NIM : 020526535
Kelas : TAP ADPU 01
Faktor penting terkait dengan kondisi administrasi negara saat ini menurut
Soelendro:
Pertama, faktor sistem pemerintahan, menyangkut tatanan, elemen-elemen dari
sistem administrasi, prosedur kerja, peralatan, sarana, dan prasarana pelayanan publik.
Oleh karena itu pembangunan sistem administrasi baik mikro maupun makro perlu
diarahkan terciptanya good governance. Penciptaan iklim yang memprioritaskan
mekanisme pasar yang berkeadilan, kepastian hukum, pemakaian praktek-praktek
yang terbaik di bidang administrasi, menyediakan sistem insentif yang sepadan agar
mekanisme pasar menjadi sehat, serta membuka partisipasi publik dalam merumuskan
kebijakan publik merupakan persyaratan yang harus dipenuhi menciptakan
kepemerintahan yang baik.
Kedua, faktor manusianya sebagai pelaku yang menjalankan sistem administrasi.
Yang mana pendekatan selama ini dipakai command and control, perencanaan
terpusat, kewenangan, dan pembagian kekuasaan terpusat, serta budaya pelaku
pejabat yang superior terhadap masyarakat yang dilayani.
Peran-peran yang ada dalam governance adalah state, private sector, dan
society. State, memainkan peran, menjalankan peran, menciptakan lingkungan politik
dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsur lain dalam governance. Private sector,
menciptakan lapangan kerja dan pendapatan. Society, mempunyai kompetensi untuk
memasuku lapangan kerja dan mempunyai pendapatan dalam menciptakan interaksi
sosial, ekonomi dan politik secara dinamis,konstuktif dan bermanfaat. Sehingga
mampu menciptakan akuntabilitas kinerjanya.
E-Government
Hal di atas disebabkan karena proses kebijakan itu tidak berada dalam ruang
kosong (vacuum), tetapi sarat dipengaruhi oleh ruang dan waktu yang berubah-ubah.
Perubahan ini harus dicermati oleh perumus kebijakan sehingga ia dapat terhindar dari
kesalahan dalam merumuskan masalah kebijakannya.
B. Wilayah dan Ruang Lingkup Masalah Kebijakan
Luas dan kompleksnya bidang dan ruang lingkup masalah kebijakan publik
yang harus dihadapi oleh perumus kebijakan maka hal ini menuntut agar mereka
senantiasa meningkatkan kapasitas keahlian, pengetahuan, dan keterampilannya agar
mampu merumuskan masalah kebijakan dengan baik dan benar.
Jones (1977) menamakan situasi atau kondisi yang disebut oleh Anderson
sebagai peristiwa. Menurut Jones, konsepsi peristiwa adalah aktivitas manusia dan
alam yang dipersepsi memiliki konsekuansi terhadap kehidupan sosial.
Lester dan Stewart (2000) menyebut ada beberapa jenis isu atau masalah pada
agenda sistemik atau institusional dan ada pula yang sudah mencapai agenda
keputusan, yaitu:
1. Subject issues, isu yang relatif luas dan besar seperti masalah polusi udara, air, dan
sebagainya;
2. Policy issues, isu yang berada di sekitar legislasi tertentu seperti masalah yang
telah diatur dalam UU Lingkungan Hidup, UU Ketenagakerjaan, dan sebagainya;
3. Project issues, isu terkait dengan proyek dan lokalitas tertentu, misalnya masalah
pembangunan gedung baru DPR RI, pembelian pesawat kepresidenan, pencabutan
subsidi BBM, dan sebagainya;
4. New issues, isu baru muncul seperti masalah hujan asam, radio aktif, dan
sebagainya;
5. Cyclical issues, isu terjadi secara reguler seperti masalah defisit anggaran, masalah
perlindungan hukum TKI/TKW, dan sebagainya;
6. Recurrent issues, isu yang muncul kembali karena kegagalan pilihan kebijakan
sebelumnya seperti masalah kemiskinan.
