Anda di halaman 1dari 21

BAB II

LANDASAN TEORI

I. NIFAS
A. Pengertian
Masa nifas adalah post partum disebut juga puerperium yang berasal dari bahasa latin
yaitu dari kata ”Puer” yang artinya bayi dan ”Parous” berarti melahirkan. Masa nifas
(puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsung selama 6 minggu atau 42
hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan.
Menurut bennet, V.R dan Brown. L.K (1996) menuliskan bahwa puerperium adalah
waktu mengenai perubahan besar yang berjangka pada periode transisi dari puncak
pengalaman melahirkan untuk menerima kebahagian dan tanggung jawab dalam keluarga.
Sedangkan menurut Williams masa nifas secara harfiah didefinisikan sebagai masa
persalinan selama dan segera setelah melahirkan, meliputi minggu-minggu berikutnya pada
waktu alat-alat reproduksi kembali kekeadaan tidak hamil atau kembali normal.
Menurut Vervney, H. Dalam buku mengatakan bahwa periode pasca persalinan (post
partum) ialah masa waktu antara kelahiran plasenta dan membran yang menandai
berakhirnya periode intrapartum sampai waktu menuju kembalinya sistem reproduksi
wanita tersebut kekondisi tidak hamil.
Pada The Midwife’s Rule (UKSC, 1993) menuliskan postnatal artinya suatu periode
yang tidak kurang dari 10 dan tidak lebih dari 28 hari setelah akhir persalinan, dimana
selama waktu itu kehadiran yang kontinue dari bidan kepada ibu dan bayi sedang
diperlukan. Sedangkan menurut Christina.S. Ibrahim menyatakan bahwa masa nifas adalah
masa seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya
kembali.

