Anda di halaman 1dari 17

RESUME JURNAL INSTRUCTIONAL MEDIA

Mobile Phone Use for Instructions In Senior High School In Ghana: Views
and Opinions of University Students

PAPER

Diajukan untuk memenuhi tugas UAS Mata Kuliah Pengembangan Media


Pembelajaran PAI

Dosen Pengampu:
Dr. H. Agus Maimun, M.Pd

Oleh:

ULFIATUL MU’AROFAH
NIM : 200101210054

PRODI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021
RESUME JURNAL INSTRUCTIONAL MEDIA
Mobile Phone Use for Instructions In Senior High School In Ghana: Views
and Opinions of University Students
Reviewer: Ulfiatul Muarofah (200101210054)
ABSTRAK: Resume Jurnal ini merupakan tugas akhir mata kuliah
Pengembangan Media Pembelajaran PAI di Pascasarjana FITK UIN Malang.
Reviewer memilih jurnal ini guna mengetahui pendapat mahasiswa tahun kedua di
Universitas Ghana tentang penggunaan telepon selular sebagai media
instruksional di Sekolah Menengah Atas Ghana yang kini menuai kontroversi
antara pemangku kepentingan dalam bidang pendidikan dan masyarakat umum.
Dalam abstrak penelitian ini, reviewer menemukan suatu metode penelitian yang
digunakan yaitu metode penelitian eksploratif dan deskriptif yang bertujuan untuk
menggali pendapat 68 mahasiswa di sebuah universitas negeri di Ghana. Dalam
hal ini, reviewer menemukan inti pembahasan tentang efek positif dan negatif
penggunaan ponsel sebagai media instruksional pendidikan di Sekolah Menengah
Atas. Ponsel memudahkan siswa dalam mencari informasi tambahan seputar
materi pelajaran. Namun, ponsel juga bisa menjadi alat destruktif yang mematikan
bagi siswa dan dapat membuat mereka berkinerja buruk dalam pekerjaan
akademis mereka. Dalam penerapannya, pemangku kepentingan yang
bertanggung jawab atas pendidikan di Ghana perlu mempertimbangkan manfaat
dan kerugian penggunaan ponsel di sekolah menengah atas dengan berbagai
pertimbangan yang harus dilakukan sebelum keputusan akhir diambil.

Kata kunci: Telepon selular; SMA; Pendidikan; Teknologi selular, Mahasiswa

IDENTITAS JURNAL

Judul MOBILE PHONE USE FOR


INSTRUCTIONS IN SENIOR HIGH
SCHOOL IN GHANA: VIEWS AND
OPINIONS OF UNIVERSITY
STUDENTS
(Penggunaan Telepon Selular untuk
Instruksi di Sekolah Menengah Atas
Ghana: Pandangan dan Pendapat
Mahasiswa)
Nama Jurnal International Journal of Curriculum
and Instruction (IJCI)
Peneliti Paul Kwame Butakor (Department of
Teacher Education, University of Ghana,
P.O. Box LG 1181 Accra, Ghana )
Lembaga Pengelola Jurnal World Council for Curriculum and
Instruction, US
Volume, No, Tahun Penerbitan Volume 13, No. 2021 Hal. 1119-1132
RESUME JURNAL
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reviewer menjumpai dalam beberapa pembahasan yang dimuat
oleh peneliti dalam latar belakang berupa menjelaskan tentang kontroversi
dalam sistem pendidikan di Ghana yang berkaitan dengan penggunaan
telepon seluler di Sekolah Menengah Atas. Hal ini disebabkan beberapa
orang percaya bahwa penggunaan ponsel di lembaga tidak membantu dan
bertindak sebagai alat pengalih perhatian, sedangkan yang lain percaya
bahwa ketika siswa diizinkan untuk menggunakan perangkat ini di sekolah,
hal ini akan meningkatkan kinerja akademik mereka.
Selain itu, reviewer menjumpai peneliti mengutip hasil penelitian
Kuznekoff dan Titsworth (2013) tentang efek negatif penggunaan ponsel
di sekolah bahwa “di ruang kelas modern, salah satu masalah yang
dihadapi oleh instruktur adalah bahwa mereka bersaing dengan rangsangan
komunikasi yang berbeda untuk perhatian siswa. Bagi banyak instruktur,
ponsel ini merupakan pengalih perhatian potensial dalam proses belajar
mengajar karena siswa mengirim pesan teks, memeriksa Facebook, dan
bahkan bermain game’’.
Selain efek negatif, reviewer juga menjumpai peneliti memaparkan
efek positif penggunaan ponsel di sekolah berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ferry (2009), “siswa dapat menggunakan ponsel
untuk mencari informasi dari internet, mengubah dan menyebarkannya,
bekerja dengan siswa dan juga membuat lebih banyak media- pendekatan
yang kaya untuk arah”. Demikian pula, Adedoja, Adelore, Egbokhare, dan
Oluleye (2013) melaporkan bahwa “sekitar 90% siswa (responden)
mengklaim bahwa ponsel meningkatkan pembelajaran mereka dan
pembelajaran seluler adalah inovasi yang diperlukan”.
