metoda S.R.I adalah bujur sangkar 30 x 30 cm, 35 x 35 cm
atau jangan terlalu rapat misalkan sampai 50 x 50 cm pada tanah subur.

Bibit yang akan ditanam sudah berumur 7-14 hari (daun dua) setelah semai, dengan jumlah bibit
per lubang satu, dan dangkal 1-1,5 cm,
5. Pemupukan

Pemupukan I dilakukan pada umur 7-15 HST dengan pemberian dosis Urea 125kg/Ha, SP-36
100kg/ha.

Pemupukan II pada umur 20-30 HST dengan pemberian dosis Urea 125kg/ha

Pemupukan III pada umur 40-45 HST dengan pemberian dosis ZA 100kg/ha.

6. Penyiangan

Untuk penyiangan dilakukan sebanyak 3 kali dimulai dari padi berumur 10 hari setelah tanam
dan diulangi kembali dengan selang waktu 10 hari.

7. Pengairan

Untuk ketinggian pengairan maksimal 2cm, dan dilakukan secara berselang dan pada waktu
tertentu sawah harus dikeringkan samapi tanah pecah-pecah. Hal ini bertujuan agar oksigen
masuk kerongga tanah.

KONVENSIONAL

1. Pengolahan lahan

Pengolahan lahan menggunakan traktor dengan urutan tanah dibajak, digaru dan diratakan. .

2. Benih

Pada pertanian konvensional tidak ada teknik khusus untuk menyeleksi benih. Benih hanya
direndam di dalam air selama 1 hari 1 malam, selanjutnya benih diperam selama 2 hari 2 malam,
dan benih siap untuk disemaikan.

3. Persemaian

Pada pertanian konvensional persemaian dilakukan langsung di lahan sawah dengan kebutuhan
benih yang banyak yaitu antara 35-45 kg/ha
4. Sebelum bibit ditanam

Pada pertanian konvensional bibit yang siap ditanam dicabut dan dibersihkan dari tanah yang
melekat pada akar dan sebagian daun dipotong dan dibagi perikatan untuk ditanam. Bibit juga
harus diistirahatkan selama 1 jam hingga 1 hari sebelum ditanam

5. Penanaman

Pada pertanian konvensional umur bibit yang siap ditanam adalah 18-25 hari setelah semai. Satu
lubang tanam berisi 5-8 bibit tanaman. Bibit ditanam dengan kedalaman 5 cm (lebih).

6. Pengairan

Pada pertanian konvensional Lahan digenangi air sampai setinggi 5-7 cm di atas permukaan
tanah secara terus menerus.

7. Penyiangan

Pada pertanian konvensional hanya bertujuan membuang gulma dan dengan menggunakan
herbisida
A.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

NO TANGGAL JUMLAH ANAKAN TINGGI MALAI

1 - 25 -

2 6 37 -

B.PEMBAHASAN
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Teknik budidaya padi meliputi persemaian , persiapan dan pebngolahan tanah ,


penanaman,pemeliharaan

Legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman kemudian
diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak
tanaman pada baris tengah.

Cara tanam jajar legowo untuk padi sawah seara umum bisa dilakukan dengan berbagai tipe
yaitu: legowo (2:1),(3:1) ,(4:1) ,(5:1) ,atau tipe lainnya. Namun dari hasil penelitian , tipe terbaik
untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai oleh legowo 4:1,dan untuk mendapatkan
bulir gabah berkualitas benih dicapai oleh legowo 2:1.

Pada dasarnya dalam budidaya tanaman, pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat
dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang paling penting
adalah tanah dan iklim serta interaksi kedua faktor tersebut. Tanaman padi gogo dapat tumbuh
pada berbagai agroekologi dan jenis tanah.

Ada lahan yang perlu pengolahan tanah sedikit (minimum tillage) atau bahkan tidak perlu
pengolahan tanah (zerro tillage). Pengolahan tanah yang sempurna justru merugikan, karena
disamping menambah biaya juga menyebabkan tanah lebih peka terhadap erosi sehingga
kesuburannya menurun. Demikian pula hasil padi yang diperoleh antara sistem olah tanah
sempurna dengan oleh tanah minimum tidak berbeda nyata, sehingga sistem olah tanah
minimum lebih ekonomis.
B.SARAN

Kegiatan praktikum Budidaya Tanaman Pangan yang dilakukan sudah berjalan dengan baik,
namun akan lebih baik jika para praktikan dalam satu kelompok menjaga kekompakan selam
melakukan praktikum di lapang.
DAFTAR PUSTAKA

BBPADI. 2015. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi http://bbpadi.litbang.

pertanian.go.id/ di akses pada 1 juni 2016

Chapagain, T. A. Riseman. E. Yamaji. 2011. Assessment of System of Rice Intensification (SRI)


and Conventional Practices Under Organic and Inorganic Management in Japan. Rice science,
18(4): 311-320.

Encum Nurhidayat. 2011. Pengelolaan Tanaman Padi Melalalui Metode SRI (System of Rice
Intensification). From http://encumnurhidayat.blogspot.com/201/07/pengelolaan-tanaman-padi-
melalui-metode.html. 16 November 2014.

Hidayah, I. 2013. Farmers’ Behaviour in The Implementation of Component PTT (Integrated


Plant and Resource Management) in Irrigation Paddy Rice Fields Farming in Buru Regency
Maluku Province Indonesia. Ijhsnet, 3(12): 129-138.

Ikhwani, G. R. Pratiwi. E. Paturrohman. A. K. Makarim. 2013. Peningkatan Produktivitas Padi


Melalui Penerapan Jarak Tanam Jajar Legowo. Iptek tanaman pangan, 8(2): 72-79.

Kawasaki, J. S. Herath. Impact Assessment Of Climate Change On Rice Production In Khon


Kaen Province, Thailand. Issaas, 17(2): 14-28.

Nyamai, M. B. M. Mati. P. G. Home. B. Odongo. R. Wanjogu. E. G. Thuranira. 2012. Improving


Land And Water Productivity In Basin Rice Cultivation In Kenya Through System of Rice
Intensification (SRI). Agric, 14(2): 1-9.

Prastiyo, Y. T. 2002. Budidaya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Yogyakarta: Kanisius.

Rauf, A. A. Murtisari. 2014. Penerapan Sistem Tanam Legowo Usahatani Padi Sawah dan
Kontribusinya Terhadap Pendapatan dan Kelayakan Usaha di Kecamatan Dungaliyo Kabupaten
Gorontalo. Perspektif pembiayaan dan pembangunan daerah, 2(2): 71-76.

Sriyanto, S. 2010. Panen Duit Dari Bisnis Padi Organik. Jakarta: Agromedia pustaka.

Anda mungkin juga menyukai