Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian


Dalam era revolusi industri keempat (Industri 4.0), lahirnya inovasi-inovasi
terbaru berbasis teknologi tidak dapat dihindari, tidak terkecuali dalam bidang
keuangan atau yang biasa disebut financial technology (Fintech). Fintech di
Indonesia sudah masuk ke dalam berbagai macam sektor, seperti payments
(pembayaran), investasi, perencanaan keuangan, lending (pendanaan), riset
keuangan, hingga software akuntansi. Pada Fintech pembayaran di Indonesia
menyediakan jasa pembayaran, bitcoin, electronic money, sistem bebas transfer,
hingga bayar tagihan. Pada Fintech investasi menyediakan jasa investasi P2P
lending atau peer to peer lending. Sedangkan untuk software akuntansi seperti
Sleekr yang berfungsi untuk membantu pendataan keuangan, gudang, dan
penggajian karyawan (sleekr.co)
Dilansir oleh cnbcindonesia.com Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH)
menyatakan bahwa AFTECH mengalami peningkatan signifikan dengan jumlah
anggota pada tahun 2018 sebanyak 178 start up yang awalnya ketika AFTECH
berdiri pada tahun 2016 hanya ada 6 start up sebagai anggota. Secara spesifik,
Fintech pembiayaan memiliki penyaluran dana sebesar 22,6 triliun dengan 207.507
pemberi pinjaman dan 4,35 juta nasabah peminjam, sedangkan Fintech pembayaran
memiliki total transaksi sebesar 47 triliun (cnbcindonesia.com).
Kota Bandung biasa disebut sebagai kota yang mengedepankan teknologi
digital dan smart city. Berbagai inovasi berbasis digital banyak lahir di kota
kembang tersebut. Startup Fintech berbasis perencana keuangan dan investasi yang
lahir di kota Bandung antara lain, Finansialku.com dan Halofina
(duniaFintech.com). Dilansir oleh databoks.katadata.co.id melalui survey yang
dilakukan oleh Paypal menghasilkan bahwa 42% yang melakukan transaksi digital
pada E-commerce berusia 21-30 tahun, sedangkan sisanya berada pada usia diatas

1
30 tahun dan di bawah 20 tahun. Pemetaan tersebut sesuai dengan gambar berikut
ini.
45%

40%

35%

30%

25%

20%

15%

10%

5%

0%
< 21 tahun 21 - 30 tahun 31 - 40 tahun > 40 tahun

Gambar 1.1 Merchant Social Commerce di Indonesia Berdasarkan Usia


Sumber : data diolah (2019)
Berdasarkan data OJK per agustus 2019, pengguna Fintech khususnya
Fintech pembiayaan didominasi oleh masyarakat yang berusia 19-34 tahun yang
berdomisili di pulau Jawa khususnya Jawa Barat kota Bandung (ojk.co.id).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan dan perkembangan Fintech di
Indonesia secara signifikan paling berpengaruh dan sangat dikonsumsi oleh
masyarakat kota Bandung, Jawa Barat khususnya masyarkat yang berusia produktif
mulai dari 19-34 tahun dengan persentase sebesar 69,81%. Oleh karenanya peneliti
memilih masyarakat usia produktif yang berdomisili di kota Bandung, Jawa Barat
sebagai objek penelitian yang akan diteliti pada penelitian kali ini. Adapun
karakteristik pengguna Fintech Lending di Indonesia ditunjukan oleh gambar
berikut. Pada gambar tersebut terdapat bahwa Fintech bagian pembayaran paling
diminati oleh masyarakat usia produktif (usia 19-34 tahun), kemudian posisi kedua
disusul oleh masyarakat dewasa (usia 35-54 tahun) di Indonesia.

2
Gambar 1.2 Karakteristik Pengguna Fintech Lending
Sumber : ojk.co.id (2019)
1.2 Latar Belakang
Adopsi teknologi di segala bidang adalah suatu keniscayaan, termasuk
perbankan. Para pemangku kebijakan di dunia menilai, bank yang tidak
mengadopsi teknologi atau beralih ke digital secara perlahan akan tergantikan.
Salah satu industri yang bisa menggantikan peran bank adalah financial technology
atau Fintech (katadata.co.id). Menurut Financial Stability Board (FSB), Fintech
adalah suatu bentuk inovasi finansial berbasis teknologi yang dapat dapat
menghasilkan model bisnis, aplikasi, proses atau produk baru dengan efek material
terkait pada pasar keuangan, institusi, dan penyedia layanan keuangan. Sedangkan
menurut The National Digital Research Centre (NDRC), Fintech merupakan
innovation in financial services atau inovasi pada sektor finansial (business-
law.binus.ac.id)
Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami bahwa pada prinsipnya Fintech
adalah a fusion between technology and financial services. Penggunaan handpone
sebagai layanan mobile banking dan investasi bisa dijadikan sebagai contoh
perpaduan teknologi dengan sistem keuangan guna memberikan layanan keuangan
yang lebih mudah diakses oleh masyarakat luas (business-law.binus.ac.id).

