BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Itik Tegal adalah telah mengalami domestikasi tetapi belum jelas tahun
masuk tetua tersebut ke wilayah Indonesia (Prasetyo et al., 2006). Itik ini berasal
dari domestikasi itik liar (Anas moscha) (Suharno dan Setiawan, 1999). Itik
memiliki kelebihan dibanding dengan unggas lain karena daya tahan tubuhnya
yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam (Rodenberg et al., 2006). Pada
umumnya itik lokal Indonesia dipelihara untuk tujuan produksi telur. Produksi
telur itik yang dipelihara secara tradisional lebih rendah dibandingkan itik yang
dari populasi betina. Umur mulai bertelur 5 - 6 bulan dan masa bertelurnya 12 - 18
bulan (Ranto dan Sitanggang, 2009). Galur itik lokal yang banyak dipelihara
masyarakat di Pulau Jawa di antaranya itik Tegal, itik Mojosari, itik Magelang,
itik Cirebon, dan itik Cihateup, Kalimantan Selatan (itik Alabio), Sumatera (itik
Pegagan) di Bali (itik Bali) dan masih banyak lagi itik lokal lainnya yang tersebar
di seluruh Indonesia. Itik lokal memiliki nama sesuai dengan asal daerah atau
keong. Itik merupakan unggas yang mempunyai ciri-ciri kaki relatif lebih pendek
4
oleh selaput halus yang sensitif, bulu berbentuk cekung, tebal dan berminyak; itik
memiliki lapisan lemak di bawah kulit, dagingnya tergolong gelap (dark meat);
tulang dada itik datar seperti sampan (Suharno dan Setiawan, 1999). Itik lokal
dewasa kelamin pada umur 20 - 22 minggu dengan lama produksi sekitar 15 bulan
2.2. Pakan
Pakan adalah bahan pakan yang telah diramu dan biasanya terdiri dari
berbagai jenis bahan dengan komposisi tertentu. Pakan itik umumnya terbuat dari
bahan nabati dan hewani (Sudaro dan Siriwa, 2000). Bahan pakan yang sering
digunakan untuk menyusun pakan itik antara lain jagung kuning, dedak kasar,
bungkil kedelai, tepung ikan dan lain-lain. Penyusunan pakan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan tiap periode dan pertumbuhan produksi (Wahju, 2004). Pakan
dasar dianggap telah memenuhi standar kebutuhan ternak apabila cukup energi,
tujuan pemeliharaan yaitu itik pedaging dan itik petelur. Untuk itik pedaging
kebutuhan protein dan energi umur 0 – 2 minggu adalah 22% dan 2.900 kkal/kg
sedangkan umur 0 – 7 minggu adalah 16% dan 2.900 kkal/kg. Itik petelur
membutuhkan imbangan protein dan energi sebesar 15% dan 2.900 kkal/kg.
Standar kebutuhan dan energi dapat dihitung berdasarkan pola konsumsi pakan
5
per hari (Wahju, 2004). Itik periode bertelur, pemberian pakan dengan kadar
protein tinggi 18% dapat memproduksi telur lebih baik dibandingkan pakan
dengan kadar protein lebih rendah 16%. Pemberian kadar protein yang lebih
rendah menyebabkan telur yang dihasilkan lebih kecil, sedangkan bila kadar
energi pakan yang lebih rendah akan menyebabkan penurunan produksi telur,
tetapi tidak mempengaruhi bobot telur (Wahju, 2004). Konsumsi akan meningkat
apabila itik diberi pakan dengan energi rendah dan sebaliknya akan menurun
apabila diberi energi tinggi. Srigandono (1997) berpendapat bahwa kisaran rasio
energi dan protein pada itik masa bertelur sebesar 145 – 160. Selain protein dan
Kebutuhan zat kapur dan fosfor untuk itik yang sedang bertelur cukup tinggi
dalam pakannya yaitu berkisar 3,0% Ca dan 0,60% P. Penurunan zat kapur
hingga 1,25% dalam pakan menyebabkan penurunan produksi telur dan kerabang
telur yang lebih tipis. Kekurangan zat fosfor akan menurunkan nafsu makan dan
(Wahju, 2004). Kebutuhan nutrien itik petelur dalam pakan terdapat pada Tabel 1.
verrucosa karena mampu menghasilkan agar-agar tiga kali lipat dibanding jenis
lain (Meliandasari et al., 2013). Rumput laut memiliki kandungan nutrien yang
tinggi, antara lain polisakarida dan serat yang berperan memperlancar sistem
pencernaan makanan, mineral iodin, kalsium, protein tinggi, asam lemak omega 3
Komposisi kimia rumput laut bervariasi sesuai dengan spesies dan kondisi
Carbohaydrate; 0,3% asam lemak; 4,1% Ca; 0,06% P. Mengandung asam amino
lysin sebesar 13,3%; leucin 6,8%; prolin 9,1%; threonine 9,7%; arginine 5,8%
dan histidine 8,4%. Situmorang et al. (2013) menyatakan bahwa rumput laut
mengandung kadar air 81,43%, lemak kasar 1,56%, serat kasar 11,26% dan
laut yaitu metabolisme energi 1.627 kkal/kg, protein 7,11%, serat kasar 4,65%,
kalsium 4,197% dan fosfor 0,081%. Kandungan mineral esensial yang terkandung
dalam rumput laut menurut Haryanti et al. (2008) antara lain besi, iodin,
aluminum, mangan, kalsium, nitrogen dapat larut, fosfor, sulfur, klor. silikon,
yang tinggi, sehingga perlu pengolahan untuk menurunkan serat kasar dan
rumput laut terfermentasi telah diteliti pada itik lokal dan dapat dimanfaatkan
hingga 10%. Namun pada level yang lebih tinggi justru menurunkan
pemberian rumput laut sebesar 0; 2,5; 5,0 dan 7,5%, diperoleh hasil bahwa
penambahan rumput laut sampai level 7,5% tidak mengganggu kinerja produksi
telur, akan tetapi tidak berpengaruh nyata pada berat badan, konsumsi pakan dan
penggunaan tepung rumput laut Gracilaria sp. dengan level 2,5; 5 dan 7,5%
dan rasio efisiensi protein. Namun pada level yang lebih tinggi justru menurunkan
penggunaan tepung limbah rumput laut fermentasi sampai level 15% menurunkan
Limbah rumput laut Gracilaria sp. memiliki kandungan serat kasar berupa
polisakarida yang sulit dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan. Maka perlu
kasar dan meningkatkan daya cernanya dalam saluran pencernaan ternak pada
limbah rumput laut, sehingga dalam penelitian ini dilakukan suplementasi aditif
multi enzim dalam ransum lebih mudah diaplikasikan jika dibandingkan dengan
karagenan yang dominan bersifat mengikat air selain itu juga mengandung
2.4. Enzim
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi
sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi)
dalam suatu reaksi kimia (Hatta et al., 2010). Enzim juga dapat didefinisikan
sebagai molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam
komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim diproduksi dan
digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi antara lain konversi energi
dan metabolisme pertahanan sel (Richana et al., 2002). Enzim diproduksi oleh
organisme hidup untuk meningkatkan pengaturan reaksi kimia yang luas dan
proses penting bagi kehidupan seperti replikasi DNA dan transkripsi, protein
sintesis, metabolisme dan transduksi sinyal (Li et al., 2012). Enzim membantu
nutrisi yang terperangkap (Pugh dan Chalfont, 1993). Penambahan enzim dalam
bahan pakan ternak biasanya dilakukan pada bahan pakan yang kecernaannya
9
2000).
fitase, dan lipase dalam pakan unggas berfungsi memperbaiki efisiensi pakan,
kasar (selulosa) menjadi molekul yang lebih sederhana sehingga tidak lagi sebagai
polisakarida.
multienzim ini berdampak positif terhadap produksi telur dan kualitas telur.
pemberian 0,10 - 0,30% multi enzim dalam pakan secara nyata dapat
Enzim lipase mampu mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol yang
penelitian atau dengan cara menimbang jumlah pakan yang diberikan dengan
itik, kandungan energi dalam pakan, macam bahan pakan dan kondisi pakan yang
peternak (Rasyaf, 1993). Amrullah (2004) menyatakan bahwa terdapat dua faktor
utama yang berpengaruh terhadap konsumsi harian pakan yaitu kandungan kalori
Pemberian pakan dibagi menjadi tiga tingkatan usia, yaitu anak itik dan itik
yang sedang bertelur. Total konsumsi pakan itik yaitu lebih dari 170 gr/ekor/hari
(Ketaren, 2002), sementara konsumsi pakan itik Mojosari Alabio fase pertama
umur 20 - 43 minggu lebih rendah yaitu 154,56 g/ekor/hari (Ketaren dan Prasetyo,
2002). Tingginya konsumsi pakan tersebut diakibatkan oleh perilaku itik yang
cenderung langsung minum setelah makan, sehingga sebagian pakan yang masih
berada di dalam paruh larut dalam tempat air minum. Ada indikasi bahwa
kebutuhan gizi untuk itik pada fase produksi pertama (umur 20 - 43 minggu)
terkurung dapat mencapai 55,6% (203 butir/ekor/tahun) dan bahkan Ketaren dan
(2001) produksi telur itik Tegal dapat mencapai 200 - 250 butir per tahun, itik
Mojopura 180 - 185 butir per tahun, itik Bali 140 - 200 butir per tahun, itik Alabio
250 - 300 butir per tahun dan itik Brati atau Togri 180 - 225 butir per tahun.
Produksi yang tinggi dipengaruhi oleh pakan yang baik. Hal ini dapat
dicapai keseimbangan antara energi dan protein serta zat-zat makanan lainnya
seperti lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Itik umumnya mengalami usia
masak kelamin pada umur 20 - 22 minggu dan lama produksi selama 15 bulan.
2008). Subiharta et al. (2001) melaporkan tinggal 25% itik Tegal yang
berkemampuan produksi di atas 65%, bahkan lebih dari 50% itik Tegal yang
atau Hen Day Production (HDP) dalam satu kelompok. Produksi telur tinggi
apabila nilai HDP tersebut lebih dari 60%. Itik mempunyai nilai HDP tinggi jika
dipelihara tidak lebih dari umur 18 bulan (Hardjosworo dan Rukmiasih, 1999).
12
menghasilkan telur dalam ukuran yang sama (kg). Konversi pakan tergantung
pada jumlah pakan yang dikonsumsi, jumlah dan bobot telur yang dihasilkan.
pakan yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan
(pertambahan bobot badan atau jumlah telur) dalam kurun waktu yang sama.
Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa konversi pakan sebagai tolak
ukur untuk menilai seberapa banyak pakan yang dikonsumsi itik menjadi jaringan
tubuh, yang dinyatakan dengan besarnya bobot badan adalah cara yang masih
dianggap terbaik. Semakin rendah nilai konversi pakan maka ternak tersebut
pakan, artinya jika semakin tinggi angka konversi pakan maka semakin tidak
semakin rendah angka konversi pakan semakin efisien pakan yang digunakan
bahwa penggunaan pakan yang tidak efisien pada itik petelur maupun pedaging
dapat diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik/bibit, banyaknya
pakan tercecer dan kandungan gizi pakan yang tidak sesuai kebutuhan.
13
Bobot telur biasanya digunakan sebagai ukuran telur (g/butir). Bobot telur
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetik, bangsa, umur dewasa kelamin,
obat-obatan, zat nurisi, tingkat protein dalam pakan, cara pemeliharaan dan suhu
lingkungan. Bobot itik saat pertama bertelur sangat berpengaruh terhadap berat
telur pertama, dimana itik yang memiliki bobot yang ringan saat pertama bertelur
cenderung akan menghasilkan berat telur pertama yang kecil pula, demikian
sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Leeson dan Summers (2000) yang
menyatakan bahwa bobot badan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
ukuran telur baik saat dewasa kelamin dan periode bertelur, bobot pertama
bertelur yang ideal merupakan salah satu kriteria untuk awal masa produksi.
Prasetyo et al. (2006), menyatakan bahwa bobot telur pertama itik Alabio,
Bharoto (2001) mengatakan bahwa berat telur rata-rata itik Tegal adalah 70 - 75