Memformulasi Kebijakan
Menurut Smith dan Larimer (2009), berdasarkan teori segitiga besi (iron
triangle theories) ada 3 pihak yang kuat hubungannya dalam hal perumusan masalah
dan solusi kebijakan (tetapi sedikit memperhatikan kepentingan masyarakat), yaitu
legislatif, birokrasi dan kelmpok kepentingan. Teori ini mendapat kritik keras dari
teori subsistem yang menyatakan dimana keterlibatan peran organisasi publik dan
privat termasuk kelompok pemikir, lembaga penelitian, kelompok kepentingan, dan
warga negara bisa sangat besar dalam proses kebijakan.
Howlett dan Ramesh menyatakan bahwa aktor kebijakan dapat dibedakan
menjadi 5 kategori, pejabat yang dipilih, pejabat yang diangkat, kelompok
kepentingan, organisasi penelitian, dan media massa.
Anderson membagi perumus kebijakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Perumus kebijakan formal (the official policy makers), legislatif, eksekutif,
administrasi (birokrasi), dan hakim di pengadilan;
2. Perumus kebijakan informal (the unofficial participants), kelompok kepentingan,
partai politik,dan warga secara individual.
Howlett dan Ramesh menambahkan yaitu peran organisasi dan media massa.
Mengimplementasikan Kebijakan
Rene Bagchus (dalam Peters dan Nispen, 1998) ada 3 macam pendekatan
untuk memilih instrumen kebijakan, yaitu:
1. The Traditional Instrumental Approach, didasarkan pada rasionalitas tujuan dan
alat mencapai tujuan. Memberikan perhatian sedikit atau bahkan tidak sama sekali
terhadap konteks tempat instrumen kebijakan hendak didesain. Jumlah instrumen
alternatif tidaklah terbatas dan hanya tergantung pada tujuan yang telah ditetapkan;
2. The Refined Intrumental Approach, mengkaji pelbagai instrumen yang ada di satu
sisi dan prinsip-prinsip nilai, moral, dan etika yang universal di sisi lainnya.
Karakter intrinsiknya ditentukan agar ada hubungan antara konteks dengan
instrumen kebijakan;
3. The Institusional Approach, merupakan reaksi terhadap pendekatan instrumental.
Lebih menekankan hubungan antar proses dan instrumen kebijakan. Mendesain
instrumen kebijakan efektif tergantung 4 faktor, yaitu:
a. Karakter konteks;
b. Jenis instrumen;
c. Masalah kebijakan;
d. Kelompok sasaran.
Howlett dan Ramesh (1995) mengemukakan pemilihan instrumen kebijakan
dengan pendekatan:
1. Model Ekonomis, dikenal dengan aktivitas teknis yang ketat. Bersifat lebih
deduktif (menguji teori), tetapi kekurangan bukti empirik dalam mengkaji proses
pembuatan keputusan aktual yang dilakukan pemerintah;
2. Model Politis, berasumsi semua instrumen tidak perlu harus bersifat teknis.
Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn, 1984 menjelaskan perlunya
prakondisi bagi implementasi kebijakan yang sempurna, yaitu:
1. Kondisi lingkungan eksternal (fisik dan politik) tidak boleh merintangi proses
implementasi kebijakan;
2. Sumber harus tersedia cukup dan tepat waktu;
3. Kombinasi sumber harus siap dan dalm jumlah cukup;
4. Implementasi kebijakan didasarkan teori sebab akibat yang sahih;
5. Hubungan sebab akibat langsung dan sedikit variabel intervensinya;
6. Hanya satu agensi implementasi tunggal;
7. Ada pemahaman dan kesepakatan tujuan yang dicapai semua pihak yang terlibat;
8. Tugas yang dilaksanakan dirumuskan rinci, lengkap, dan tertata berurutan;
9. Unsur dan agensi yang terlibat berkomunikasi dan koordinasi sempurna;
10. Mempunyai otoritas menuntut kepatuhan pelaksana dan tidak boleh ada yang
menolak perintah.