B. Perubahan-perubahan Fisioligis pada Ibu Post Partum


Ciri-ciri masa post partum meliputi perubahan-perubahan yang dianggap normal dan
harus terjadi untuk mengambalikan fungsi-fungsi organ seperti sebelum hamil, perubahan-
perubahan itu terdiri atas :
1. Tekanan darah, pada proses persalinan akan terjadi peningkatan sekitar 12 mmHg
untuk sitole dan 10 mmHg untuk diastole, kemudian pada pasca salin akan kembali
stabil dan normal.
2. Suhu badan, pasca salin dapat naik sekitar 0,20C dari keadaan normal tetapi tidak
lebih dari 380C, setelah 12 jam pertama kelahiran, umumnya suhu badan kembali
normal. Kenaikan suhu ini dimungkinkan karena adanya bendungan vaskuler dan
limfatik.
3. Denyut nadi, biasanya 60-80 denyut permenit kecuali pada keadaan persalinan yang
lama dan sulit atau kehilangan banyak darah. Setiap denyut nadi yang melebihi 100
adalah abnormal dan hal ini mungkin disebabkan infeksi atau pendarahan post partum
yang tertunda. Sebagian wanita mungkin saja memiliki apa yang disebut brakdikardi
nifas (puerpera bradycardia). Hal ini bisa berlanjut sampai beberapa jam setelah
kelahiran anak.
4. Perubahan sistem ginjal
Pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi setelah persalinan sehingga
akan menyebabkan kesulitan untuk kencing akibatnya terjadi overdistensi dari
kandung kemih, pelvik ginjal dan ureter dipengaruhi oleh progesterone yang
mengarah pada dilatasi dan statis urine, ini akan menyebabkan peningkatan resiko
infeksi selama kehamilan. Efek progesteron akan menghilang setelah kelahiran
plasenta. Selama persalinan kandung kemih akan naik ke dalam abdomen dengan
memperlonggar ureter sedikit demi sedikit sehingga sering kali ureter mengalami
memar. Ureter yang memar akan menyebabkan nyeri kencing dan kandung kemih
mudah membesar. Penggosongan yang tidak sempurna dan adanya sisa urine yang
berlebihan akan menyebabkan gangguan pada ginjal, kecuali bila diambil langkah-
langkah untuk mempengaruhi ibu dalam melakukan buang air kencing sehingga efek
dari trauma selama persalinan pada kandung kemih dan ureter akan menghilang.
5. Perubahan hematologis
Selama minggu-mingu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta
faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan
peningkatan viskositas sehingga peningkatan faktor pembekuan darah.
Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai
12.000 selama persalinan akan tetapi tinggi dalam beberapa hari pertama dai masa
post partum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 22.000 atau
30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan
lama. Jumlah Hemoglobine, hematokrit dan eriytrosit akan sangat bervariasi pada
masa awal-awal post partum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan
tingkat volume sel darah yang berubah-ubah.
Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut.
Kira-kira kelahiran dan masa post partum terjadi kehilangan darah sekitar 200-200 ml
selama persalinan. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hemotokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7
persalinan dan akan kembali normal dalam 4-2 minggu post partum.
6. Perubahan peritoneum dan dinding abdomen
Selama beberapa hari peritoneum yang membungkus dibentuk menjadi lipatan
dan kerutan. Ligamentum latum dan rotumdum jauh lebih kendor sebagai akibat
putusnya serat elastis kulit dan sistensi rahim waktu hamil, dinding rahim kecuali
strie. Tidak jarang uterus menjadi retropleksi.
7. Perubahan sistem endokrin
a.Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan, plasenta lactogen
tidak dapat dideteksi dalam 24 jam. Human Chorionic Gonadotropin turun dengan
cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke -7 sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.
b. Hormon pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui
menurun diam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi
folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
c.Hipotalamik-pituitary-ovarium
Untuk wanita post partum yang menyusui tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapat menstruasi. Sering kali menstruasi pertama
bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesterone.
Diantaranya wanita laktasi sekitar 12% memperoleh menstruasi selama 6 minggu
dan 42% setelah 12 minggu. Diantara yang tidak laktasi 40% menstruasi selama 6
minggu, 62% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi
80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 20% siklus
pertama anovulasi. Variabel yang mempengaruhi siklus menstruasi mungkin
disebabkan oleh rangsangan hisap yang berbeda pada tiap individu. Pemberian
minuman susu formula sebagai pemdamping ASI dan menyusui kurang dari 6
kali/hari akan ikut berpengaruh. Setelah bersalin kadar oksitosin dan prolaktinakan
meningkat sehingga pada ovarium akan terjadi penurunan hormon estrogen dan
progesteron yang menyebabkan terjadinya penurunan FSH dan LH pada kelenjar
hipofise.
8. Perubahan sistem kardiovaskuler
Pada kehamilan terdapat aliran darah dari ibu ke janin melalui plasenta, dan
setelah plasenta lahir aliran darah ini akan terhenti. Sehingga volume darah ibu akan
meningkat, menyebabkan bertambahnya beban jantung ibu. Hal ini diatasi oleh
jantung dengan proses hemokonsentrasi ampal perlahan-lahan volume darah kembali
normal seperti sedia kala. Juga demikian halnya pada pembuluh darah akan kembali
keukuran semula.
9. Perubahan sistem gastroinestinal
Penggosongan usus spontan terhambat 2-3 hari karena penurunan kontraksi otot,
pembengkakan perineal yang disebabkan oleh episiotomi, luka dan haemoroid.
10. Perubahan sistem muskulokletal
Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan sebagai
upaya relaksasi yang disebabkan pembesaran uterus selama kehamilan.
11. Perubahan traktus urinarius
Fungsi ginjal normal dalam beberapa bulan setelah persalinan, diaforesis terjadi
pada malam hari ke 2-3 persalinan sebagai mekanisme untuk mengurangi tahan
cairan pada kehamilan. Distensi kandung kemih segera terjadi sebagai akibat
pengambalian metabolisme cairan pada kehamilan dan dimobilisasi pada eliminasi
akhir produk katabolisme protein. Kontraksi kandung kemih sering kali pulih dalam
2-7 hari persalinan dengan penggosongan kandung kemihnya adekuat.
12. Perubahan traktus uteri
a. Involusi corvus uteri
Setelah pengeluaran plasenta, tinggi fundus uteri kira-kira pertengahan umbilikus
dengan simfisis atau sedikit lebih tinggi. Corpus sebagian besar terbungkus oleh
serosa dan dilapisi oleh desidua, dan tampak ikshemik karena pembuluh darah
tertekan oleh kontraksi, dalam 2 hari uterus dalam ukuran yang sama kemudian
mengkerut sehingga dalam 2 minggu organ ini masuk ke rongga panggul dan
mencapai ukuran semula setelah 4 minggu. Jumlah sel otot tidak berkurang
banyak dan ukuran sel yang berkurang karena pelepasan plasenta dan membran
mengikuti sertakan lapisan spongiosa desidua dan bagian desidua tetap ada di
uterus.