3
Sehingga Fintech bertujuan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
mengakses produk-produk keuangan, mempermudah transaksi dan juga
meningkatkan literasi keuangan (finansialku.com).
Berdasarkan Chair of the Financial Stability Board, Governor of the Bank of
England Mark Carney melalui penelitian yang dilakukan oleh instansinya yaitu
stress test terkait kondisi industri keuangan lima tahun ke depan pada 2017
menyatakana bahwa nilai atau fungsi perbankan akan terpecah (katadata.co.id).
Hasil riset tersebut mengejutkan pemerintah Inggris. Oleh karena itu, pemerintah
Inggris langsung melakukan pengkajian kebijakan yang mengatur Fintech. Di sisi
yang lain, pemerintah Inggris juga mengkaji kebijakan yang memungkinkan
Fintech agar mendapat ruang untuk berinovasi.
Dilansir oleh katadata.co.id setengah dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
di Inggris masih mengandalkan pembiayaan internal. Karena, mereka enggan
menghabiskan uang dan waktu untuk mengajukan pinjaman ke perbankan. Mereka
pun bisa mengajukan pinjaman ke Fintech. Oleh karenanya dapat disimpulkan
bahwa Fintech tidak menarik likuiditas keluar tetapi menambah likuiditas baru ke
dalam sistem. Hal yang sedang terjadi di pemerintahan Inggris tersebut juga terjadi
pada pemerintahan Afrika Selatan.
Dilansir oleh katadata.co.id berdasarkan Chair of the IMFC and Governor of
the Reserve Bank of South Africa, manyatakan bahwa perbankan di Afrika Selatan
mulai beralih ke digital, dengan perbankan lisensi pemerintah tidak ada satupun
membuka cabang baru. Bahkan, hampir seluruh perbankan di Afrika Selatan
didominasi penggunaan ponsel dalam menyediakan layanan kepada masyarakat.
Sehingga pada beberapa waktu mendatang industri perbankan di Afrika Selatan
akan mengalami kepunahan.
Di Indonesia melalui Menteri Keuangan dinyatakan bahwa pemerintah akan
menerapkan kebijakan yang longgar atau light touch regulation terkait ekonomi
digital termasuk Fintech (katadata.co.id). Sehingga dengan kondisi tersebut, apakah
transformasi tersebut mampu memberikan manfaat yang maksimal bagi
perekonomian dan masyarakat di Indonesia terlepas dari perbankan milik negara
ataupun bukan.

4
Sampai saat ini industri Fintech berkembang dengan pesat. Hal ini ditandai
dengan semakin banyak berdirinya start up di bidang Fintech. Fintech menawarkan
berbagai jenis jasa keuangan, antara lain seperti peer to peer (P2P) lending
(peminjaman), crowdfunding, payment gateway (alat pembayaran), dan manajemen
investasi. Dari beberapa jenis usaha tersebut, layanan P2P lending dan sistem
pembayaran yang paling banyak digunakan oleh masyarakat (business-
law.binus.ac.id). Fintech mulai masuk ke Indonesia semenjak awal tahun 2015
dengan terbentuknya Asosiasi Fintech Indonesia (AFI) yang bertujuan untuk
memudahkan masyarakat dalam hal pengetahuan dan akses mengenai produk-
produk keuangan dan proses transaksi yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
(business-law.binus.ac.id).
Di Indonesia sendiri, Fintech juga telah berkembang, meskipun masih
tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain seperti China, Hong Kong dan
India. Saat ini, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh perusahaan konsultan
manajemen bisnis McKinsey & Company dalam laporan terbarunya berjudul
“Digital Banking in Indonesia: Building Loyalty and Generating Growth”, tingkat
penetrasi penggunaan layanan keuangan melalui Fintech di Indonesia masih sekitar
5%. Angka tersebut tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara China
dengan presentasi 67%, Hong Kong 57% dan India 39%. Meskipun demikian,
Fintech di Indonesia tetap mempunyai potensi besar untuk lebih berkembang ke
depannya, karena berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2017,
pertumbuhan digitalisasi di Indonesia menjadi salah yang tercepat di dunia, bahkan
mengalahkan China dan Brazil (republika.co.id).
Karena perkembangannya yang begitu pesat, pada tahun 2016 layanan
Fintech mendapat dukungan dari Bank Indonesia dengan dibentuknya regulasi
mengenai layanan Fintech di Indonesia. Berikut beberapa faktor yang membuat
layanan Fintech tersu berkembang di Inonesia seperti, perkembangan teknologi,
memudahkan proses dalam bidang keuangan, fleksibilitas yang lebih tinggi,
menjadi inspirasi bagi perusahaan start-up, dan lain-lain (business-law.binus.ac.id)

