Fiqh Kontemporer
Fiqh Kontemporer
Dosen pengampu:
Dr. H. Sudirman, S.Ag, M.Ag
Oleh:
ULFIATUL MUAROFAH (200101210054)
Alhamdulillah ala kulli haalin wa ni`mah, segala puji bagi Allah tuhan
semesta alam yang telah melimpahkan banyak nikmat kepada hambanya. Salah
satu nikmat yang terbesar yang dapat kita rasakan hingga detik ini yakni
nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga sebagai seorang akademisi kita
masih dapat kesempatan untuk terus belajar tanpa henti. Sholawat serta salam
tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
merenovasi alam ini dari jurang jahili menuju tataran hakiki yakni Ad din al-
Islam.
Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Kami banyak mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusuhan karya ini, terlebih
khusus kepada Dr. H. Sudirman, S.Ag, M.Ag, selaku dosen pengampu mata
kuliah Fiqh Kontemporer, yang selalu memberikan bimbingan dan arahan
kepada kami.
Penyusun menyadari bahwa karya ini belum sempurna, oleh karena itu
kami selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak demi pengembangan ilmu yang lebih baik lagi.
Terakhir, kami berharap semoga karya ini bermanfaat bagi semua
sekaligus menjadi pemicu penyemangat pembaca dalam mengembangkan
dan menyiarkan ilmu ke depannya.
Malang, 25 Oktober 2021
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengawali mahligai rumah tangga, kebahagiaan dan kecintaan kepada
suami begitu membuncah. Bahkan, tidak sedikit para istri yang menambahkan
nama suami di belakang namanya untuk menunjukkan rasa cinta dan ingin
selalu memiliki. Padahal, lazimnya nama yang dicantumkan di belakang nama
seseorang adalah orang tuanya, terutama bapak kandungnya. Pencantuman itu
adakalanya dibubuhi dengan ‘bin’, ‘binti’, atau tanpa itu semua. Nama anak
digandeng langsung dengan nama orang tuanya. Meskipun tampak sebagai hal
yang remeh, namun apakah menambahkan nama suami di belakang nama istri
setelah menikah diperbolehkan dalam islam?
Polemik di atas pernah memanas pada 2008. Ketika itu, seseorang
mengajukan pertanyaan ke Lembaga Fatwa Dar al-Ifta Mesir perihal boleh
tidaknya perempuan yang telah menikah menggunakan nama suami atau
keluarga suami di belakang nama sang istri.
Pemandangan ini banyak dijumpai dalam tradisi negara-negara Barat.
Wacana ini pun menjadi perbincangan hangat di kawasan Timur Tengah yang
tidak mengenal tradisi tersebut. Kebanyakan, di wilayah tersebut memakai
nama ayah kandung ketimbang nama suami. Menurut lembaga yang ketika itu
masih digawangi Mufti Agung Syekh Ali Jum'ah, dalam tradisi Barat seorang
gadis memakai nama sang ayah sebagai nama belakang bila belum menikah.
Diakui atau tidak, memang penyematan nama suami dibelakang
kebanyakan nama istri itu bukanlah suatu tradisi yang dikenal oleh syariah.
Sejak zaman dulu, Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya tidak pernah
melakukan itu, mereka tidak pernah menyematkan nama suami-suami mereka
dibelekang nama istri-istri mereka.Pun begitu juga, bahwa istri-istri Nabi
Muhammad saw tetap menyematkan nama ayah mereka dibelakang nama
mereka, dan bukan nama Nabi. Seperti Khodijah binti Khuwailid, dan bukan
Khodijah Muhammad.
1
2
من انتس ب إلى غ ير أبي ه أو ت ولى غ ير مواليه:ق ال رس ول هللا صلى هللا علي ه وسلم
فعليه لعنة هللا واملالئكة والناس أجمعين
“Barangsiapa yang menghubungkan nasabnya kepada
selain ayahnya atau seorang budak mengaku sebagai budak
kepada selain majikannya, maka laknat dari Allah, para malaikat
dan manusia secara keseluruhan ditimpakan kepadanya.” Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 2609 dan yang lainnya .
