Anda di halaman 1dari 29

HUKUM TRAND MENAMBAH NAMA SUAMI DI BELAKANG

NAMA ISTRI DAN HUKUM MENJUAL SPERMA UNGGUL DAN


INSEMINASI
(Diajukan untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah Fiqh Kontemporer)

Dosen pengampu:
Dr. H. Sudirman, S.Ag, M.Ag

Oleh:
ULFIATUL MUAROFAH (200101210054)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah ala kulli haalin wa ni`mah, segala puji bagi Allah tuhan
semesta alam yang telah melimpahkan banyak nikmat kepada hambanya. Salah
satu nikmat yang terbesar yang dapat kita rasakan hingga detik ini yakni
nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga sebagai seorang akademisi kita
masih dapat kesempatan untuk terus belajar tanpa henti. Sholawat serta salam
tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
merenovasi alam ini dari jurang jahili menuju tataran hakiki yakni Ad din al-
Islam.
Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Kami banyak mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusuhan karya ini, terlebih
khusus kepada Dr. H. Sudirman, S.Ag, M.Ag, selaku dosen pengampu mata
kuliah Fiqh Kontemporer, yang selalu memberikan bimbingan dan arahan
kepada kami.
Penyusun menyadari bahwa karya ini belum sempurna, oleh karena itu
kami selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak demi pengembangan ilmu yang lebih baik lagi.
Terakhir, kami berharap semoga karya ini bermanfaat bagi semua
sekaligus menjadi pemicu penyemangat pembaca dalam mengembangkan
dan menyiarkan ilmu ke depannya.
Malang, 25 Oktober 2021

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengawali mahligai rumah tangga, kebahagiaan dan kecintaan kepada
suami begitu membuncah. Bahkan, tidak sedikit para istri yang menambahkan
nama suami di belakang namanya untuk menunjukkan rasa cinta dan ingin
selalu memiliki. Padahal, lazimnya nama yang dicantumkan di belakang nama
seseorang adalah orang tuanya, terutama bapak kandungnya. Pencantuman itu
adakalanya dibubuhi dengan ‘bin’, ‘binti’, atau tanpa itu semua. Nama anak
digandeng langsung dengan nama orang tuanya. Meskipun tampak sebagai hal
yang remeh, namun apakah menambahkan nama suami di belakang nama istri
setelah menikah diperbolehkan dalam islam?
Polemik di atas pernah memanas pada 2008. Ketika itu, seseorang
mengajukan pertanyaan ke Lembaga Fatwa Dar al-Ifta Mesir perihal boleh
tidaknya perempuan yang telah menikah menggunakan nama suami atau
keluarga suami di belakang nama sang istri.
Pemandangan ini banyak dijumpai dalam tradisi negara-negara Barat.
Wacana ini pun menjadi perbincangan hangat di kawasan Timur Tengah yang
tidak mengenal tradisi tersebut. Kebanyakan, di wilayah tersebut memakai
nama ayah kandung ketimbang nama suami. Menurut lembaga yang ketika itu
masih digawangi Mufti Agung Syekh Ali Jum'ah, dalam tradisi Barat seorang
gadis memakai nama sang ayah sebagai nama belakang bila belum menikah.
Diakui atau tidak, memang penyematan nama suami dibelakang
kebanyakan nama istri itu bukanlah suatu tradisi yang dikenal oleh syariah.
Sejak zaman dulu, Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya tidak pernah
melakukan itu, mereka tidak pernah menyematkan nama suami-suami mereka
dibelekang nama istri-istri mereka.Pun begitu juga, bahwa istri-istri Nabi
Muhammad saw tetap menyematkan nama ayah mereka dibelakang nama
mereka, dan bukan nama Nabi. Seperti Khodijah binti Khuwailid, dan bukan
Khodijah Muhammad.

1
2

Polemik dalam mahligai rumah tangga yaitu Keinginan untuk


memperoleh keturunan bagi seorang pasangan suami istri. Hal ini merupakan
hal yang wajar, karena keturunan (anak) merupakan mutiara kehidupan.
Demikian juga dengan semakin berkembangnya masyarakat Indonesia dalam
pengetahuan teknologi, membuat permasalahan semakin bertambah,
diantaranya adalah adanya pelayanan bayi tabung dan kawin suntik. Kedua hal
ini menjadi salah satu faktor terbentuknya sebuah lembaga kedokteran yang
khusus menangani pengumpulan sperma (Bank Sperma), sperma ini kemudian
diperjual belikan, pada umunya sperma-sperma ini dijual kepada pihak-pihak
yang ingin memiliki anak, atau jika hewan, agar keturunannya memiliki mutu
yang lebih baik, dari kasus ini maka penulis akan menjelaskan hukum jual beli
sperma yang marak terjadi diera sekarang ini.
Oleh karena itu, pada makalah ini penulis akan membahas fiqih
kontemporer dalam hal hukum trand menambah nama suami di belakang nama
istri dan hukum menjual sperma unggul perspektif hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hukum Trend Menambah Nama Suami di Belakang Nama Istri?
2. Bagaimana Hukum Menjual Sperma Unggul dan Inseminasi?
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Hukum Trend Menambah Nama Suami di Belakang


Nama Istri
2. Untuk Mengetahui Hukum Menjual Sperma Unggul dan Inseminasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Trend Menambah Nama Suami Dibelakang Nama Istri
Dewasa ini penyematan nama suami dibelakang nama istri ialah
budaya barat yang terlanjur menjadi kebiasaan bagi kita ini, dan bahkan
hampir diseluruh Negara di belahan dunia memakai cara ini, yaitu
menyematkan nama suami atau keluarga suami dibelakang nama istri.
Pada awalnya memang sejak dulu kala, orang-orang semua
menamakan dirinya dengan nama nasab. Maksud nama nasab ialah: ia
menyematkan nama ayah kandung mereka dibelakang nama mereka dengan
pemisah kata "Ibn", atau "Ibnatu" untuk perempuan. Yang kalau di Indonesia
dikenal dengan sebutan "Bin", dan "Binti".
Namun tradisi ini lama-kelamaan menghilang. Sekitar abad ke -14
masehi, Orang-orang sudah tidak lagi memakai kata "bin" untuk
memisahkannya dengan nama ayahnya. Jadi yang awalnya "Ahmad bin
Hamdan", menjadi "Ahmad Hamdan".
Nah kemudian tradisi berubah lagi hanya untuk perempuan, kalau
perempuan justru ketika masih perawan, nama ayah yang disematkan
dibelakang namanya. Tetapi ketika ia sudah bersuami, nama suami atau
keluarga suami lah yang menjadi nama belakangnya dan biasanya ditambah
dengan awalan "miss" atau "nyonya".
Awalnya bernama "Maryati", setelah menikah dengan "Andi
Setiawan", namanya berubah menjadi "Nyonya Maryati Andi Setiawan" .
Atau "Maryati Setiawan". tujuannya sebagai "tanda" bahwa si dia itu istrinya
si dia.
1. Pendapat ulama’ klasik
a. Dalil yang melarang
Dalam ajaran Islam seorang istri tidak boleh menambahkan
nama suaminya atau nama keluarga suaminya yang terakhir setelah
namanya. Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi
Muhammad SAW serta kitab-kitab mu’tabarah:
4

