Anda di halaman 1dari 12

TUGAS FARMAKOLOGI

OBAT-OBAT ANTIHISTAMIN,ANTIMIKROBA,ANALGETIK
DAN ANTIINFLAMASI

Disusun Oleh : Ridwan Yudiansyah

NIM : 18416248201079

Kelas : FM18D

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN


KARAWANG

2019
1. Obat Antihistamin
a. Antagonis reseptor H1
-  Difenhidramin : Benadryl (Parke Davis)
Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat, difenhidramin juga bersifat
spasmolitik sehingga dapat digunakan pada pengobatan penyakit parkinson, dalam
kombinasi dengan obat-obat lain yang khusus digunakan untuk penyakit ini.
Dosis : oral 4 kali sehari 25 – 50 mg, i.v. 10-50 mg
-  Dimenhidrinat: difenhidramin-8-klorotheofilinat, Dramamin (Searle), Antimo (Phapros).
Pertama kali digunakan pada mabuk laut (“motion sickness”) dan muntah-muntah sewaktu
hamil.
Dosis : oral 4 kali sehari 50 – 100 mg, i.m. 50 mg.
- Metildifenhidramin :  Neo-Benodin (Brocades)
Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan persenyawaan induknya, tetapi sedikit lebih
kuat.
Dosis :  oral 3 kali sehari 20 – 40 mg.
- Tripelenamin : Pyribenzamin (Ciba-Geigy), Azaron (Organon)
Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi tanpa gugusan metoksil (OCH3).
Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek sampingannya lebih sedikit.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 – 100 mg.
- Antazolin : fenazolin, Antistine (Ciba-Geigy)
Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti yang lain, tetapi kebaikannya terletak
pada sifatnya yang tidak merangsang selaput lendir. Maka seringkali digunakan untuk
mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba
Geigy
Dosis : oral 2 – 4 kali sehari 50 – 100 mg
-  Feniramin : profenpiridamin, Avil (hoechst)
Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya
Dosis : oral 3 kali sehari 25 mg
-  Klorfenamin :  (klorfeniramin, Methyrit-SKF; CTM, KF; Pehaclor, Phapros)
adalah derivateklor, Substitusi dari satu atom klor pada molekul feniramin meningkatkan 
khasiatnya 20 kali lebih kuat, tetapi derajat toksisitasnya praktis tidak berubah.  Efek
sampingan dari obat ini hanya sedikit dan tidak memiliki sifat menidurkan.
Dosis : oral 4 kali sehari 2 – 8 mg, parenteral 5 – 10 mg.
- deksklorfeniramin (Polaramin, Schering)
Adalah d-isomer dari klorfeniramin (terdiri dari suatu campuran rasemis) yang terutama 
bertanggung jawab untuk kegiatan antihistaminiknya. Toksisitasnya dari campuran d-
isomer ini tidak melebihi daripada campuran rasemiknya.
Dosis : oral 3 kali sehari 2 mg.
-  Siklizin : Marezin (Burroughs Welcome)
Zat ini khusus digunakan sebagai obat mabuk perjalanan.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 mg.
-  meklozin (meclizin,Suprinal)
Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan untuk menghindarkan dan mengobati
perasaan mual karena mabuk jalan dan pusing-pusing (vertigo). Mulai bekerjanya lambat,
tetapi berlangsung lama (9 – 24 jam).  Berhubung dengan peristiwa thalidomide, zat ini
dilarang penggunaannya di Indonesia.  Kerja teratogennya hingga kini belum dibuktikan.
-  Sinarizin : Cinnipirine(ACF), Stugeron (Jansen)
Adalah suatu antihistaminika dengan daya kerja lama dan sedikit saja sifat
menidurkannya. Disamping ini juga memiliki sifat menghilangkan rasa pusing-pusing,
maka sangat efektif pada bermacam-macam jenis vertigo (dizzines, tujuh keliling);
mekanisme kerjanya belum diketahui.
Selain itu sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler, yakni melindungi jantung terhadap
rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi. Perdarahan di pembuluh-pembuluh otak dan
perifer (betis, kaki, tangan) diperbaiki dengan jalan vasodilatasi, tetapi tanpa menyebabkan
tachycardia dan hipertensi secara reflektoris seperti halnya dengan  vasodilator-vasodilator
lainnya.
Dosis : pada vertigo 1 – 3 kali sehari 25 – 50 mg, untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3 kali
sehari 75 mg
-  primatour  (ACF)
adalah  kombinasi  dari sinarizin 12,5  mg  dan  klorsiklizin  HCl  25  mg. Preparat ini
adalah kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang panjang dan Singkat. Obat
ini khusus digunakan terhadap mabuk jalan dan mulai kerjanya cepat,   yaitu ¼ sampai ½
jam dan berlangsung cukup lama.
Dosis : dewasa 1 tablet.
-  Oksomemazin : Doxergan, Toplexil (Specia)
Adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum yang sangat
kuat, tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek sampingannya sama seperti
antihistaminika lain dari golongan fenothiazin.
Dosis : 10 – 40 mg seharinya
-   Promethazin : Phenergan (Rhodia)
Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum yang kuat dan memiliki kegiatan
yang lama (16 jam). Memiliki kegiatan potensiasi untuk zat-zat penghalang rasa nyeri
(analgetika) dan zat-zat pereda (sedativa).
Berhubung sifat menidurkannya yang kuat maka sebaiknya diberikan pada malam hari.
Dosis : oral 3 kali sehari 25 – 50  mg; parenteral 25 mg lazimnya sampai 1 mg per Kg
berat badan.
-  promethazin-8-klorotheofilinat (Avomin)
adalah turunan dari promethazin yang memiliki khasiat dan penggunaan yang sama
dengan dimenhidrinat,   tetapi tanpa efek menidurkan.
-  Thiazinamium : Multergan (Specia)
Disamping khasiatnya sebagai antihistaminikum juga memiliki khasiat antikolinergik yang
kuat, sehingga banyak dugunakan pada asma bronchiale dengan sekresi yang berlebihan.
-   Siproheptadin : Periactin (Specia)
Persenyawaan piperidin ini adalah suatu antihistaminikum dengan khasiat antikolinergik
lemah dan merupakan satu-satunya zat penambah nafsu makan tanpa khasiat hormonal.
Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran),
sehingga dianjurkan sebagai obat interval pada migrain.
Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-pusing, mual dan mulut kering. Tidak
boleh diberikan pada penderita glaucoma, retensi urine dan pada wanita hamil.
-  Mebhidrolin  : Incidal (Bayer)
Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu antihistaminikum yang praktis tidak memiliki
sifat-sifat menidurkan.
Dosis : rata-rata 100 – 300 mg seharinya
b.  Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan
sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat
digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk
menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya
adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
c.  Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.
Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia.
Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
d.        Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina
adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin.
2. Obat Antiinflamasi
1. Asam mefenamat dan Meklofenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi, asam mefenamat
kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Meklofenamat digunakan sebagai obat anti-
inflamasi pada reumatoid dan osteoartritis. Asam mefenamat dan meklofenamat
merupakan golongan antranilat. Asam mefenamat terikat kuat pada pada protein plasma.
Dengan demikian interaksi dengan oabt antikoagulan harus diperhatikan.
Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai
diare berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah
2-3 kali 250-500 mg sehari. Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit sendi
adalah 240-400 mg sehari. Karena efek toksisnya di Amerika Serikat obat ini tidak
dianjurkan kepada anak dibawah 14 tahun dan ibu hamil dan pemberian tidak melebihi 7
hari.
2. Diklofenak
Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran
cerna berlangsung lengkap dan cepat. Obat ini terikat pada protein plasma 99% dan
mengalami efek metabolisma lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu
paruh singkat 1-3 jam, dilklofenakl diakumulasi di cairan sinoval yang menjelaskan efek
terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama
seperti semua AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung.
Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari
terbagi dua atau tiga dosis.
3. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali
dibanyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya efek anti-inflamasi yang tidak
terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya
terlihat pada dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan
kadar maksimum dalam plasma dicapai dicapai setelah 1-2 jam. 90% ibuprofen terikat
dalam protein plasma, ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap.
Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada obat anti hipertensi karena
dapat mengurangi efek antihipertensi, efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis
prostaglandin ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan
dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum wanita hamil dan menyusui.
Ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara yaitu inggris dan amerika
karena tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik dan relatif lama
dikenal.
4. Fenbufen
Berbeda dengan AINS lainnya, fenbufen merupakan suatu pro-drug. Jadi fenbufen
bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah asam 4-bifenil-asetat. Zat ini memiliki waktu
paruh 10 jam sehingga cukup diberikan 1-2 kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung
dan kadar puncak metabolit aktif dicapai dalam 7.5 jam. Efek samping obat ini sama
seperti AINS lainnya, pemakaian pada pasien tukak lambung harus berhati-hati. Pada
gangguan ginjal dosis harus dikurangi. Dosis untuk reumatik sendi adalah 2 kali 300 mg
sehari dan dosis pemeliharaan 1 kali 600 mg sebelum tidur.

5. Indometasin
Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk
pengobatan artritis reumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena
toksik maka penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki efek anti-inflamasi
sebanding dengan aspirin, serta memiliki efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro
indometasin menghambat enzim siklooksigenase, seperti kolkisin.
Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%. Indometasin terikat pada protein
plasma dan metabolisme terjadi di hati. Di ekskresi melalui urin dan empedu, waktu paruh
2- 4 jam. Efek samping pada dosis terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri abdomen,
diare, perdarahan lambung dan pankreatis. Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-
25% pasien dan disertai pusing. Hiperkalemia dapat terjadi akibat penghambatan yang
kuat terhadap biosintesis prostaglandin di ginjal.
Karena toksisitasnya tidak dianjurka pada anak, wanita hamil, gangguan psikiatrik dan
pada gangguan lambung. Penggunaanya hanya bila AINS lain kurang berhasil. Dosis
lazim indometasin yaitu 2-4 kali 25 mg sehari, untuk mengurangi reumatik di malam hari
50-100 mg sebelum tidur.
6. Piroksikam dan Meloksikam
Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat
asam enolat. Waktu paruh dalam plasma 45 jam sehingga diberikan sekali sehari. Absorpsi
berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma. Frekuensi kejadian efek
samping dengan piroksikam mencapai 11-46% dan 4-12%. Efek samping adalah gangguan
saluran cerna, dan efek lainnya adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit.
Piroksikam tidak dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak lambung dan yang sedang
minum antikoagulan. Dosis 10-20 mg sehari.
Meloksikam cenderung menghambat COXS-2 dari pada COXS-1. Efek samping
meloksikam terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam.
7. Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin adalah analgesik
antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan. Struktur kimia golongan
salisilat.Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar.
Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik adalah ester salisilat dengan substitusi pada
gugus hidroksil, misalnya asetosal. Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik
dalam kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-300 mg/ml. Pada pemberian oral
sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung. Kadar tertinggi
dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Setelah diabsorpsi salisilat segera menyebar ke
jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam cairan sinoval. Efek
samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik, efek
samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa
tromboksan.

8. Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat merupakan sejenis obat yang sering digunakan sebagai
penghilang rasa nyeri atau sakit minor, peradangan atau anti-inflamasi, dan antipiretik
(pada demam). Selain digunakan sebagai analgesik untuk nyeri dari berbagai penyebab
(sakit kepala, nyeri tubuh, arthritis, dismenore, neuralgia, gout, dan sebagainya), dan untuk
kondisi demam, aspirin juga berguna dalam mengobati penyakit rematik, dan sebagai anti-
platelet (untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah) dalam arteri
koroner (jantung) dan di dalam vena pada kaki dan panggul.
Aspirin menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat enzim COX-2. Molekul
aspirin menempel pada enzim COX-2.Penempelan ini menghambat enzim melakukan
reaksi kimia. Bila tidak ada reaksi kimia yang dihasilkan, tidak ada pesan ditransmisikan
ke otak untuk memproduksi prostaglandin. Dengan tidak diproduksinya prostaglandin,
rasa sakit kepala dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali.
Dosis aspirin bervariasi sesuai dengan intensitas rasa sakit yang dirasakan. Biasanya dosis
normal adalah 324 mg setiap empat jam. Untuk sakit kepala berat, Anda dapat mengambil
hingga 648 mg aspirin setiap empat jam. Disarankan tidak mengonsumsi lebih dari 48
tablet dalam jangka waktu dua puluh empat jam. Anak-anak di bawah usia dua belas tahun
harus berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi aspirin.

3. Obat Antimikroba
1. Golongan Penisilin
Deskripsi : Penisilin dihasilkan oleh fungi Penicillinum chrysognum. Memiliki cincin
b-laktam yang diinaktifkan oleh enzim b-laktamase bakteri. Aktif terutama pada bakteri
gram (+) dan beberapa gram (-).
Mekanisme kerja obat : Penisilin menghambat pembentukan Mukopeptida yang
diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, Penisilin
akan menghasilkan efek bakterisid (membunuh kuman) pada mikroba yang sedang aktif
membelah. Mikroba dalam keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak
dipengaruhi oleh Penisilin, kalaupun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik (menghambat
perkembangan).
Contoh :
a) Amoksisilin
b) Ampisilin
2. Golongan Sefalosporin
Deskripsi : Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam. Sefalosporin aktif
terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi spektrum masing-masing
derivat bervariasi. Dihasilkan oleh jamur Cephalosporium acremonium.
Mekanisme kerja : Seperti antibiotik Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba
Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat
adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.
Obat golongan ini berkaitan dengan penisilin dan digunakan untuk mengobati infeksi
saluran pencernaan bagian atas (hidung dan tenggorokan) seperti sakit tenggorokan,
pneumonia, infeksi telinga, kulit dan jaringan lunak, tulang, dan saluran kemih (kandung
kemih dan ginjal).
Contoh :  
a) Sefadroksil
b) Sefoperazon
c) Sefotaksim
3. Golongan Tetracycline
Deskripsi : Diperoleh dari Streptomyces aureofaciens&Streptomyces rimosus.
Khasiatnya bersifat bakteriostatik , pada pemberian iv dapat dicapai kadar plasma yang
bersifat bakterisid lemah.
Mekanisme kerja : Mengganggu sintesis protein kuman Spektrum kerjanya luas
kecuali terhadap Psudomonas & Proteus. Juga aktif terhadap Chlamydia trachomatis
(penyebab penyakit mata), leptospirae, beberapa protozoa.
      Contoh :
a) Tetrasiklin
b) Doksisiklin
4. Golongan Kloramfenikol
Mekanisme kerja : Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein
kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator
untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Efek toksis
Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan
diduga berhubungan dengan mekanisme kerja Kloramfenikol.
Indikasi : Bersifat bakteriostatik terhadap Enterobacter & S. aureus berdasarkan
perintangan sintesis polipeptida kuman. Bersifat bakterisid terhadap S. pneumoniae, N.
meningitidis & H. influenza. Obat golongan ini digunakan untuk mengobati infeksi yang
berbahaya yang tidak efektif bila diobati dengan antibiotic yang kurang efektif.
Penggunaannya secara oral, sejak thn 1970-an dilarang di negara barat karena
menyebabkan anemia aplastis. Sehingga hanya dianjurkan pada infeksi tifus (salmonella
typhi) dan meningitis (khusus akibat H. influenzae). Juga digunakan sebagai salep 3%
tetes/salep mata 0,25-1%.
Contoh :
Kloramfenikol, Turunannya yaitu tiamfenikol. Nama Dagang : Colme, Anicol, Biothicol.
Kontra indikasi : hipersensitif, penderita gangguan fungsi hati dan ginjal.
Dosis : Dewasa 4 x sehari 250-500 mg, anak-anak  25-50 mg /kg dalam dosis terbagi 3-4 x
sehari
5. Golongan Makrolid
      Deskripsi :
     Mekanisme kerja : Golongan Makrolida menghambat sintesis protein kuman dengan jalan
berikatan secara reversibel dengan Ribosom subunit 50S, sehingga mengganggu sintesis
protein. Bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis kuman dan kadar obat
Makrolida.
      Contoh :
a) Klaritromisin
b) Eritromisin
c) Azitromisin
6. Golongan Kuinolon
Mekanisme kerja : Pada saat perkembangbiakkan kuman ada yang namanya
replikasi dantranskripsi dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi
2 utas DNA. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double
helix DNA sebelum titik pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan
bantuan enzim DNA girase. Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja
enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.
       Efek Samping : Golongan antibiotika Kuinolon umumnya dapat ditoleransi dengan
baik. Efek sampingnya yang terpenting ialah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat.
Manifestasi pada saluran cerna,terutama berupa mual dan hilang nafsu makan, merupakan
efek samping yang paling sering dijumpai. Efek samping pada susunan syaraf pusat
umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala, vertigo, dan insomnia. Efek samping yang
lebih berat dari Kuinolon seperti psikotik, halusinasi, depresi dan kejang jarang terjadi.
Penderita berusia lanjut, khususnya dengan arteriosklerosis atau epilepsi, lebih cenderung
mengalami efek samping ini.
      Contoh :
a) Siprofloksasin
b) Ofloksasin
c) Levofloksasin
7. Golongan Aminoglikosida
  Deskripsi : Dihasilkan oleh fungi Streptomyces & micromonospora.
  Mekanisme kerjanya : bakterisid, berpenetrasi pada dinding bakteri dan mengikatkan diri
pada ribosom dalam sel. Semua anggota aminoglikosida diketahui menghambat sintesis
protein bakteri dengan mekanisme yang ditentukan untuk streptomisin. Aktivitas
aminoglikosida dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama perubahan pH, keadaan aerobik
dan anaerobik. Aktivitas aminoglikosida lebih tinggi pada suasana alkali daripada suasan
asam.
      Contoh :
a) Amikasina
b) Gentamisin
c) Kanamisin
d) Spektinomisin
4. Obat Analgetik
1.      Analgetik Opioid atau Analgetik Narkotika
Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papever
somniferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri
sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang
dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan.
Semua anlagetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat tetapi potensi, onzzet, dan
efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang
paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat
menyebabkan hipotensi serta depresi pernapasan.
Morfin dan petidinn merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk nyeri
hebat walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di indonesia tersedia dalam
bentuk injeksi dan masih merupaan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi
analgetik narkotik lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan
euforia dan gangguan mental. Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai
sekarang masih digunakan di Indonesia :
-          Morfin HCl
-          Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol)
-          Fentanil HCl
-          Petidin
-          Tramadol

2. Obat Analgetik Non-narkotik


Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah
Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri
dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat
Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu
menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf
pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-
Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada
pengguna (berbeda halnya dengan penggunaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik :
a.       Ibupropen
Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini
bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya
sama dengan aspirin. Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini.
b.      Paracetamol/acetaminophen
Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai
analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik,
parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati
analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak
menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang berfungsi
meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.
c.       Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat terikat pada
protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek
samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain
terhadap mukosa lambung.

Anda mungkin juga menyukai