Dishohihkan oleh Al-Albani di Misykatul Mashabih
3
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Bari Jilid 6, Dar Al-Ma'rifah, Beirut, 1379 H, hal.540
6
4
Abdurrahman al-Jazary. Kitab al-Fiqh ala madhabib al-Arba’ah. (Beirut: dar ibn hazm. 2001).
Hal. 7248
5
Sudirman, Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies of Fiqh), (Sleman: Deepublish, 2018), hal.
118-119
7
Ayat di atas turun sebagai penolakan atas tradisi ini. Jadi setelah
ayat ini turun, kebiasaan tersebut menjadi terlarang dan orang-orang
beralih memanggil Zaid dengan menyebutkan nama ayah kandungnya
yakni Zaid bin Haritsah.
Jadi yang dilarang adalah menyematkan nama selain nama ayah
kandung dengan redaksi nasab, yakni dengan menggunakan kata “bin
dan binti”. Jika hal ini dilakukan, akan menyebabkan kerancuan
nasab. Mislanya saja Imam Abu Hamid Al-Ghazali, beliau
menyematkan kata Al-Ghazali bukan berarti kata itu adalah nama
ayahnya, melainkan nama daerah kelahirannya.6
Begitu juga dua hadits di atas, memahami dua hadits tersebut
tidak lantas menelan mentah-mentah bentuk teksnya. Sehingga
dianggap bahwa semua orang yang menambahkan nama orang lain di
belakang namanya termasuk dalam kategori dua hadis di atas.
KH Ali Mustafa Yaqub mengutip pendapat Ibnu Hajar Al-
Asqalani yang mengatakan bahwa dalam memahami sebuah hadits
seseorang harus mengetahui illatnya termasuk dalam memahami
hadits di atas. Dengan demikian kita tidak serta merta mengharamkan
seseorang yang menambahkan nama suaminya setelah namanya.
Ibnu Hajar Al-Asqalani ketika memberi penjelasan pada
hadits di atas mengatakan, yang dimaksud oleh hadits riwayat Bukhari
di atas sebenarnya bukan untuk semua orang yang menambahkan
nama orang lain setelah namanya, namun lebih spesifik kepada orang
yang mengakui orang lain sebagai ayahnya. Dengan demikian yang
dimaksud dalam hal ini adalah menasabkan dirinya dengan orang
yang bukan ayah kandungnya. Hal itu dilarang karena seolah-olah dia
mengatakan bahwa “Allah mencipatakanku dari air maninya si fulan”.
Dan hal seperti ini secara otomatis orang tersebut telah berbohong atas
nama Allah.
6
Sudirman, Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies of Fiqh), (Sleman: Deepublish, 2018), hal.
119
8
(فقال النبي صلى هللا حتى نزل القرآن) ادعوهم آلبائهم هو أقسط عند هللا.محمد
7
NU Online, Hukum Tambahkan Nama Suami di Belakang Nama Istri
https://www.nu.or.id/post/read/77483/hukum-tambahkan-nama-suami-di-belakang-nama-istri
diakses pada 25 Oktober 2021
9
8
Fatawa Al Mishr No 152. Tanggal 27-10-2008.
10
9
https://www.elbalad.news/2479430 diakses pada 25 Oktober 2021
11
10
Sudirman, Fiqh Kontemporer (Contemporary Studies of Fiqh), (Sleman: Deepublish, 2018), hal.
125
13
hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan
sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan syara’ (hukum Islam).
Bank sperma adalah pengambilan sperma, lalu dibekukan dan
disimpan kedalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas
sperma.dalam bahasa medis bias disebut juga Cryobanking.Cryobanking
adalah suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan
dikemudian hari. Pada dasrnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat
disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat
bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu. Selain digunakan untuk
sperma-sperma yang berasal dari donor, bank sperma juga dapat
dipergunakan oleh para suami yang produksi spermanya sedikit atau
bahkan akan terganggu.hali ini dimungkinkan karena derajat cryosurvival
dari sperma yang disimpan tidak ditentukan oleh kualitas sperma
melainkan lebih pada proses penyimpanannya.