1) Ayat Al –Qur’an Surat Al Ahzab : 5


ُُ ْ َ ۤ ٰ ٓ َ َ َّ َ ّٰ ُ َْ ۤ ٰ ُ
‫ا ْد ُع ْو ُه ْم اِل َب ا ِِٕٕى ِه ْم ُه َو اق َس ط ِع ْن َد الل ِه ۚ ف ِا ْن ل ْم ت ْعل ُم ْوا ا َب ا َء ُه ْم ف ِاخ َوانك ْم ِفى ال ِّد ْي ِن‬
ّٰ َ َ َ ْ ُ ُ ْ ُ ُ ْ َ َّ َ َ َّ ْ ٰ َ ْ ُ ْ َ ْ َ َ ْ ٌ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ
‫ان الل ُه‬ ‫وم و ِاليكم ۗوليس عليكم جن اح ِفيم ٓا اخط أتم ِب ٖه ول ِكن ما تعمدت قل وبكم ۗوك‬
َ
‫غ ُف ْو ًرا َّر ِح ْي ًما‬

“Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai)


nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika
kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan
tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang
ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab : 5).
Ayat ini menegaskan urusan penamaan seseorang tidaklah
main-main dalam Islam. Jika anak angkat saja dilarang
memakaikan nama ayah angkatnya sebagai nama belakangnya,
apalagi seorang istri yang memakai nama belakang dari nama
suaminya. Jelas hukumnya haram mutlak.1
Dalil lain yang diangkat sebagai pengharaman
menambahkan dalam Surat Al-Ahzab ayat 5, dijelaskan dengan
keterangan singkat dari Syekh Wahbah Az-Zuhayli: “Nisbahkan
anak-anak (angkat) itu kepada bapak mereka yang sebenarnya di
mana mereka adalah orang tua kandung mereka, bukan kepada
orang tua angkat mereka. Penambahan anak kepada bapak kandung
itu lebih adil statusnya”.2
Menurutnya, Penambahan nama secara biologis kepada
selain orang tua dilarang kalau memang disengaja. Artinya,
“Secara lahiriyah, ayat ini mengharamkan dengan sengaja
penyebutan nisbah seseorang kepada selain bapaknya. Bisa jadi
1
Sudirman, Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies of Fiqh), (Sleman: Deepublish, 2018), hal.
116
2
Wahbah Az-Zuhayli, At-Tafsirul Wajiz ala Hamisyil Qaur’anil Azhim, Damaskus, Darul Fikr,
cetakan kedua 1416 H/ 1996 M, hal. 419
5

keharaman itu karena penyebutan nama dilakukan seperti tradisi


masyarakat Jahiliyah”.
2) Hadits Muslim yang diriwayatkan oleh Abi Dzar
َ ‫ َ«ل ْي‬:‫ول‬
‫س ِم ْن‬ ُ ‫ َي ُق‬،‫هللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم‬
ُ ‫ص َّلى‬
َ ‫النب َّي‬ َّ ‫ َأ َّن ُه َسم َع‬،‫الل ُه َع ْن ُه‬
َّ َ َ ّ َ َ ْ َ
‫عن أ ِبي ذ ٍر ر ِضي‬
ِ ِ
َ ‫اَّل‬ َ َ َ
.‫ ِإ ك َف َر‬- ‫ َو ُه َو َي ْعل ُم ُه‬- ‫َر ُج ٍل َّاد َعى ِلغ ْي ِر أ ِب ِيه‬

“Orang yang mengaku keturunan dari orang yang bukan


ayahnya sendiri, sedangkan dia tahu, maka dia telah kafir.”
Ibnu Hajar menulis: Maksudnya (dari kekafiran tersebut)
adalah Barangsiapa menghalalkan hal itu padahal dia tahu
keharamannya (maka dia kafir), dan menurut riwayat terkenal
maksudnya adalah Kufur nikmat, Dhohir lafadznya tidak
dimaksudkan, akan tetapi itu hanya ditujukan untuk menunjukkan
kerasnya perbuatan itu dan menakuti pelakunya.3
3) Dalam riwayat Bukhari dan Abu Dawud dijelaskan sebagai berikut:
َ َ َ َ ُ ْ َ
‫فال َج َّنة َعل ْي ِه َح َر ٌام َم ْن َّاد َعى ِلغ ْي ِر أ ِب ِيه َو ُه َو َي ْعل ُم ُه‬

“Siapa yang mengaku keterunan dari orang yang bukan


ayahnya sendiri, sedangkan dia tahu, maka haram surga
baginya.”
4) Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah

‫ من انتس ب إلى غ ير أبي ه أو ت ولى غ ير مواليه‬:‫ق ال رس ول هللا صلى هللا علي ه وسلم‬
‫فعليه لعنة هللا واملالئكة والناس أجمعين‬
“Barangsiapa yang menghubungkan nasabnya kepada
selain ayahnya atau seorang budak mengaku sebagai budak
kepada selain majikannya, maka laknat dari Allah, para malaikat
dan manusia secara keseluruhan ditimpakan kepadanya.” Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 2609 dan yang lainnya .
Dishohihkan oleh Al-Albani di Misykatul Mashabih

3
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Bari Jilid 6, Dar Al-Ma'rifah, Beirut, 1379 H, hal.540
6

5) Al Fiqh Ala Madzahib Al Arbaah Juz 10 hlm. 7248


ّ ً
‫ ﻓﻘﺎﻝ ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟﺍ‬،‫ﻭﻣﻨﻊ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺃﻳﻀﺎ ﺍﻷﺑﻨﺎﺀ ﻣﻦ ﺍﻧﺘﺴﺎﺑﻬﻢ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺁﺑﺎﺋﻬﻢ‬
4
(.‫ﻋﻠﻴﻪ ﺣﺮﺍﻡ‬ ‫ ﻓﺎﻟﺠﻨﺔ‬،‫ ) ﻣﻦ ﺍﺩﻋﻰ ﺇﻟﻲ ﻏﻴﺮ ﺃﺑﻴﻪ ﻭﻫﻮ ﻳﻌﻠﻢ‬: ‫ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‬
Dalil-dalil diatas adalah dasar diharamkannya mengganti nama
ayahnya atau keluarganya dan menisbatkan dirinya kepada
keluarga atau kaum yang bukan asalnya. Dan perbuatan tersebut
bertentangan dengan sifat kebajikan, dan akhlak mulia.
b. Menyerupai orang kafir
Perbuatan ini juga diyakini sebagai tasyabuh (menyerupai)
orang-orang kafir. Pengaruh tasyabuh dengan orang-orang barat dalam
hal pemberian nama, diantaranya yang banyak terjadi sekarang ini
yaitu menghapus antara namanya dan bapaknya (sebutan bin atau
binti). Hal ini merupakan perkara yang diingkari baik secara bahasa,
adat maupun syar’i.
2. Pendapat Ulama’ Kontemporer

a. Dalil ayat Al-Qur’an dan Hadits

Dalil ayat Al-Qur’an surat al-ahzab ayat 5 di atas memang


sebuah perintah namun kita harus melihat dulu asbabun nuzulnya.
Dahulu berkembang kebiasaan jahiliyah dimana banyak orang di masa
itu yang menyematkan nama ayah angkat atau nama tuannya di
belakang namanya. Mislanya saha yang terjadi pada Zaid bin
Haritsah, banyak orang yang memanggilnya dengan sebutan Zaid bin
Muhammad. Zaid adalah seorang pelayan Nabi Muhammad SAW
yang akhirnya diangkat menjadi anak.5

4
Abdurrahman al-Jazary. Kitab al-Fiqh ala madhabib al-Arba’ah. (Beirut: dar ibn hazm. 2001).
Hal. 7248
5
Sudirman, Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies of Fiqh), (Sleman: Deepublish, 2018), hal.
118-119
7

Ayat di atas turun sebagai penolakan atas tradisi ini. Jadi setelah
ayat ini turun, kebiasaan tersebut menjadi terlarang dan orang-orang
beralih memanggil Zaid dengan menyebutkan nama ayah kandungnya
yakni Zaid bin Haritsah.
Jadi yang dilarang adalah menyematkan nama selain nama ayah
kandung dengan redaksi nasab, yakni dengan menggunakan kata “bin
dan binti”. Jika hal ini dilakukan, akan menyebabkan kerancuan
nasab. Mislanya saja Imam Abu Hamid Al-Ghazali, beliau
menyematkan kata Al-Ghazali bukan berarti kata itu adalah nama
ayahnya, melainkan nama daerah kelahirannya.6
Begitu juga dua hadits di atas, memahami dua hadits tersebut
tidak lantas menelan mentah-mentah bentuk teksnya. Sehingga
dianggap bahwa semua orang yang menambahkan nama orang lain di
belakang namanya termasuk dalam kategori dua hadis di atas.
KH Ali Mustafa Yaqub mengutip pendapat Ibnu Hajar Al-
Asqalani yang mengatakan bahwa dalam memahami sebuah hadits
seseorang harus mengetahui illatnya termasuk dalam memahami
hadits di atas. Dengan demikian kita tidak serta merta mengharamkan
seseorang yang menambahkan nama suaminya setelah namanya.
Ibnu Hajar Al-Asqalani ketika memberi penjelasan pada
hadits di atas mengatakan, yang dimaksud oleh hadits riwayat Bukhari
di atas sebenarnya bukan untuk semua orang yang menambahkan
nama orang lain setelah namanya, namun lebih spesifik kepada orang
yang mengakui orang lain sebagai ayahnya. Dengan demikian yang
dimaksud dalam hal ini adalah menasabkan dirinya dengan orang
yang bukan ayah kandungnya. Hal itu dilarang karena seolah-olah dia
mengatakan bahwa “Allah mencipatakanku dari air maninya si fulan”.
Dan hal seperti ini secara otomatis orang tersebut telah berbohong atas
nama Allah.

6
Sudirman, Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies of Fiqh), (Sleman: Deepublish, 2018), hal.
119
8

Hal ini senada dengan pendapat Ibnu Hajar yang mengutip


pendapat Ibnu Bathal. Yang dimaksud dengan hadits di atas adalah
tidak semua orang yang namanya terkenal dengan tambahan nama
orang lain (seperti menambahkan nama suami setelah nama istri)
melainkan hadits tersebut ingin mengomentari budaya Jahiliyah yang
mengadopsi anak dan anak tersebut dinasabkan kepada orang yang
mengadopsinya. Sehingga seolah-olah orang yang mengadopsi
tersebut adalah ayahnya yang sesungguhnya.7
Bahkan budaya Jahiliyah tersebut pernah menimpa Nabi
Muhammad SAW. Pada saat itu nabi memiliki budak yang
dimerdekakan bernama Zaid. Karena saking lekatnya Zaid dengan
nabi, maka Zaid dipanggil Zaid bin Muhammad. Sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Umar berikut ini.

‫أن زي د بن حارث ة م ولى رس ول هللا ص لى هللا علي ه وس لم م ا كن ا ن دعوه إال زي د بن‬

‫ (فقال النبي صلى هللا‬ ‫ حتى نزل القرآن) ادعوهم آلبائهم هو أقسط عند هللا‬.‫محمد‬

‫ أنت زيد بن حارثة بن شراحيل‬:‫عليه وسلم‬

“Sesungguhnya kami selalu memanggil Zaid, budak yang


dimerdekakan Rasulullah dengan panggilan Zaid bin Muhammad
sampai turunlah ayat ‘Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan
nama bapak-bapak mereka. Hal itu lebih adil di sisi Allah,’ (Surat Al-
Ahzab ayat 5). Nabi pun berkata, ‘Kamu adalah Zaid bin Haritsah
bin Syarahil.’”
Namun menurut Ibnu Hajar, masih ada beberapa orang yang
dipanggil dengan nama bapak angkatnya seperti Miqdad bin Al-
Aswad. Padahal nama bapak kandungnya adalah Amr bin Tsa’labah.
Dia dinisbatkan kepada Al-Aswad bin Abdul Yaghuts Az-Zuhri

7
NU Online, Hukum Tambahkan Nama Suami di Belakang Nama Istri
https://www.nu.or.id/post/read/77483/hukum-tambahkan-nama-suami-di-belakang-nama-istri
diakses pada 25 Oktober 2021
9

karena Al-Aswad adalah bapak angkatnya. Menurut Ibnu Hajar, hal


ini diperbolehkan karena bukan untuk tujuan nasab tapi untuk ta’rif.
Sebagaimana kasus Miqdad, sebenarnya ada berbagai alasan
mengapa perempuan harus menambahkan nama suami di belakang
namanya. Alasan tersebut adalah li ta’rif, yaitu untuk lebih
mengetahui secara spesifik si pemilik nama itu. Bisa jadi ada beberapa
nama perempuan yang sama. Ketika ditambahkan nama suaminya,
maka akan lebih jelas dan spesifik lagi siapa nama yang dimaksud.
Dalam Fatawa Al Mishr No 152. Tanggal 27-10-2008
dijelaskan berikut ini:

٢٠٠٨-١٠-٢٧. ‫ ﺗﺎﺭﻳﺦ‬١٢٥. ‫فتاوى ﻣﺼﺮ ﺭﻗﻢ‬


‫ﻭﺍﻤﻟﺤﻈﻮﺭ ﻓﻲ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺍﻧﺘﺴﺎﺏ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺃﺑﻴﻪ ﺑﻠﻔﻆ‬
‫ ﻭﻗﺪ ﻳﺸﻴﻊ‬،‫ ﻻ ﻣﻄﻠﻖ ﺍﻟﻨﺴﺒﺔ ﻭﺍﻟﺘﻌﺮﻳﻒ‬،‫ﺍﻟﺒﻨﻮﺓ ﺃﻭ ﻣﺎ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻴﻬﺎ‬
‫ﺑﻌﺾ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﺷﻜﺎﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﻌﺮﻳﻒ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﺍﻷﻣﺎﻛﻦ ﺃﻭ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ‬
ً
‫ ﻭﻻ َﺣﺮﺝ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ‬،‫ﺍﻷﺣﻮﺍﻝ ﻭﻳﻐﻠﺐ ﻓﻲ ﺍﻹﻃﻼﻕ ﺣﺘﻰ ﻳﺼﻴﺮ ُﻋﺮﻓﺎ‬
‫ ﻭﻫﻮ ﺍﻻﻧﺘﺴﺎﺏ ﺑﻠﻔﻆ‬،‫ﺩﺍﻡ ﻻ ﻳﻮﻫﻢ ﺍﻻﻧﺘﺴﺎﺏ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺄﺑﺎﻩ ﺍﻟﺸﺮﻉ‬
‫ﻻﻳ َﻌ ُّﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ‬
ُ ‫ ﻛﻤﺎ ﺃﻥ ﺫﻟﻚ‬،‫ﺍﻟﺒﻨﻮﺓ ﺃﻭ ﻣﻌﻨﺎﻫﺎ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺍﻷﺏ‬
‫ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ‬: ‫ﺣﺮﺍﻣﺎ ﺑﺸﺮﻃﻴﻦ‬ ً ً
‫ﺷﺮﻋﺎ؛ ﺇﺫ ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻜﻮﻥ‬ ‫ﺍﻤﻟﺬﻣﻮﻡ‬
ّ
‫ﺍﻤﻟﺘﺸﺒﻪ ﻳﻘﺼﺪ‬ ‫ ﻭﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ‬،‫ﻣﻨﻬﻴﺎ ﻋﻨﻪ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻪ‬ ًّ ‫ﺍﻤﻟﺘﺸﺒﻪ ﺑﻪ‬
َّ ‫ﺍﻟﻔﻌﻞ‬
ِ
8 ً َ
.‫ ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻧﺘﻔﻰ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﺸﺮﻃﻴﻦ ﻟﻢ ُﻳﺬ َّﻡ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ ﺷﺮﻋﺎ‬،‫ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ‬
Dari beberapa penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa
sebenarnya menambahkan nama suami setelah nama istri adalah
diperbolehkan karena bukan bertujuan untuk li nasab, melainkan
hanya untuk ta’rif.
b. Tidak menyerupai orang kafir
Salah seorang ulama hanafi yaitu Ibnu Nujaim salah seorang
ulama Hanafi berkata dalam kitabnya al-Bahr ar-Raiq:

8
Fatawa Al Mishr No 152. Tanggal 27-10-2008.
10

‫ وإن ا نأك ل ونش رب كم ا‬،‫اعلم أن التش بيه بأه ل الكت اب ال يك ره في ك ل ش يء‬


ً
.‫مذموما وفيما يقصد به التشبيه‬ ‫ إنما الحرام هو التشبه فيما كان‬،‫يفعلون‬

“Ketahuilah bahwa perbuatan menyerupai Ahlul Kitab tidak


diharamkan secara mutlak. Kita makan dan minum seperti
mereka. Yang diharamkan adalah menyerupai tindakan yang
tercela dan dengan maksud mengikuti mereka.”9
Dan mengikuti tradisi tersebut tidak dikategorikan
penyerupaan tasyabuh perilaku budaya non muslim yang dilarang
agama. Sebuah perkara dianggap penyerupaan bila memenuhi dua
syarat, yakni pertama, aktifitas yang ditiru tersebut termasuk perkara
yang dilarang dan kedua, ada niat untuk menyerupai si pelaku.
Menyematkan nama suami di belakangg nama istri ini tidak
dapat dikategorikan dalam perbuatan menyerupai orang kafir yang
dicela dalam pandangan syari’at. Hal ini tidaklah menafikan hubungan
nasab dengan ayah sang istri. Karena hal ini hanya merupakan
penjelas identitas saja.
c. ‘Urf (Kebiasaan)
Sudah bukan hal yang tabu lagi dalam waktu belakangan ini
bahkan sejak dahuku kala, bahwa banyak istri yang menyematkan
nama suaminya dibelakang namanya sendiri. Dan itu kebiasaan
banyak negara, bukan cuma Indonesia. Walaupun memang kita tahu
bahwa itu adat Barat, tapi apa yag datang dari barat bukan berarti
negatif dan harus ditinggal. Kalau memang tidak melanggar syariah
yaa tidak masalah.
Penyematan nama suami atau keluarga suami dibelakang nama
istri sudah menjadi kebiasaan yang sepertinya orang tidak lagi aneh.
Dan orang ketika membaca nama si wanita itu akan mengerti bahwa
dibalakang namanya itu nama suaminya.

9
https://www.elbalad.news/2479430 diakses pada 25 Oktober 2021
11

Dan penyematan nama suami juga tidak berarti bahwa si suami


itu ayahnya si wanita. Dan tidak juga membatalkan statusnya seorag
anak dari ayah kandungnya yang asli. Dan semua orang sudah biasa
dengan keadaan ini.
Sama sekali tidak ada yang beranggapan bahwa nama
dibelakang itu nama ayah kandung. Pasti ketika baca, orang masih
akan bertanya "siapa ayahnya?", ini kan bukti bahwa penyematan itu
bukan berarti pe-nasab-an. Jadi yaa tidak masalah.
Apalagi kita di Indonesia ini yang hampir semua orang
bernama lebih dari satu kata. Susunan kata yang lebih dari satu itu kan
tidak berarti bahwa nama kedua itu nama ayahnya. Tapi nama kedua
itu masih nama dia sebagai orang yang satu.
Terlebih lagi bahwa kalau di Indonesia itu kita sering
memanggil seorang istri dengan nama suaminya, seperti Ibu "Budi".
Padahal kita tahu bahwa nama aslinya bukan Budi. Dan itu semua kan
tidak berarti bahwa nasabnya berubah. Tanpa dijelaskan semua tahu
itu.
Jadi ketika ada suatu kebiasaan ('urf) yang memang tidak
melanggar syariah, justru malah syariah mengakui kebolehan itu.

Dalam kaidah fiqih kita mengenal kaidah [‫"]العادة محكمة‬Al-'Aadah


Muhakkamah", yaitu suatu kebiasaan kaum selama tidak menabrak
dinding syariah, keberadaannya diakui oleh syariah.
Berdasarkan pendapat ulama’ kontemporer diatas, penulis
sepakat bahwa menyematkan nama suami di belakang istri dibolehkan
karena hanya menyangkut identitas, dan tidak mengubah nasab
dengan kata-kata “bin dan binti” kepada selain ayah. Larangan ini
disepakati oleh jumhur ulama’.
Prof Ahmad Zahro’ berpendapat: ada pula komunitas yang
memiliki kebiasaan dan kebanggaan dengan menambahkan nama
suami di belakang nama dirinya disertai dengan niat menghormati dan
12

mengabadikan nama suami dalam namanya. Dalam perspektif fikih


normal (hukum) hal demikian diperbolehkan, karena tidak ada dalil
yang melarangnya; sesuai dengan kaidah ushul fiqh: al ashlu fil asya’
‘al ibahah hatta ya dullud dhalilah alat tahrim (pada dasarnya segala
sesuatu itu diperbolehkan sepanjang tidak ada dalil yang
melarangnya). Juga berdasarkan kaidah: al’adah Muhakkamah
(kebiasaan itu dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan
hukum) asal tidak bertentangan dengan dalil yang jelas dan pasti. Hal
ini juga tidak berefek nasab kemahroman, karena sudah amat
dimaklumi bahwa nama yang di cantumkan adalah nama suami yang
tentunya halal bagi istrinya.
Dalam perspektif fikih sosial (kemasyarakatan), kebiasaan
pencantuman nama suami di belakang nama istri ini mengandung sisi
positif dan negatif. Positifnya adalah di samping sebagai
penghormatan dan kebanggaan pada suami, juga sebagai sugesti
perekatan jalinan cinta suami istri. Sedangkan sisi negatidnya adalah
apabila rumah tangga terpisah, maka secara psikologis akan menjadi
beban bagi istri untuk menghapus nama mantan suaminya.10
B. Hukum Jual Beli Sperma
1. Pengertian Jual Beli Sperma
Menjual secara bahasa berarti mempertukarkan sesuatu dengan
sesuatu. Mempertukarkan barang dengan barang disebut menjual, demikian
juga mempertukarkan barang dengan uang. Dengan kata lain jual beli
berarti mempertukar sesuatu benda dengan benda yang lain atau dengan
uang,dimana salah satu pihak kepada pihak lain dengan mendapatkan ganti
atas benda yang diserahkan itu.
Jadi dapat disimpulkan pengertian jual beli adalah suatu perjanjian
tukar menukar barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan

10
Sudirman, Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies of Fiqh), (Sleman: Deepublish, 2018), hal.
125
13

hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan
sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan syara’ (hukum Islam).
Bank sperma adalah pengambilan sperma, lalu dibekukan dan
disimpan kedalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas
sperma.dalam bahasa medis bias disebut juga Cryobanking.Cryobanking
adalah suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan
dikemudian hari. Pada dasrnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat
disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat
bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu. Selain digunakan untuk
sperma-sperma yang berasal dari donor, bank sperma juga dapat
dipergunakan oleh para suami yang produksi spermanya sedikit atau
bahkan akan terganggu.hali ini dimungkinkan karena derajat cryosurvival
dari sperma yang disimpan tidak ditentukan oleh kualitas sperma
melainkan lebih pada proses penyimpanannya.
Bank sperma sebenarnya telah telah berdiri beberapa tahun yang
lalu, pada tahun 1980 di Escondido California yang didirikan oleh Robert
Graham bukan hanya di Escondido California saja tetapi dia juga
mendirikan juga di Eropa,dan di Guangdong selatan china,yang merupakan
satu diantara lima bank sperma besar di China. Sementara itu, bank pusat
sel embrio di Shanghai,bank besar lain dari lima bank besar di china,
meluncurkan layanan yang mendorong kaum lelaki untuk menabung
spermanya,demikian laporan kantor berita Xinhua. Bank tersebut
menawarkan layanan penyimpanan sperma bagi kaum lelaki muda yang
tidak berencana untuk punya keturunan. Latar belakang munculnya bank
sperma antara lain adalah sebagai berikut :
a. Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan
pada seorang pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak.
b. Memperoleh generasi jenius atau orang super.
c. Menghindari kepunahan manusia.
d. Memilih suatu jenis kelamin.
14

e. Mengembangkan kemajuan teknologi terutama dalam bidang


kedokteran.
2. Hubungan Bank Sperma dan Perkawinan
Perkawinan di dalam Islam merupakan suatu institusi yang mulia. Ia
adalah ikatan yang menghubungkan seorang lelaki dengan seorang
perempuan sebagai suami isteri. Hasil dari akad yang berlaku, kedua suami
dan isteri mempunyai hubungan yang sah dan kemaluan keduanya adalah
halal untuk satu sama lain. Sebab itulah akad perkawinan ini dikatakan
sebagai satu akad untuk menghalalkan persetubuhan di antara seorang lelaki
dengan wanita, yang sebelumnya diharamkan.
ُ ُ َ ّٰ َّ ٌ َ ْ ُ ْ َ َ ْ ُ َّ ٌ َ َّ ُ ْ ُ ۤ َ ٰ ُ َ َّ
‫اس ل ُه َّن ۗ َع ِل َم الل ُه ا َّنك ْم ك ْن ُت ْم‬ ‫الص َي ِام الرفث ِالى ِنسا ِِٕٕىكم ۗ هن ِلب اس لكم وانتم ِلب‬ ّ ‫ُاح َّل َل ُك ْم َل ْي َل َة‬
ِ ِ
ُُ ُ َ ّٰ َ ُ
‫اش ُر ْو ُه َّن َو ْاب َتغ ْوا َم ا ك َت َب الل ُه لك ْم ۗ َوكل ْوا‬ َ ‫اب َع َل ْي ُك ْم َو َع َف ا َع ْن ُك ْم ۚ َف ْالٰٰٔٔـ َن‬
‫ب‬ َ ‫َت ْخ َت ُان ْو َن َا ْن ُف َس ُك ْم َف َت‬
ِ
َ ّ ‫ض م َن ْال َخ ْي ط ااْل َ ْس َود م َن ْال َف ْج ۖر ُث َّم َات ُّموا‬ َ ْ َ ‫َ ْ ُ ْ َ ّٰ َ َ َ َّ َ َ ُ ُ ْ َ ْ ُ اْل‬
‫الص َي َام ِالى‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ُ ‫واش َربوا حتى يتبين لكم الخي ط ا بي‬
ّٰ ٰ َ ۗ َ ‫ّٰ َ اَل‬ ْ َ ‫ۙ مْل‬ َْ َ ُ ‫َّ ْ َ اَل‬
‫اش ُر ْو ُه َّن َوان ُت ْم َع ِاك ُف ْو َن ِفى ا ٰس ِج ِد ۗ ِتل َك ُح ُد ْو ُد الل ِه ف ت ْق َر ُب ْو َه ا ك ذ ِل َك ُي َب ِّي ُن الل ُه‬ ِ ‫الي ِ ۚل و تب‬
َّ َ َّ ٰٰ
‫اس ل َعل ُه ْم َي َّت ُق ْو َن‬ِ ‫اي ِت ٖه ِللن‬
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur
dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun
adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan
memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan
ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu (QS. 2 [al- Baqarah] :
187)”.
Namun, hubungan perkawinan yang wujud ini bukanlah semata-
mata untuk mendapatkan kepuasan seks, tetapi merupakan satu kedudukan
untuk melestarikan keturunan manusia secara sah atau sebagai wahana
hifdhun nasl. Karena itulah kehadiran anak merupakan hal yang
didambakan oleh orang 1tua sebagai generasi penerus dari keluarganya.
Dalam Islam perkawinan merupakan hal yang penting, mengingat
dari perkawinan ini akan menentukan hukum yang lain yang muncul dari
15

sebab nasab, seperti perwalian, warits dan lain-lain. Namun demikian tidak
semua pasangan memiliki kemudahan dalam mendapat keturunan, tetapi
ada sebagian mereka yang sulit mendapat keturunan yang disebabkan oleh
kurangnya kesuburan, mengidap suatu penyakit atau alasan lain. Maka
mucullah gagasan mendirikan bank sperma. kehadiran bank sperma
merupakan peluang bagi pasangan yang sulit untuk mendapatkan
keturunan untuk memiliki keturunan melalui jalan lain, yaitu membeli
sperma dan di inseminasikan ke dalam rahim istri. Hal itu bisa dilakukan
dengan mudah di zaman ini.
3. Hukum Bank Sperma dan Pendapat Para Ulama
Bank sperma merupakan tempat penyimpanan sperma yang diambil
dari pendonor, yang perlu dinyatakan untuk menentukan hukum tentang
bank sperma adalah, tahap pertama cara pengambilan atau mengeluarkan
sperma dari si pendonor, yaitu dengan cara masturbasi (onani). Persoalan
dalam hukum Islam adalah bagaimana hukum onani tersebut dalam kaitan
dengan pelaksanaan pengumpulan sperma di bank sperma dan inseminasi.
Secara umum islam memandang melakukan onani merupakan
tergolong perbuatan yang tidak etis. Mengenai masalah hukum onani
fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak dan ada
yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga
pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh.
Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah, Syafi`iyah, dan
Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa
Allah SWT memerintahkan menjaga kemaluan dalam segala keadaan
kecuali kepada isteri dan budak yang dimilikinya. Sebagaimana dalam surat
(al-Mu'minun) ayat 5-7 :
ُ َ ْ َ ْ َّ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ َْ ََ َ ُ َ ْ ‫ين ُه ْم ل ُف ُر‬ َ ‫َو َّالذ‬
‫وم َين‬
ِ ‫ ِإال على أزو ِاج ِهم أو م ا ملكت أيم ان ُهم ف ِإن ُهم غي ُر مل‬. ‫وج ِهم ح ا ِفظون‬ ِ ِ ِ
َ ‫ف َمن ْاب َت َغى َو َر َاء َذل َك َف ُأ َولئ َك ُه ُم ْال َع ُاد‬.َ
‫ون‬ ِ ِ ِ
”Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya
16

mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik
itu[995] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. ( QS.
23 al- Mu'minun 5 -7 ).
a. Hanabilah berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau
karena takut zina, maka hukumnya menjadi wajib, kaidah usul:
Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib”.
Kalau tidak ada alasan yang senada dengan itu maka onani hukumnya
haram.
b. Ibnu hazim berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa
tetapi tidak etis. Diantara yang memakruhkan onani itu juga Ibnu Umar
dan Atha` bertolak belakang dengan pendapat Ibnu Abbas, hasan dan
sebagian besar Tabi`in menghukumi Mubah.
c. Al-Hasan justru mengatakan bahwa orang-orang Islam dahulu
melakukan onani pada masa peperangan. Mujahid juga mengatakan
bahwa orang islam dahulu memberikan toleransi kepada para
pemudanya melakukan onani. Hukumnya adalah mubah, baik buat laki-
laki maupun perempuan.11
d. Ali Ahmad Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat Al-Tasyri` Wa
Falsafatuhu. Telah menjelaskan kemadharatan onani mengharamkan
perbuatan ini, kecuali kalau karena kuatnya syahwat dan tidak sampai
menimbulkan zina. Yusuf Al-Qardhawy juga sependapat dengan
Hanabilah mengenai hal ini, Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibnu
Muhammad Al-Husainy juga mengemukakan kebolehan onani yang
dilakukan oleh istri atau ammahnya karena itu memang tempat
kesenangannya
e. Sayyid Sabig mengatakan bahwa malikiyah, syafi’iyah, dan zaidiyah
mengharamkan perbuatan onani dengan alasan bahwa ALLAH SWT
f. Menurut Al-Imam Taqiyudin Abi Bakar Ibnu Muhammad Al-Husainy,
mengemukakan bahwa onani itu adalah boleh karena yang dilakukan

11
Djazuli, Prof. A. Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah yang Praktis. (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 27.
17

suami atau istri itu memang tempat kesenangannya. “Seorang laki-laki


dibolehkan mencari kenikmatan melalui tangan istri atau hamba
sahayanya karena di sanalah salah satu tempat kesenangannya.
4. Mudarat dan Mafsadahnya Jauh Lebih Besar
a. Percampuran nasab padahal Islam sangat menjaga kesucian kehormatan
kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan
kemahraman dan kewarisan.
b. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
c. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi
percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang
sah.
d. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam
rumah tangga.
e. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak
adopsi.
f. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami,
terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya
kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan
kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami.
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Memutuskan :
a. Bayi tabung dengan sperma calon ovum dari pasangan suami-istri yang
sah hukumnya mubah. Sebab hak itu termasuk ikhtiar berdasarkan
kaidah-kaidah agama.
b. Bayi tabung dari pasangan suami-istri dengan titipan rahim istri yang
lain (dari istri kedua dititipkan kepada istri pertama) hukumnya haram.
Karena akan menimbulkan masalah rumit dalam kaitannya dengan
warisan.
c. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah
meninggal hukumnya haram. Berdasarkan kaidah sadd az-zari’ah sebab
akan menimbulkan masalah dalam hal warisan.
18

d. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan
suami-istri yang sah hukumnya haram. Karena statusnya sama saja
dengan hubungan di luar nikah (zina).
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia menyimpulkan selama
mana Bank Sperma tersebut hukum syara’ dari segi operasinya maka
hukumnya boleh dan tidak diharamkan. Setelah bank sperma berhasil
mengumpulkan sperma dari beberapa pendonor maka bank sperma akan
menjualnya kepada pembeli dengan harga tergantung kualitas spermanya,
setelah itu agar pembeli sperma dapat mempunyai anak maka harus melalui
proses yang dinamakan inseminasi buatan yang telah dijelaskan di atas.
Hukum dan penadapat inseminasi buatan menurut pendapat ulama` apabila
sperma dari suami sendiri dan ovum dari istri sendiri kemudian disuntikkan
ke dalam vagina atau uterus istri, asal keadaan kondisi suami isteri yang
bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk
memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami isteri tidak
berhasil memperoleh anak, maka hukumnya boleh. Hal ini sesuai dengan
kaidah hukum fiqh:
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti
dalam keadaan terpaksa (emergency), dan keadaan darurat/ terpaksa itu
membolehkan melakukkan halhal yang terlarang.
Diantara fuqaha yang memperbolehkan/menghalalkan inseminasi
buatan yang bibitnya berasal dari suami isteri ialah Syaikh Mahmud Saltut,
Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad al-Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-
Barry.12 Secara organisasi, yang menghalalkan inseminasi buatan jenis ini
Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara`a Depertemen Kesehatan RI,
Mejelis Ulama` DKI Jakarta, dan lembaga Islam OKI yang berpusat di
Jeddah. Selain kasus di atas (sperma dari suami ditanam pada rahim isteri)
demi kehati-hatian maka ulama mengharamkannya. Contoh sperma dari
orang lain ditanam pada rahim isteri.

12
Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah al- Haditsah: Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam.
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hal.16.
19

Dengan pertimbangan dikhawatirkan adanya percampuran nasab dan


hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Hal ini sesuai dengan keputusan
Majelis Ulama Indonesia tentang masalah bayi tabung atau inseminasi
buatan. Dengan demikian hukum pendirian bank sperma bisa mubah jika
bertujuan untuk memfasilitasi suami isteri yang ingin menyimpan sperma
suaminya di bank tersebut, sehingga jika suatu saat nanti terjadi hal yang
dapat menghalangi kesuburan, isteri masih bisa hamil dengan cara
inseminasi yang halal. Adapun jika tujuan pendirian bank sperma adalah
untuk mendonorkan sperma kepada wanita yang bukan isterinya maka
pendirian bank sperma adalah haram, karena hal yang mendukung terhadap
terjadinya haram maka hukumnya haram.
Majelis Ulama Indonesia di Jakarta 13 Juni 1979 tentang masalah
bayi tabung atau enseminasi buatan:
a. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah
hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan
kaidah-kaidah agama.
b. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang
lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya
haram berdasarkan kaidah Sadd az-Zari'ah, sebab hal ini akan
menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah
warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang
mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya,
dan sebaliknya.
5. Pandanan Hukum Islam tentang Jual Beli Sperma
Praktek jual beli sperma melalui bank sperma menurut Hukum
Islam adalah haram karena pembeli yaitu perempuan yang memasukkan
sperma yang dibelinya dari banksperma ke dalam alat kelaminnya agar bisa
hamil dengan inseminasi buatan yaitu suatucara atau teknik memperoleh
kehamilan tanpa melalui persetubuhan, padahal spermayang dimasukkan
tadi ke dalam alat kelamin perempuan adalah harus dengan seks dalam
suatu ikatan perkawinan.
20

Oleh karena itu menggunakan sperma bukan melalui melakukan


hubungan seks dalam suatu ikatan perkawinan disebut zina dan didalam
Islam terdapat beberapa yang dibenarkan oleh syariat untuk dijadikan
barang jual beli seperti dalam syarat sahnya perjanjian jual beli yang salah
satunya adalah bendabenda yang dapat dijadikan sebagai objek jual beli
haruslah memenuhi persyaratan yaitu adalah dapat dimanfaatkan karena
barang yang diperjualbelikan harus mempunyai manfaat, karena sperma
manusia bukanlah barang maka tidak boleh menjualnya. Mengingat sperma
tersebut bukan barang jadi tidak dibolehkan bagi kita mengambil manfaat
atau Intifa’ dengan sperma tersebut sehingga mengambil manfaat dari
sperma adalah haram karena bukanlah suatu barang yang diperbolehkan
menjualnya.
Teknik inseminasi buatan dari bank sperma menurut Hukum Islam
adalah boleh jika dilakukan dengan sperma dan ovum suami istri, baik
dengan cara mengambil sperma suami yang disuntikkan ke dalam vagina
istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian
buahnya (vertilezed ovum) ditanam didalam rahim istri, ini dibolehkan asal
keadaan suami istri tersebut benar-benar memerlukannya tapi teknik
inseminasi buatan yang melibatkan pihak ketiga hukumnya haram karena
alasan syariat tentang haramnya keterlibatan (benih atau rahim) pihak
ketiga tersebut merujuk kepada maksud larangan berbuat zina dan teknik
inseminasi buatan lebih disebabkan karena faktor sulitnya terjadi
pembuahan alamiah karena sperma suami yang lemah atau tidak terjadinya
pertemuan secara alamiah antara sperma dan sel telur atau inseminasi
buatan yang dilakukan untuk menolong pasangan yang mandul.
6. Larangan jual beli sperma
Mengenai larangan jual beli sperma banyak dijelaskan dalam hadis
Rasulullah SAW, di antaranya:
‫حدثنا مسدد حدثنا عبد الوارث وإسماعيل بن إبراهيم عن علي بن الحكم عن نافع عن ابن‬

‫عمر رضي هللا عنهما قال نهى النبي صلى هللا عليه وسلم عن عسب الفحل‬
21

“Menceritakan kepadaku Musadad, menceritakan kepadaku Abdul


warits dan Ismail bin Ibrohim, dari Ali bin Hakam, dari Nafi’ dari Ibnu
Umar-semoda Allah SWT meridhoi keduanya- Ibnu Umar berkata,”Nabi
saw melarang mengambil upah dari sperma hewan pejantan (H.R.
Bukhori). Pakar bahasa masih memperselisihkan kandungan lafadz ‘Asbun
atau ‘Usbun, perselisihan itu terbagi menjadi tiga sebagaimana berikut:
Pertama: murodif dengan kata “dhirob” yang artinya mengawinkan
unta jantan dengan unta betina.Imam Rofii menyebutkan bahwa dalam
pembahasan hukum fiqh yang dimaksud dengan lafadz ‘Asbun atau
‘Usbun, adalah mengawinkan unta jantan dengan betina (baca: pemilik
unta betina meminta agar pemilik unta jantan dikawinkan dengan unta
betinanya). Abu ubaid menyatakan bahwa lafadz ‘Asbun atau ‘Usbun,
yang dimaksud dalam Hadits ini adalah sinonim lafadz kiroo’ jama’nya
adalah kirwah yang berarti pengambilan upah atau sewa, namun makna
asalnya adalah mengawinkan unta betina dan jantan.pendapat ini bertolak
belakang dengan pendapat Imam Rofii dalam istilah fiqhiah, namun tidak
secara bahasa.
Kedua; pengambilan upah atas perkawinan, pendapat inilah yang
dipegang oleh Amawiy guru dari Abu Ubaid. Ketiga; air mani yang keluar
dari pejantan, pendapat ini yang dipilih oleh Hujjath al-Islam Imam al-
Gozali Fahlun memiliki arti hewan jantan seperti unta, kuda, kambing dan
berbagai hewan lainnya, namun tidak jarang kata “Fahlun / Fuhlun”
ditujukan pada manusia.
Kontroversi terhadap pengertian lafadz hadits ini menimbulkan
perbedaan hukum yang dapat digali dalam hadits terkait. Hadits ini,
berdasarkan perbedaan pendapat di atas memiliki beberapa konotasi
sebagai mana berikut:
1. Nabi saw melarangan menjual dan menyewakan sperma atau
mengawinkan pejantan, pendapat ini disampaikan segolongan sahabat
diantaranya Ali bin Abu Tholib dan Abu Huroiroh, demikian juga
22

Mayoritas Ulama ahli fiqh seperti Imam al-‘Auzai, Abu hanifah, al- Syafii
dan Imam Ahmad .
2. Nabi saw melarang menjual sperma sebagaimana pendapat Hujah al- Islam
bahwa yang dimaksud dengan “asbun” adalah Air mani yang keluar dari
pejantan, kata jual dipahami dengan mengirakan lafadz “tsaman” dan
diperkuat dengan hadits berikut ini:
‫ أن‬: ‫ح دثنا عب د هللا ح دثني أبي ثن ا إس ماعيل ثن ا علي بن الحكم عن ن افع عن بن عم ر‬

.‫النبي صلى هللا عليه و سلم نهى عن ثمن عسب الفحل (أخرجه امام أحمد في مسنده‬

“Bercerita kepadaku Abdullah, ayahku bercerita kepadaku, Ismail


bercerita kepadaku, Ali bin Hakam bercerita kepadaku, dari Nafi’ dari
Ibnu Umar,”sesungguhnya Rasulullah saw melarang uang atas sperma
pejantan (H.R. Imam Ahmad)
Menurut ashabu al-Syafii, larangan menjual sperma dikarenakan
sperma merupakan materi yang tidak dapat diukur kadarnya, ditambah
ketika perkawinan sperma yang keluar tidak dapat dipastikan apakah
sperma yang dibenihkan pada betina nantinya akan menjadi janin atau
tidak. Imam Malik memperbolehkan menjual sperma jika sperma tersebut
dikeluarkan dan diletakkan di antara ruas mata kayu, kemudian dibenihkan
kepada betina, karena jika demikian kadar sperma dapat terlihat jelas dan
diketahui kadarnya.
3. Nabi melarang mengambil upah atas perkawinan unta, pendapat ini
berpendapat demikian berlandaskan argumentasi, bahwa pasa redaksi ini
ada pembuangan idhofah yaitu lafadz kiroo’ dan kata kata usbun dita’wil
dengan dengan kata “dhirob” (baca: mengawinkan unta atau sejenisnya),
pendapat ini berlandasan hadits yang berbunyi:
َّ َ ُّ َ ْ َ ََ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َّ َ َ
‫الز َب ْي ِر أن ُه‬ ‫يم أخ َب َرن ا َر ْو ُح ْب ُن ُع َب َادة َح َّدثنا ْاب ُن ُج َر ْي ٍج أخ َب َر ِنى أ ُب و‬‫وح دثنا ِإس حاق بن ِإب ر ِاه‬
َ َْ ْ َ َّ ُ ُ َ َ ُ ُ َ َّ ْ َ َ ْ َ َ َ َ
‫اب‬
ِ ‫ عن بي ِع ِض ر‬-‫ ص لى هللا علي ه وس لم‬- ‫س ِمع ج ِابر بن عب ِد الل ِه يق ول نهَى رس ول الل ِه‬
َّ َ َ َ َ ُ
‫أخرجه‬- ‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ ف َع ْن ذ ِل َك نهَى الن ِب ُّى‬.‫ض ِلت ْح َرث‬ ْ َ َ َ ‫ْ َ َ َ َ ْ َ ْ مْل‬
ِ ‫الجم ِل وعن بي ِع ا ِاء واألر‬
‫مسلم فى الصحيح‬
23

Bercerita kepadaku Ishaq bin Ibrohim, Mengkhabarkan kepadaku


Rauh bin Ubadah, bercerita kepadaku Ibnu Juraih, Mengkhabarkan
kepadaku Abu zubair, Abu Zubai mendengar Jabir bin Abdullah
berkata,”Rasulullah saw melarang menjual sperma pejantan, menjual air
dan tanah untuk dikelola.Nabi saw melarang semua itu (H.R. Muslim).
Imam Malik dan al-Syasin berpendapat bahwa mengambil upah
atas pejantan yang disewakan untuk pembenihan diperbolehkan asalkan
dengan waktu yang telah ditentukan dan sipenyewa tidak mensyarat
hingga hamilnya betina yang dibuahi. Sebagian al-Ashabu al-Imam
almalik menyamakan hal ini dengan masalah penyerbukan kurma dan
menyewa perempuan untuk menyusui.
Sebagaimana yang telah maklum bahwa menyewa perempuan
untuk menyusui diperbolehkan, dan biasanya wanita yang menyusui anak
orang lain mengambil upah atas pekerjaannya, sama halnya dengan
penyerbukan serbuk yang ada dibunga dapat dipindahkan. Pendapat ini
dibantah oleh ashabu al-Syafi’i. Menurut Abu Said al- Khudriy dan al-
Barro bin ‘Azib memperbolehkan (baca:makruh) bagi orang yang tidak
memiliki pejantan untuk menyewa seekor pejantan dengan syarat dengan
harga Ujrotul mitsl dan waktu yang telah umum diwilayah tersebut.
Dalam pembahasan ini para ulama setidaknya memandang hadits
yang diriwayat oleh Imam al-Tirmidzi berikut:
‫ح دثنا عب دة بن عب د هللا الخ زاعي البصري ح دثنا يح يى بن آدم عن إب راهيم بن حمي د‬

‫أن رجال‬: ‫الرؤاسي عن هشام بن عروة عن محمد بن إبراهيم التيمي عن أنس بن مالك‬

! ‫من كالب سأل النبي صلى هللا عليه و سلم عن عسب الفحل فنهاه فقال يا رسول هللا‬

‫إنما نطرق الفحل فنكرم فرخص له في الكرامة اخرجه الترمذى‬

Bercerita kepadaku Ubadah bin Abdillah al-Khozai al-Bashriy,


bercerita kepada Yahya bin Adam dari Ibrohim bin Humaid ah-Ruasiy
dari Hisyam bin Urwah dari Muhamad bin Ibrohim al-Taimiy dari Anas
bin Malik," sesungguhnya seorang laki-laki dari Bani Kilab menghadap
24

Nabi saw guna bertanya tentang masalah jual beli sperma/menyewakan


pejantan, kemudian Nabi saw melarangnya. Laki–laki dari ban kilab itu
berkata,”wahai Rasulullah saw sesungguhnya aku mengawinkan hewan
betina ku dengan meminjam pejantan dan kemudian aku memberikan
sesuatu pada pemilik pejantan denga tujuan memuliyakan, maka
Rasulullah memberikan keringanan jika untuk memuliyakan.13
Hadits ini menunjukan bahwa meminjamkan hewan jantan
merupakan hal yang disunnahkan sebab tidak selayaknya si pemilik
pejantan tidak memperkenankan orang yang ingin meminjan kepadanya
untuk membuahi betina yang dimiliki peminjam, kemudian hadits ini
menunjukan bahwa kita harus membalas perbuatan orang yang telah
berbuat baik baginya, serta boleh memberikan hadiah kepada sipemilik
pejantan dengan tidak mensyaratkan betina miliknya harus hamil. Sepintas
hadits hanya membahas jualbeli sperma hewan saja melihat pengertian
lafadz usbun atau usabun yang sangat umum, hadits ini bisa juga
dipaksakan untuk diarahkan jual beli sperma yang sedang marak sekarang
ini, dimana menurut penulis jika sperma hewan saja tidak layak diperjual
belikan apa lagi sperma manusia yang merupakan Khalifah dibumi, belum
lagi faktor-faktor lain seperti kan rancaunya nasab sebab masalah nasab
akan berkaitan dengan masalah masalah lain, seperti wali nikah dan
hukum waris.
Akhir-akhir ini banyak aksi jual beli sperma guna memiliki
keturunan menanggapi hal ini penulis berpendapat bahwa menjual sperma
manusia haram secara mutlaq, karena sperma adalah seorang istri tidak
halal dikeluarkan kecuali dengan kerelaan istri sebagaimana sabda Nabi:
َّ ‫ حدثنا َب‬،‫حدثنا عمار بن نصر‬
‫ عن الهيثم بن مالك الطائي‬،‫ عن أبي بكر بن أبي مريم‬،‫قية‬
ُ
‫ "ما من ذنب بعد الشرك أعظم عند هللا من نطفة‬:‫ قال‬:‫عن النبي صلى هللا عليه وسلم‬

.‫وضعها رجل في َر ِحم ال يحل له ( اخرجه أبو بكر بن أبي الدنيا‬

13
Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum
Islam, (RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995), hal. 76
25

“Bercerita padaku Imar bin Nashr bercerita padaku Baqiyah, dari


Abu Bakar bin Abu Maryam daru al-Haitsam bin Malik al-Thoi dari Nabi
saw, Nabi saw bersabda tiada dosa yang lebih besar setelah
mensekutukan Allah SAW dari pada seorang laki-laki yang meletakkan
pada rahim yang tidak halal baginya” (H.R Abu Bakar bin Abu al-
Dunya).
Bahkan dalam kitab Faidhu al-Qodir dijelaskan barang siapa yang
melakukan demikian berani menantang terhadap Allah SAW guna
merusak nasab dengan mencampur adukannya, dengan cara yang
terhormat. Sedangkan kategori mani yang keluar dengan cara terhormat
adalah seperti Ihtilam (Mimpi basah) dan Onani dengan tangan istrinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Apabila seorang istri mencantumkan nama suaminya dengan tujuan
menasabkan sebagai anak seperti halnya keluarganya, maka hal yang
demikian hukumnya tidak boleh dan haram hukumnya. Sedangkan jika
tujuan pencantuman nama suami tersebut hanya karena ingin dikenal
sebagai istri suami tersebut sebagaimana yang banyak kita jumpai di daerah-
daerah, maka hal tersebut hukumnya boleh.
2. Dalam permasalahan jual beli sperma masih menjadi kontroversi ulama
namun pendapat yang dapat dijadikan pegangan dan pedoman bagi kita
bahwa menjual sperma hukumnya haram baik manusia atau hewan sebab
sperma tidak layak diperjual belikan dan factor-faktor penghalang sebagai
mana paparan diatas, serta dilihat dari keumuman hadits bahwa Rasulullah
melarang jual beli sperma. Adapun mengenai status anak hasil inseminasi
buatan dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah
tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan
perzinaan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman al-Jazary. 2001. Kitab al-Fiqh ala madhabib al-Arba’ah. Beirut:


Dar Ibn Hazm
Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema
Insani Press, Jakarta
Deprtemen Agama RI, 1989, Al-Qur’an dan terjemahnya, Toha Putra, Semarang
Hakim, Abdul Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa'id Al
Fiqhiyah, Sa'adiyah Putera, Jakarta
Hasan, M. Ali, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta
Djazuli, Ahmad, 2006, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam
Dalam Menyelesaikan Masalah- Masalah yang Praktis. Kencana, Jakarta
Hasan, M. Ali, 1998, Masail Fiqhiyah al- Haditsah: Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Sudirman. 2018. Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies of Fiqh). Sleman. Deepublish
Syukur, Abd Kadir. “Bank Air Susu Ibu (ASI) dalam Perspektif Hukum Islam”.
Jurnal Ilmiah Islam dan Sosial. 20, 2, (2019).

Anda mungkin juga menyukai