Tabel Myles ”Perubahan yang terjadi pada uterus


Berat Diameter Bekas
Involusi TFU Servik
badan Plasenta
Lembut +
Plasenta lahir 900 gram Sepusat 12,2 cm
lunak
½ pusat
Akhir minggu 1 420 gram 7,2 cm 2 cm
symphisis
Tidak
Akhir minggu 2 200 gram 2 cm 1 cm
teraba
Sebesar
Akhir minggu 6 60 gram hamil 2 2,2 cm Membelah
minggu

b. Involusi tempat plasenta


Menurut Wiliam pada tahun 1913, ekstruksi lengkap dengan plasenta memerlukan
waktu sampai 6 minggu. Setelah kelahiran berukuran sebesar telapak tangan lalu
mengecil dengan cepat pada akhir minggu pertama dengan ukuran diameter 3-4
cm.
c. Regenerasi endometrium
Dalam 2-3 hari kelahiran, desidua yang tertinggal di uterus berdiferensi menjadi 2
lapisan. Lapisan supericial menjadi nekrotik dan terkelupas bersama lokhea, dan
lapisan basal sebagai sumber pembentukan endometrium baru. Proses regenarasi
berjalan cepat kecuali di tempat plasenta karena permukaan lain lebih cepat
tertutup stroma dan epitel dalam satu minggu atau sepuluh hari dan pulih kembali
dalam minggu ke-3. Pengelupasan desidua menimbulkan sekret vagina dengan
jumlah berbeda yang disebut lochea. Secara mikroskofik lokhea terdiri dari
eritrosit, kelupasan desidua, sel epitel dan bakteri. Sifat lokhea berubah seperti
sekret luka yang berubah menurut tingkat penyembuhan luka terdiri atas :
i. Pada hari ke 3-4 setelah kelahiran kandungan lokhea terdiri dari darah
yang berasal dari desidu serta chorion yang disebut lokhea rubra.
ii. Pada hari ke 2-9 darah lebih sedikit dan lebih banyak mengandung serum,
terdiri dari leukosit dan tempat plasenta disebut lokhea serosa.
iii. Setelah hari ke 10 leukosit menjadi lebih banyak dan cairan berkurang
hingga menjadi putih kekuningan disebut lokhea Alba.
d. Perubahan pada pembuluh darah uterus
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang
besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak maka pembuluh darah mengalami obliterasi dan pembuluh darah
mengecil kembali mengamali hialinisasi seperti pada ovarium setelah terjadi
pembentukan korpus luteum.
e. Perubahan pada serviks dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari,
pinggir-pingirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan.
Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh satu jari saja dan lingkaran
retraksi berhubungan dengan bagian atas dari kanalis servikalis. Pada serviks
terbentuk otot-otot baru, karena hiperplasi ini dan karena retraksi dari serviks,
robekan serviks menjadi sembuh.
Walaupun begitu setelah selesai, ostium exsternum tidak serupa dengan
keadaannya sebelum hamil. Pada umumnya ostium externum lebih besar dan
tetap ada retak-retak serta robekan pada pinggirnya. Oleh karena robekan
kesamping ini terbentuk bibir depan dan bibir belakang dari serviks.
Vagina sangat diregang pada waktu persalinan, lambat laun akan mencapai
ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum rugae mulai nampak kembali.
Hymen muncul sebagai potongan kecil dan diubah menjadi curuncule multiformis
sebagai khas pada wanita yang telah melahirkan.