Bank sperma sebenarnya telah telah berdiri beberapa tahun yang
lalu, pada tahun 1980 di Escondido California yang didirikan oleh Robert
Graham bukan hanya di Escondido California saja tetapi dia juga
mendirikan juga di Eropa,dan di Guangdong selatan china,yang merupakan
satu diantara lima bank sperma besar di China. Sementara itu, bank pusat
sel embrio di Shanghai,bank besar lain dari lima bank besar di china,
meluncurkan layanan yang mendorong kaum lelaki untuk menabung
spermanya,demikian laporan kantor berita Xinhua. Bank tersebut
menawarkan layanan penyimpanan sperma bagi kaum lelaki muda yang
tidak berencana untuk punya keturunan. Latar belakang munculnya bank
sperma antara lain adalah sebagai berikut :
a. Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan
pada seorang pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak.
b. Memperoleh generasi jenius atau orang super.
c. Menghindari kepunahan manusia.
d. Memilih suatu jenis kelamin.
14
sebab nasab, seperti perwalian, warits dan lain-lain. Namun demikian tidak
semua pasangan memiliki kemudahan dalam mendapat keturunan, tetapi
ada sebagian mereka yang sulit mendapat keturunan yang disebabkan oleh
kurangnya kesuburan, mengidap suatu penyakit atau alasan lain. Maka
mucullah gagasan mendirikan bank sperma. kehadiran bank sperma
merupakan peluang bagi pasangan yang sulit untuk mendapatkan
keturunan untuk memiliki keturunan melalui jalan lain, yaitu membeli
sperma dan di inseminasikan ke dalam rahim istri. Hal itu bisa dilakukan
dengan mudah di zaman ini.
3. Hukum Bank Sperma dan Pendapat Para Ulama
Bank sperma merupakan tempat penyimpanan sperma yang diambil
dari pendonor, yang perlu dinyatakan untuk menentukan hukum tentang
bank sperma adalah, tahap pertama cara pengambilan atau mengeluarkan
sperma dari si pendonor, yaitu dengan cara masturbasi (onani). Persoalan
dalam hukum Islam adalah bagaimana hukum onani tersebut dalam kaitan
dengan pelaksanaan pengumpulan sperma di bank sperma dan inseminasi.
Secara umum islam memandang melakukan onani merupakan
tergolong perbuatan yang tidak etis. Mengenai masalah hukum onani
fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak dan ada
yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga
pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh.
Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah, Syafi`iyah, dan
Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa
Allah SWT memerintahkan menjaga kemaluan dalam segala keadaan
kecuali kepada isteri dan budak yang dimilikinya. Sebagaimana dalam surat
(al-Mu'minun) ayat 5-7 :
ُ َ ْ َ ْ َّ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ َْ ََ َ ُ َ ْ ين ُه ْم ل ُف ُر َ َو َّالذ
وم َين
ِ ِإال على أزو ِاج ِهم أو م ا ملكت أيم ان ُهم ف ِإن ُهم غي ُر مل. وج ِهم ح ا ِفظون ِ ِ ِ
َ ف َمن ْاب َت َغى َو َر َاء َذل َك َف ُأ َولئ َك ُه ُم ْال َع ُاد.َ
ون ِ ِ ِ
”Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya
16
mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik
itu[995] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. ( QS.
23 al- Mu'minun 5 -7 ).
a. Hanabilah berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau
karena takut zina, maka hukumnya menjadi wajib, kaidah usul:
Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib”.
Kalau tidak ada alasan yang senada dengan itu maka onani hukumnya
haram.
b. Ibnu hazim berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa
tetapi tidak etis. Diantara yang memakruhkan onani itu juga Ibnu Umar
dan Atha` bertolak belakang dengan pendapat Ibnu Abbas, hasan dan
sebagian besar Tabi`in menghukumi Mubah.
