Anda di halaman 1dari 5

Nama : Sugiantoro

NIM : 020526535
Kelas : Logika-52

Tugas. 3

Pada Tugas 3 ini merupakan evaluasi tentang Penalaran Oposisi dan Silogisme Beraturan.


Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan penalaran oposisi dan bentuk penalaran oposisi
sebagai penyimpulan langsung?
2. Lalu, berikan dua contoh setiap bentuk peralaran oposisi?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan silogisme beraturan dan bentuk silogisme
beraturan sebagai penyimpulan tidak langsung?
4. Lalu, berikan dua contoh setiap bentuk silogisme beraturan?

JAWAB

1. Penalaran pada hakikatnya merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu
kesimpulan berupa pengetahuan sehingga penalaran merupakan salah satu bentuk
pemikiran. Dalam logika pertentangan dua pernyataan dengan term yang sama disebut
dengan oposisi, yang didefinisikan pertentangan antara dua pernyataan atas dasar
pengolahan term yang sama. Pertentangan disini diartikan juga dengan hubungan logik,
yaitu hubungan yang di dalamnya terkandung adanya suatu penilaian benar atau salah
terhadap dua pernyataan yang diperbandingkan. Adapun dua pernyataan yang
diperbandingkan itu keduanya berbentuk pernyataan yang terdiri dua term sebagai subjek
dan predikat yang disebut proposisi kategori.

Ke empat macam proposisi kategori yakni proposisi universal afirmatif, proposisi


universal negatif, proposisi partikular afirmatif, dan proposisi partikular negatif, masing-
masing dapat dipertentangkan atau dilawankan dengan yang lain berdasarkan perbedaan
dan persamaan antara kuantitas dan kualitasnya dibedakan menjadi empat macam
oposisi, yaitu:

a). Oposisi Kontrarik, pertentangan dua proposisi universal atas dasar term yang sama,
tetapi berbeda kualitasnya, yaitu keduanya berkuantor umum yang satu afirmatif
yang lain negatif, disebut juga kontrari, dirumuskan:

∀x (Sx => Px) : ∀x (Sx => Px


Semua S adalah P : Semua S bukan P
Contoh: Semua anggota DPR korupsi (∀x (Sx => Px))
Semua anggota DPR tidak korupsi (∀x (Sx => Px)
b). Oposisi Subkontrarik, pertentangan dua proposisi partikular atas dasar term yang
sama, tetapi berbeda dalam kualitasnya, yaitu keduanya berkuantor khusus yang satu
afirmatif yang lain negatif, disebut juga subkontrari, dirumuskan:
∃x (Sx ʌ Px) : ∃x (Sx ʌ Px
Sebagian S adalah P : Sebagian S bukan P
Contoh : Ada sebagian pejabat pemerintah yang korupsi (∃x (Sx ʌ Px)
Ada sebagian pejabat pemerintah yang tidak korupsi (∃x (Sx ʌ
Px)

c). Oposisi Kontradiktorik, pertentangan dua pernyataan atas dasar term yang sama,
tetapi berbeda kuantitas dan kualitasnya, disebut juga kontradiksi, dirumuskan:

∀x (Sx => Px) >< ∃x (Sx ʌ Px


∀x (Sx => Px) >< ∃x (Sx ʌ Px)
Semua S adalah P >< Ada S yang bukan P
Semua S bukan P >< Ada S yang P
Contoh : Semua bangsa Indonesia berketuhanan Yang Maha Esa (∀x (Sx => Px))
Ada bangsa Indonesia yang tidak berketuhanan Yang Maha Esa (∃x (Sx ʌ
Px)

d). Oposisi Subalternasi, pertentangan dua pernyataan atas dasar term yang sama dan
berkualitas sama, tetapi berbeda dalam kuantitasnya. Subalternasi pada dasarnya
bukanlah suatu oposisi melainkan suatu hubungan logik. Dapat dibedakan atas dua
macam yakni:

- Subimplikasi, hubungan logika pernyataan partikular terhadap pernyataan universal


atas dasar term yang sama serta kualitas sama, dirumuskan:

∃x (Sx ʌ Px) : ∀x (Sx => Px


∃x (Sx ʌ Px) : ∀x (Sx => Px
Ada S yang P : semua S adalah P
Ada S yang bukan P : Semua S bukan P
Contoh : Sebagian rakyat Indonesia ikut serta bela negara (∃x (Sx ʌ Px))
Semua rakyat Indonesia ikut serta bela negara (∀x (Sx => Px)

- Superimplikasi, hubungan logika pernyataan universal terhadap pernyataan


partikular atas dasar term yang sama serta kualitas sama, dirumuskan:

∀x (Sx => Px) : ∃x (Sx ʌ Px


∀x (Sx => Px : ∃x (Sx ʌ Px
Semua S adalah P : Ada S yang P
Semua S bukan P : Ada S yang bukan P
Contoh : Semua rakyat Indonesia ikut serta bela negara. (∀x (Sx => Px))
Sebagian rakyat Indonesia ikut serta bela negara. (∃x (Sx ʌ Px)

2. a). Oposisi Kontrarik, ontohnya:


- Semua anggota DPR korupsi. (∀x (Sx => Px))
Semua anggota DPR tidak korupsi. (∀x (Sx => Px)
- Semua siswa SMA itu lulus. (∀x (Sx => Px))
Semua siswa SMA itu tidak lulus. (∀x (Sx => Px)

b). Oposisi Subkontrarik, contohnya:


- Ada sebagian pejabat pemerintah yang korupsi. (∃x (Sx ʌ Px)
Ada sebagian pejabat pemerintah yang tidak korupsi. (∃x (Sx ʌ Px)
- Sebagian orang kaya itu sombong. (∃x (Sx ʌ Px)
Sebagian orang kaya itu tidak sombong. (∃x (Sx ʌ Px)

c). Oposisi Kontradiktorik, contohnya:


- Semua bangsa Indonesia berketuhanan Yang Maha Esa. (∀x (Sx => Px))
Ada bangsa Indonesia yang tidak berketuhanan Yang Maha Esa. (∃x (Sx ʌ
Px)

- Semua rakyat Indonesia tidak beraliran komunis. (∀x (Sx => Px)
Ada rakyat Indonesia yang beraliran komunis. (∃x (Sx ʌ Px)

d). Oposisi Subalternasi, contohnya:


1. Subimplikasi, contohnya:
- Sebagian rakyat Indonesia ikut serta bela negara. (∃x (Sx ʌ Px))
Semua rakyat Indonesia ikut serta bela negara. (∀x (Sx => Px)

- Sebagian rakyat Indonesia tidak berpaham liberalis. (∃x (Sx ʌ


Px))
Semua rakyat Indonesia tidak berpaham liberalis. (∀x (Sx => Px)

2. Superimplikasi, contohnya:
- Semua rakyat Indonesia ikut serta bela negara. (∀x (Sx => Px))
Sebagian rakyat Indonesia ikut serta bela negara. (∃x (Sx ʌ Px)

- Semua orang tidak berkacamata. (∀x (Sx => Px)


Sebagian orang tidak berkacamata. (∃x (Sx ʌ Px)

3. Silogisme kategori adalah suatu bentuk penyimpulan berdasarkan perbandingan dua


proposisi yang di dalamnya terkandung adanya term pembanding dan yang dapat
melahirkan proposisi lain sebagai kesimpulannya. Rumusan definisi tersebut dapat juga
dinyatakan dengan cara lain, yakni penalaran berbentuk hubungan dua proposisi kategori
yang terdiri atas tiga term sehingga melahirkan proposisi ketiga sebagai kesimpulannya.
Dalam definisi di atas jelas bahwa silogisme kategori harus terdiri atas tiga term, hal ini
merupakan suatu prinsip sehingga silogismenya disebut dengan silogisme beraturan
karena harus terdiri atas tiga term.
Dalam perbandingan dua proposisi sebagai premis silogisme, kedudukan term
pembanding atau term tengah (M) dapat bertukar tempat, yaitu dapat sebagai subjek dan
dapat juga sebagai predikat, baik dalam premis pertama atau premis mayor maupun
dalam premis kedua atau premis minor. Sehingga dengan memperhatikan kedudukan
term pembanding, dalam premis pertama maupun dalam premis kedua maka silogisme
beraturan ini dibedakan antara empat bentuk atau empat pola, yaitu:

a). Silogisme Sub-Pre, bentuk silogisme, di mana term tengah sebagai term subyek
dalam premis mayor, dan sebagai term predikat dalam premis minor. Dalam 7
hukum dasar penyimpulan, ada 13 macam silogisme Sub-Pre yang berkesimpulan
pasti.
b). Silogisme Bis-Pre, bentuk silogisme, di mana term tengah sebagai term predikat
dalam premis mayor dan minor. Dalam 7 hukum dasar penyimpulan, ada 13 macam
silogisme Bis-Pre yang berkesimpulan pasti.

c). Silogisme Bis-Sub,  bentuk silogisme, di mana term tengah sebagai term subyek
dalam premis mayor dan minor. Dalam 7 hukum dasar penyimpulan, ada 13 macam
silogisme Bis-Sub yang berkesimpulan pasti.

d). Silogisme Pre-Sub, bentuk silogisme, di mana term tengah sebagai term predikat
dalam premis mayor, dan sebagai term subyek dalam premis minor. Dalam 7 hukum
dasar penyimpulan, ada 13 macam silogisme Pre-Sub yang berkesimpulan pasti.

4. a). Silogisme Sub-Pre, contohnya:


- *Premis mayor : Semua birokrasi adalah pelayan publik;
*Premis minor : Kantor pajak adalah birokrasi.
*Kesimpulan : Kantor pajak adalah pelayan publik.

- *Premis mayor : Semua yang berakal budi adalah manusia;


- *Premis minor : Semua yang berbudaya berakal budi.
- *Kesimpulan : Semua manusia berbudaya.
-
Memiliki rumus dan pola sebagai berikut:
((M=P) ʌ (S=M)) => (S=P),
((B=A) ʌ (C=B) => (A=C)

b). Silogisme Bis-Pre, contohnya:


- *Premis mayor : Semua pelayan publik adalah aparatur birokrat;
*Premis minor : Zahra adalah aparatur birokrat.
*Kesimpulan : Zahra adalah pelayan publik.

- *Premis mayor : Semua manusia berakal budi;


*Premis minor : Semua yang berbudaya berakal budi.
*Kesimpulan : Semua manusia berbudaya.

Memiliki rumus dan pola sebagai berikut:


((P=M) ʌ (S=M)) => (S=P)
((A=B) ʌ (C=B) => (A=C)

c). Silogisme Bis-Sub, contohnya:


- *Premis mayor : Pembuat kebijakan adalah administrator publik;
*Premis minor : Pembuat kebijakan adalah pelayan publik.
*Kesimpulan : Administrator publik adalah pelayan publik.

- *Premis mayor : Semua yang berakal budi adalah manusia;


*Premis minor : Semua yang berakal budi berbudaya.
*Kesimpulan : Semua manusia berbudaya.

Memiliki rumus dan pola sebagai berikut:


((M=P) ʌ (M=S)) => (S=P),
((B=A) ʌ (B=C) => (A=C)
d). Silogisme Pre-Sub, contohnya:
- *Premis mayor : Semua koruptor adalah orang tidak beretika;
*Premis minor : Orang yang tidak beretika adalah pelaku kejahatan publik.
*Kesimpulan : Semua koruptor adalah pelaku kejahatan publik.

- *Premis mayor : Semua manusia berakal budi;


*Premis minor : Semua yang berakal budi berbudaya.
*Kesimpulan : Semua manusia berbudaya.

Memiliki rumus dan pola sebagai berikut:


((P=M) ʌ (M=S)) => (S=P)
((A=B) ʌ (B=C) => (A=C)

Ref. - BMP ISIP4211 Logika


- Inisiasi 6 Silogisme Kategoris
 

Anda mungkin juga menyukai