Anda di halaman 1dari 11

Tugas 5

PENGANTAR TRANSPORTASI
Four Step Model
Tugas Matakuliah Perencanaan Transportasi

YOGA BAHARI
NPM: 17310832
III. B

PRODI PERENCANAAN WILAYAH & KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2018
Daftar Isi

Daftar Isi...................................................................................................................................i
BAB I........................................................................................................................................1
PEMBAHASAN.........................................................................................................................1
1.1 Model Perencanaan Transportasi............................................................................1
1.1.1 Model Bangkitan dan Tarikan Pergerakan.......................................................1
1.1.2 Distribusi pergerakan lalu lintas......................................................................2
1.1.3 Model Pemilihan Moda Angkutan...................................................................3
1.1.4 Pembebanan Lalu Lintas..................................................................................4
1.2 Model Sebaran........................................................................................................6
1.3 Model Pemilihan Rute.............................................................................................7
Daftar Pustaka.........................................................................................................................9

i
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Model Perencanaan Transportasi

Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang selau


dihadapi oleh negara-negara berkembang tak terkecuali Indonesia. Masalah
transportasi ini menimbulkan berbagai permasalahan di kalangan masyarakat seperti
kemacetan lalu lintas (congestion), keterlambatan (delay), polusi udara, polusi suara,
dll. Tingkat pertumbuhan kendaraan yang jauh lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan ruas sarana transportasi menjadi salah satu penyebab masalah
transportasi sulit untuk diselesaikan.

Dalam mengatasi masalah transportasi, perlu adanya perencanaan suatu


sistem transportasi baik jangka panjang (25 tahun), menengah (10 tahun), maupun
jangka pendek (5 tahun). Dalam melakukan perencanaan, biasanya para ahli
menggunakan berbagai pendekatan dan metode analisa. Konsep perencanaan
transportasi yang paling populer adalah MODEL PERENCANAAN
TRANSPORTASI EMPAT TAHAP (FOUR STAGES TRANSPORT
MODEL) Metode ini mengaitkan interaksi antara sistem kegiatan (tata guna tanah)
dengan sistem jaringan dan sistem pergerakan. Isi dari 4 tahap model transportasi itu
antara lain :
1.      Bangkitan dan tarikan pergerakan (Trip Generation)

2.      Distribusi pergerakan lalu lintas (Trip Distribution)

3.      Pemilihan moda angkutan (Modal choice/modal split)

4.      Pembebanan lalu lintas (Trip Assignment)

1.1.1 Model Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang


berasal dari suatu zona atau tataguna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke
suatu zona atau tataguna lahan. Bangkitan lalu lintas ini mencakup:

 Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (trip production)


 Lalu lintas yang menuju ke suatu lokasi (trip attraction)

1
Bangkitan lalu lintas tergantung dari 2 aspek tataguna lahan:

 Tipe tataguna lahan

Tipe tataguna lahan yang berbeda (pemukiman, pendidikan, dll) mempunyai


karakteristik bangkitan yang berbeda:

 jumlah arus lalu lintas

 jenis lalu lintas (pejalan kaki, truk, mobil)

 waktu yang berbeda (contoh: kantor menghasilkan lalu lintas pada pagi dan
sore).

 Jumlah aktivitas (dan intensitas) pada tataguna lahan tersebut

Semakin tinggi tingkat penggunaan sebidang tanah, semakin tinggi lalu lintas
yang dihasilkan. Salah satu ukuran intensitas aktivitas sebidang tanah adalah
kepadatannya.

1.1.2 Distribusi pergerakan lalu lintas

Bagian ini merupakan tahapan permodelan yang memperkirakan sebaran


pergerakan yang meninggalkan suatu zona atau yang menuju suatu zona. Meskipun
demikian, trip distribution  sering disebut dengan production-attraction
pairs dibandingkan origin-destination pairs.  Model distribusi ini merupakan suatu
pilihan jalan menuju destinasi yang diinginkan, biasanya direpresentasikan dalam
bentuk garis keinginan (desire line) atau dalam bentuk matriks asal tujuan (MAT).
Pola distribusi lalu lintas antara zona asal dan tujuan adalah hasil dari dua hal yang
terjadi secara bersamaan yakni lokasi dan intensiatas tata guna lah dan interaksi
antara 2 buah tata guna lahan. Tahap 2 ini juga menentukan apakah tipe penghubung

2
tersebut terpusat satu jalur atau tersebar. Biasanya factor paling menentukan dari trip
distribution adalah spatial separation dan biaya. Tata guna tanah cenderung menarik
lalu lintas dari tempat yang lebih dekat dibandingkan dengan tempat yang jauh.

Pola distribusi lalu lintas antara zona asal dan tujuan adalah hasil dari dua hal yang
terjadi secara bersamaan yaitu:

􀂙 Lokasi dan intensitas tataguna lahan yang akan menghasilkan lalu lintas

􀂙 Spatial separation (pemisahan ruang), interaksi antara 2 buah tataguna lahan akan
menghasilkan pergerakan.

1.1.3 Model Pemilihan Moda Angkutan

Setelah adanya bangkitan dan pemilihan tipe distribusi, tahapan model


transportasi selanjutnya adalah memilih bagaimana interaksi
dari production dan attraction itu dilakukan. Pemilihan moda transportasi
bergantung dari tingkat ekonomi dari pemilik tata guna lahan dan biaya transportasi
dari moda angkutan. Orang dengan ekonomi tinggi cenderung memilih mode
angkutan pribadi dibandingkan mode angkutan umum. Jika terdapat lebih dari satu
moda, moda yang dipilih biasanya yang memiliki rute terpendek, tercepat atau
termurah, atau kombinasi ketiganya.

Secara sederhana moda berkaitan dengan jenis transportasi yang digunakan


pilihan pertama biasanya berjalan kaki atau menggunakan kendaraan. Jika
menggunakan kendaraan, pilihannya adalah kendaraan pribadi (sepeda, sepeda
motor, mobil) atau angkutan umum (bus, becak, dan lain-lain).

Orang yang hanya mempunyai satu pilihan moda saja disebut dengan captive
terhadap moda tersebut. Jika terdapat lebih dari satu moda, moda yang dipilihnya
biasanya yang mempunyai rute terpendek, tercepat, atau termurah atau kombinasi

3
dari ketiganya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah ketidaknyamanan dan
keselamatan. Hal ini harus dipertimbangkan dalam pilihan moda.

Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda:

a) Ciri pengguna jalan

 Pemilikan kendaraan, semakin tinggi pemilikan kendaraan pribadi


semakin kecil pula ketergantungan pada angkutan umum.

 Pemilikan SIM.

 Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak,


pensiun, bujangan, dan lain-lain).

 Pendapatan; semakin tinggi pendpatan semakin besar peluang


menggunakan kendaraan pribadi.

b) Ciri pergerakan:

 Tujuan pergerakan: di negara maju, pergerakan ke tempat bekerja


biasaya lebih mudah menggunakan angkutan umum (karena murah
dan tepat waktu, nyaman, aman). Tetapi di negara berkembang, orang
lebih cenderung menggunakan kendaraan pribadi karena angkutan
umum tidak tepat waktu dan tidak nyaman.

 Waktu terjadinya pergerakan.

 Jarak perjalanan: semakin jauh perjalanan semakin cenderung


menggunakan angkutan umum.

c) Ciri fasilitas moda transportasi:

 Kuantitatif: Waktu tempuh, ongkos, ketersediaan ruang dan tarif


parkir.

 Kualitatif: Kenyamanan, keamanan, keandalan.

d) Ciri kota atau zona: jarak dari pusat kota dan kepadatan penduduk.

1.1.4 Pembebanan Lalu Lintas

Setelah dipilihnya tipe moda angkutan dan jalur distribusi, maka akan
timbulah aliran volume lalu lintas. Pada tahapan ini, pengaturan akan arus lalu lintas

4
akan dilakukan. Bila diketahui suatu jalur distribusi memiliki beban volume yang
padat, maka planner bisa mengalihkan satu jalur lainnya ke jalur yang lain sehingga
menjadi tinggal satu jalur. Pemilihan rute baru tetap memperhitungkan alternatif
terpendek, tercepat, termurah, dan juga diasumsikan bahwa pemakai jalan
mempunyai informasi cukup tentang kemacetan, kondisi jalan, dll.

Meskipun model transportasi diciptakan dengan baik, namun dalam


pelaksanaannya harus dilakukan penambahan ataupun sedikit modifikasi disesuaikan
dengan kondisi tat guna lahan yang akan diatur. Model transportasi umumnya
memiliki kelebihan :

            Pengumpulan dan pengorganisasian survei data yang lengkap. Karena tahapan


pertama dari model ini adalah menganalisa tipe generation dimana pada tahap
tersebut kita terlebih dahulu mengetahui secara pasti bagaimana dan seberapa banyak
pemilik tata guna lahan di daerah tersebut.

            Mampu menganalisa aspek operasional seperti volume lalu lintas, kapasitas


jalan, dan jumlah perjalanan untuk menentukan waktu perjalanan dan keterlambatan.
Karena kita telah mengetahui jumlah bangkitan dari production dan attraction serta
tipe distribusi, sehingga kita akan mengetahui seberapa besar volume lalu lintas di
suatu daerah tersebut bergantung tipe guna lahannya. Dengan itu, kita bisa
mengetahui volumenya untuk menentukan efisiensi jalur dan meminimalisir
terjadinya delay.

            Mampu memperkirakan tipe jalur distribusi yang akan dibangun


bergantung tipe generation yang ada apakah home-based work trips (HBW), home-
based other (or non-work) trips (HBO), dan non-home –based trips (NHB). Pada
umumnya tata guna lahan bertipe home-based other (or non-work) trips(HBO)
memiliki bangkitan volume yang lebih besar dibandingkan tipe lain sehingga perlu
dipikirkan tentang jalur distribusi yang sesuai.

Akan tetapi, meskipun telah digunakan cukup lama, sistem ini tetap memiliki
kelemahan. Kelemahan tersebut antara lain :

         Model ini memiliki kemampuan terbatas dalam memprediksi penggunaan moda


angkutan publik. Hal ini disebabkan karena asumsi data yang digunakan bersifat

5
eksternal seperti penghasilan, kepemilikan mobil, jumlah populasi, dll. Padahal kita
juga harus memperhitungkan faktor lainnya seperti harga bahan bakar, biaya
pengoperasian angkutan pribadi, tariff parkir, dll yang mempengaruhi keputusan
pemilik tata guna lahan untuk menggunakan antara angkutan pribadi atau moda
transportasi publik

         Model ini tidak cocok dalam mengembangkan jalur transportasi barang. Hal ini
disebabkan karena model ini cenderung hanya berfokus pada aliran mobil pribadi
berdasarkan tipe kepemilikan tata guna lahan dan menggunakan asumsi eksternal.

         Tipe model ini juga kurang dalam pembuatan, penerapan, serta pengontrolan
kebijakan. Karena penyusunan metode ini tidak melibatkan aspek dinamis. Metode
ini biasanya melakukan pengambilan keputusan berdasarkan titik equilibrium dari
input yang tersedia. Padahal dalam pelaksanaanya, transportasi bersifat dinamis
dimana apa yang terjadi tidaklah sesuai dengan asumsi yang digunakan sehingga
kebijakan mungkin saja terus berubah selama transportasi bersifat dinamis ini.

1.2 Model Sebaran

a. Umum
Pada sebaran arus lalulintas antara zona i ke zona j dari dua hal yang
terjadi secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas tata guna lahan yang
menghasilkan arus lalulintas dan pemisahan ruang, interaksi antara dua
buah tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan manusia dan barang.
b. Pemisahan ruang
Jarak antara dua buah tata guna lahan merupakan batas pergerakan.
Jarak jauh atau biaya yang besar akan membuat pergerakan menjadi lebih
sulit (aksesibilitas rendah), sehingga pergerakan arus lalu lintas cenderung
meningkat jika jarak antara kedua zonanya semakin dekat. Pemisahan
ruang dapat ditentukan oleh jarak, yang diukur dengan waktu dan biaya
yang diperlukan.

c. Intensitas Ruang dan Intensitas Tata Guna Lahan


Makin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna lahan, makin tinggi pula
tingkat kemampuannya dalam menarik lalu lintas.

6
d.  Pemisahan Ruang dan Intensitas Tata Guna Lahan
Daya tarik tata guna lahan akan berkurang dengan meningkatkan jarak
(dampak pemisahan ruang). Tata guna lahan cenderung menarik
pergerakan lalu lintas dari tempat yang  lebih dekat dibandingkan dengan
dari tempat yang jauh. Pergerakan lalu lintas yang berjarak pendek lebih
banyak dibanding yang berjarak jauh. Interaksi antara daerah sebagai
fungsi dari intensitas setiap daerah dan jarak antara kedua daerah tersebut
dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Interaksi Antar Daerah

Interaksi dapat Interaksi Interaksi


Jauh
diabaikan rendah menengah
Jarak
Interaksi Interaksi sangat
Dekat Interaksi rendah
menengah tinggi
Interaksi tata guna lahan antar
Kecil-kecil Kecil-kecil Besar-besar
dua zona

  Sumber : Tamin O.Z, (1997 ; 63)

Jaringan transportasi yang baik mampu memecahkan masalah jarak  tersebut


sehingga interaksi antara kedua tata guna lahan tinggi tanpa memperhatikan faktor
jarak. Sistem transportasi mengurangi hambatan pergerakan dalam ruang, tetapi tidak
mengurangi jarak, sehingga bisa diatasi dengan memecahkan sistem jaringan
transportasi.

1.3 Model Pemilihan Rute

Prinsip  pemilihan moda juga dapat digunakan untuk pemilihan rute. Untuk
angkutan umum, rute ditentukan berdasarkan moda transportasi (bus dan kereta api
mempunyai rute yang tetap). Dalam kasus ini, pemilihan moda dan rute dilakukan

7
bersama-sama. Untuk kendaraan pribadi, diasumsikan bahwa orang yang memilih
moda transportasinya, dan lalu rutenya.

Faktor yang mempengaruhi pemilihan rute:

 Perbedaan presepsi tentang biaya transportasi

 Perbedaan informasi tentang kondisi lalu lintas

 Adanya kemacetan jam atau hari

 Kondisi jalan

 Kondisi lingkungan

 Kondisi kendaraan

 Jenis kendaraan

8
Daftar Pustaka

http://azissyahban2005.blogspot.co.id/2012/12/konsep-perencanaan-transportasi.html

https://www.researchgate.net/profile/Rudy_Setiawan3/publication/43649314_Kalibrasi_Mod
el_Sebaran_Pergerakan_Gravity_Model_Menggunakan_Add-
In_Microsoft_Excel_Solver/links/55f1143d08aedecb68ffd2b7/Kalibrasi-Model-Sebaran-
Pergerakan-Gravity-Model-Menggunakan-Add-In-Microsoft-Excel-Solver.pdf

http://tulisanterkini.com/artikel/artikel-ilmiah/9143-pendekatan-perencanaan-
transportasi.html

http://syafii.staff.uns.ac.id/files/2010/02/bab-6-pemilihan-moda.pdf

http://kampuzsipil.blogspot.co.id/2011/12/pemilihan-rutepembebanan-jaringan-lalu.html

Anda mungkin juga menyukai