13. Buah Dada / Lactasi


Hormon progesteron dan estrogen ini menghambat pengeluaran prolaktin.
Dengan lahirnya plasenta kadar estrogen dan progesteron menurun sehingga
penekanan prolaktin meningkat dakam darah dan merangsang sel-sel acini untuk
produksi ASI. Ada 2 refleksi yang memegang peranan dalam proses pembentukan :
a. Refleksi Prolaktin
Reflek ini merupakan reflek neuron hormon yang mengatur produksi ASI
kontinuitas sekresi prolaktin tergantung pada :
i. Hisapan bayi
ii. Seringnya menyusui
iii. Jarak antara waktu menyusui
b. Reflek Let Down
Reflek pemancaran ASI karena rangsangan pada papilla dan areola Mamae waktu
bayi menghisap. Reflek ini merupakan reflek psikosomatik yang sangat
dipengaruhi oleh emosi.
14. Sistem Perkemihan
Dinding kantung kencing memperlihatkan odeme dan hyperemia. Kadang-
kadang oedeme tergonium dada hyperemia kandung kencing selama nifas kurang
sensitive dan kapasitas kandung kemih juga bertambah, sehingga volume penuh dan
sesudah BAK masih tertinggal urine residual. Sisa urine ini dan trauma pada
kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter
dan pyelum normal kembali dalam waktu dua minggu. Kadang-kadang Ibu post
partum mengalami sulit BAK, karena:
a. Takut rasa sakit
b. Atonia otot Vesikaurinaria
c. Pemanjangan uretra
C. Perubahan psikologis pada ibu post partum
Masa dewasa merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan
baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa khususnya seorang wanita
diharapkan memainkan peranan baru seperti peran sebagai seorang istri, orang tua (ibu),
berkarier dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru
sesuai dengan tugas baru ini. Penyesuaian diri ini menjadi periode ini sesuatu periode
khusus dan sulit dan rentang kehidupan seorang wanita.
Perlu diingat bahwa setiap wanita membutuhkan kasih sayang, pengakuan dari
manusia lain serta butuh dikenal, butuh dihargai, butuh diperhatikan dan butuh mendapat
dukungan dari orang lain, keluarga dan teman terutama setelah melahirkan dimana pada
periode ini cukup sering seorang ibu menunjukkan depresi ringan beberapa hari setelah
melahirkan. Depresi ringan setelah melahirkan tersebut merupakan akibat dari beberapa
faktor penyebab yang paling sering adalah :
1. Kekecewaan emosional yang mengikuti rasa puas dan takut yang dialami kebanyakan
wanita selama kehamilan dan persalinan karena adanya perubahan peran.
2. Rasa sakit yang timbul pada masa nifas awal.
3. Kelelahan karena kurang senam persalinan dan post partum.
4. Kecemasan pada kemampuan untuk merawat bayinya setelah meninggalkan rumah
sakit.
5. Rasa takut menjadi tidak menarik lagi bagi suaminya (body image).
6. Riwayat perkawinan yang abnormal.
7. Riwayat kelahiran mati atau cacat.
Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dalam melewati periode ini, bidan
sebagai provider harus bertindak bijaksana, dapat menunjukkan rasa empati, menghargai
dan menghormati setiap ibu bagaimana adanya, misalnya memperhatikan dengan
memberi ucapan selamat atas kelahiran bayinya yang dapat memberikan perasaan senang
pada ibu.
Dalam memberikan dukungan suport bidan dapat melibatkan suami, keluarga dan
teman di dalam melaksanakan asuhan sehingga akan melahirkan hubungan antar manusia
yang baik, antar petugas dengan klien, dan antar klien sendiri. Dengan adanya a good
human realitionship diharapkan akan memenuhi kebutuhan psikologis ibu setelah
melahirkan anak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Reva Rubin mengenai perubahan pada
masa post partum terdapat 3 fase, yaitu :
1. Fase taking in
Sebagai suatu masa ketergantungan dengan ciri-ciri membutuhkan tidur yang cukup,
nafsu makan meningkat berharap untuk menceritakan pengalaman partusnya dan
bersikap sebagai penerima menunggu apa yang disarankan dan apa yang diberikan.
2. Fase taking hold
Terlihat sebagai suatu usaha terhadap pelepasan diri dengan ciri-ciri bertindak sebagai
pengatur bergerak untuk bekerja, kecemasan makin kuat, perubahan mood mulai terjadi
dan sudah mengerjakan tugas keibuan.
3. Fase letting go
Periode terjadi biasanya setelah pulang kerumah dan sangat dipengaruhi oleh waktu dan
perhatian yang diberikan oleh keluarga. Pada masa ini ibu mengambil tugas atau
tanggung jawab terhadap perawatan bayi sehingga ia harus beradaptasi terhadap
kebutuhan bayi yang menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan
sosial. Pada umumnya depresi post partum terjadi pada periode ini.

D. Tanda bahaya masa nifas


1. Perdarahan hebat atau peningkatan darah secara tiba-tiba atau pembalut penuh dalam
waktu setengah jam telah mengganti 2 kali pembalut.
2. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk
3. Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggung
4. Sakit kepala yang terus-menerus ataau, nyeri epigastrik, atau masalah penglihatan.
5. Pembengkakan pada wajah dan tangan.
6. Demam, muntah, rasa sakit pada waktu pembuangan air seni, atau merasa tidak enak
badan.
7. Payudara yang merah, panas, atau sakit
(Rukiyah dkk, 2011; h.154)

E. Kunjungan pada ibu nifas


Paling sedikit 4x kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi yang
baru lahir, mencegah dan medeteksi, menangani masalah-masalah yang terjadi.
Kunjunga Waktu Tujuan
n
1. 6-8 jam setelah persalinan a. Mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri
b. Mendeteksi dan
merawat penyebab lain
pendarahan.
c. Memberi konseling
pada ibu dan keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan
antara ibu dan bayinya.
f. Menjaga bayi tetap
hangat dengan cara mencegah
hipotermi.
g. Jika petugas menolong
persalinan dirumah, ia harus tetap
mengawasi ibu dan BBL untuk 2
jam pertama post partum dan
sampai keadaan stabil.
2. 6 hari setelah persalinan a. M
emastikan involusi uterus berjalan
normal uterus berkontraksi, fundus
di bawah umbilicus, tidak ada
perdarahan abnormal dan tidak ada
bau.
b. M
enilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal.
c. M
emastikan ibu mendapat cukup
makanan cairan dan istirahat.
d. M
emastikan ibu menyusui dengan
baik dan tidak memperlihatkan
tanda-tanda.
e. M
Sumber: Sulistyawati, 2009; h.6

F. Asuhan sayang ibu nifas


1. Anjurkan ibu untuk selalu berdekatan dengan bayinya (rawat gabung)
2. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kemaluan dengan sabun dan air.
Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih
dahulu, dari depan kebelakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus.
Nasihatkan ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai buan gair kecil atau besar.
3. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kemaluannya.
4. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat
digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik, dan dikeringkan dibawah matahari atau
disetrika.
5. Anjurkan ibu untuk beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
dan sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan rumah tangga biasa perlahan-lahan, serta
tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur
6. Bantu ibu untuk mulai membiasakan menyusui dan anjurkan pemberian ASI sesuai
dengan permintaan.
7. Anjurkan ibu dan keluarganya tentang nutrisi dan istirahat yang cukup setelah
melahirkan. Dan minum sedikitnya 3 liter air putih setiap hari (anjurkan ibu untuk
minum setiap kali menyusui)
8. pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca
bersalin dan minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A
kepada bayinya melalui ASI
9. Diskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali normal.
Ibu akan merasa lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga
mengurangi rasa sakit pada punggung
10. Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat membantu seperti,
a. Dengan tidur telentang dengan lengan disamping, menarik otot perut selagi menarik
nafas, tahan nafas kedalam dan angkat dagu ke dada: tahan satu hitungan sampai 5.
Rileks dan ulangi 10 kali
b. Untuk memperkuat otot tonus otot vagina (latihan kegel)
11. Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan dengan otot-otot, pantat dan pinggul
dan tahan sampai 5 hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan sebanyak 5 kali
12. Anjurkan ibu menjaga payudara tetap bersih dan kering, menggunakan BH yang
menyokong payudara
13. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting
susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dimulai dari puting susu
yang tidak lecet.
14. Ajarkan ibu dan anggota keluarganya tentang gejala dan tanda bahaya yang mungkin
terjadi dan anjurkan mereka untuk mencari pertolongan jika timbul masalah atau rasa
khawatir.
II. BENDUNGAN ASI

A. Pengertian
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri
disertai kenaikan suhu badan (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.345).
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 ketika payudara telah
memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak
lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusui, produksi meningkat, terlambat
menyusukan, hubungan dengan bayi yang kurang baik, dan dapat pula terjadi akibat
pembatasan waktu menyusui. Menurut Prawirohardjo (2011; h.652) Bendungan ASI
dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus latiferus pada payudara ibu dan dapat
terjadi pula bila ibu memiliki kelainan putting susu.