Dalam penelitian ini, peneliti memaparkan tentang kontroversi
penggunaan perangkat seluler di lembaga yang membutuhkan perhatian
para pemangku kepentingan, pendidik, dan peneliti terutama di era
COVID-19 ini. Hal ini bermula dari kebijakan Layanan Pendidikan Ghana
(GES) mencegah siswa di sekolah siklus kedua menggunakan ponsel. Pada
tahun 2017, Kementerian Perhubungan mengungkapkan bahwa pihaknya
berencana dengan Kementerian Pendidikan untuk mencabut larangan
penggunaan ponsel di Sekolah Menengah Atas di seluruh negeri (Ghana
Modern, 2017). Pada Agustus 2017, Wakil Menteri Pendidikan
mengumumkan bahwa Kementerian Pendidikan telah mulai
mempertimbangkan untuk mencabut larangan bagi siswa untuk membawa
ponsel ke sekolah sebagai cara untuk meningkatkan basis pengetahuan
mereka dalam pendidikan TIK. Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) di
tanah air sangat menentang penggunaan telepon genggam oleh siswa di
sekolah menengah atas di tanah air. Mereka berpandangan bahwa
membiarkan penggunaan ponsel di SHS akan memiliki efek serius pada
siswa karena gangguan dan penyalahgunaan. Mereka menekankan bahwa
mereka akan menegakkan arahan dari Layanan Pendidikan Ghana (GES)
tentang larangan penggunaan telepon di sekolah. Namun, situasi saat ini
telah membawa dimensi yang berbeda untuk argumen ini. Insiden dan
penyebaran cepat pandemi COVID-19 di seluruh dunia dan khususnya di
Ghana menyebabkan penutupan semua sekolah di Ghana.
Selanjutnya, peneliti memaparkan tentang kebutuhan untuk
memanfaatkan telepon seluler dengan baik untuk tujuan pendidikan dalam
situasi pandemi COVID-19 yang bermula dari dalam pembelajaran mode
tatap muka tradisional ke berbagai platform online. Proses belajar
mengajar akan terbantu dengan perangkat seluler tersebut, sebagian besar
guru mengirimkan pekerjaan rumah dan kegiatan belajar lainnya kepada
siswa melalui WhatsApp atau platform media sosial lainnya. Namun,
sebelum era pandemi COVID-19, siswa di sekolah dasar dan sekolah
menengah atas tidak diperbolehkan menggunakan ponsel di sekolah,
sehingga penggunaan ponsel untuk menyelesaikan tugas dan tugas belajar
banyak menimbulkan tantangan bagi siswa.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengkaji pandangan siswa
tentang penggunaan ponsel di sekolah menengah atas dan berusaha untuk
mengetahui efek positif maupun negatif pada penggunaan ponsel di
Sekolah Menengah Atas (SMA).
B. Konsep Teknologi Seluler
Dalam pembahasan ini, peneliti memaparkan suatu pengertian dari
berbagai ahli tentang teknologi seluler sehingga memberikan suatu batasan
dan kejelasan dalam penelitianya. Penulis menyebutkan bahwa telepon
seluler merupakan salah satu teknologi yang berkembang di abad 21
terlebih lagi di era pandemi COVID 19 ini. Menurut Daichendt (2018),
teknologi seluler adalah teknologi yang portabel yang mengacu pada
perangkat apa pun yang dapat dibawa seseorang untuk melakukan
berbagai 'tugas'. Perangkat teknologi seluler bersifat portabel dan
menawarkan akses instan ke informasi (Kim, Hagashi, Carillo, Gonzales,
Makany, Lee & Gàrate, 2011). Personal Digital Assistants (PDA) dan
smartphone adalah perangkat seluler yang memungkinkan komunikasi
waktu nyata (Chang, Yan & Tan, 2012).
Reviewer juga menjumpai peneliti menyebutkan tentang ciri-ciri
keunikan ponsel seluler yang terletak pada kemampuannya untuk dibawa
dengan mudah (portability), sifatnya yang fleksibel, kesederhanaan
penggunaan dan kemampuannya untuk digunakan dengan bentuk
teknologi lainnya (Fotheringham & Alder, 2012).
Reviewer juga mendapati peneliti memaparkan kegunaan
perangkat teknologi selular yang telah menjadi kekuatan penting dan
relevan dalam pembelajaran dan menjadi perangkat yang lebih terjangkau
dan ringkas yang lebih dapat diandalkan dan memiliki konektivitas yang
lebih besar. Jika dibandingkan dengan komputer tradisional, perangkat
seluler portabel dan terjangkau menjadi lebih mudah digunakan dalam
pendidikan (Kim et al, 2011).