5
Gambar 1.3 Profil dan Perkembangan Finance Technology Lending
Sumber: ojk.co.id (2019)
Menurut data dari OJK, sampai bulan Agustus 2019 berdasarkan gambar
diatas, penyaluran pinjaman Fintech mencapai Rp54,72 triliun. Jumlah penyaluran
tersebut naik 170,73% dari awal tahun 2018 yang tercatat senilai Rp22,67 triliun.
Angka ini masih tergolong kecil, karena berdasarkan penelitian OJK pada tahun
2016, terdapat kesenjangan pendanaan di Indonesia sebesar Rp989 triliun per
tahunnya. Kesenjangan tersebut disebabkan kebutuhan pendanaan sebesar Rp1.649
triliun tidak dapat dipenuhi oleh lembaga keuangan yang hanya memiliki total
aliran dana Rp660 triliun (ojk.co.id).
Sampai saat ini, berdasarkan data statistik OJK per tanggal Agustus 2019,
terdapat 127 perusahaan Fintech lending yang telah terdaftar dan berizin di Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) dan 58 Fintech sistem pembayaran yang terdaftar di Bank
Indonesia (BI). Masih terdapat beberapa perusahaan lagi yang masih dalam proses
perizinan sehingga jumlah perusahaan Fintech ini juga akan terus bertambah.
Indonesia juga merupakan negara berkembang yang menjadi salah satu negara
dengan tingkat Gross Merchandise Value/ GMV tertinggi dibandingkan dengan
negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti, Malaysia, Singapura, dan lain-lain,
terutama pada bidang E-commerce dengan nilai 12,2 miliyar (bisnis.tempo.co).
GMV tersebut menunjukan tingkat transaksi yang terjadi pada sebuah platform e-

6
commerce. E-commerce sangat berkaitan dengan layanan teknologi keuangan atau
Fintech, karena tingkat variasi metode pembayaran online yang ditawarkan oleh
setiap e-commerce.
Hal ini menunjukan bahwa jumlah pengguna layanan Fintech pembayaran di
Indonesia sangat banyak. Hal tersebut juga didukung oleh data volume dan nilai
transaksi uang elektronik pada grafik berikut ini.
IDR120,000,000,000,000

IDR100,000,000,000,000

IDR80,000,000,000,000

IDR60,000,000,000,000

IDR40,000,000,000,000

IDR20,000,000,000,000

IDR-
2015 2016 2017 2018 2019

(Nilai Transaksi)

Gambar 1.4 Nilai Transaksi Uang Elektronik di Indonesia


Sumber : data diolah (2019)
Disimpukan dengan kejadian yang terjadi pada pemerintahan Inggris, Afrika
Selatan, serta peraturan regulasi yang dibuat oleh pemerintahan Indonesia melalui
Menteri Keuangan dan perkembangan Fintech service di Indonesia, maka industri
perbankan di Indonesia harus segera melakukan inovasi dan kolaborasi terkait
teknologi guna meningkatkan daya saing yang tinggi terhadap layangan Fintech
serta memenuhi manfaat ekonomi dan masyarakat yang maksimal dan mampu
untuk tetap bertahan di industrinya.
Menurut model penerimaan teknologi/technology acceptance model (TAM)
Davis (1989), niat pengguna untuk mengadopsi teknologi baru ditentukan oleh
kegunaan yang dirasakan dan kemudahan penggunaan. Penelitian terbaru
menggunakan TAM untuk memprediksi adopsi Fintech, seperti pembayaran mobile
di Taiwan (Wu dan Wang, 2005), pembayaran crypto di Belanda (Jonker, 2019), e-

7
ticket di Finlandia (Mallat et al., 2009), dan e-commerce (Smith et al., 2014)
diantara layanan lainnya. Namun, beberapa penelitian, seperti Mangin et al. (2014),
Li (2013), Aldás-Manzano et al. (2009), Amin (2009), Lee (2009), Featherman und
Pavlou (2003), dan Wang et al. (2003), berpendapat bahwa kenyamanan konsumen
saja tidak dapat sepenuhnya menjelaskan meningkatnya popularitas teknologi dan
layanan baru di industri keuangan. Mereka menunjukkan, bahwa terutama dimensi
kepribadian, kognitif, dan perilaku konsumen berdampak pada adopsi produk
Fintech. Secara khusus, mereka mengusulkan memperluas TAM menggunakan
langkah-langkah risiko yang dirasakan dan kredibilitas atau kepercayaan yang
dirasakan untuk menangkap masalah keamanan dan privasi konsumen tentang
kegiatan perbankan digital.
Dengan demikian, munculnya Fintech tampaknya lebih kompleks, dan
kemauan konsumen untuk mengadopsi rangkaian layanan ini melebihi dimensi
sederhana yaitu lebih murah atau lebih menarik. Kurangnya kepercayaan dan
ketidakpuasan pada umumnya merupakan alasan utama mengapa pelanggan swasta
memilih untuk beralih lembaga keuangan atau untuk mempertimbangkan Fintech
sebagai penyedia layanan utama mereka (Maier, 2016; Manrai dan Manrai, 2007).
Jika Fintech dapat menghasilkan tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi
melalui layanan dan penawaran yang lebih baik (misalnya: tarif dan biaya yang
lebih rendah, proses yang lebih cepat, lebih fleksibel, dan transparan, dll.), maka
mereka dapat meningkatkan ketidakpuasan konsumen dengan pemain tradisional
untuk meningkatkan pangsa pasar mereka ( Maier, 2016).
Namun, sejauh ini, beberapa penelitian telah menganalisis perilaku switching
bank oleh konsumen (Manrai dan Manrai, 2007). Diharapkan perubahan ini sebagai
pemahaman yang lebih baik tentang adopsi inovasi di sektor keuangan oleh
pelanggan khususnya usia produktif menjadi semakin penting, karena, misalnya,
penilaian implikasi stabilitas keuangan Fintech (FSB, 2017), dan sejumlah
implikasi lainnya. Pembubaran fungsi bank oleh berbagai jenis perusahaan
menggunakan teknik digital, dan adopsi layanan perbankan digital sepenuhnya oleh
pelanggan, adalah topik yang kurang dipahami dan dipahami. Oleh karena itu,
penelitian ini berkontribusi pada literatur Fintech yang baru, serta penelitian

8
terbatas tentang apa yang menyebabkan pelanggan untuk mengadopsi layanan
perbankan digital sepenuhnya dan memotivasi mereka untuk beralih ke Fintech.
Melihat fenomena tersebut, maka penulis menentukan untuk melakukan
penelitian terkait “Digitalisasi Perbankan: Adopsi Layanan Fintech Oleh Usia
Produktif Indonesia (Studi pada Masyarkat Kota Bandung, Jawa Barat)” untuk
melakukan analisis terhadap peralihan industri perbankan menjadi industri
perbankan digital dengan mengadopsi teknologi layanan Fintech.
1.3 Perumusan Masalah
Perkembangan teknologi khususnya pada bidang keuangan tidak dapat untuk
dihindari. Industri keuangan yang paling terpengaruh oleh masuknya teknologi
tersebut adalah industri perbankan. Teknologi tersebut disebut dengan sebutan
finance technology atau Fintech. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Gubernur Perbankan Pemerintahan Inggris dan Afrika Selatan, menyatakan bahwa
dengan masuknya Fintech ke dalam industri keuangan, maka dapat memberikan
dampak besar terhadap persaingan industri sejenis didalamnya, terutama industri
perbankan.
Di Indonesia sendiri, Fintech diberikan aturan dan regulasi yang longgar oleh
pemerintah melalui Menteri Keuangan. Melalui keputusan tersebut, maka Menteri
Keuangan berharap Fintech dapat memberikan manfaat yang maksimal terhadap
perekonomian dan masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan adanya persaingan
antara industri perbankan dan layanan Fintech dalam pemenuhan manfaat yang
maksimal untuk perekonomian dan masyarakat, terutama masyarakat usia produktif
di Indonesia. Dengan adanya hasil penelitian oleh gubernur perbankan
pemerintahan Inggris dan Afrika Selatan, serta keputusan yang dibuat oleh Menteri
Keuangan di Indonesia maka perlu dilakukan penelitian terkait “Digitalisasi
Perbankan: Adopsi Layanan Fintech Oleh Usia Produktif Indonesia (Studi pada
Masyarkat Kota Bandung, Jawa Barat)” guna meningkatkan daya saing industri
perbankan di Indonesia agar dapat bersaing secara kompetitif dengan industri
layanan Fintech dan untuk keberlangsungan industri perbankan di Indonesia.

9
1.4 Pertanyaan Penelitian
Untuk penelitian ini ada beberapa pertanyaan yang mendasarinya, antara lain
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara sosiodemografi terhadap conceivable use
of Fintech?
2. Apakah terdapat hubungan antara penilaian diri terhadap conceivable use of
Fintech?
3. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik finansial terhadap
conceivable use of Fintech?
4. Apakah faktor-faktor yang paling mempengaruhi keputusan masyarakat usia
produktif Kota Bandung dalam conceivable use of Fintech?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara sosiodemografi terhadap
conceivable use of Fintech.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara penilaian diri terhadap
conceivable use of Fintech.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara karakteristik finansial
terhadap conceivable use of Fintech.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling mempengaruhi keputusan
masyarakat usia produktif Kota Bandung dalam conceivable use of Fintech.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun yang manfaat dari penelitian ini dibagi atas dua bagian sebagai
berikut:
1.6.1 Manfaat Akademis
Manfaat Akademis dari penelitian ini adalah untuk menerapkan teori-teori
yang telah didapatkan selama mengikuti perkuliahan, memberikan informasi
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat usia produktif Kota
Bandung dalam mengadopsi Fintech, memberikan informasi bagi mahasiswa/i
yang sedang mencari informasi mengenai faktor-faktor adopsi layanan Fintech dan
teknik analisis data Principal Component Analysis serta sebagai Tugas Akhir pada

10
Pendidikan S1 di program studi Manajamen Bisnis Telekomunikasi dan
Informatika, Telkom University.
1.6.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini dapat digunakan oleh pemerintah Kota
Bandung melalui aparat pemerintah bagian pelayanan keuangan masyarakat
sebagai sumber penyusunan strategi pengembangan, inovasi, maupun kolaborasi
dalam melakukan pelayanan masyarakat Kota Bandung, sehingga institusi
keuangan pemerintah Kota Bandung dapat meningkatkan nilai pelayanannya, serta
tepat sasaran. Penelitian ini juga dapat digunakan oleh institusi keuanan lainnya
seperti perbankan konvensional dan syariah serta perusahaan jasa pelayanan
keuangan lainnya dalam pembuatan inovasi baru sehingga perusahaannya tetap
berjalan lancer dan dapat bersaing dengan perusahaan lainnya.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memiliki batasan-batasan yang bertujuan untuk mencegah
permasalahan meluas dan menjaga konsistensi dari tujuan peneliti. Batasan-batasan
tersebut adalah sebagai berikut:
a) Layanan keuangan yang digunakan adalah layanan keuangan tradisional dan
layanan keuangan berbasis teknologi atau layanan Fintech.
b) Periode pengamatan pergeseran masyarakat usia produktif Kota Bandung
adalah Oktober-Desember 2019.
c) Masyarakat yang dijadikan responden adalah masyarakat yang berada di kota
Bandung, Jawa Barat.
d) Deskripsi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat usia
produktif Kota Bandung untuk mengadopsi layanan Fintech.
1.8 Sistematika Tugas Akhir
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. BAB I PENDAHULUAN
Bab pertama merupakan penjelasan secara umum, ringkas, dan padat yang
menggambarkan dengan tepat isi penelitian.
b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN

11
Bab kedua mengemukakan dengan jelas, ringkas, dan padat, tentang hasil
kajian kepustakaan yang terkait dengan topik dan variable penelitian untuk
dijadikan dasar bagi penyusunan kerangka pemikiran dan perumusan
hipotesis.
c. BAB III METODE PENELITIAN
Bab ketiga menegaskan pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan
untuk mengumpulkan dan menganlisis data yang dapat menjawab atau
menjelaskan masalah penelitian.
d. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab keempat menguraikan hasil dari penelitian yang dilakukan penulis
terhadap objek beserta pembahasan yang terdiri dari analisis responden
terhadap variable, analisis statistik, dan analisis pengaruh variable.
e. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab kelima merupakan bagian dari penelitian yang berisi kesimpulan dari
hasil pembahasan penelitian juga berisi saran yang diberikan penulis yang
diharapkan akan bermanfaat baik bagi objek penelitian dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan.

12

Anda mungkin juga menyukai