B. Faktor-faktor penyebab bendungan ASI


Faktor-faktor penyebab Bendungan ASI, yaitu:
1) Pengosongan mamae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi peningkaan
produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya yang berlebihan)
2) Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila ibu tidak menyusukan
bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap, maka akan
menimbulkan bendungan ASI)
3) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Tehnik yang salah dalam menyusui
dapat mengakibatkan putting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada
saat bayi menyusu)
4) Putting susu terbenam (Putting susu terbenam akan menyulitkan bayi dalam
menyusu, Karena bayi tidak dapat menghisap putting dan areola, bayi tidak mau
menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI)
5) Putting susu terlalu panjang (Putting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada
saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus
laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan
bendungan ASI (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.346).
C. Tanda dan gejala bendungan ASI
Tanda dan gejala Bendungan ASI, yaitu:
Mamae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi
sulit menyusui, pengeluaran susu terkadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit,
payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh
sampai 380C (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.346).
Tanda gejala menurut Prawirohardjo ( 2010; h.652) yaitu:
pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri serta
seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan
dan demam.

D. Penanganan bendungan ASI


1) Susukan bayi segera setelah lahir
2) Susukan bayi tanpa dijadwal
3) Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek
4) Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI
5) Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan
handuk secara bergantian kanan dan kiri
6) Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu berikan kompres
sebelum menyusui (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.348).
a. Penanganan Bendungan ASI menurut Manuaba (2010; h.317)
Mengosongkan ASI dengan masase atau pompa, memberikan estradiol sementara
menghentikan pembuatan ASI, dan pengobatan simtomatis sehingga keluhan
berkurang.
b. Penanganan Bendungan ASI menurut Jannah (2011; h.146)
i. Menyokong payudara dengan BH dan memberikn analgetik.
ii. Beri stril 3 kali/hari 1 mg selama 2-3 hari (sementara waktu) untuk mengurangi
pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan.

E. Penatalaksanaan bendungan ASI


1)   Keluarkan ASI secara manual / ASI tetap diberikan pada  bayi.
2)   Menyangga payudara dengan BH yang menyokong.
3)   Kompres dengan kantong es (kalau perlu).
4)   Pemberian analgetik atau kodein 60 mg per oral (Suherni, 2009; h.137).

III. PERAWATAN PAYUDARA PADA IBU NIFAS ( BREAST CARE )

Perawatan payudara tidak hanya dilakukan sebelum melahirkan, tetapi juga


dilakukan setelah melahirkan. Perawatan yang dilakukan terhadap payudara bertujuan untuk
melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga
memperlancar pengeluaran ASI.

A. Pengertian
Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada masa
nifas (masa menyusui) untuk memperlancarkan pengeluaran ASI.
B. Tujuan
1. Memelihara kebersihan payudara,
2. Melenturkan dan menguatkan putting susu,
3. Memperlancar produksi ASI.

C. Syarat-syarat untuk mendapatkan hasil yang diharapkan


1. Dilakukan secara teratur dua kali sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari dan
sistematis.
2. Makanan dan minuman ibu yang seimbang dan sesuai dengan kesehatan ibu.
3. BH (Bra) yang dipakai ibu selalu bersih dan menyokong payudara.

D. Alat-Alat Yang Digunakan


1. Minyak kelapa ( Baby oil )
2. Handuk bersih dua buah
3. Baskom dua buah
 Satu di isi air hangat
 Satunya berisi air dingin
4. Kapas / Kassa
5. Bengkok
6. Waslap dua buah

E. Teknik Perawatan Payudara


1. Tempelkan/ kompres putting ibu dengan kapas / kassa yang sudah diberi minyak
kelapa ( baby oil ) selama ± 5 menit, kemudian puting susu dibersihkan.
2. Melakukan Perawatan Putting dengan Cara :
a) Jika putting susu normal, lakukan perawatan berikut:
Oleskan minyak pada ibu jari telunjuk, lalu letakkan pada kedua putting susu.
Lakukan gerakan memutar kearah dalam sebanyak 30x putaran untuk kedua
putting susu.
b) Jika putting susu datar atau masuk ke dalam , lakukan tahap berikut:
3. Letakkan kedua ibu jari disebelah kiri dan kanan putting susu, kemudian tekan dan
hentakkan kearah luar menjauhi putting susu secara perlahan.
4. Letakkan kedua ibu jari diatas dan di bawah putting susu, lalu tekan serta hentakkan
kea rah luar menjauhi putting susu secara perlahan.
5. Melakukan Pengurutan Pada Payudara
a) Licinkan tangan dengan minyak/baby oil secukupnya
b) Tempatkan kedua tangan diantara kedua payudara ibu, kemudian diurut kearah
atas, terus ke samping, kebawah, melintang sehingga tangan menyangga
payudara (mengangkat payudara) kemudian lepaskan tangan dari payudara.
c) Menyokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian 3 jari tangan kanan
membuat gerakan memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara
berakhir pada putting susu. Lakukan tahap yang sama pada payudara kanan.
Lakukan 2 kali gerakan pada setiap payudara
d) Meyokong payudara kiri dengan tangan kiri. Telapak tangan kiri menopang
payudara kiri dan jari-jari tangan sisi kelingking mengurut payudara kearah
putting susu, gerakan diulang sebanyak 30 kali untuk tiap payudara
e) Telapak tangan kiri menopang payudara, tangan dikepalkan kemudian buku-buku
jari tangan mengurut payudara mulai dari pangkal kea rah putting susu, gerakan
ini di ulang sebanyak 30 kali untuk setiap payudara.
6. Selesai pengurutan, kedua payudara dikompres dengan waslap hangat selama 2
menit, kemudian ganti dengan kompres waslap dingin selama 1 menit.
7. Keringkan payudara dengan handuk kering dan pakaikan bra

IV. TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN


A. Pengertian
Menurut IBI (50 tahun IBI), manajemen kebidanan adalah pendekatan yang
digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis,
mulai dari pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Menurut Depkes RI, manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan
pemecahan masalah ibu dan anak ynag khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan
asuhan kebidanan kepada individu, keluarga, dan masyarakat. Menurut Hellen Varney,
manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-
penemuan, keterampilan dalam pengkajian/ tahapanyang logis untuk pengambilan suatu
keputusan yang berfokus padaklien (Mangkuji, 2012).
Manajemen asuhan kebidanan adalah suatu pendekatan pemecahan masalah yang
digunakan oleh setiap bidan dalam pengambilan keputusan klinik pada saat mengelola
klien yaitu: ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, dan balita dimana pun
tempatnya (Sujianti, 2009).

B. Langkah Manajemen Kebidanan


Menurut varney (2003), proses penyelesaian masalah merupakan salah satu upaya
yang dapat digunakan dalam manajemen kebidanan. Varney berpendapat bahwa dalam
melakukan manajemen kebidanan, bidan harus memiliki kemampuan berfikir secara
kritis untuk menegakkan diagnosis atau masalah potensial kebidanan. Selain itu,
diperlukan pula kemampuan kolaborasi atau kerjasama. Hal ini dapat digunakan sebagai
dasar dalam perencanaan kebidanan selanjutnya.
Suatu proses penyelesaian masalah yang menuntut bidan untuk lebih kritis di
dalam mengantisipasi masalah. Ada tujuh langkah dalam manajemen kebidanan menurut
Varney yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1) Langkah I: 
Pengumpulan data dasar. Pada langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah
pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk
mengevaluasi klien secara lengkap. Data yang dikumpulkan antaralain:
a) Keluhan klien.
b) Riwayat kesehatan klien.
c) Pemeriksaan fisik secara lengkap sesuai dengan kebutuhan.
d) Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya.
e) Meninjau data laboratorium.

Pada langkah ini, di kumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber


yang berkaitan dengan kondisi klien. Pada langkah ini, bidan mengumpulkan data
dasar awal secara lengkap (Mangkuji, 2012). Langkah ini
menentukan pengambilan keputusan yang akan dibuat pada langkah berikutnya,
sehingga pengkajian harus komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil
pemeriksaan yang dapat menggambarkan/ menilai kondisi klienyang sebenarnya.
(Sujianti, 2010).
2) Langkah II: 
Interpretasi data dasar. Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan adalah
menginterpretasikan semua data dasar yang telah dikumpulkan sehingga
ditemukan diagnosis atau masalah. Diagnosis yang dirumuskan adalah diagnosis
dalam lingkup praktik kebidanan yang tergolong pada nomen klatur standar
diagnosis, sedangkan perihal yang berkaitan dengan pengalaman klien ditemukan
dari hasil pengkajian (Mangkuji, 2012).
3) Langkah III: 
Identifikasi diagnosis/ masalah potensial. Pada langkah ini, kita mengidentifikasi
masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian diagnosis dan masalah
sudah teridentifikasi. Berdasarkan temuan tersebut, bidan dapat melakukan
antisipasi agar diagnosis/ masalah tersebut tidak terjadi. Selain itu, bidan harus
bersiap-siap apabila diagnosis/ masalah tersebut benar-benar terjadi (Mangkuji,
2012).
4) Langkah IV: 
Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera. Pada langkah ini,
yang dilakukan oleh bidan adalah mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh
bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota
tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Ada kemungkinan, data yang kita
peroleh memerlukan tindakan yang harus segera dilakukan oleh bidan, sementara
kondisi yang lain masih bisa menunggu beberapa waktu lagi (Mangkuji, 2012).
5) Langkah V: 
Perencanaan asuhan yang menyeluruh. Pada langkah ini, direncanakan
asuhan yang menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah
sebelumnya. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak,
yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga
melaksanakan rencana tersebut (informed consent ). Oleh karena itu, pada langkah
ini tugas bidan adalah merumuskan sesuai dengan hasil pembahasan bersama klien
baik lisan ataupun tertulis, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum
melaksanakannya (Sujianti, 2010).
6) L a n g k a h   V I :
P e l a k s a n a a n . Pada langkah keenam ini, kegiatan yang dilakukan
adalah melaksanakan rencana asuhan yang sudah dibuat pada langkah ke-V
secara aman dan efisien. Kegiatan ini bisa dilakukan oleh bidan atau anggota tim
kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukan sendiri, bidan tetap memiliki
tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksananya. Pada situasi seperti ini,
bidan harus berkolaborasi dengan tim kesehatan lain atau dokter.
7) Langkah VII: 
Evaluasi. Pada langkah terakhir ini, yang dilakukan oleh bidan adalah:
a) Melakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan,yang mencakup
pemenuhan kebutuhan, untuk menilai apakahsudah benar-benar terlaksana/
terpenuhi sesuai dengankebutuhan yang telah teridentifikasi dalam masalah
dandiagnosis.
b) Mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif untuk
mengetahui mengapa proses manajemen ini tidak efektif (Mangkuji, 2012).
KERANGKA TEORI

Nifas Bendungan ASI Perawatan payudara pada


ibu nifas ( breast care )
a. Pengertian a. Pengertian
b. Perubahan-perubahan b. Faktor-faktor a. Pengertian
Fisioligis pada Ibu Post penyebab bendungan b. Tujuan
Partum ASI c. Syarat-syarat untuk
c. Perubahan psikologis c. Tanda dan gejala mendapatkan hasil
pada ibu post partum bendungan ASI yang diharapkan
d. Tanda bahaya masa nifas d. Penanganan d. Alat-Alat Yang
e. Kunjungan pada ibu nifas bendungan ASI Digunakan
f. Asuhan sayang ibu nifas e. Penatalaksanaan e. Teknik Perawatan
bendungan ASI Payudara

Manajemen Varney

a. Pengumpulan data dasar
b. Interpretasi data dasar SOAP
c. Identifikasi
diagnosis/ masalah potensial S : Subjektif

d. Identifikasi kebutuhan yang O : Objektif


memerlukan penanganan
segera A : Assesment

e. Perencanaan asuhan yang  P : Planning
menyeluruh
f. P e l a k s a n a a n
g. Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai