Budaya
A. Pendahuluan
B. Pembahasan
Konsep sehat dilihat dari segi jasmani, yaitu dimensisehat yang paling nyata
karena perhatiannya pada fungsi mekanistik tubuh
Konsep sehat dilihat dari segi mental, yaitu kemampuanberpikir dengan
jernih dan koheren. Istilah mental dibedakan dengan emosionaldan sosial
walaupun ada hubungan yang dekat diantara ketiganya
Konsep sehat dilihat dari segi emosional, yaitukemampuan untuk mengenal
emosi, seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dankemarahan, dan untuk
mengekspresikan emosi-emosi secara cepat
Konsep sehat dilihat dari segi sosial, berartikemampuan untuk membuat dan
mempertahankan hubungan dengan orang lain
Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual, yaituberkaitan dengan kepercayaan
dan praktik keagamaan, berkaitan dengan perbuatanbaik, secara pribadi,
prinsip-prinsip tingkah laku, dan cara mencapai kedamaiandan merasa
damai dalam kesendirian
Konsep sehat dilihat dari segi societal, yaituberkaitan dengan kesehatan
pada tingkat individual yang terjadi karenakondisi-kondisi sosial, politik,
ekonomi dan budaya yang melingkupi individutersebut. Adalah tidak
mungkin menjadi sehat dalam masyarakat yang “sakit” yangtidak dapat
menyediakan sumber-sumber untuk pemenuhan kebutuhan dasar
danemosional. (Djekky, 2001: 8)
Konsep sehat tersebut bila dikaji lebih mendalamdengan pendekatan “etik” yang
dikemukakan oleh Wold Health Organization (WHO)maka itu berart bahwa: Sehat
itu adalah “a state of complete physical,mental, and social well being, and not
merely the absence of disease orinfirmity” (WHO, 1981: 38). Dalam dimensi ini
jelas terlihat bahwasehat itu tidak hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga
kondisi mental dan sosial seseorang. Rumusan yang relativistik mengenai konsep
ini dihubungkandengan kenyataan akan adanya pengertian dalam masyarakat
bahwa ide kesehatanadalah sebagai kemampuan fungsional dalam menjalankan
peranan-peranan sosialdalam kehidupan sehari-hari (Wilson, 1970: 12) dalam
Kalangie (1994: 38).
Namun demikian bila kita kaitkan dengan konteks sehat berdasarkan pendekatan
secaraemik bagi suatu komunitas yang menyandang konsep kebudayaan mereka,
adapandangan yang berbeda dalam menanggapi konsep sehat tadi. Hal ini
karenaadanya pengetahuan yang berbeda terhadap konsep sehat, walaupun secara
nyataakan terlihat bahwa seseorang secara etik dinyatakan tidak sehat, tetapi
masihdapat melakukan aktivitas sosial lainnya. Ini berarti orang tersebut
dapatmenyatakan dirinya sehat. Jadi hal ini berarti bahwa seseorang
berdasarkankebudayaannya dapat menentukan sehat secara berbeda seperti pada
kenyataanpendapat di bawah ini sebagai berikut:
Standard apa yang dapat dianggap “sehat” jugabervariasi. Seorang usia lanjut dapat
mengatakan bahwa ia dalam keadaan sehatpada hari ketika Broncitis Kronik
berkurang sehingga ia dapat berbelanja dipasar. Ini berarti orang menilai
kesehatannya secara subjektif, sesuai dengannorma dan harapan-harapannya. Inilah
salah satu harapan mengapa upaya untukmengukur kesehatan adalah sangat sulit.
Gagasan orang tentang “sehat” danmerasa sehat adalah sangat bervariasi. Gagasan-
gagasan itu dibentuk olehpengalaman, pengetahuan, nilai, norma dan harapan-
harapan. (Kalangie, 1994:39-40)
Foster dan Anderson (1986) menemukan konsep penyakit (disease)
padamasyarakat tradisional yang mereka telusuri di kepustakaan-kepustakaan
mengenaietno-medicine, bahwa konsep penyakit masyarakat non-Barat, dibagi
atasdua kategori umum yaitu:
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golonganpertama dan ke dua, dapat
digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok,pantangan makan, dan
bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ketiga harus dimintakan
bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upayapenanggulangannya
tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.
Daftar Pustaka
Development ofIndicator for Monitoring Progress Towards Health for All by The
Year 2000, Geneva: WHO.