c. Al-Hasan justru mengatakan bahwa orang-orang Islam dahulu
melakukan onani pada masa peperangan. Mujahid juga mengatakan
bahwa orang islam dahulu memberikan toleransi kepada para
pemudanya melakukan onani. Hukumnya adalah mubah, baik buat laki-
laki maupun perempuan.11
d. Ali Ahmad Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat Al-Tasyri` Wa
Falsafatuhu. Telah menjelaskan kemadharatan onani mengharamkan
perbuatan ini, kecuali kalau karena kuatnya syahwat dan tidak sampai
menimbulkan zina. Yusuf Al-Qardhawy juga sependapat dengan
Hanabilah mengenai hal ini, Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibnu
Muhammad Al-Husainy juga mengemukakan kebolehan onani yang
dilakukan oleh istri atau ammahnya karena itu memang tempat
kesenangannya
e. Sayyid Sabig mengatakan bahwa malikiyah, syafi’iyah, dan zaidiyah
mengharamkan perbuatan onani dengan alasan bahwa ALLAH SWT
f. Menurut Al-Imam Taqiyudin Abi Bakar Ibnu Muhammad Al-Husainy,
mengemukakan bahwa onani itu adalah boleh karena yang dilakukan
11
Djazuli, Prof. A. Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah yang Praktis. (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 27.
17
d. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan
suami-istri yang sah hukumnya haram. Karena statusnya sama saja
dengan hubungan di luar nikah (zina).
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia menyimpulkan selama
mana Bank Sperma tersebut hukum syara’ dari segi operasinya maka
hukumnya boleh dan tidak diharamkan. Setelah bank sperma berhasil
mengumpulkan sperma dari beberapa pendonor maka bank sperma akan
menjualnya kepada pembeli dengan harga tergantung kualitas spermanya,
setelah itu agar pembeli sperma dapat mempunyai anak maka harus melalui
proses yang dinamakan inseminasi buatan yang telah dijelaskan di atas.
Hukum dan penadapat inseminasi buatan menurut pendapat ulama` apabila
sperma dari suami sendiri dan ovum dari istri sendiri kemudian disuntikkan
ke dalam vagina atau uterus istri, asal keadaan kondisi suami isteri yang
bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk
memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami isteri tidak
berhasil memperoleh anak, maka hukumnya boleh. Hal ini sesuai dengan
kaidah hukum fiqh:
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti
dalam keadaan terpaksa (emergency), dan keadaan darurat/ terpaksa itu
membolehkan melakukkan halhal yang terlarang.
Diantara fuqaha yang memperbolehkan/menghalalkan inseminasi
buatan yang bibitnya berasal dari suami isteri ialah Syaikh Mahmud Saltut,
Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad al-Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-
Barry.12 Secara organisasi, yang menghalalkan inseminasi buatan jenis ini
Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara`a Depertemen Kesehatan RI,
Mejelis Ulama` DKI Jakarta, dan lembaga Islam OKI yang berpusat di
Jeddah. Selain kasus di atas (sperma dari suami ditanam pada rahim isteri)
demi kehati-hatian maka ulama mengharamkannya. Contoh sperma dari
orang lain ditanam pada rahim isteri.
12
Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah al- Haditsah: Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam.
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hal.16.
19
عمر رضي هللا عنهما قال نهى النبي صلى هللا عليه وسلم عن عسب الفحل
21
Mayoritas Ulama ahli fiqh seperti Imam al-‘Auzai, Abu hanifah, al- Syafii
dan Imam Ahmad .
2. Nabi saw melarang menjual sperma sebagaimana pendapat Hujah al- Islam
bahwa yang dimaksud dengan “asbun” adalah Air mani yang keluar dari
pejantan, kata jual dipahami dengan mengirakan lafadz “tsaman” dan
diperkuat dengan hadits berikut ini:
أن: ح دثنا عب د هللا ح دثني أبي ثن ا إس ماعيل ثن ا علي بن الحكم عن ن افع عن بن عم ر
.النبي صلى هللا عليه و سلم نهى عن ثمن عسب الفحل (أخرجه امام أحمد في مسنده
أن رجال: الرؤاسي عن هشام بن عروة عن محمد بن إبراهيم التيمي عن أنس بن مالك
! من كالب سأل النبي صلى هللا عليه و سلم عن عسب الفحل فنهاه فقال يا رسول هللا
13
Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum
Islam, (RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995), hal. 76
25