Selanjutnya, peneliti memaparkan alasan ponsel lebih baik
daripada komputer dalam berbagi pengetahuan dalam pengaturan sosial
dan profesional (Attewell, 2005). Dalam hal ini, peneliti memaparkan
bawa teknologi seluler mengubah masyarakat, komunikasi, dan ekonomi
di tingkat global. Ponsel, smartphone, dan tablet sekarang jauh melebihi
jumlah komputer desktop, telah terjadi perubahan dalam cara orang
memperoleh, menggunakan, dan berbagi informasi, terutama di kalangan
remaja (Soyemi, Oloruntoba, & Okafor, 2015). Perangkat seluler canggih
dan aplikasi digital canggih memungkinkan pengguna untuk memulai dan
membangun bisnis, mendapatkan akses ke catatan keuangan dan
perawatan kesehatan mereka, berkomunikasi dengan publik pejabat, dan
menyelesaikan transaksi online dengan cepat dan mudah. Secara global,
perangkat dan aplikasi ini telah membantu siswa di daerah pedesaan yang
kekurangan sumber daya pendidikan dan teknologi (Kim et al, 2011).
Dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa di negara maju dan
berkembang, pertumbuhan teknologi seluler telah mempengaruhi transfer
pengetahuan, keamanan, serta koneksi sosial dan ekonomi (Soyemi,
Oloruntoba & Okafor, 2015).
C. Keuntungan Penggunaan Telepon Seluler dalam Pendidikan
Dalam pembahasan ini, peneliti memaparkan beberapa kegunaan
penggunaan telepon seluler dalam berbagai aspek menurut para ahli.
Dalam aspek sosial yaitu menurut Gábor dan Péter (2015), reformasi dan
laju perkembangan komunikasi seluler yang cepat dalam satu dekade
terakhir telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam kehidupan
sosial. dan kehidupan budaya masyarakat. Kenyataannya, perubahan ini
sudah menjadi kenyataan sehari-hari. Kapasitas dan kemampuan ponsel
kontemporer tidak terbatas; mereka dapat dibawa dengan mudah, dan
dapat menyediakan akses ke berbagai sumber informasi dan data di
seluruh dunia. Keunggulan ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pendidikan (Gábor & Péter, 2015). Perangkat seluler sebagai alat
pendidikan telah mendapat berbagai kritik dan menghadapi perlawanan
dari seluruh masyarakat di seluruh dunia. Di Serbia misalnya, para
pendidik dan Kementerian Pendidikan memandang masalah ponsel dalam
pendidikan dengan penghinaan sementara mengalami kesulitan
memasukkannya ke dalam proses pendidikan metodologis yang sudah ada.
Kemajuan teknologi tidak pernah tersedia bagi individu di dunia seperti
komunikasi seluler, sehingga kemungkinan memasukkannya ke dalam
pendidikan harus dipertimbangkan (Gábor & Péter, 2015).
Selain itu, peneliti juga memaparkan kegunaan pengunaan ponsel
secara pedagogis positif berdasarkan berbagai studi. Yang pertama,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Kukulska-Hulme, 2010; Gábor &
Péter, 2015 bahwa “pembelajaran seluler tidak menekankan pada tempat
belajar, tidak memisahkan tempat kerja dari ruang publik, rumah dari
lingkungan belajar, dan bahkan tidak mengubah gagasan tentang peluang
belajar”. Menurut Gábor dan Péter (2015), mengikuti proses pemikiran
Kukulska-Hulme (2010), kita dapat mengatakan bahwa komunikasi seluler
memiliki beberapa keuntungan dalam kaitannya dengan pendidikan adalah
alat yang efektif untuk individu yang kurang beruntung di lapisan
masyarakat yang lebih rendah yang tidak mampu membeli komputer;
informasi kursus tersedia secara luas karena podcast, aplikasi seluler, blog,
dan e-book semuanya dapat diakses oleh pengguna; orang-orang yang
kurang mampu, melalui telepon seluler, dapat memiliki kesempatan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di masyarakat mereka; Rencana
pelajaran sekolah dan metode di belakangnya dapat ditingkatkan melalui
informasi dari peserta didik; telepon dapat menjadi alat penting untuk
sains bagi pelajar yang berada di daerah yang tersebar, yang akan memberi
mereka akses ke informasi dan pengetahuan lokal, serta bahan penelitian
ilmiah (Gábor & Péter, 2015). Studi yang kedua, Irina (2011) juga
menambahkan bahwa perangkat mobile merupakan perangkat elektronik
yang paling mudah diakses oleh banyak guru dan siswa. Irina (2011)
setuju dengan Gábor dan Péter (2015) bahwa di bagian masyarakat yang
kurang beruntung, di mana akses ke komputer di sekolah sulit ditambah
dengan tidak ada akses ke komputer di rumah, menciptakan 'kesenjangan
digital' antara berpenghasilan rendah dan negara berpenghasilan tinggi dan
strata sosial. Stdi yang ketiga, Obringer dan Coffey (2007) juga
berpendapat bahwa ponsel dapat membantu siswa dalam merencanakan
pekerjaan setelah sekolah dan kegiatan lainnya. Telepon kamera memiliki
sejumlah manfaat pendidikan; Ini dapat digunakan untuk merekam
kunjungan lapangan atau sekolah dan acara lainnya, untuk
menyempurnakan laporan dengan visual, dan untuk mengembangkan esai
foto (Dyrli, 2004; Obringer & Coffey, 2007).
Peneliti juga berargumen tentang manfaat penggunaan ponsel
sebagai alat pembelajaran dalam realita saat ini, dijelaskan bahwa
komunikasi seluler adalah bagian dari kehidupan sehari-hari peserta didik
dan akan menjadi kenyataan di masa depan, oleh karena itu akan menjadi
alat pendidikan universal seperti video, komputer, atau internet (Gábor &
Péter, 2015). Contoh penggunaan ponsel sebagai alat pembelajaran sangat
banyak: dari tugas tertulis singkat, kuis, survei, podcast hingga blog, e-
book, kamus elektronik, permainan kosa kata, dll. Singkatnya,
pembelajaran insidental dari berbagai jenis yang dapat mengambil tempat
dimana saja dan kapan saja dengan teknologi mobile dapat secara efektif
mendukung pengajaran bahasa secara langsung (Irina, 2011).
D. Kerugian menggunakan telepon seluler di sekolah
Dalam penelitian ini, reviewer menjumpai peneliti memaparkan
tentang kerugian penggunaan telepon seluler dalam pendidikan
berdasarkan riset yang dilakukan oleh para ahli.
Pertama, Obringer dan Coffey (2007) Menekankan bahwa
pendidik, administrator, dan dewan sekolah prihatin tentang masalah yang
berkaitan dengan penggunaan ponsel di sekolah seperti: panggilan telepon
mengganggu lingkungan kelas yang mengganggu perhatian yang diberikan
untuk pekerjaan kelas, dan dapat mempengaruhi kinerja peserta didik
(Baron, 2008). Dalam situasi yang sama, mengirim pesan teks selama
pekerjaan kelas menyebabkan fokus terbelah dan kinerja yang lebih buruk
pada tugas sekolah siswa.
Kedua, literatur juga melaporkan kecurangan dengan ponsel dalam
ujian, pelecehan, intimidasi, gosip dan aktivitas antisosial lainnya. Akhir-
akhir ini, penyalahgunaan kamera ponsel di fasilitas umum seperti kamar
kecil, kolam renang, ruang ganti, untuk mengambil foto memalukan teman
sekelas dan membagikannya kepada orang lain secara elektronik, telah
menyebabkan pembatasan ponsel di sekolah (Irina, 2011; Gilroy, 2003). ;
Meer, 2004; Danforth, 2003; Obringer & Coffey, 2007).
Ketiga, banyak orang tua percaya bahwa telepon akan berguna
khususnya dalam situasi darurat di sekolah. Namun, 68 persen petugas
polisi yang ditugaskan di sekolah-sekolah di AS percaya bahwa
penggunaan telepon akan lebih membahayakan keselamatan sekolah
dalam suatu krisis (National School Safety and Security Services, 2005).
Keempat, Kuznekoff dan Titsworth (2013) menjelaskan bahwa
dampak penggunaan ponsel pada pembelajaran siswa yaitu siswa
ditemukan bahwa siswa yang menggunakan ponsel selama kuliah di kelas
cenderung untuk menuliskan informasi lebih sedikit, mengingat lebih
sedikit informasi, dan tampil lebih buruk pada tes pilihan ganda daripada
mereka yang tidak menggunakan ponsel mereka selama kelas.
Kelima, penelitian oleh Soyemi, Oloruntoba, dan Okafor (2015)
tentang analisis dampak ponsel terhadap kinerja akademik mahasiswa di
perguruan tinggi dan terungkap bahwa mahasiswa mengetahui situs
jejaring sosial dan memiliki akses ke sana. sehingga sebagian besar siswa
dipengaruhi oleh media sosial secara negatif karena mereka terfokus pada
chatting, musik dan lain-lain sementara kegiatan akademik mereka
diberikan sedikit perhatian dan dibiarkan menderita. Juga, penelitian ini
menemukan bahwa penggunaan ponsel tidak terkendali di kalangan siswa,
yang merupakan penyebab utama kinerja akademik yang buruk.
Keenam, Matimbwa dan Anney (2016) menyelidiki persepsi guru
dan siswa tentang penerimaan penggunaan ponsel sebagai alat pengajaran
TIK dan temuan menunjukkan perbedaan dalam tanggapan tentang
seberapa berguna ponsel sebagai alat pengajaran. Temuan ini
menunjukkan bahwa guru meragukan penggunaan ponsel untuk
berkomunikasi dengan siswa karena perangkat seluler tidak diperbolehkan
di sekolah. Temuan juga menunjukkan bahwa perangkat seluler di kelas
akan menyebabkan gangguan selama pelajaran dan setelah kelas, mereka
akan menunda tugas yang dibawa pulang karena siswa akan menggunakan
ponsel mereka daripada berkonsentrasi pada pelajaran; mereka juga
membuat siswa rentan terhadap hubungan seksual, dan dalam kasus anak
perempuan dapat menyebabkan kehamilan. Ponsel juga dapat
menyebabkan siswa menunjukkan perilaku buruk baik di rumah maupun
di sekolah dengan mengabaikan kegiatan penting lainnya.
E. Sikap Siswa dalam Penggunaan Ponsel
Peneliti memaparkan tentang sikap siswa terhadap penggunaan
telepon sebagai alat dalam pendidikan berdasarkan dari berbagai studi dan
survei. Sebuah studi tentang teknologi seluler dalam proses belajar
mengajar di Portugal oleh Ferreira, Moreira, Santos-Pereira dan Durão
(2015) menunjukkan bahwa teknologi seluler lebih banyak digunakan
sebagai alat daripada sebagai media pengajaran. Terdapat konsensus
bahwa teknologi mobile dengan sendirinya tidak menjamin keberhasilan
dalam pembelajaran; Namun, bila digunakan sebagai bagian dari upaya
untuk mendukung keterlibatan pembelajaran aktif, ada bukti bahwa
mereka dapat menyebabkan peningkatan motivasi dan belajar siswa.
Fakokunde (2017), Chen, Seilhamer, Bennett dan Bauer (2015) juga
mengungkapkan merebaknya ponsel di kalangan mahasiswa di Florida
tetapi mengungkapkan bahwa perangkat tersebut tidak digunakan oleh
siswa untuk tujuan meningkatkan pembelajaran yang menunjukkan ada
kebutuhan untuk dukungan pedagogis yang akan membantu penggunaan
telepon untuk tujuan pendidikan.
Sebuah studi oleh Soyemi, Oloruntoba dan Okafor (2015)
mengungkapkan efek negatif dari ponsel pada mahasiswa politeknik di
Nigeria didasarkan pada fakta bahwa mahasiswa menggunakan ponsel
untuk tujuan non-pendidikan seperti chatting dan mendengarkan musik.
Demikian pula, Fakokunde (2017), Beland dan Murphy (2016)
mengungkapkan bahwa siswa berprestasi lebih baik secara akademis di
sekolah di mana penggunaan perangkat telepon dicegah di Inggris dengan
efek yang lebih positif pada siswa dari latar belakang sosial ekonomi
rendah serta berprestasi rendah. Lebih lanjut, laporan Business Insider
Nordic pada 30 Agustus 2016 mengungkapkan dukungan siswa terhadap
larangan penggunaan ponsel di sekolah-sekolah di Swedia. Larangan
tersebut menurut laporan tersebut, “akan mengurangi gangguan di
lingkungan kerja siswa, memungkinkan siswa untuk lebih banyak
berolahraga selama istirahat di sekolah, dan mengurangi intimidasi dan
penyalahgunaan internet”. Menurut Irina (2011) survei dilakukan pada
penggunaan telepon dan sikap terhadap telepon sebagai alat dalam
pendidikan di antara 40 fakultas dan 64 mahasiswa tahun ketiga di salah
satu universitas bisnis Jepang. Ketika ditanya apakah perlu menggunakan
perangkat seluler untuk mengajar, hanya 2,8% guru yang menjawab
dengan baik, 42,9% tidak yakin, dan 54,3% tidak setuju. Para siswa
memiliki pandangan yang berlawanan: 47% setuju, 50% tidak yakin.
Selain itu, 60% guru belum pernah menemukan penggunaan inovatif yang
berhasil dari perangkat tersebut dalam praktik pendidikan, namun 60%
siswa telah melakukannya. Hanya 28% guru yang setuju untuk mencoba
menggunakan ponsel dalam proses belajar mengajar. Mempertimbangkan
sikap ini, tidak mengherankan bahwa 78% guru mendukung kebijakan
pencegahan penggunaan telepon di sekolah. Namun yang mengejutkan,
adalah fakta bahwa 60% siswa setuju dengan guru tentang masalah ini.
Temuan ini tidak sejalan dengan dukungan siswa biasa terhadap
penggunaan ponsel di lembaga pendidikan (Irina, 2011).
F. Penggunaan Ponsel oleh Siswa SMA
Dalam pembahasan ini, Reviewer menemukan peneliti membagi
penggunan ponsel oleh siswa menjadi dua yaitu, kesadaran siswa dalam
penggunaan ponsel untuk tujuan akademis, hal ini terdapat pada sebuah
studi yang dilakukan oleh Fakokunde (2017). Yang kedua, sikap siswa
menggunakan ponsel untuk tujuan non-akademik, hal ini berdasarkan
sebuah studi yang menunjukkan bahwa sebagian besar peserta tidak selalu
menggunakan ponsel mereka untuk belajar. Responden biasanya
menggunakan jam alarm pada perangkat mobile mereka untuk
membangunkan mereka untuk membaca dan mempersiapkan sekolah yang
menunjukkan penggunaan ponsel yang tidak efektif sebagai sarana belajar
siswa SHS. Penelitian tersebut juga mengungkapkan adanya hubungan
positif antara tingkat kesadaran responden terhadap penggunaan perangkat
mobile untuk pendidikan dan penggunaan perangkat untuk pembelajaran
(Fakokunde, 2017).
Dalam pemaparan tentang penggunaan ponsel, peneliti juga
menguatkan argumennya dengan survei yang dilakukan oleh Thomas dan
Muñoz (2016) terhadap 628 siswa sekolah menengah yang terdiri dari 307
(48,9%) perempuan dan 321 (51,1%) laki-laki dari wilayah Midwest
Amerika Serikat menunjukkan bahwa 90,7% siswa melaporkan
penggunaan ponsel. untuk pekerjaan yang berhubungan dengan sekolah.
628 siswa melaporkan hal-hal berikut sebagai penghalang penggunaan
perangkat seluler di kelas: (a) dering ponsel (54,0%) (b) menyontek
(40,0%) (c) gangguan kelas (39,3%) (d) dunia maya bullying (36,5%) (e)
akses ke informasi yang tidak pantas di Internet (34,2%) (f) sexting
(27,9%) (g) dampak negatif SMS pada tulisan siswa (23,4%) (Thomas &
Muñoz, 2016).
2. METODE
Peneliti dalam tulisannya menggunakan penelitian deskriptif
kualitatif dan eksploratif yang menggunakan jajak pendapat di 68
mahasiswa tahun kedua Universitas Ghana yang lulus dari sekolah
menengah. Penelitian ini melibatkan semua mahasiswa Pendidikan Guru
tahun kedua dari University of Ghana yang telah terdaftar dalam salah satu
program pendidikan di Departemen Pendidikan Guru. Dalam penelitian
ini, para peserta diminta untuk mengisi atau memberikan tanggapan
mereka atas pertanyaan terbuka yang diposting online di Sistem
Manajemen Pembelajaran Universitas Ghana yang disebut Sakai. Jawaban
dikumpulkan dan didaftarkan secara otomatis di database Sakai.
Tanggapan siswa kemudian dikodekan dan ditranskripsi menjadi data
untuk tema yang muncul.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bagian ini, ditemukan hasil penelitian dari 68 siswa (42
perempuan dan 26 laki-laki), 50 siswa mengartikulasikan bahwa telepon
tidak boleh di sekolah menengah (35 Perempuan dan 15 Laki-laki) dan 13
siswa berpandangan bahwa telepon harus diperbolehkan di sekolah
menengah (8 Laki-laki dan Perempuan 5) dan 5 tidak memutuskan apakah
telepon harus digunakan di sekolah menengah atau tidak.
a. Siswa Sekolah Menengah di Ghana Tidak Boleh Menggunakan
Ponsel di Sekolah
Pada bagian ini, reviewer menjumpai pernyataan dan pendapat
responden tentang pencegahan penggunaan ponsel di Sekolah
Menengah Atas dengan alasan bahwa penggunaan ponsel di sekolah
lebih banyak dari kelebihannya. Hal ini berdasarkan argumen berikut
ini:
Argumen pertama, “siswa sekolah menengah atas tidak boleh
menggunakan ponsel di sekolah karena itu berfungsi sebagai sumber
gangguan besar bagi sebagian besar siswa.” “Penggunaannya dapat
membuang waktu berharga yang dibutuhkan siswa untuk mempelajari
pekerjaan akademis mereka.” Dengan demikian penggunaannya dapat
menjadi ancaman bagi pekerjaan akademik siswa, karena siswa akan
menggunakan seluruh waktunya untuk mengobrol di platform media
sosial, menelepon, bermain game, dan menggunakan ponsel mereka
untuk tujuan non-akademik.
Reviewer mengamati bahwa pernyataan di atas sesuai dengan
pernyataan Obringer dan Coffey (2007) yang menjelaskan bahwa
pendidik, administrator, dan dewan sekolah prihatin tentang masalah
yang berkaitan dengan penggunaan ponsel di sekolah termasuk dapat
mengganggu pekerjaan akademik siswa. Selain itu, sebuah studi oleh
Soyemi, Oloruntoba dan Okafor (2015) menunjukkan efek negatif dari
ponsel pada mahasiswa politeknik di Nigeria karena mahasiswa
berkomitmen untuk menggunakan ponsel untuk chatting, musik dan
tujuan non-pendidikan lainnya.
Argumen kedua, responden lain menyatakan bahwa ‘’tanggung
jawab dasar yang dituntut dari seorang siswa sekolah menengah atas
adalah untuk belajar dan dapat lulus ujiannya. Dan saya tidak berpikir
jika Anda benar-benar ingin siswa lulus ujian dan cenderung akademis,
Anda akan mengizinkan mereka menggunakan ponsel di sekolah,
terutama di tingkat SMA’'.
Argumen ketiga, beberapa responden berpandangan bahwa
“bahkan ketika penggunaan ponsel diperbolehkan di sekolah
menengah, sebagian besar siswa tidak akan menggunakannya untuk
apa yang seharusnya digunakan, tetapi mereka menggunakannya
secara negatif seperti menonton film porno, sexting (pengiriman
gambar atau pesan yang provokatif secara seksual dari siswa yang
dapat mengakibatkan korban bahkan bunuh diri), menyontek saat
ujian, bermain musik di malam hari yang akan mengganggu siswa
lain”.
Argumen keempat, seorang responden menyatakan “siswa lebih
cenderung menggunakan ponsel mereka untuk segala hal selain belajar
bahkan di bawah pengawasan yang ketat”. Hal ini sejalan dengan
pendapa Irina (2011); Gilroy (2003); Meer (2004); Danforth (2003)
bahwa literatur penuh dengan laporan tentang menyontek dengan
perangkat seluler dalam ujian, pelecehan, intimidasi, gosip, dan
kegiatan anti-sosial lainnya. Akibatnya penyalahgunaan kamera
perangkat di fasilitas umum seperti kamar kecil, kolam renang, ruang
ganti, dll telah menyebabkan lebih banyak pembatasan pada ponsel di
sekolah.Chen, Seilhamer, Bennett dan Bauer (2015) juga mencatat
meluasnya penggunaan ponsel di kalangan mahasiswa di Florida tetapi
perangkat tersebut tidak digunakan oleh mahasiswa untuk
meningkatkan pembelajaran. Hal ini kemudian tidak mengejutkan
karena tingginya tingkat ketidakdisiplinan dan kinerja akademik yang
buruk dari siswa sekolah menengah di Negara Bagian Osun, Nigeria,
telah menyebabkan larangan penggunaan perangkat seluler oleh siswa
di sekolah (Fakokunde, 2017).
Argumen kelima, berdasarkan pengalaman responden tentang
penggunaan telepon di tingkat SMA “saya sangat menentang kebijakan
ini karena saya telah menjadi saksi masalah ini di mana saya dan
teman-teman saya whatsapp dan menelepon selama jam persiapan dan
kelas, kami biasa begadang semalaman mengobrol dengan pacar dan
teman kami dari sekolah lain”. “Saya magang di “SMA KK” di mana
siswa membawa telepon ke sekolah. Saat mengajar, saya akan
menyadari bahwa siswa berada di platform media sosial dan tidak
memperhatikan”. “saya telah menjadi korban ketika orang tua saya
membuat saya kecanduan telepon pada usia dini dan kemudian ibu
saya menyadari itu adalah alasan utama mengapa saya tidak
melakukan dengan baik dengan akademis saya”.
Berdasarkan argumen tersebut, akun-akun tersebut menunjukkan
bahwa membiarkan siswa SMA menggunakan ponsel memang bisa
menjadi perusak yang dapat menurunkan prestasi akademik siswa di
level tersebut. Hal ini seperti yang dicatat oleh Beland dan Murphy
(2015) dan Fakokunde (2017) tentang peningkatan kinerja akademik
siswa di sekolah-sekolah di Inggris di mana penggunaan perangkat
seluler dilarang. Lebih lanjut, laporan Business Insider Nordic pada
tahun 2016 mengungkapkan dukungan siswa terhadap pelarangan
ponsel di sekolah-sekolah di Swedia.
Reviewer juga menjumpai ulasan tentang solusi berdasarkan
argumen responden tersebut, ia menawarkan alternatif di mana siswa
dapat memperoleh akses informasi seperti perpustakaan, laboratorium
TIK dan laboratorium komputer. Namun, pihak sekolah berupaya
menjaga tempat-tempat tersebut dalam kondisi yang baik sehingga
siswa dapat menggunakannya untuk belajar. Selain itu, bilik telepon
yang cukup harus disediakan untuk sekolah. Masukan-masukan diatas
patut diacungi jempol karena jika sekolah menengah Atas disediakan
LAB ICT dengan komputer yang cukup memadai dan akses internet
yang baik, mereka dapat menggunakan komputer untuk mencari
informasi tambahan.
b. Siswa Sekolah Menengah di Ghana Harus Diizinkan
Menggunakan Ponsel di Sekolah
Dalam sub ini, reviewer juga menjumpai ulasan dari argumen
responden yang mendukung penggunaan ponsel di SMA. Argumen
pertama, ponsel memberikan berbagai informasi daripada yang dapat
diberikan oleh guru dan mempermudah penelitian. Hal ini didukung
oleh literatur dalam karya Gábor dan Péter (2015) yang menyatakan
bahwa informasi kuliah dapat diakses secara luas menggunakan
ponsel. Artinya, benar bahwa berbagai informasi dapat diakses dengan
menggunakan telepon, tetapi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan komputer sehingga siswa di sekolah menengah dapat
menggunakan TIK dan laboratorium komputer di sekolah mereka.
Argumen kedua, ponsel adalah portabel, mudah dibawa kemana-
mana dan dapat digunakan di mana saja dan kapan saja. Siswa dapat
dengan mudah belajar online dengan perangkat selain sebuah buku
teks besar. Meskipun dapat mengganggu pembelajaran, ponsel dapat
digunakan secara positif untuk memfasilitasi pengajaran dan
pembelajaran dan meningkatkan pekerjaan akademik. Hal ini sejalan
dengan pedapat ahli berikut ini:
Pertama, Gábor dan Péter (2015) menjelaskan bahwa ponsel
bersifat portabel dan dapat menyediakan akses ke berbagai sumber
informasi dan data secara global.
Kedua, Kukulska-Hulme (2010) berpendapat bahwa mobile
learning tidak menekankan pada tempat belajar. Kualitas ponsel ini
memang menjadikannya alat yang efektif untuk belajar, yaitu jika
memang seseorang memutuskan untuk menggunakannya untuk belajar
karena meskipun responden mempertimbangkan manfaat ponsel untuk
belajar, mereka juga mengakui bahwa itu dapat merusak.
4. KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, reviewer dapat menyimpulkan bahwa ada
dua pendapat mengenai penggunaan ponsel di sekolah. Pendapat
pertama, ponsel tidak boleh digunakan di sekolah menengah di Ghana
dengan mempertimbangkan tiga kekhawatiran utama: gangguan,
pemborosan waktu, dan penggunaan ponsel untuk tujuan tidak bermoral
lainnya daripada belajar. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa
siswa harus diizinkan menggunakan telepon di sekolah dengan
mempertimbangkan dua hal; telepon seluler dapat memberikan siswa
berbagai informasi; penggunaannya harus diatur secara ketat oleh
otoritas sekolah.
Di Ghana, penggunaan perangkat seluler oleh siswa sekolah
menengah atas di sekolah tetap menjadi perdebatan di antara para
pemangku kepentingan dalam bidang pendidikan dan masyarakat
umum karena efek yang dirasakan dari ponsel pada kinerja akademik
siswa. Mereka yang melihat ponsel sebagai perangkat relevan yang
dapat digunakan untuk memfasilitasi belajar mengajar menganjurkan
penggunaannya di sekolah menengah oleh siswa, sementara yang lain
sangat berpandangan bahwa itu harus dilarang karena efek negatifnya
pada kinerja akademik siswa.
Berdasarkan literatur dan analisis data di atas, jelas bahwa ada
beberapa manfaat pendidikan jika siswa SMA menggunakan ponsel di
sekolah sebagai media instruksinal dan pada saat yang sama ponsel
dapat menjadi alat destruktif yang mematikan bagi siswa dan dapat
membuat mereka melakukan buruk dalam akademik mereka.
5. TAMBAHAN ANALISIS REVIEWER
Setelah mengamati penelitian ini, reviewer melihat bahwa sisi
negatif penggunaan ponsel sebagai media instruksional di sekolah dapat
dicegah dengan kebijakan yang matang sebelum menerapkan ponsel dalam
lingkungan sekolah. Seluruh pemegang kebijakan yang meliputi kepala
sekolah dan otoritas sekolah harus memfasilitasi siswa SMA dengan
telepon yang membatasi akses ke situs web non-pendidikan. Jika siswa
SMA diperbolehkan menggunakan ponsel yang hanya bisa digunakan
untuk keperluan akademis, hal ini akan sangat bermanfaat karena mereka
tidak punya pilihan selain menggunakan ponsel untuk belajar. Hal ini
didukung pula dengan akses internet dan penyediaan komputer yang
cukup untuk digunakan di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Paul Kwame Butakor dalam penelitiannya memasukkan 20 referensi
inti dari beberapa riset yang membahas mengenai konsep telepon seluler,
penggunaan, dan penerapannya dalam pendidikan, serta tanggapan siswa
dalam penggunaan ponsel sebagai media instruksional dalam
pembelajaran. Selain itu, ada 12 referensi yang membahas tentang dampak
positif dan negatif dalam penggunaan ponsel di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai